bab iv hasil dan pembahasan -...

15
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini meliputi pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1 Pengamatan Selintas Pengamatan selintas adalah pengamatan yang hasilnya tidak diuji secara statistik dan pengamatan ini digunakan untuk mendukung hasil dari pengamatan utama. Pengamatan selintas pada penelitian ini meliputi suhu, kelembaban, hama, penyakit, dan hari muncul tubuh buah pertama. 4.1.1 Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban pada penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu pada tahap miselium dan tubuh buah. Pengamatan selintas ini dilakukan didalam kumbung jamur tiram yang berbeda per tahapnya. Rata-rata suhu dan kelembaban pada tahap miselium dapat dilihat dalam tabel 4.1 dan rata-rata suhu dan kelembaban pada tahap tubuh buah dapat dilihat dalam tabel 4.2 Tabel 4.1 Suhu dan Kelembaban pada Tahap Miselium Tahun 2016 Bulan Rata-Rata Suhu Maksimal (°C) Rata-Rata Suhu Minimal (°C) Rata-Rata Kelembaban (%) September 29,02 25,79 65,44 Sumber: Hasil pengukuran pengamatan selintas. Keterangan: Pengamatan selintas berlangsung pada tanggal 1 September 2016 hingga 16 September 2016.

Upload: truongdien

Post on 06-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini meliputi pengamatan selintas dan

pengamatan utama.

4.1 Pengamatan Selintas

Pengamatan selintas adalah pengamatan yang hasilnya tidak diuji secara statistik

dan pengamatan ini digunakan untuk mendukung hasil dari pengamatan utama.

Pengamatan selintas pada penelitian ini meliputi suhu, kelembaban, hama, penyakit,

dan hari muncul tubuh buah pertama.

4.1.1 Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban pada penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu pada tahap

miselium dan tubuh buah. Pengamatan selintas ini dilakukan didalam kumbung jamur

tiram yang berbeda per tahapnya. Rata-rata suhu dan kelembaban pada tahap miselium

dapat dilihat dalam tabel 4.1 dan rata-rata suhu dan kelembaban pada tahap tubuh buah

dapat dilihat dalam tabel 4.2

Tabel 4.1 Suhu dan Kelembaban pada Tahap Miselium

Tahun 2016

Bulan

Rata-Rata Suhu

Maksimal (°C)

Rata-Rata Suhu

Minimal (°C)

Rata-Rata Kelembaban

(%)

September 29,02 25,79 65,44

Sumber: Hasil pengukuran pengamatan selintas.

Keterangan: Pengamatan selintas berlangsung pada tanggal 1 September 2016 hingga 16

September 2016.

21

Tabel 4.2 Suhu dan Kelembaban pada Tahap Tubuh Buah

Tahun 2016

Bulan

Rata-Rata Suhu

Maksimal (°C)

Rata-Rata Suhu

Minimal (°C)

Rata-Rata Kelembaban

(%)

September 29,31 25,38 81,33

Oktober 28,84 24,86 81,80

November 28,42 25,10 81,33

Sumber: Hasil pengukuran pengamatan selintas.

Keterangan: Pengamatan selintas pada bulan September berlangsung pada tanggal 17

September 2016 hingga 30 September 2016 dan pada bulan November

berlangsung pada tanggal 1 November 2016 hingga 30 November 2016.

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada tahap miselium, untuk suhu udara yaitu

suhu maksimal 29,02°Cdan suhu minimal25,79 °C, sedangkan kelembaban yaitu 65,44

%. Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwapada tahap tubuh buah, untuk suhu udara

maksimal berkisar antara 28,42 °C hingga 29,31 °Cdan suhu udara minimal berkisar

antara 24,86 °C hingga 25,38 °C, sedangkan kelembaban berkisar antara 81,33% hingga

81,80 %. Menurut Djarijah dan Djarijah (2001), pertumbuhan tubuh buah dari sebagian

besar species jamur tiram tumbuh optimal pada suhu 18°C hingga 20°C dengan

kelembaban 80% hingga 85%, sehingga pada tahap tubuh buah kondisi suhu kurang

sesuai dengan pembentukan tubuh buah dari jamur tiram yang optimal.

Pada penelitian ini, kumbung pada tahap tubuh buah kelembabannya lebih tinggi

dari pada kelembaban pada kumbung tahap miselium, hal ini disebabkan oleh kumbung

pada tahap tubuh buah ditambahkan alat penambah kelembaban atau humidifier

sehingga kelembaban lebih tinggi. Pada kumbung tahap miselium tidak ditambahkan

alat penambah kelembaban atau humidifier karena kelembaban pada tahap miselium

sudah mencapai kondisi yang cukup optimal, dimana menurut Djarijah dan Djarijah

(2001), miselium jamur tumbuh optimal pada kelembaban 65 % hingga 70%.

22

4.1.2 Hama dan Penyakit

Hama dijumpai pada kumbung tahap miselium dan tubuh buah. Hama yang

ditemui didalam penelitian ini pada tahap miselium adalah laba-laba dan semut,

sedangkanpada tahap tubuh buah antara lain kumbang, laba-laba, semut, ulat,rayap, dan

tungau. Berikut rincian dari hama yang menyerang jamur tiram selama penelitian

berlangsung:

1. Kumbang:

Hama ini sering dijumpai dibagian bawah tudung jamur, sela-sela antar tangkai

jamur, dan lamela jamur. Kumbang ini merusak tudung jamur dengan memakan sedikit

bagian dari tudung jamur, dimana hal ini mengakibatkan tudung jamur berlubang atau

tidak membentuk suatu tudung jamur yang utuh. Berdasarkan dari hasil penelitian di

Natural History, London, hama ini dapat mengakibatkan kerusakan secara langsung

pada tubuhbuah jamur tiram, karena baik imago maupun larva kumbang tersebut

merupakanpemakan jamur yang aktif (Pakki et al., 2001 lihatSianipar, M. S,

2006).Menurut Gemalasari (2002), kumbang sering masuk kedalam bag log hingga

kedalaman beberapa sentimeter untuk berpupa. Pengendalian yang dilakukan dalam

penelitian ini yaitu dengan cara mengumpulkan kumbang tersebutke luar kumbung

dengan cara memasukannya ke dalam kantong plastik agar tidak terbang dan kemudian

membunuhnya hingga mati.

Gambar 4.1 Kumbang yang merusak tubuh buah jamur saat penelitian

23

2. Laba-laba:

Hama ini dijumpai diatas dan disekitar rak jamur yang kemudian laba-laba ini

membuat sarangyang menempel di antar rak. Menurut Djarijah, N. M. dan Djarijah, A.

B. (2001), laba- laba dapat memakan dan merusak miselium serta tubuh buah, hama ini

sering ditemukan pada sela-sela dan media tumbuh bag log jamur yang tidak disiapkan

secara cermat dan terkontrol. Laba-laba dapat menularkan spora jamur saprofit dan

parasit. Pengendalian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu merusak sarang dengan

tongkat dan membunuh laba-laba tersebut hingga mati.

3. Semut:

Hama ini dijumpai pada rak jamur tiram, dimana semut ini keluar melalui lubang

sarang yang berada di rak-rak kayu yang ada pada kumbung. Semut mencoba

memasuki baglog jamur diduga karena aroma dan bahan baglog yang dapat

mengundang datangnya semut tersebut. Pengendalian hama ini yaitu dengan

menggoreskan kapur semut pada rak jamur.

24

4. Lalat:

Lalat merupakan perantara penularan hama dan penyakit atau spora jamur parasit

atau saprofit (Djarijah dan Djarijah, 2001). Diduga lalat pada saat stadia larva juga

menyerang jamur tiram saat penelitian. Hal ini diperkuat oleh Rajesha (2016), larva

dapat menyerang jamur tiram putih, salah satunya adalah larva dari Megaselia

halterata. Larva ini sering terdapat pada tudung jamur khususnya bagian lipatan-lipatan

lamela jamur dan bersembunyi di sela-sela bagian lamela dan juga di pangkal batang

jamur. Larva ini akan terlihat pada saat pemanenan yaitu pada lamela tudung dan

permukaan baglog bekas panenan. Pencegahan yang dilakukan pada penelitian ini

adalah jamur yang dipanen benar-benar dipanen dengan bersih hingga ke akar jamur,

tidak ada bagian jamur yang tertinggal di dalam baglog karena akan menyebabkan

busuk yang kemudian ulat tersebut akan bersarang pada baglog.

Gambar 4.2Larva lalat yang menyerang jamur tiram saat penelitian

5. Rayap:

Hama ini muncul dengan membentuk sarang di bagian rak kayu.Kumbung jamur

tiram ini mengundang rayap untuk membentuk sarang akibat dari rak-rak jamur yang

terbuat dari kayu. Menurut Djarijah, N. M. dan Djarijah, A. B. (2001), rayap masuk

kekumbung jamur yaitu dengan cara menembus dinding atau melalui permukaan lantai

tanah. Pengendalian yang dilakukan didalam penelitian ini yaitu dengan merusak

sarang rayap, mengumpulkan rayap menggunakan sapu untuk dibawa keluar kumbung

kemudian membunuh rayap hingga mati.

6. Tungau:

Hama ini terdapat pada tudung dan batang jamur tiram. Hama ini muncul

bersama-sama mengerumi bagian tubuh buah jamur tiram yaitu pada bagian tudung.

Tungau yang menyerang pada penelitian ini adalah jenis tungau yang berwarna hitam.

25

Penyakit yang dijumpai ada pada tahap tubuh buah yaitu Black Pin Moulds,

Agent Orange, Penyakit yang disebabkan oleh Penicillium spp, dan Brown Blotch.

Berikut rincian dari penyakit yang menyerang jamur tiram selama penelitian

berlangsung:

Terlihat noda berwarna hitam pada permukaan baglog. Diduga baglog terserang

penyakit Black Pin Moulds. Menurut Djarijah, N. M. dan Djarijah, A. B (2001),

penyakit Black Pin Mouldsdisebabkan oleh Mucor spp, dimana gejala yang ditimbulkan

adalah tumbuh noda hitam pada permukaan media tumbuh atau baglog. Pengendalian

yang dilakukan adalah dengan menurunkan suhu ruangan rumah jamur dengan

membuka dan mengatur lubang ventilasi atau sirkulasi udara.

Gambar 4.3 Baglog yang diduga mengalami penyakit Black Pin Moulds saat

penelitian

Terlihat noda berwarna orange pada permukaan baglog. Diduga baglog terserang

penyakit Agent Orange. Menurut Djarijah, N. M. dan Djarijah, A. B (2001), penyakit

Agent Orangedisebabkan oleh Neurospora spp, dimana gejala yang ditimbulkan adalah

terdapat tepung berwarna orange pada permukan kapas penyumbat media tumbuh. Efek

serangan yang dihasilkan adalah menghambat pertumbuhan miselium dan tubuh buah

jamur tiram. Pengendalian dari penyakit ini adalah menutup kapas sumbatan dengan

kantong plastik saat sterilisasi (Djarijah, N. M. dan Djarijah, A. B, 2001).

Gambar 4.4 Baglog yang diduga mengalami penyakit Orange Agent saat penelitian

26

Terlihat noda berwarna coklat pada permukaan baglog. Diduga baglog terserang

Penicillium spp. Menurut Djarijah, N. M. dan Djarijah, A. B (2001), Penyakit yang

terserang Penicillium spp, menimbulkan gejala yaitu tumbuh miselium berwarna coklat.

Pengendalian dari penyakit ini adalah menjaga kebersihan ruang dan membuang media

tumbuh yang terkontaminasi (Djarijah, N. M. dan Djarijah, A. B, 2001). Pada penelitian

ini, Penicillium spp yang menyerang baglog tersebut membentuk tubuh buah yang kecil

dan banyak yaitu pada depan baglog dan pada sekitar plastik bagian depan baglog.

(a) (b)

Gambar 4.5 Penicillium spp yang diduga menyerang saat penelitian dan

membentuk tubuh buah yang kecil dan banyak: (a) Depan baglog. (b) Sekitar

plastik bagian depan baglog

c

27

4.1.3 Waktu Muncul Tubuh Buah Pertama

Pada pengamatan selintas waktu muncul tubuh pertama dihitung mulai dari awal

penyobekan baglog yaitu pada saat setelah penyuntikan air kelapa hingga muncul tunas.

Hasil pengamatan selintas untuk waktu muncul tubuh buah pertama disajikan dalam

gambar sebagai berikut:

Gambar 4.7 Waktu Muncul Tubuh Buah Pertama

Pada gambar 4.7 menunjukan hasil yang berbeda pada masing-masing tingkatan

konsentrasi air kelapa pada waktu munculnya tubuh buah pertama. Rata-rata saat

muncul tubuh pertama berkisar antara 8,2 hari hingga 12,8 hari setelah awal

penyobekan baglog. Rata-rata munculnya tubuh buah tercepat dihasilkan pada media

baglog yang dilakukan penyuntikan air kelapa dengan konsentrasi 10% yaitu 8,2 hari

setelah penyobekan baglog. Sedangkan media baglog yang dilakukan penyuntikan air

kelapa dengan konsentrasi 0% yaitu dengan waktu rata-rata 12,85 hari merupakan

waktu munculnya tubuh buah paling lambat.

12,8

8,29,4

10,2

12,711,6

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Wak

tu M

un

cul T

ub

uh

bu

ah

Pe

rtam

a (h

ari)

Konsentrasi Air Kelapa (%)

Waktu Muncul Tubuh Buah Pertama

28

4.2 Pengamatan Utama

Pengamatan utama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah umur panen per

panen, interval panen,diameter tudung, panjang tangkai tudung, dan bobot segar per

baglog.

4.2.1 Umur Panenper Panen

Tabel 4.3Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa terhadap Umur Panen per Panen

Konsentrasi Air Kelapa

(%)

Umur Panen per Panen

(hari)

0 2,75 a

10 2,38 b

20 2,36 b

30 2,39 b

40 2,48 ab

50 2,51 ab

KV= 7,19

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan hasil

yangtidak berbeda nyata antar perlakuan berdasarkan pada Uji Duncan

5%.

Hasil analisis statistik mengenai pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap umur

panen per panen dapat dilihat pada tabel 4.3. Berdasarkan hasil analisis statistik

menunjukan bahwa pemberian air kelapa pada konsentrasi 10%memberikan hasil umur

panen per panen yang lebih cepat secara nyata dibandingkan pada pemberian air kelapa

pada konsentrasi 0% atau kontrol. Selanjutnya pada pemberian air kelapa pada

konsentrasi 20% dan 30% memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan

konsentrasi 10%. Pada pemberian air kelapa pada konsentrasi 40% dan 50%

memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dibanding dengan kontrol.

Pada penelitian ini, perlakuan pemberian air kelapa 10% sudah mampu

mempercepat umur panen per panen. Hal ini diduga karena pada air kelapa

mengandung hormon sitokinin dan auksin. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Morel

(1974) lihat Karimah, Purwanti, Rogomulyo (2013), air kelapa mengandung hormon

sitokinin (5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), selain itu juga sedikit giberelin. Hormon

merupakan senyawa organik yang akan memberikan efek fisiologis pada konsentrasi

29

yang rendah (Gardner, 1991).Auksin adalah hormon yang dapat meningkatkan

pemanjangan sel, pembelahan sel serta pembentukan akar adventif (Pierik, 1997 lihat

Zulkarnain, 2009). Menurut Salisbury dan Ross (1995), auksin mengakibatkan

pengenduran atau sifat plastis pada dinding sel.Fungsi auksin berperan dalam kegiatan

pembelahan sel dan juga dalam pengembangan sel-sel yaitu dengan mempengaruhi

pengembangan dinding sel. Pengembangan dinding sel yang terjadi akan

mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel pada protoplas sehingga protoplas

akan mendapatkan kesempatan untuk meresap air-air dari sel. Dengan adanya hal

tersebut maka diperoleh sel yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar

(Dwidjoseputro, 1989).Mekanisme kerja auksin yaitu dengan pembentangan sel.

Pembentangan sel tersebut dengan cara memacu protein tertentu yang ada di membran

plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel (Fahmi, 2014). Ion H akan

menurunkan pH sehingga akan terjadi pengenduran dinding dan pertumbuhan yang

cepat. pH yang rendah ini bekerja dengan cara mengaktifkan enzim perusak dinding.

Enzim tersebut memutuskan ikatan pada polisakarida dinding sel, sehingga

memungkinkan dinding sel untuk lebih mudah merenggang (Salisbury dan Ross, 1995).

Sitokinin adalah senyawa yang dapatmengatur pertumbuhan dan perkembangan

serta meningkatkan pembelahan sel, sedangkan dalam pengaturan pembelahan sel,

pemanjangan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan organ adalah peran dari auksin dan

sitokinin (Zulkarnain, 2009). Menurut Abidin (1983), sitokinin adalah salah satu zat

pengatur tumbuh yang berperan dalam proses pembelahan sel dan fungsi dari sitokinin

yaitu untuk sitokinensis atau pembelahan sel. Akibat dari adanya pembelahan sel yang

begitu cepat mengakibatkan tudung dari tubuh buah cepat berkembang dan lekas

mencapai masak sehingga akan lebih cepat dalam pemanenan.

Selain hormon auksin dan sitokinin, didalam air kelapa juga mengandung

karbohidrat. Menurut Sutonodkk (2015), air kelapa pada kelapa tua mengandung

karbohidrat sebesar 4,60%, dimana dengan penambahan air kelapa pada baglog jamur

tiram berfungsi juga untuk menambah karbohidrat sebagai sumber energi bagi

pertumbuhan misellium sampai terbentuknya tubuh buah dan mendukung nutrisi untuk

pertumbuhan tubuh buah sampai tubuh buah jamur mencapai pertumbuhan maksimal.

Adanya karbohidrat yang terkandung didalam air kelapa menyebabkan pertumbuhan

dari jamur tiram akan lebih baik dan cepat bertumbuh daripada kontrol, sehingga umur

panen per panen pun akan lebih singkat.

30

4.2.2 Interval Panen

Tabel 4.4 Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa terhadap Interval Panen

Konsentrasi Air Kelapa

(%)

Interval Panen

(hari)

0 20,94 ab

10 16,78 c

20 16,62 c

30 17,45 c

40 18,25 bc

50 23,24 a

KV= 11,71

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan hasil yang

tidak berbeda nyata antar perlakuan berdasarkan pada Uji Duncan 5%.

Hasil analisis statistik mengenai pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap interval

panen dapat dilihat pada tabel 4.4. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan

bahwa pemberian air kelapa pada konsentrasi 10% memberikan hasil interval panen

yang lebih cepat secara nyata dibandingkan pada pemberian air kelapa pada konsentrasi

0% atau kontrol. Selanjutnya pada pemberian air kelapa pada konsentrasi 20% dan 30%

memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 10%. Pada pemberian

air kelapa pada konsentrasi 40% dan 50% memberikan hasil yang tidak berbeda nyata

dengan kontrol. Pada penelitian ini, perlakuan pemberian air kelapa 10% juga sudah

mampu mempercepat interval panen. Hal ini diduga karena pada perlakuan air kelapa

dengan konsentrasi 10%, waktu muncul tunas pertama (lihat gambar 4.7) lebih cepat

daripada perlakuan konsentrasi lainnya.

Tunas yang lebih cepat muncul ini, diduga akibat dari kandungan air kelapa yaitu

hormon sitokinin dan auksin. Fungsi dari sitokinin yaitu untuk sitokinensis atau

pembelahan sel, yang salah satunya dapat memacu pertumbuhan tunas sehingga tunas

akan lebih cepat muncul kembali setelah pemanenan berlangsung dan interval panen

yang didapat akan lebih pendek atau lebih cepat. Hal ini diperkuat oleh Abidin (1985),

yang mengatakan bahwa sitokinin berfungsi untuk diferensiasi sel pembentukkan tunas

dan organ juga berfungsi dalam sintesis protein dan pembelahan sel.

31

Sitokinin bersama dengan auksin mengambil bagian dalam regulasi sel pada sel

tumbuhan (George dkk, 2008). Sitokinin dapat meningkatkan tingkat pembelahan sel

dengan menginduksi dari CycD3 yang mengkode D-type cyclin yang memainkan peran

dalam transisi dari fase G1 ke mitosis dari siklus sel (D’Agostino dan Kieber, 1999).

Sitokinin bersama auksin mengambil bagian dalam regulasi siklus sel pada sel

tumbuhan, mereka menginduksi CycD3 untuk merangsang perkembangan siklus sel

dari G1 ke S dan juga G2 ke M melalui induksi ekspresi cdc2 untuk histon H1-kinase

dan stimulasi defosforilisasinya oleh cdc25 (George, 2008).

Gambar 4.8 Mekanisme sitokinin dalam regulasi sel

32

Pada gambar 4.7, pada fase G1 sitokinin meginduksiCycD3. CycD3 akan

berikatandengancdc4/6. CAK (cdk activating kinase) akan mengaktifkan kompleks

tersebut. Pada fase G2, sitokinin mensintesis cdc2 yang kemudian akan bergabung

dengan Cyclin B. CAK juga akan mengaktifkan kompleks tersebut, namun protein

Wee1 menonaktifkan cdc2.Sitokinin mensintesis cdc25 yang kemudian cdc25 tersebut

akan mendefosforalisasi pada situs tersebut sehingga cdc2akan aktif kembali dan siklus

sel tetap berlangsung. Aplikasi dari sitokinin eksogen ini akan menaikan transkripsi

dari cdc2 dan CycD3.

4.2.3Diameter Tudung dan Panjang Tangkai Tudung

Tabel 4.5Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa terhadap Diameter Tudung dan Panjang

Tangkai Tudung

Konsentrasi Air Kelapa

(%)

Diameter Tudung

(cm)

Panjang Tangkai Tudung

(cm)

0 6,92 a 5,42 a

10 7,02 a 5,59 a

20 7,12 a 5,83 a

30 6,99 a 5,63 a

40 6,97 a 5,53 a

50 6,90 a 5,60 a

KV= 5,59 KV= 7,26

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan hasil yang

tidak berbeda nyata antar perlakuan berdasarkan pada Uji Duncan 5%.

Hasil analisis statistik mengenai pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap diameter

tudungdan panjang tangkai tudung dapat dilihat pada tabel 4.5. Berdasarkan hasil

analisis sidik ragam menunjukan bahwa konsentrasi air kelapa tidak berbeda nyata

terhadap diameter tudung dan panjang tangkai tudung.Hal ini diduga akibat dari

lingkungan yang kurang mendukung yaitu pada suhu saat pembentukan tubuh buah

berlangsung. Menurut Djarijah dan Djarijah (2001), pertumbuhan tubuh buah dari

sebagian besar species jamur tiram tumbuh optimal pada suhu 18 °C hingga 20 °C,

sedangkan suhu pada saat penelitian berlangsung yaitu suhu udara maksimal berkisar

antara 28,42 °C hingga 29,31 °C dan suhu udara minimal berkisar antara 24,86 °C hingga

25,38 °C(lihat tabel 4.2), dengan adanya suhu yang kurang sesuai atau kurang optimal

33

maka akan mempengaruhi panjang diameter tudungdan panjang tangkai tudung dari

jamur tiram.

Selain itu, juga diduga akibat dari sirkulasi udara yang kurang lancar. Pada

kumbung penelitian digunakan penutup dinding kumbung berupa sebagian paranet dan

sebagian besar plastik yang diberi lubang pada bagian atas agar terdapat sirkulasi udara.

Hal ini diduga kurang banyaknya sirkulasi udara yang dibentuk, dimana lubang yang

dibuat hanya pada bagian atas karena didalam kumbung ini diberikan alat penambah

kelembaban agar lebih efektif dalam penggunaan untuk mencapai kelembaban yang

dikehendaki maka bagian bawah tidak diberi lubang. Hal ini diperkuat oleh Djarijah

dan Djarijah (2001), jamur tiram merupakan jamur semi anaerob yang membutuhkan

oksigen sebagai senyawa pertumbuhan, dimana dengan sirkulasi udara yang lancar

akan menjamin pasokan oksigen dan terbatasnya oksigen akan mengakibatkan

pembentukan tubuh buah yang kecil dan abnormal. Sehingga dengan adanya sirkulasi

udara yang kurang lancar mempengaruhi panjang diameter tudung dan panjang tangkai

tudung jamur tiram.

Selain itu juga diduga akibat dari lingkungan yaitu suhu yang tinggi dan

kelembaban yang juga tinggi. Dengan keadaan tersebut akan memicu adanya penyakit

yang berkembang, dimana penyakit tersebut diduga disebabkan oleh bakteri atau jamur,

hal ini tampak pada kondisi baglog (Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5). Bakteri

dan jamur akan hidup didalam baglog dan kemudian akan mengganggu perkembangan

dari jamur tiram yaitu dengan berkompetisi dalam merebutkan nutrisi yang ada di

dalam baglog jamur tiram. Hal tersebut diduga akan mempengaruhi diameter tudung

dan panjang tangkai tudung daru jamur tiram.

34

4.2.5Bobot Segarper Baglog

Tabel 4.7 Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa terhadap Bobot Segar per Baglog

Konsentrasi Air Kelapa

(%)

Bobot Segar Jamur Tiram per Baglog

(gram)

0 255,22 a

10 255,70 a

20 268,02 a

30 256,66 a

40 232,06 a

50 246,22 a

KV= 13,9

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan hasil yang

tidak berbeda nyata antar perlakuan berdasarkan pada Uji Duncan 5%.

Pemanenan dilakukan saat tudung jamur mendatar, yang dimulai rata-rata 10 hari

setelah dilakukan penyobekan baglog atau miselium sudah memenuhi baglog. Data

tersebut adalah hasil panen dengan rata-rata 4 kali pemanenan. Hasil analisis statistik

mengenai pengaruh konsentrasi air kelapa terhadap bobot segar per baglog dapat dilihat

pada tabel 4.7. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa bahwa

konsentrasi air kelapa tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per baglog. Hal ini

diduga karena pada parameter diameter tudung dan panjang tangkai tudung tidak

berbeda nyata, dimana pada bobot segar jamur tiram per baglog dipengaruhi oleh

diameter tudung dan panjang tangkai tudung.

Dalam penelitian ini hasil bobot segar per baglog tidak berbeda nyata, hal ini

diduga akibat faktor lingkungan yaitu suhu pada tahap pembentukan tubuh buah yang

kurang sesuai sehingga mempengaruhi hasil dari jamur tiram. Hal ini diperkuat oleh

Sutonodkk (2015) yang menyatakan pertumbuhan, perkembangan dan hasil suatu

tanaman ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi hasil dari jamur tiram adalah suhu.

Menurut penelitian Daryani (1999) yaitu dengan teknik pengendalian suhu pada rumah

jamur dalam skala laboratorium yang menghasilkan hasil panen jamur tiram mencapai

78,2%, dengan pengendalian suhu 17°C dan juga menghasilkan panen yang terbesar

yaitu 391 gram untuk jamur tiram per bag log.