bab iv hasil dan pembahasan a. karakteristik...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini disajikan hasil analisis dari data yang telah
dikumpulkan untuk menjawab persoalan-persoalan penelitian. Penyajian
diatur menurut tujuan-tujuan penelitian yang hendak dicapai, sebagaimana
telah dikemukakan pada bab sebelumnya.
A. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini disebar 200 lembar kuesioner kepada para
responden yang terdiri dari 192 orang majelis jemaat dan karyawan gereja
sebagai pelaku pelayanan SOP, dan 8 orang penanggung jawab SOP. Namun
dari keseluruhan kuesioner yang disebarkan tersebut, yang mengembalikan
kuesioner hanya 70 orang responden sebagai pelaku pelayanan yang
menjalankan SOP dan 5 orang responden sebagai penanggung jawab SOP.
Jadi jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 75 orang. Selain itu
wawancara dilakukan kepada 1 orang pendeta sebagai penanggungjawab
implementasi SOP di JMO. Adapun karakteristik dari para responden di
gambarkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah
Persentase
(%)
Jenis
Kelamin
Laki-laki 41 54,67
Perempuan 34 45,33
Pendidikan
SD 1 1,33
SMP 3 4,00
SMA 31 41,33
DIPLOMA 3 4,00
S1 30 40,00
S2 7 9,33
Lanjutan Tabel 1. Karakteristik Responden
Sumber: Data diolah, 2016
Tabel di atas menunjukkan lebih dari setengah responden adalah laki-
laki yaitu sebanyak 54,67%. Sementara itu penyebaran sampel berdasarkan
pendidikan lebih didominasi pada jenjang pendidikan SMA sebesar 41,33%
setelah itu diikuti jenjang pendidikan S1 yang tidak jauh berbeda sebesar
40,00%. Jabatan gerejawi dari para responden didominasi oleh penatua yakni
61,33%, dan rata-rata telah melayani di JMO di atas 10 tahun sebesar
41,33%.
B. Hasil Analisis Data
1. Implementasi Standar Operasional Prosedur Bagian Keuangan
di Jemaat Maranatha Oebufu
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman pelaku
pelayanan terhadap implementasi SOP bagian keuangan di Jemaat
Maranatha Oebufu, dilihat dari sejauh mana keberadaan SOP tersebut
diketahui, pendistribusian salinan SOP, sosialisasi dan pelatihan SOP,
monitoring, dan juga audit yang dilakukan oleh yang berwenang.
Gambaran secara lengkap tentang hasil penelitian dalam tahap
implementasi digambarkan dalam tabel di bawah ini:
Karakteristik Jumlah
Persentase
(%)
Pendeta 1 1,33
Penatua 46 61,33
Jabatan Gerejawi Diaken 14 18,67
Pengajar 2 2,67
UPP/BPP 11 14,67
Pegawai gereja 3 4,00
Lama Masa 1-5 tahun 22 29,33
Pelayanan 6-10 tahun 16 21,33
Diatas 10 tahun 31 41,33
Tabel 2. Proses Implementasi SOP di JMO
Pertanyaan Kuesioner Absolut Persentase
(%)
1. Mengetahui keberadaan SOP 46 65,71
2. Menerima salinan SOP 29 41,43
3. Mengikuti sosialisasi SOP 29 41,43
4. Mengikuti pelatihan SOP 10 14,29
5. Berkoordinasi dengan penanggung
jawab SOP 25
35,71
6. Monitoring oleh penanggung jawab
SOP 26
37,14
7. Diaudit oleh yang berwenang 12 17,14
Sumber: Data diolah, 2016
Berdasarkan tabel di atas, 65,71% menjawab mengetahui tentang
keberadaan SOP, artinya keberadaan SOP bagian keuangan di JMO
belum sepenuhnya diketahui oleh seluruh majelis jemaat yang berperan
sebagai pelaku pelayanan yang berkewajiban menjalankan SOP tersebut.
Ditambah lagi hanya 41,43% saja yang menerima salinan SOP yang
dikeluarkan oleh PANSUS SOP di Jemaat Marantha Oebufu (JMO).
Namun hasil kuesioner tersebut bertentangan dengan apa yang
disampaikan oleh Ketua Majelis Jemaat Maranatha Oebufu periode
2012/2016 selaku penanggung jawab pelaksanaan SOP di JMO
berdasarkan kutipan wawancara beliau mengatakan:
“Sebenarnya kalau majelis jemaat tidak menerima salinan SOP
tidak benar karena SOP didistribusikan kepada semua majelis
bahkan jemaat. Kepada majelis jemaat salinan SOP didistribusikan
melalui Penanggung Jawab Rayon (PJR) maupun diberikan pada
saat Majelis datang kebaktian. Sedangkan untuk jemaat, ada salah
satu bulan di tahun kemarin itu lewat warta jemaat kita
sosialisasikan tata aturan GMIT, Peraturan Pokok, dan juga
menyangkut SOP dan RENSTRA JMO. Jadi tidak hanya majelis,
tetapi seluruh jemaat. Jadi kita mensosialisasikan SOP lewat warta
jemaat itu secara berseri, dalam rangka menjemaatkan warga
jemaat kita sendiri agar mereka juga tahu apa saja produk-produk
yang ada di gereja.”
Apa yang disampaikan oleh Ketua Majelis Jemaat tersebut didukung oleh
para Majelis Harian lainnya yang juga sebagai penanggung jawab
penerapan SOP khususnya bagian keuangan di JMO. Tetapi dari 5 orang
responden penanggung jawab SOP, ada satu responden yang mengatakan
salinan SOP “belum semua didistribusikan”. Adanya perbedaan jawaban
antara hasil kuesioner dan wawancara tersebut, artinya terdapat
kelemahan dalam proses pendistribusian salinan SOP yang perintahkan
oleh penanggung jawab SOP kepada seluruh pelaku pelayanan di mana
terjadi kekeliruan yang mengakibatkan SOP tersebut tidak sampai pada
tangan para pelaku pelayanan.
Kurangnya keikutsertaan responden pada sosialisasi SOP bagian
keuangan di JMO di mana hanya 41,43% atau dapat dikatakan kurang dari
separuh yang menjawab ikut. Artinya kegiatan yang dilaksanakan oleh
PANSUS SOP kurang efektif karena tidak kepada semua pelaku
pelayanan sebagai pelaksana SOP bagian keuangan. Demikian juga
halnya dengan keikutsertaan responden pada pelatihan tentang tata cara
mengisi formulir SOP di mana hanya 14,29% menjawab “ya”. Artinya
besar kemungkinan pelaksanaan SOP bagian keuangan di JMO dilakukan
tanpa adanya pelatihan bagi para pelaku pelayanan yang menjalankan
SOP tersebut. Ketiadaan pelatihan terhadap implementasi SOP tersebut
dibenarkan oleh Ketua Majelis Jemaat selaku penanggung jawab seperti
dalam kutipan wawancara berikut:
“pelatihan belum pernah dibuat, karena....kita terbentur waktu dan
lain sebagainya, padahal PANSUS mau (melakukan pelatihan)
tetapi belum sempat dilakukan walaupun sudah terpikirkan untuk
mengadakan pelatihan. Akhirnya kita membekali para karyawan di
gereja untuk memahami seluruh instruksi yang ada di SOP.”
Koordinasi kegiatan dengan penanggung jawab SOP dalam setiap
kegiatan pelayanan, 35,71% menjawab “ya”. Dilihat dari kecenderungan
jawaban responden tersebut menggambarkan bahwa tidak semua pelaku
pelayanan berkoordinasi dengan penanggung jawab SOP. Berdasarkan
data pada tabel 2, sebagian besar responden mengatakan tidak pernah
dimonitor dan diaudit oleh yang berwenang. Namun hal ini bertolak
belakang dengan keterangan yang diperoleh dari penanggung jawab
penerapan SOP yang mengatakan bahwa monitoring selalu dilakukan dan
audit dilakukan oleh BP3J sebagai Badan pemeriksa di gereja. Ketua
Majelis Jemaat menjelaskan bahwa:
“monitoring yang dilakukan biasanya terhadap para ketua UPP,
BPP dan BP untuk memeriksa apakah rancangan pelaksanaan
kegiatan sudah sesuai yang diatur seperti batas waktu
pelaksanaan, bentuk pertanggung jawabannya, dan lain-lain.”
Artinya koordinasi tetap dilakukan antara pelaksana kegiatan dan
penanggung jawab dalam hal ini kepada Ketua Majelis Jemaat.
2. Pemahaman Pelaku Pelayanan Terhadap Implementasi Standar
Operasional Prosedur Bagian Keuangan di JMO
Setelah diketahui bagaimana proses implementasi SOP bagian
keuangan di JMO berjalan, maka dalam tahap ini dilihat bagaimana
pemahaman pelaku pelayanan terhadap penerapan SOP bagian keuangan
yang ada di JMO. Dalam penelitian ini diketahui keterlibatan pelaku
pelayanan dalam kepanitiaan gerejawi, instruksi-instruksi tentang
pencairan dana dalam SOP dan apakah instruksi tersebut sudah
dimengerti dengan baik ataukah belum. Diketahui juga tentang bagian
SOP yang rumit untuk dijalankan, tentang keberadaan formulir-formulir
dalam SOP yang ada dan juga apakah formulir-formulir tersebut sudah
dipahami ataukah belum yang diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Jawaban Responden Tentang Pemahaman SOP
Bagian Keuangan
Pertanyaan Absolut Persentase
(%)
1. Adanya instruksi dalam SOP tentang pencairan
dana
44
62,86
2. Adanya instruksi dalam SOP yang tidak
dimengerti
38
54,29
3. Adanya bagian dari SOP yang sangat rumit
untuk dijalankan
39
55,71
4. Keberadaan formulir dalam SOP 46 65,71
5. Pemahaman terhadap cara mengisi seluruh
formulir SOP
26
37,14
Sumber: Data diolah, 2016
Pada tabel 3 menujukkan persentase jawaban responden tentang
pemahaman pelaku pelayanan terhadap implementasi SOP bagian
keuangan di Jemaat Maranatha Oebufu. Tentang keberadaan instruksi di
dalam SOP yang memuat tentang proses pencairan dana kegiatan di
JMO, 66,86% menjawab “ya”. Berarti dalam SOP tersebut sudah
terdapat instruksi jelas tentang proses pencairan dana kegiatan di JMO.
Namun, untuk memahami isi dari instruksi tersebut, 54,29% menjawab
ya, artinya sebagian dari responden belum memahami instruksi yang ada
dalam SOP. Hal ini juga seiring dengan 55,71% yang mengatakan SOP
bagian keuangan rumit untuk dijalankan oleh pelaku pelayanan
Kelengkapan instruksi dalam SOP di JMO dibuktikan dengan
65,71% mengatakan SOP yang ada memiliki formulir-formulir yang
wajib digunakan dalam proses pengajuan dana kegiatan. Namun hanya
37,14% saja yang paham tentang pengisian formulir yang ada. Hal ini
merupakan pengaruh dari proses implementasi SOP yang belum
sepenuhnya diterapkan dengan baik, dimana tidak adanya pelatihan
tentang pengisian formulir dalam tahap implementasi SOP di JMO.
Berdasarkan data yang ada pada tabel 2 dan 3 dibuat
perbandingan antara responden yang tahu tentang SOP bagian keuangan
dan memahami SOP bagian keuangan, yang diambil dari pertanyaan
tentang keikutsertaan responden dalam sosialisasi SOP dan tentang
apakah instruksi dalam SOP sudah dimengerti ataukah belum seperti pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4. Perbandingan Jawaban Responden Antara
Yang Tahu Dan Yang Paham Akan SOP
Paham tentang SOP
Tahu tentang
keberadaan SOP
Ya Tidak
Ya 21 8
Tidak 11 30
Pearson Chi-square Df
Asymp.sig
(2-sided)
1 0.0001
Sumber: data diolah, 2016
Jika dilihat secara keseluruhan menurut tabel 4 perbandingan
antara yang tahu akan SOP dan yang paham, diketahui bahwa dari 70
orang responden, ada 8 orang yang tahu akan keberadaan SOP tetapi tidak
paham. Menurut salah satu responden hal ini dikarenakan prosedur
permintaan dana sesuai dengan SOP bagian keuangan di gereja terlalu
berbelit-belit sehingga sulit untuk diikuti dengan baik. Selain itu, 11 orang
menjawab tidak tahu tentang keberadaan SOP bagian keuangan, tetapi
paham terhadap SOP yang ada. Hal ini diakibatkan kebanyakan dari
responden tidak mengikuti sosialisasi, tetapi dapat dengan mudah
memahami semua instruksi yang ada dalam SOP tersebut dikarenakan
beberapa faktor seperti memiliki salinan SOP, tingkat pendidikan, dan
juga jabatan gerejawi yang diemban, di mana ada diantara responden
adalah karyawan gereja yang tahu tentang SOP bagian keuangan. Berikut
kutipan wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat:
“kita membekali para karyawan di gereja untuk memahami seluruh
instruksi yang ada di SOP, sehingga setiap kali ada permohonan-
permohonan yang berkaitan dengan program dan keuangan maka
itu langsung di-backup oleh karyawan kepada BPP dan UPP untuk
membantu mengisi dan membantu menjelaskan formulir, dan lain
sebagainya.”
Artinya karyawan yang menjawab tidak mengikuti sosialisasi SOP pada
awalnya, responden paham tentang SOP karena dibekali secara khusus
oleh para perancang SOP. Hal ini juga didukung dengan hasil statistik chi-
square yang menunjukkan adanya interdependensi antara tahu tentang
SOP bagian keuangan dan paham akan SOP bagian keuangan.
3. Komitmen Pelaku pelayanan terhadap implementasi SOP
bagian keuangan di JMO
Berdasarkan data yang dikumpulkan untuk menjawab tujuan
penelitian kedua dalam penelitian ini yakni menjelaskan komitmen pelaku
pelayanan dalam mengimplementasikan SOP bagian keuangan di JMO
yang dilihat dari pelaksanaan tugas para pelaku pelayanan sesuai dengan
siklus dalam SOP, apakah SOP sudah berisikan instruksi apa yang harus
dilakukan dalam proses pencairan dana, adakah bagian instruksi dalam
SOP yang tidak dijalankan, apakah laporan pertanggungjawaban
keuangan dari kegiatan pelayanan selalu dimasukkan tepat waktu, dan
juga pernahkah mendapatkan surat teguran karena terlambat memasukkan
laporan yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Jawaban Responden Tentang Komitmen
Menjalankan SOP Bagian Keuangan
Pertanyaan Absolut
Persentase
(%)
1. Melaksanakan tugas sesuai siklus dalam SOP 36 51,43
2. Lengkapnya instruksi dalam SOP tentang
proses pencairan dana 47 67,14
3. Adanya instruksi dalam SOP yang tidak
dijalankan 9 12,86
4. Ketepatan memasukkan laporan
pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan 34 48,57
5. Mendapatkan surat teguran karena terlambat
memasukkan laporan 12 17,14
Sumber: Data diolah, 2016
Tabel 5 yang membahas tentang komitmen dari pelaku pelayanan
terhadap implementasi SOP bagian keuangan di Jemaat Maranatha
Oebufu Kupang menujukkan responden yang melaksanakan tugas sesuai
dengan siklus pelayanan yang ada dalam SOP tersebut, terdapat 51,43%
menjawab “ya”. Lebih dari setengah responden menjawab ya, tetapi yang
menjawab tidak pun tidak sedikit. Salah satu responden yang menjawab
tidak memberikan alasan bahwa pelaku pelayanan tidak menjalankan
tugas sesuai dengan siklus pelayanan yang ada dalam SOP bagian
keuangan karena tidak pernah membaca SOP tersebut sehingga tidak
mengetahui isinya dan tidak memahami siklus yang ada. Pelayanan yang
dijalankan oleh responden sebagai pelaku pelayanan sesuai dengan
perintah yang diberikan tanpa tahu isi SOP bagian keuangan.
Mengenai isi dari SOP, apakah sudah tercantum instruksi-
instruksi dalam proses pencairan dana, 67,14% menjawab “ya” dan
32,86% menjawab “tidak”. Bertolak belakang dengan pelaksanaan siklus
pada pertanyaan sebelumnya, mengenai keberadaan-keberadaan instruksi
dalam SOP bagian keuangan menurut mayoritas responden menjawab
instruksi tersebut sudah jelas. Sedangkan mengenai instruksi-instruksi
dalam SOP tersebut yang tidak dijalankan 87,14% menjawab “tidak”.
Artinya para responden menjalankan semua instruksi sesuai dengan
termuat dalam SOP bagian keuangan.
Pertanyaan keempat mengenai apakah laporan
pertanggungjawaban keuangan dari kegiatan pelayanan selalu anda
masukkan tepat waktu, lebih dari setengah responden yakni 51,43%
menjawab tidak memasukkan laporan keuangan tepat waktu, namun tidak
sedikit juga yang menjawab memasukkan tepat waktu yakni 48,57%. Hal
ini juga didukung oleh pernyataan dari Ketua Majelis Jemaat (KMJ)
bahwa:
“Beberapa UPP dan BPP yang pas menjalankan tugas sesuai SOP.
Bahkan 1 minggu setelah selesai pelayanan, maka laporan itu
masuk. Jadi ada sekian banyak yang menjalankan apa yang
digariskan oleh SOP. Tetapi ada sebagian juga yang tidak.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belum semua pelaku pelayanan
memiliki komitmen yang baik untuk memasukkan laporan keuangannya
tepat waktu sesuai dengan instruksi yang terdapat dalam SOP yang ada
yakni 2 minggu setelah kegiatan dilaksanakan.
Pertanyaan terakhir tentang apakah pernah responden
mendapatkan surat teguran karena terlambat memasukkan laporan,
jawaban yang didapat 17,14% menjawab “ya” sedangkan 82,86%
menjawab “tidak”. Dari kecenderungan jawaban yang mengatakan tidak
pernah mendapat teguran, dapat disimpulkan bahwa para pelaku
pelayanan sudah menjalankan tugas pelayanan dengan baik sesuai dengan
instruksi yang ada dalam SOP bagian keuangan sehingga sedikit dari
responden sebagai pelaku pelayanan yang mendapatkan teguran karena
lalai menjalankan tugasnya. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Majelis
Jemaat bahwa:
“Perbandingannya 70:30. 70 yang menjalankan dan 30 yang belum
menjalankan sesuai SOP. Karena ada beberapa UPP yang agak
sulit kita atasi.”
Berdasarkan keterangan dari KMJ tersebut bahwa masih ada beberapa
pelaku pelayanan yang sulit untuk diatur dalam hal menjalankan fungsi dan
tugas sesuai dengan SOP, dikarenakan gereja merupakan organisasi non
profit yang di dalamnya seluruh pelaku pelayanan bukanlah karyawan yang
digaji untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Akan tetapi para pelaku
pelayanan menjalankan tugas sesuai dengan kesadaran diri masing-masing
dan gereja tidak dapat memberi tekanan ataupun sanksi yang berat kepada
yang lalai menjalankan tugasnya. Hal ini sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Ketua Majelis Jemaat Maranatha Oebufu bahwa:
“SOP di gereja ini sebenarnya penerapannya sedikit berbeda dengan
SOP di pemerintahan. Kalau di pemerintah, orang bekerja menjalankan
tanggung jawab dan digaji. Sedangkan di gereja ini „kan tidak. Bahkan
ketika kita mau menerapkan SOP ini saja, kita sudah berpikir bahwa ini
akan sulit karena kita tidak mungkin untuk memaksa orang memberi
sanksi kepada orang jika mereka tidak menjalankan sop, karena inikan
pekerjaan sukarela dan sosial.”
Dari tabel 3 dan 5 dibuat perbandingan antara responden yang
memahami SOP dan berkomitmen dalam menjalankan SOP seperti dalam
tabel berikut.
Tabel 6. Perbandingan jawaban responden antara
Yang paham akan SOP dan yang berkomitmen menjalankan SOP
Komitmen akan SOP
Paham tentang
SOP
Ya Tidak
Ya 24 8
Tidak 12 26
Pearson Chi-square Df
Asymp.sig
(2-sided)
1 0.0002
Sumber: Data diolah, 2016
Pada tabel 6 di atas diketahui bahwa dari 70 orang responden, yang
memahami dan memiliki komitmen terhadap SOP bagian keuangan bagian
keuangan sebesar 24 orang dan yang paham SOP bagian keuangan tetapi
tidak berkomitmen sebesar 8 orang. Responden yang tidak paham terhadap
SOP bagian keuangan tetapi berkomitmen menjalankannya sebesar 12 dan
yang tidak paham akan SOP dan juga tidak berkomitmen menjalankannya
sebesar 26. Tingkat signifikansi pada data statistik chi-square pada tabel di
atas menunjukkan adanya interdependensi antara pemahaman akan SOP
bagian keuangan dan komitmen pelaku pelayanan dalam menjalankan SOP
bagian keuangan.
C. Pembahasan
1. Pemahaman Pelaku Pelayanan Terhadap Standar Operasional
Prosedur Bagian Keuangan Di JMO
Berdasarkan hasil analisis yang ada, sebagian besar responden belum
sepenuhnya memahami SOP bagian keuangan yang ada di JMO, walaupun
dikatakan bahwa instruksi dan formulir yang ada dalam SOP tersebut sudah
tersedia, namun sebagian besar responden tidak mengerti cara pengisian
formulir permintaan pembayaran yang perlu dilampirkan dengan Rencana
Anggaran Biaya (RAB). Selain itu alasan yang diberikan oleh pelaku
pelayanan yang mengatakan tidak mengerti karena mereka tidak memiliki
salinan SOP khususnya bagian keuangan yang ada. Bila dilihat dari
fungsinya, keberadaan SOP menurut Stader (2007) dan Wulandari &
Silistianingsih (2013) adalah membantu para pelaku kerja dalam organisasi
untuk memahami peran, tanggung jawab serta kewenangannya, dan juga
untuk menilai kinerja suatu organisasi. Berdasarkan fungsi SOP ini, jika
instruksi dalam SOP rumit dan tidak dipahami dengan baik cara pengisian
formulirnya, SOP bagian keuangan tersebut belum sepenuhnya membantu
para pelaku pelayanan di JMO untuk memahami peran, tugas dan tanggung
jawab yang seharusnya dijalankan oleh para pelaku pelayanan
Pemahaman responden yang adalah pelaku pelayanan yang masih
relatif sedikit terhadap SOP bagian keuangan di JMO ini diduga karena
proses implementasi yang belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa hal yakni pertama, dimulai dari keberadaan SOP
tersebut yang tidak sepenuhnya diketahui oleh pelaku pelayanan secara
keseluruhan. Alamudi & Prabawati (2014) mengatakan bahwa salah satu
langkah dalam proses implementasi ini adalah menginformasikan tentang
keberadaan SOP atau perubahan dalam SOP dan memahami signifikansi dari
perubahan tersebut. Jika tidak semua pelaku pelayanan mengetahui tentang
keberadaan SOP artinya ada yang salah dengan sosialisasi yang dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis sebagian besar responden menjawab tidak
mengikuti sosialisasi dan pelatihan SOP khususnya bagian keuangan.
Padahal langkah awal dari pada implementasi SOP ini adalah sosialisasi
dalam rangka memberitahukan keberadaan SOP tersebut
Hal kedua adalah proses pendistribusian dokumen/salinan SOP
kepada seluruh majelis jemaat sebagai pelaku pelayanan terdapat kekeliruan
yang dilakukan sehingga sebagian besar pelaku pelayanan tidak
mendapatkan salinan tersebut. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh,
responden mengatakan tidak memiliki salinan SOP sehingga tidak pernah
mengetahui seperti apa bentuk dan isi dari SOP bagian keuangan milik JMO.
Hal ini tentu mempengaruhi pemahaman para pelaku pelayanan terhadap
instruksi-instruksi yang harus dijalankan oleh para pelaku pelayanan di JMO.
Alamudi & Prabawati kembali menuliskan ada beberapa cara untuk
mendistribusikan salinan tersebut yakni: didistribusikan langsung ke masing-
masing departemen, disediakan di perpustakaan dan harus mudah diakses
oleh seluruh departemen, disebarkan melalui sistem komputer, website,
ataupun dikirim melalui jaringan internet lainnya. Hal lainnya yang harus
diperhatikan ketika mendistribusikan SOP adalah lembaga harus memiliki
tanda terima yang berisikan daftar penerima, tanggal dan tempat, serta
tanda tangan penerima. Dalam hal ini jika memang salinan SOP di JMO
sudah didistribusikan kepada seluruh pelaku pelayanan seperti yang
disampaikan dalam wawancara tersebut maka perlu memperhatikan kembali
apakah benar salinan SOP tersebut sudah sampai kepada para pelaku
pelayanan lewat catatan tanda terima tersebut.
Pengaruh yang ketiga adalah tidak adanya pelatihan yang dijalankan.
Dari hasil analisis, sebagian besar pelaku pelayanan menjawab tidak pernah
mengikuti pelatihan. Menurut Stup (2002) tahap pelatihan SOP ini memang
sering diabaikan oleh organisasi, padahal pelatihan diadakan untuk
menghindari perbedaan pandangan atau pengertian terhadap SOP yang dapat
mengakibatkan munculnya variasi dalam penerapannya. Namun dalam hal
ini langkah atau sikap yang diambil oleh gereja cukup baik dalam rangka
menanggapi ketiadaan pelatihan dengan memberikan pembekalan atau
pelatihan secara khusus kepada karyawan gereja yang membantu para BPP
dan UPP serta BP yang menjalankan program sesuai dengan SOP bagian
keuangan yang berlaku. Jadi walaupun tidak ada pelatihan, tetapi para pelaku
pelayanan terbantu dengan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh
karyawan gereja dalam proses permohonan dan pencairan dana program
kegiatan di JMO.
Menurut Alamudi & Prabawati dalam proses implementasi perlu
adanya mekanisme untuk memantau kinerja, mengidentifikasi masalah yang
akan terjadi dan memberikan dukungan pada proses implementasi. Dengan
demikian mempermudah anggota sebagai pelaksana program untuk
melaksanakan program sesuai dengan aturan yang ada dalam SOP. Proses
perencanaan sendiri bisa dengan cara formal maupun informal tergantung
pada kebutuhan. Berdasarkan hasil analisis, proses mentoring yang berupa
koordinasi kerja sebelum pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada
penanggung jawab tidak dijalankan oleh seluruh pelaku pelayanan secara
langsung. Koordinasi dilakukan berdasarkan tugas para pelaku pelayanan,
dimana hal tersebut tidak diwajibkan untuk berkoordinasi secara langsung
dengan Majelis Jemaat Harian (MJH) selaku penanggung jawab SOP, tetapi
kebanyakan para pelaku pelayanan berkoordinasi dengan penanggung jawab
rayon dalam lingkup yang lebih kecil. Dengan demikian, proses monitoring
terhadap penerapan SOP tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya
sesuai dengan kebutuhan di JMO yang dilakukan secara formal maupun
informal.
Dilihat dari perbandingan antara pelaku pelayanan yang tahu tentang
SOP bagian keuangan dan yang paham terhadap SOP bagian keuangan
tersebut berdasarkan hasil analisis yang ada, maka diketahui ada sebagian
kecil pelaku pelayanan yang tidak mengikuti sosialisasi namun dapat
memahami instruksi yang ada dalam SOP tersebut. Pemahaman yang
didapatkan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti salinan SOP
yang dimiliki sehingga dapat mempelajari semua instruksi yang ada dalam
SOP tersebut. Faktor lainnya karena beberapa dari pelaku pelayanan
merupakan karyawan gereja JMO sehingga memiliki akses terhadap
dokumen SOP. Selain karyawan gereja, sebagian dari pelaku pelayanan juga
adalah pengurus UPP dan BPP, yang dalam pelaksanaan tugasnya selalu
berhubungan dengan proses permohonan dan pencairan dana kegiatan di
mana wajib dilaksanakan sesuai dengan SOP yang ada. Yang terakhir adalah
pendidikan. Mayoritas dari pelaku pelayanan yang tidak tahu SOP bagian
keuangan di JMO tetapi paham adalah orang-orang yang mengenyam
pendidikan pada tingkat perguruan tinggi, dan sebagian lainnya ada lulusan
SMA. Dari faktor-faktor inilah para pelaku pelayanan tersebut dapat
memahami instruksi-instruksi yang ada dalam SOP dengan baik tanpa
mengikuti sosialisasi yang ada.
2. Komitmen Pelaku Pelayanan Dalam Mengimplementasikan SOP
Bagian Keuangan Di JMO
Berdasarkan hasil analisis data yang ada, terlihat bahwa tidak semua
pelaku pelayanan di JMO memiliki komitmen yang kuat untuk menjalankan
SOP bagian keuangan yang ada di JMO. Kurangnya komitmen pelaku
pelayanan ini terlihat pada hampir sebagian responden mengaku tidak
menjalankan tugas sesuai dengan siklus yang ada dalam SOP tersebut. Faktor
yang menyebabkan pelaku pelayanan menjawab tidak menjalankan pelayanan
sesuai dengan siklus pelayanan seperti dalam SOP dikarenakan tidak memiliki
salinan SOP, sehingga siklus pelayanan seperti apa yang tertulis di dalamnya
tidak diketahui oleh para pelaku pelayanan.
Selain itu juga lebih dari setengah responden mengatakan sering
memasukkan laporan pertanggung jawaban tidak tepat pada waktu yang
ditentukan sesuai dengan SOP. Menurut Mayer & Allen (1997) anggota
organisasi yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja dengan penuh
dedikasi karena anggota yang memiliki komitmen tinggi menganggap bahwa hal
yang penting yang harus dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi.
Anggota organisasi yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi juga
memiliki pandangan yang positif dan akan melakukan yang terbaik untuk
kepentingan organisasi. Artinya para pelaku pelayanan tergolong kurang
berkomitmen dalam mengimplementasikan SOP bagian keuangan di JMO,
karena tidak adanya usaha untuk menjalankan tugas sesuai dengan SOP yang
ada. Pelaku pelayanan belum menganggap bahwa suatu kewajiban untuk
menjalankan pelayanan sesuai dengan SOP merupakan hal penting yang harus
dilaksanakan terlebih dahulu untuk kepentingan penertiban administrasi di
dalam Jemaat Marantha Oebufu.
Jika dilihat menurut dimensi komitmen menurut Allen & Mayer yang
harus dimiliki oleh para pelaku pelayanan di gereja yakni affective commitment
(karyawan memiliki motivasi dan keinginan kuat untuk berkontribusi secara
berarti terhadap organisasi) dan normative commitment (karyawan akan tetap
bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau
keharusan), dimana para pelaku pelayanan dengan tanpa dipaksa, memiliki
keinginan serta kesadaran bahwa menjalankan SOP merupakan suatu
kewajiban dan keharusan. Maka para pelaku pelayanan di JMO memiliki
komitmen yang kurang terhadap gereja untuk menjalankan tugas pelayanan
sesuai dengan SOP bagian keuangan yang ada, karena untuk menjalankan
tugas sesuai dengan SOP tersebut membutuhkan itikad kuat dan keinginan
dari diri sendiri untuk menjalankan dan melaksanakannya. Di mana
pelaksanaan tugas pelayanan sesuai dengan SOP bagian keuangan yang ada
di JMO sama sekali tanpa ada tekanan atau ganjaran ketika tidak
dilaksanakan, karena pelaku pelayanan di gereja bekerja sesuai dengan
kerelaan hati.
Dengan demikian komitmen untuk menjalankan SOP bagian
keuangan di JMO dipengaruhi oleh keinginan yang kuat dari dalam diri
sendiri serta kesadaran dan tanggung jawab sebagai pelaku pelayanan di
JMO. Hal tersebut juga terlihat pada tabel 6 perbandingan antara pemahaman
dan komitmen pelaku pelayanan terhadap SOP bagian keuangan di JMO di
mana ada banyak pelaku pelayanan yang paham akan SOP tersebut tetapi
kurang berkomitmen untuk menjalankannya. Artinya dengan sengaja para
pelaku pelayanan mengabaikan untuk menjalankan SOP yang ada secara
baik. Penyebabnya karena para pelaku pelayanan adalah majelis jemaat biasa
yang dalam menjalankan tugasnya tidak berkaitan dengan bagian keuangan
gereja yang sistemnya diatur dalam SOP. Seperti yang dikatakan oleh Van
& Graham (1994) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi adalah Situational Factors, yang mengacu pada Job
characteristics. Dimana kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan
terhadap organisasi adalah predictor yang signifikan terhadap komitmen
organisasi. Hal inilah yang merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat
meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan
keterikatan terhadap organisasi. Beberapa pelaku pelayanan yang
mengetahui tentang SOP tetapi tidak berkomitmen menjalankannya
dikarenakan adanya pengaruh dari job characteristic. Di mana para pelaku
pelayanan tidak memiliki karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan
rasa tanggung jawabnya, serta keterikatan terhadap pelaksanaan SOP yang
berkaitan dengan perbendaharaan di JMO karena tugas yang tidak
berhubungan dengan bagian keuangan.
Seperti yang dikatakan Stup (2002) bahwa memperbaiki proses
implementasi adalah penting. Hal ini untuk meningkatkan komitmen para
pelaku pelayanan terhadap implementasi SOP bagian keuangan di JMO, di
mana dengan mendapatkan sosialisasi yang baik serta pelatihan, dan juga
salinan SOP wajib dipastikan dimiliki oleh seluruh pelaku pelayanan.