bab iv hasil dan pembahasan a. gambaran umum 1. sejarah trans7
TRANSCRIPT
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Sejarah TRANS7
TRANS 7, merupakan suatu stasiun televisi dibawah naungan CT.
Corp. CT Corp kelompok perusahaan yang dimiliki oleh konglomerat Chairul
Tanjung yang didirikan sejak tahun 1987. Penggunaan "CT" pada beberapa
nama perusahaannya merupakan singkatan inisial namanya.
Dalam bisnis media, CT. Corp mengembangkan bisnisnya dalam
dunia pertelevisian. Salah satu televisi pertama yang dimiliki CT. Corp ialah
TRANSTV. Dalam dunia bisnis pertelevisian kontribusi TRANSTV tidak
kecil. Sekurang-kurangnya TRANSTV sudah mengalami break event point
by operation pada tahun kedua, yakni sekitar Mei 2003. Titik balik
keberhasilan TRANSTV berlangsung sejak kuartal satu 2002.
Berbekal kesuksesan kinerja, dan menyodok ke urutan nomor dua
pada akhir 2005, TRANSTV lewat induk perusahaannya pada Juni 2006
membuat MoU untuk membeli sebagian saham TV7 yang dipegang
Kelompok Kompas Gramedia, dan mengubah nama dan identitas perusahaan
TV7 menjadi TRANS7.
TRANS7 yang semula bernama TV7 berdiri dengan izin dari
Departemen Perdagangan dan Perindustrian Jakarta Pusat dengan Nomor
809/BH.09.05/III/2000. Pada 22 Maret 2000, keberadaan TV7 telah
2
diumumkan dalam Berita Negara Nomor 8687 sebagai PT. Duta Visual
Nusantara Tivi Tujuh. Dengan kerjasama strategis antara Para Group dan
KKG, TV7 melakukan re-launching pada 15 Desember 2006 sebagai
TRANS7 dan menetapkan tanggal tersebut sebagai hari lahirnya TRANS7.
TRANS7 dengan komitmen menyajikan tayangan berupa informasi
dan hiburan, menghiasi layar kaca di ruang keluarga pemirsa Indonesia.
Berawal dari kerjasama strategis antara Para Group dan Kelompok Kompas
Gramedia (KKG) pada tanggal 4 Agustus 2006, TRANS7 lahir sebagai
sebuah stasiun swasta yang menyajikan tayangan yang mengutamakan
kecerdasan, ketajaman, kehangatan penuh hiburan serta kepribadian yang
aktif.
Visi Perusahaan:
1. Dalam jangka panjang, TRANS7 menjadi stasiun televisi terbaik
di Indonesia dan Asean
2. TRANS7 juga berkomin selalu memberikan yang terbaik bagi
stakeholders dengan mempertahankan moral serta budaya kerja
yang dapat dierima Stakeholders.
Misi Perusahaan:
1. TRANS7 menjadi wadah ide dan aspirasi guna mengedukasi dan
meningkatkan hidup masyarakat.
3
2. TRANS7 berkomitmen untuk menjaga keutuhan bangsa serta
nilai – nilai demokrasi dengan memperbaharui kualitas tayangan
bermoral yang dapat diterima masyarakat dan mitra kerja.
Pada stasiun televisi TRANS7 terdapat divisi produksi, news dan
promosi. Pada divisi produksi seperti program Hitam Putih, Opera Van Java,
Indonesia Lawak Club, Selebrita dan lainnya. Divisi news antara lain Redaksi
Pagi, Siang, Sore dan Akhir Pekan, Selamat Pagi, Ternyata, Poros Surga,
Khazanah, Khalifah, Dulu Sekarang, Si Bolang, Dunia Binatang, Laptop Si
Unyil, Jejak Petualang, Thouzan Mils, Tau Gak Sih, Ragam Indonesia dan
Manfaat, On The Spot, Jejak Anak Negeri, Jejak Si Gundul, Kontroversi,
CCTV, Etalase dan Indonesiaku. Divisi promosi adalah mempromosikan
program baik off air maupun on air yang bisa dilakukan di media seperti
media sosial salah satunya.
Divisi news, promo dan IT berada di Lt. V gedung TRANS, MOA /
Library / Editing / Peralatan Shooting di lantai dasar gedung TRANS, divisi
produksi berada di Lt. 10 gedung Menara Bank MEGA, HR Development dan
Ka. Departeman off air dan on air di Lt. 22.
4
Tabel 4.1
Struktur Organisasi TRANS7
Sumber: e-journal.uajy.ac.id>KOM203757 diakses 10/3/20182
2. Logo TRANS7
Minggu, 15 Desember 2013 Trans Media me-launching logo baru
bersamaan dengan ulang tahun Trans Media yang ke-12. Logo dengan simbol
'Diamond A' ditengah kata Trans7 merefleksikan kekuatan dan semangat baru
yang memberikan inspirasi bagi semua orang didalamnya untuk
menghasilkan karya yang gemilang, diversifikasi konten atau keunikan
tersendiri serta kepemimpinan yang kuat3.
2e-journal.uajy.ac.id>KOM203757 diakses 10/3/2018 pukul 10.30 WIB 3abstract.ta.uns.ac.id diakses 10/3/2018 pukul 10.45 WIB
Komisaris Utama
Chairul Tanjung
Komisaris
Agung Adi Prasetyo
Ishadi SK
Asih Winanti
Dewan Direktur
Direktur Utama
Atiek Nur Wahyuni
Direktur Keuangan dan
Sumber Daya
Ch. Suswanti Handayani
Direktur Programing dan
Operasional Broadcast
Ahmad Fazizqo I
5
Gambar 4.1
Logo TRANS7
Sumber: www.trans7.co.id
Masing-masing warna dalam logo ini memiliki makna dan filosofi4.
Warna kuning sebagai cerminan warna keemasan pasir pantai yang berbinar
dan hasil alam nusantara sekaligus melambangkan optimisme masyarakat
Indonesia. Sedangkan rangkaian warna hijau menggambarkan kekayaan alam
Indonesia yang hijau dan subur, serta memiliki ketangguhan sejarah bangsa.
Warna biru melambangkan luasnya cakrawala dan laut biru sekaligus
menggambarkan kekuatan generasi muda bangsa Indonesia yang handal dan
memiliki harapan tinggi. Yang terakhir adalah rangkaian warna ungu,
menggambarkan keagungan dan kecantikan budaya dan seni bangsa
Indonesia yang selalu dipuja dan dihargai sepanjang masa.
Semua rangkaian warna yang mengandung makna cerita
didalamnya, menyatu dengan serasi dan membentuk simbol yang utuh, kuat
dan bercahaya di dalam berlian berbentuk A ini. Sehingga bisa dipahami
makna dari logo baru Trans Media ini menjadi tanda yang menyuarakan
sebuah semangat dan perjuangan untuk mencapai keunggulan yang tiada
banding mulai dari sekarang hingga masa mendatang.
4 www.trans7.co.id diakses 10/3/2018 pukul 11.00 WIB
6
3. Deskripsi Program Si Bolang di TRANS7
Program Si Bolang atau Si Bocah Petualang di TRANS7 ada sejak
26 Maret 2006 merupakan acara anak-anak yang bergerak di Divisi News,
Departeman Edutainment, Adv & Magazine. Dengan slogan andalannya Si
Bolang Penjaga Alam dan Pelestari Budaya Nusantara. Tidak heran jika, isi
atau kontens yang disaksikan pada layar televisi berkaitan dengan alam dan
budaya juga nilai edukasi serta informasi. Menariknya dalam program Si
Bolang yaitu melibatkan warga sekitar khususnya anak-anak sebagai pemeran
Si Bolang dan teman bolang Bolang, dominan 3. Tayang pada hari Senin
sampai Jumat pukul 13.00 WIB dengan durasi penuh 30 menit. Sejak Januari
2018, pindah jam tayang pukul 13.30 WIB.
Menilik dari hal diatas program Si Bolang dengan slogan
andalannya Si Bocah Petualang Penjaga Alam dan Pelestari Budaya
Nusantara dikemas dalam bentuk dokumenter perjalanan, yang dilakukan
oleh anak-anak daerah atau pelosok negeri. Bersama teman-temannya, Si
Bolang yang tersebar di segala daerah Indonesia dan terkenal dengan topi dan
syal merahnya akan menjelajah kekayaan alam dan permainan tradisional.
Tidak jarang, Si Bolang pun menemukan dan mengalami hal baru yang dapat
diceritakan kepada semua anak-anak di Indonesia. Ternyata, banyak macam
permainan dan alat permainan tradisional hasil kreasi anak bangsa di seluruh
daerah Indonesia.
Program Si Bolang juga mempunyai agenda khusus bernama
Jambore Si Bolang, yang telah ada sejak 2008. Namun, pada 2013-2016
program Jambore Si Bolang ditiadakan. “Karena pada tahun 2013 hingga
7
2016 bertepatan dengan libur puasa, menjadikan program off air Jambore Si
Bolang ditiadakan,“ ucap Coconico Ahmad selaku Kepala Development
Departemen Marketing Off Air TRANS7.
Coco panggilan akrabnya juga sampaikan bahwa, tujuan Jambore Si
Bolang sebagai pendekatan terhadap pemirsa setia Si Bolang, karena selama
ini mereka hanya tau melalui TV atau on air, makannya kami adakan program
off air dikemas dalam episode on air.
“Agar peserta mengetahui proses shooting Si Bolang, selain itu
mengajak bagaimana mengenal dan mencintai alam serta budaya.
Sehingga Jambore Si Bolang ini diadakan, pesertanya terbuka dari
daerah yang ada di Indonesia. Bahkan tahun ini ada yang dari
Amerika, kemudian anak-anak kota yang jarang beraktifitas di ruang
terbuka diharapkan dapat lebih senang untuk dekat dengan alam dan
suasana pedesaan,” sambung Andriyanto Tuwit (Produser Si
Bolang).
Diadakannya jambore di lokasi tersebut, di respon oleh C.
Wicaksana selaku Asisten Produksi Si Bolang – kami memilih suku Baduy
Luar sebagai salah satu etnik yang masih cukup orisinal dan memegang teguh
tradisi mereka, kami akhirnya memutuskan untuk memilih Baduy Luar atau
Kanekes Panamping yang lebih 'fleksibel'.
“Pada 5-6 Juli 2008 Jambore Si Bolang diadakan di Kebun Wisata
Pasir Mukti, Citeureup, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. 4-5 Juli 2009 Jambore
Si Bolang diadakan di Kampung Budaya, Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat.
10-11 Juli 2010, 25-26 Juni 2011 diadakan kembali di Kebun Wisata Pasir
Mukti, Bogor, Jawa Barat. 7-8 Juli 2012 diadakan di Hulu Cai, Ciawi dan
pada 8-9 Juli 2017 di Lembur Pancawati, Bogor, Jawa Barat.
8
Adapun suku jambore pada Jambore Si Bolang 2017 antara lain
Suku Baduy, Asmat, Sasak, Talang Mamak, Mentawai, Batak, Toraja, Mbojo,
Buton dan Dayak. Suku-suku tersebut dijadikan sebagai nama kelompok pada
saat Jambore Si Bolang 2017 berlangsung dan juga sebagai suku yang
dicontohkan untuk ditonton saat malam kebersamaan. Pada suku Baduy
mengangkat episode “ Persahabatan Anak Baduy Luar dan Dalam”, Suku
Mentawai “Sahabat Dari Negeri Sikerei”, Suku Sasak “Si bolang Dari Sasak
Bayan Lombok”, Suku Dayak “Si bolang Lundayeh Dataran Tinggi Borneo”,
Suku Asmat “Kado Dari Tanah Papua”, Suku Mbojo “Laskar Penjaga Tradisi
Suku Mbojo”, Suku Batak “Legenda Dari Pulau Samosir”, Suku Toraja
“Warisan Budaya Tanah Toraja”, Suku Talang Mamak “Kisah Anak Suku
Talang Mamak” dan Suku Buton “Cerita Kami Anak Mopaano”.
Bertepatan dengan Jambore Si Bolang pada 8 hingga 9 Juli 2017
yang diadakan di Lembur Pancawati, Bogor, Jawa Barat oleh TRANS7
merupakan program off air yang dijadikan untuk on air. Lokasi utamanya
adalah Kawasan Pegunungan Kendeng, Baduy Luar, Desa Kaduketuk,
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Hasil dari Jambore Si Bolang 2017
menelurkan episode “Sepucuk Surat Untuk Si Bolang Dari Kanekes”, yang
tayang pada Rabu, 25 Juli 2017 dengan durasi 22 menit 58 detik, sedangkan
untuk durasi penuh 30 menit.
Adapun tim liputan: Andriyanto Tuwit (Produser), C. Wicaksana
(Asisten Produksi), Daeng Nico F (Kameramen). Pemeran: Bolang (Damidi),
Namong, Armin, Sardiman. Mereka kala itu mengenakan pakaian tradisional
9
Baduy Luar berwarna hitam, ikat kepala batik biru tua, tas kepek dan bedog
atau golok serta jambore yang mengenakan alas kaki.
Item-item kegiatan pada Si Bolang pada episode tersebut antara lain
1) Rencana ke Baduy, 2) Kampung Baduy, 3) Traveling di jalan Kaduketuk,
4) Bertemu pak Sarif dan anak-anak Baduy, 5) Casting, 6) Bolang, Namong,
dan Surdiman menunggu main tembak rumput alang-alang, 7) Armin lari
bawa surat dan terjatuh, 8) Traveling shot melewati jembatan akar, 9) Panjat
pohon kelapa untuk ambil buah dan janur kelapa, 10) Memberi makan ayam
dan membuat kisa-kisa, 11) Teman-teman datang dan mengajak kembali ke
desa, 12) Traveling shot di leuit atau lumbung, 13) Bolang datang bawa ayam.
Kemudian Bolang minta dibikinkan bekal untuk ke Bogor, 14) Traveling shot
bolang cs dan pak Sarip jalan lewat SD, 15) Traveling shot menuju kebun
pisang, 16) Dialog Bolang dan kawan tentang gak boleh piara domba di
Baduy, larangan adat, 17) Suasana jambore di lapangan, 18) Bolang cari
lokasi tenda, 19) Perkemahan sore hari, dan 20) Kegiatan jambore, pasang
ornament dan menghias papan tujuh dan traveling ke pabrik susu kedela
10
Tabel 4.2
Sruktur Program Si Bolang
Elsa Yulia Fauzi
Deasty Maharani
UNIT PRODUKSI dan
SEKRETARIAT
Fauzi Nova Maulana
PRODUCTION ASISTAN
Riyanto
PROMO
Andhika Ferry B, Daeng Nico F,
Resgana Fitra, Faizal, A. Kuncoro
Ragil, Dizmas Ludhi, Stanley,
Hermanto, Irfan
KAMERAMEN
Ayu Tri Lestari,
Intan Fresti, Ramdhan Raka,
Toni Raharjo
REPORTER
C. Wicaksana
Sandy Gingin
Yuqi Safitri
ASISTEN PRODUKSI
Vini Muktini
EKSEKUTIF PRODUSER
Andriyanto Tuwit
Hilman
PRODUSER
Titin Rosmayani
PEMIMPIN REDAKSI
Atiek Nur Wahyuni
KETUA DEWAN REDAKSI
M. Gatut Mukti
WAKILPEMIMPIN REDAKSI
Griya. B. M
GRAFIS
Nugroho Dwi
Rika Artarini
RISET dan PENGEMBANGAN
Galuh Adityas Marini
Aris Boy
RISET KONTENS PROGRAM
Imanuel Hiram, Fauzan, Mainggi
Kasmianto, Gustantomo, Fahmi
Yostria
Jadias Suciati Sholifan
PENYUNTING GAMBAR
11
Gambar 4.2
Poster Promo Si Bolang
Sumber: Instagram5
Program : Si Bolang
Televisi : TRANS7
Divisi : News
Episode : Sepucuk Surat Untuk Si Bolang Dari Kanekes
Jam Tayang : Selasa, 25 Juli 2017, pukul 13.00 WIB
Durasi : 22 Menit 58 Detik dan Full 30 Menit
Pemeran : Bolang (Damidi), Namong, Armin dan Sardiiman
Tim Liputan : Andriyanto Tuwit, C. Wicaksana dan Daeng Nico F
Produser : Andriyanto Tuwit
Lokasi Shooting : Kawasan Pegunungan Kendeng, Baduy Luar, Desa
Kaduketuk, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten dan
Lembur Pancawati, Bogor, Jawa Barat
Bahasa : Dubbing (Indonesia) dan asli (Sunda)
Rating : 10.7 TVS
5Instagram Si Bolang @sibolangtrans7 25 Juli 2017 pukul 13.130 WIB
12
4. Penghargaan Si Bolang
Menjelang usianya yang ke 12 tahun, program Si Bolang telah
beberapa kali mendapat award, diantaranya:
1. Anugerah Kebudayaan 2007 Departemen Kebudayaan &
Pariwisata Nasional Kategori Anak untuk Media Elektronik
(2007).
2. Panasonic Award 2007 Festival Film Indonesia (FFI) 2007
Kategori Acara TV Favorit Pembaca XY-KIDS! (2007).
3. XY-KIDS! Award 2007 Kategori Acara TV Favorit Pembaca
XY-KIDS! (2007).
4. XY-KIDS! Aw Penghargaan dari Yayasan Sains Estetika dan
Teknologi (SET), Yayasan Tifa, Ikatan Jurnalistik Televisi
Indonesia (IJTI) serta Departemen Komunikasi dan Informatika
2008 Kategori program anak-anak terbaik (2008).
5. Panasonic Award 2009 Kategori Program Edutainment Anak
Terfavorit (2009).
6. KPID Award 2010 – Nusa Tenggara Barat Program: Si Bolang
(Mengangkat wisata dan budaya di NTB) (2010).
7. Penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI 2010 sebagai acara yang mendidik dan
menghibur bagi anak Indonesia (2010).
8. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Program Anak Terbaik
2011 (2011).
9. KPI Award 2011 Kategori Program Anak Terbaik (2011).
10. KPID Award 2013 – Jawa Tengah Kategori Televisi Berjaringan
Peduli Jawa Tengah terbaik (2013).
11. Anugerah KPI 2014 Kategori Program Anak Terbaik (2014).
12. Anugerah KPID Sumatera Selatan (Palembang) Kategori
Program Siaran Televisi, Program Feature Terbaik (2015).
13
13. Anugerah KPI Award 2015 Kategori Program Siaran Televisi,
Program Anak dan Remaja Terbaik (2015).
14. Anugerah KPID Riau Award 2015 Penghargaan Televisi
Kategori Karib Riau (2015).
15. Anugerah KPID Bali 2015 Kategori Program Siaran Televisi,
Program Anak dan Remaja Terbaik (2015).
16. KPI Award Program Anak Terbaik.
17. KPI Program Dokumenter Anak.
18. Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni 2016 dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, atas Konsstensinya
mengangkat Tradisi dan Budaya Indonesia dari Sudut Pandang
Anak-anak.
19. KPID Jambi (2017).
20. KPI Kategori Tayangan Ramah Anak (2017).
21. Anugerah KPI Program Anak Terbaik (2017).
22. KPID Bengkulu Award Kategori Program Anak-anak Terbaik
Televisi (2017).
5. Sinopsis Episode Sepucuk Surat Untuk Si Bolang Dari Kanekes
Beberapa hari menjelang acara Jambore Si Bolang 2017 tim liputan
berangkat terlebih dahulu ke daerah Kanekes (Baduy Luar), Kaduketug,
Banten, untuk melakukan shoot video seperti casting dan menyusun agenda
atau item kegiatan episode “Sepucuk Surat Untuk Si Bolang Dari Kenekes”
tersebut. Setelah casting selesai terpilihlah Damidi pemeran Si Bolang beserta
teman-temannya Namong, dan Surdiman Armin melakukan taping.
Pertama, memberi tahu letak Jakarta ke Baduy serta larangan adat
yang tidak boleh mengenankan kendaraan. Bolang, Namong, dan Surdiman
14
menunggu main tembak rumput alang-alang, Armin lari bawa surat dan
terjatuh. Surat tersebut dari tim lipuan Si Bolang TRANS7 bahwasannya
mereka dapat undangan untuk mengikuti Jambore Si Bolang yang diadakan
pada 8-9 Juli 2017 di Lembur Pancawati, Bogor, Jawa Barat. Hal itupunu di
iyakan oleh si bolang.
Selepas menerima surat mereka traveling ke jembatan akar atau
yang kerap disebut cukangan akar untuk mengambil beberapa bagian dari
tumbuhan kelapa seperti buah dan janur kelapa. Janur atau kisa-kisa tersebut
dibuat untuk membungkus apapun, baik makanan dan atau tempat membawa
ayam sedangkan buahnya diminum untuk menambah tenaga mereka.
Setelah itu mereka kembali ke desa sambil memberi tahu profil
desa mereka yaitu Baduy Luar. Kemudian juga mengenai leuit yang banyak
terdapat di sana. Nah, ayam yang tadi mereka beri tahu bahwa hanya boleh
memelihara ayam, tidak boleh memelihara hewan berkaki empat namun
masih boleh memakannya. Ayam-ayam tersebut nantinya akan mereka
jadikan sebagai bekal pergi ke jambore. Lalu, Si Bolang dan teman-temannya
pergi ke dapur memberi tahu kepada teteh atau kaka untuk memasaknya.
Tradisi masak-memasak di Baduy masih kental dengan masak bersama,
apalagi ketiika sedang ada hajatan.
Keesokan harinya pun Si Bolang dan teman-temannya ditemani
dengan pak Syarif pergi menuju lokasi jambore dengan berjalan kaki. Untuk
menuju lokasi jambore di Bogor mereka harus melewati daerah Cipare.
15
Kebetulan saat mereka menanyakan perjalanan ke jambore pada salahsatu
guru sekolah, sekolah tersebut juga di undang. Akhirnya mereka berangkat
bersama-sama.
Sesampainya di lokasi jambore mereka disambut dengan meriah,
kemudian ada sesi perkenalan, bermain permainan tradisional bersama seperti
egrang yang membutuhkan kekompakan tim. Suasana pun akhirnya mencair.
Tak hanya itu, kegiatan lain di jambore seperti bermain lumpur,
menangkap belut, memindah bola dan juga air, pasang ornament, mewarnai
papan tujuh dengan hasil lukisan perkelompok suku jambore, dan traveling
ke pabrik susu.
B. Hasil dan Pembahasan
Melalui alam, setiap harinya manusia disuguhkan dengan bermacam
keindahan eksotisme, adat, budaya serta kearifan lokalnya. Sehingga kegiatan
manusia akan apa yang dikerjakan selaras dengan alam, mematuhi adat dan budaya
menjadikan tercipta kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya agar tetap terjaga. Sudah sepatutnya alam dan lingkungan dijaga agar
terhindar dari kerusakan.
Menurut Sartini (2009:11), kearifan lokal disimpulkan sebagai
kepribadian, identitas kultural masyarakat yang berupa nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat istiadat, dan aturan khusus yang diterima oleh masyarakatnya
dan teruji kemampuannya sehingga dapat bertahan secara terus menerus. Kearifan
lokal pada prinsipnya bernilai baik dan merupakan keunggulan budaya masyarakat
16
setempat yang berkaitan dengan kondisi geografis secara luas. Kearifan lokal
mengandung beberapa unsur yang menjadi cirinya, antara lain:
a. Sesuatu yang pad-a dasarnya bernilai baik.
b. Berasal dari pemahaman religius maupun pengalaman hidup dengan
alami.
c. Dapat berupa pengetahuan, gagasan, norma, cara, perilaku, dan bentuk-
bentuk kegiatan, atau lainnya.
d. Dapat berwujud fisik maupun non fisik.
e. Berasal dari hidup pada masyarakat lokal tertentu.
f. Dipakai secara terus-menerus, turun-temurun.
g. Dapat dirasionalisasikan.
h. Dapat dimanfaatkan dalam konteks kehidupan sekarang.
Bentuk kearifan lokal:
1. Kearifan lokal yang berwujud nyata (Tangible)
a. Tekstual, beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata
cara, ketentuan khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan
tertulis seperti yang ditemui dalam kitab tradisional primbon,
kalender dan prasi atau budaya tulis di atas lembaran daun lontar.
b. Bangunan atau arsitektur
c. Benda cagar budaya / tradisional (Karya Seni), misalnya keris,
batik dan lain sebagainya.
2. Kearifan lokal yang tidak berwujud (Intangible)
17
Kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang
disampaikan secara verbal dan turun temurun yang bisa berupa nyanyian
dan kidung yang mengandung nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau
bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial
disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi. Berikut contoh
kearifan lokal yang mengandung etika lingkungan sunda yaitu:
a. Hirup katungkul ku pati, paeh teu nyaho di mangsa (Segala
sesuatu ada batasnya, termasuk sumber daya alam dan
lingkungan).
b. Kudu inget ka bali geusan ngajadi (Manusia bagian dari alam,
harus mencintai alam, tidak terpisahkan dari alam).
Berdasarkan bentuk kearifan lokal, berwujud dan tidak berwujud,
masyarakat Baduy memilikinya. Pada konteks tekstual suku Baduy tidak memiliki
karena mereka tidak belajar tulis menulis dan tidak dituliskan.
Bangunan atau arsitektur seperti; rumah panggung dan leuit atau lumbung
padi yang terpisah jauh dari pemukiman mereka.
Kearifan lokal berwujud seperti benda dan kesenian; tas koja dan alat
tradisional bedog dan atau golok salungkar hasil karya kaum adam begitu alat
kesenian (Bedug, angklung, talingting). Karya seni; adanya pakaian adat serba
hitam dan ikat kepala batik biru tua hasil tenun dari kaum hawa jembatan akar,
memanfaatkan seluruh tumbuhan kelapa, serta kebersamaan masak mereka saat
ada hajatan besar.
18
Sedangkan yang tidak berwujud seperti petuah-petuah yang harus
disampaikan secara turun-temurun seperti mereka rendah hati karena kemanapun
mereka pergi selalu leumpang suku (berjalan tanpa alas kaki) (Mansur dan
Mahmudah, 2006:12-13), aturan adat yang hanya membolehkan Suku Baduy Luar
memelihara ayam dan tidak memperbolehkan memeliha hewan berkaki empat
namun boleh memakannya ketika didapat dari luar Baduy.
Kemudian berdasarkan buku Kearifan Baduy Melawan Korupsi oleh
Mansur dan Mahmudah (2016:167-169) diceritakan Sumawijaya (Pejabat di
Pemprov Banten kelahiran Kampung Citorek, kawasan Baduy Luar, 1959, yang
mengetahui kehidupan masyarakat Baduy secara umum dari cerita turun temurun
orangtuanya) bahwa kearifan dan filosofi masyarakat Baduy:
1. Tidak boleh bersawah tetapi hanya berhuma.
2. Tidak boleh memelihara hewan ternak berkaki empat: sapi,
kambing, kerbau dan ternak ayam atau hewan bersuara lainnya.
3. Tidak membuat rumah dengan cara dipaku (permanen) tidak
membuat pandasi dengan menggali tanah.
4. Menjaga alam sekitar Gunung Kendeng di Kawasan Baduy Dalam.
5. Boleh pergi apabila Pucuk Umum sudah bangun.
6. Wajib seba dengan membawa hasil tanaman yang dipanen.
7. Tidak mempergunakan alat-alat modern, seperti tv, meubeler,
kulkas, hp, dan sebagainya.
Lalu pandangan hidup secara turun temurun:
19
1. Tidak membinasakan oranglain.
2. Tidak mencuri atau merampas oranglain.
3. Tidak ingkar dan tidak berbohong.
4. Tidak melibatkkan diri pada minuman yang memabukan.
5. Tidak menduakan hati pada perempuan lain/berpoligami.
6. Tidak makan apapun setelah tiba waktu malam hari.
7. Tidak menggunakan aneka macam kembang atau parfum.
8. Tidak mengantuk setelah tidur.
9. Tidak menyenangkan hati dengan menari, gamelan/musik dan
bernyanyi yang dapat lupa diri.
10. Tidak memakai emas atau yang membuat oranglain iri.
Meski aktivitas mereka di dalam hutan, mereka tetap berpegang teguh
pada nasehat leluuhurnya, seperti tercermin dalam pikukuh (tembang titipan
kahurun/leluhur) sebagai berikut dalam terjemahan bahasa Indonesia:
Buyut yang dititipkan pada puun
Nusa yang tiga puluh tiga
Sungai enam puluh lima
Tetap dua puluh lima negara
Gunung tak boleh dilebur
Lembah tak boleh dirusak
Larangan tak boleh dilanggar
Buyut tak boleh dirobah
Panjang tak boleh dipotong
20
Pendek tak boleh disambung
Yang bukan harus ditiadakan
Yang jangan harus dinafikan
Yang benar harus dibenarkan
Beberapa nilai-nilai kearifan lokal Suku Baduy Luar pada episode
tersebut, pakaian adat serba hitam dan ikat kepala batik biru tua serta tas koja dan
bedog yang dipakai di episode tersebut. Dikarenakan pada saat melihat tayangan
Si Bolang di layar kaca, bertujuan kegiatan tersebut dilakukan selama satu hari
penuh. Padahal saat dilapangan hal tersebut bisa berlangsung selama lima hingga
satu minggu dalam pembuatan satu episode.
Segala jenis kendaraan dilarang masuk ke daerah tersebut (Menit 00.57
– 01.09), jembatan akar yang merupakan tanda kedekatan orang Baduy dengan
alam (Menit 04.05 – 04.41), Kearifan lokal lainnya seperti memanfaatkan buah,
daun, batang dan akar dari pohon kelapa (Menit 04.45 – 07.04). Bagi mereka
(Baduy Luar) semua bermanfaat. Air dari buahnya dapat menambah energi dan
menyegarkan, daunnya biasa mereka gunakan untuk pembungkus baik makanan,
barang bahkan binatang. Rumah adat (07.13-07.25) serta wanita menenun (07.26-
07.29).
Peraturan adat yang hanya membolehkan Suku Baduy Luar memelihara
ayam dan tidak memperbolehkan memelihara hewan berkaki empat namun boleh
memakan hewan berkaki empat yang dibelinya dari luar (Menit 08.09 – 08.57).
21
Kemudian leuit atau lumbung padi yang terpisah jauh dari pemukiman
mereka. Dengan alasan jika terjadi kebakaran atau musibah lain di pemukiman
mereka maka, leuit tidak akan ikut terbakar (Menit 12.07 - 12.45). Kebersamaan
masak kaum wanita memasak (Menit 12.30 – 13.10).
Saat acara jambore berlangsung, Si Bolang dan teman-teman tetap
menunjukan mengenai kearifan lokal, seperti mengenakan dari pakaian adat serba
hitam dan ikat kepala batik biru tua serta tas koja dan bedog, lalu bermain
permainan tradisional seperti egrang, bola bambu, bermain lumpur dan tangkap
belut.
Dan mengenai pakain adat serba hitam dan ikat kepala batik biru tua
dijelaskan dalam Soul Travel in Baduy (Martini, 2004:6) menandakan mereka
tidak suci. Muakhir (2016:112) menambahkan bahwa kadang mereka mengenakan
kaos oblong.
1. Kearifan Lokal Berwujud
A. Tekstual
Tidak ada. Karena tidak mengenal budaya tulis, meski demikian mereka
lancar berbahasa Indonesia, walaupun tidak mendapatkan pengetahuan
tersebut dari sekolah (Martini, 2004:10). Banyaknya wisatawan lokal
22
maupun luar menjadikan berkunjung menjadikan mereka belajar berbahasa
dan mengerti bahhasa Indonesia.
Kemudian warga Baduy berhitung dengan alat sederhana menggunakan
jari tangan dan lidi bambu. Warga Baduy tidak menyekolahkan anaknya,
mereka beajar dari orangtua secara turun temurun.
Mereka menurunkan tradisi dengan memberikan wejangan dan nasehat
kepada para anaknya, yang dikenal dengan tradisi ngolak, semacam
pendidikan karakter untuk generasi mendatang sehingga tidak tepat jika
ada yang menganggap masyarakat Baduy tidak mengenal pendidikan.
Tradisi ngolak ini sendiri merupakan cara orang tua mendidik anaknya,
selain mengajak mereka berladang atau menenun sedari kecil6.
6Detik Travel (https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-
2797060/bertemu-suku-baduy-dalam-menemukan-makna-hidup-yang-
hilang/3) Selasa, 15 Mei 2018 diakses 15.12 WIB.
23
B. Bangunan atau arsitektur
Gambar 4.3
Rumah Panggung
Scene (07.13-07.25)
1. Penanda (Signifier)
Rumah Panggung
2. Pertanda
(Signified)
Rumah
tradisional
Baduy Luar
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Rumah tradisional Baduy Luar merupakan rumah
panggung yang tiangnya terbuat dari kayu, lantainya
dan dindingnya dari bambu serta beratapkan daun.
Sedangkan penyangganya dari batu.
Tampak di halaman rumah suku Baduy Luar terdapat
pak tua yang mengenakan pakaian adat serba hitam
sedang menganyam daun rumbia.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Rumah tradisional Baduy Luar tiangnya terbuat dari
kayu, lantainya dan dindingnya dari bambu serta
beratapkan daun. Sedangkan penyangganya dari batu.
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Menggunakan
perekat alami
6. Tanda Konotatiff (Connotative Sign)
Pintu rumah harus menghadap ke utara / selatan (kecuali rumah sang puun) dan
mereka benar-benar membangun rumah secara manual, memotong, mengukur
kayu dan bambu berdasarkan insting. Alat bantunya pun hanya bedog dan
beberapa alat sederhana. Tidak ada paku, mereka menyatukan bambu hanya
dengan tali-temali dan ijuk. Semua itu mereka kerjakan bersama-sama dengan
penuh gembira dan canda. Batu penyangga tersebut dibuat sedemikian rupa
hingga seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras.
Bahan bangunan memanfaatkan hutan sekitar, dengan tidak menggunakan paku
besi, akan tetapi cukup diikat dengan tambang hitam yang terbuat dari serabut
ijuk atau lainnya yang saling mengait.
Berdasarkan Gambar 4.3 Rumah Panggung, Scene (07.13-07.25) makna
detonasi dalam scene rumah panggung adalah Rumah tradisional Baduy
Luar merupakan rumah panggung yang tiangnya terbuat dari kayu,
lantainya dan dindingnya dari bambu serta beratapkan daun. Sedangkan
penyangganya dari batu. Tampak di halaman rumah suku Baduy Luar
24
terdapat pak tua yang mengenakan pakaian adat serba hitam sedang
menganyam daun rumbia.
Sedangkan Makna konotasinya adalah pintu rumah harus menghadap ke
utara / selatan (kecuali rumah sang puun) (Martini, 2013:5) dan mereka
benar-benar membangun rumah secara manual, memotong, mengukur
kayu dan bambu berdasarkan insting. Alat bantunya pun hanya bedog dan
beberapa alat sederhana. Tidak ada paku, mereka menyatukan bambu
hanya dengan tali-temali dan ijuk. Semua itu mereka kerjakan bersama-
sama dengan penuh gembira dan canda. (Martini, 2013:104)
Bahan bangunan memanfaatkan hutan sekitar, dengan tidak menggunakan
paku besi, akan tetapi cukup diikat dengan tambang hitam yang terbuat dari
serabut ijuk atau lainnya yang saling mengait. (Mansur dan Mahmudah,
2014: 5-6)
Batu penyangga tersebut dibuat sedemikian rupa hingga seperti batu yang
digunakan untuk alas menumbuk beras. (Muakhir, 2014:110) Lalu atap
daun, rumah adat Suku Baduy terbuat dari kayu dan bambu. Fondasi rumah
dari batu kali alami, sehingga tidak heran kadang tiang-tiang penyangga
rumah terlihat tidak sinkron alias miring. Untuk membangun rumah
mereka juga memilih tidak menggali tanah. Semua demi menjaga alam.
Bukti tetap menyatu dengan alam, sehingga memperlakukan alam
layaknya merawat keluarga sendiri7.
7lionmag.net (http://lionmag.net/web/2016/11/29/akar-budaya-baduy-
wisata-banten-banten) diakses Jumat, 18 Mei 2018 pukul 09.50 WIB..
25
Bentuk dan ukuran rumah Baduy satu sama lain adalah sama. Untuk
membedakan dari segi ekonomi, tidak seperti masyarakat pada umumnya
dengan ciri bangunan, kendaraan dan lainnya. Namun, ekonomi
masyarakat Baduy di lihat dari banyaknya tembikar yang ada di dalam
rumahnya. Tembikar tersebut dibuat dari kuningan. Semakin banyak
tembikar, semakin tinggi ekonomi masyarakatnya.
Terdapat 3 ruangan dalam rumah adat Baduy dengan fungsinya yang
masing-masing berbeda. Bagian depan difungsikan sebagai penerima
tamu dan tempat menenun untuk kaum perempuan. Bagian tengah
berfungsi untuk ruang keluarga dan tidur, dan ruangan ketiga yang
terletak di bagian belakang digunakan untuk memasak dan tempat untuk
menyimpan hasil ladang dan padi. Semua ruangan dilapisi dengan lantai
yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan pada bagian atap rumah,
serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun saling
berhadap-hadapan dan selalu menghadap utara atau selatan. Faktor sinar
matahari yang menyinari dan masuk ke dalam ruangan menjadi
pemilihan mengapa rumah di sini dibangun hanya pada dua arah saja8.
Selain itu juga, mereka memanfaatkan bambu sebagai gelas. Konon gelas
dari bambu menciptakan cita rasa yang berbeda. Ada kekhasan tersendiri,
nikmat nan lezat, terlebih ketika menyeduh kopi di dalam gelas bambu.
8Indonesia Kaya (https://www.indonesiakaya.com/jelajah-
indonesia/detail/suku-baduy-bersinergi-dengan-alam-menjaga-aturan-
adat) diakses Jumat, 18 Mei 2018 pukul 10.10 WIB.
26
Rumah Baduy yang panggung, dipercaya ketika orang berada di dalam
merasa lebih hangat. Dikarenakan tinggal di tengah hutan dan hawanya
masih dingin. Sebagai penganut Sunda Wiwitan9 rumahnya pun harus
mengahadap ke selatan, sebagai kiblatnya. Secara sederhana Sunda
Wiwitan adalah Sunda mula-mula (awal, perubahan, pertama). Sunda
Wiwitan merupakan nama agama yang di anut oleh Wangsa Padjajaran
(bangsa tanah Padjajaran, Sunda)
Penamaan Sunda Wiwitan sebagai agama Suku Baduy berwal dari ritual
pemujaan dimana Arca Domas disimbolkan sebagai leluhur mereka. Arca
Domas merupakan tempat suci yang dirahasiakan keberadaannyaoleh
orang Baduy.
Arca Domas10 digambarkan menyerupai bentuk manusia yang sedang
bertapa. Arca ini terbuat dari batu andesit dengan pengerjaan dan bentuk
sangat sederhana. Arca Domas terletak di tengah hutan larangan dan tak
jauh dari mata air hulu Sungai Ciujung.
Kompleks Arca Domas ini juga dikenal dengan sebutan petak 13, karena
undak-undakan punden tersebut terdiri dari petak-petak yang berjumlah 13.
Tiap petak dibatasi oleh batu kali dengan ukuran sisi-sisinya berkisar 3-5
meter.
9aksara.com diakses Selasa 15 Mei 2018, pukul 10.15 WIB 10aksara.com diakses Selasa 15 Mei 2018, pukul 10.15 WIB
27
Dari ke-13 petak tersebut, hanya ada 3 petak yang ada isinya, yakni petak
pertama berisi 8 buah menhir (makam) berorientasi utara-selatan, petak
kedua berisi 5 buah menhir yang juga berorientasi sama, dan petak ketiga
terdapat sebuah batu lumpang.
Isi ajaran Sunda Wiwitan adalah ajaran keagamaan dan tuntunan moral,
aturan dan pelajaran budi pekerti. Ajaran Sunda Wiwitan mengandung 2
prinsip yaitu:
1. Cara Ciri Manusia; yaitu unsur dalam kehidupan manusia seperti
welas asih, undak usuk, tatakrama, budi bahasa dan budaya, dan
wiwaha yudha naradha.
2. Cara Ciri Bangsa; yaitu unsur pembeda manusia seperti rupa, adat,
bahasa, aksara, dan budaya.
Dasar ajaran masyarakat Baduy dalam Sunda Wiwitan adalah kepercayaan
yang bersifat monoteis, penghormatan kepada roh nenek moyang, dan
kepercayaan kepada satu kekuasaan yakni Sanghyang Keresa (Yang Maha
Kuasa) yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Batara
Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib) yang
bersemayam di Buana Nyungcung (Buana Atas).
Masyarakat Suku Baduy mempercayai bahwa merawat arwah nenek
moyang dapat memberikan kekuatan lahir dan batin kepada keturunannya.
Pemujaan terhadap arwah nenek moyang -yang mereka
sebut Karuhun adalah hal yang sakral.
28
Dalam perkembangannya agama Suku Baduy, Sunda Wiwitan, banyak
dipengaruhi oleh unsur ajaran agama Hindu dan agama Islam.
Jika dalam Islam dikenal 4 jenis alam (rahim, dunia, barzah, dan akhirat),
dalam mitologi Suku Baduy ada tiga macam alam, yaitu:
1. Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang
letaknya paling atas.
2. Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya,
letaknya di tengah.
3. Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah.
Tradisi Sunda Wiwitan yang paling sering dikenal adalah kegiatan Seren
Taun. Seren Taun adalah perayaan tahunan seperti yang dilakukan oleh
Suku Baduy sebagai pengungkapan rasa syukur dengan
membayar ‘upeti’ berupa hasil pertanian kepada Bapak Gede
(pemerintah).
Orang Baduy meyakini bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama di
bumi dan berasal dari Baduy. Oleh karena itulah mereka menganggap diri
mereka sebagai hirarki tua. Dunia di luar Baduy adalah turunannya11.
11batikbaduy.com(https://batikbaduy.com/agama-suku-baduy-sunda-
wiwitan-dan-syahadatnya-orang-baduy/) Senin, 14 April 2018 pukul
11.10 WIB.
29
Seluruh keyakinan itu mereka namakan dengan sebutan “Agama Slam
Sunda Wiwitan“. Nampaknya keyakinan ini sangat dekat dengan Islam.
Penyebutan kata “Slam” hampir mirip dengan kata “Islam”.
Kedekatan lainnya adalah adanya pantangan minum arak (khamr) dan
memakan daging anjing. Bedanya dalam keyakinan ini tidak dikenal adanya
perintah shalat, sebagaimana dalam Islam. Hebatnya, pemahaman Agama
Slam Sunda Wiwitan ini hanya dikenalkan melalui lisan, penuturan, dan
percontohan.
Inti ajaran itu ditunjukkan dengan adanya kepercayaan pikukuh, yaitu
ketentuan adat mutlak dari leluhur dan dijalankan dalam kehidupan sehari-
hari. Konsep kepercayaan pikukuh adalah konsep ketentuan ‘tanpa
perubahan apa pun‘.
Dalam kepercayaan adat Baduy, ada dua macam syahadat12, dimana untuk
warga Baduy Dalam dan Baduy Luar berbeda:
Syahadat Baduy Dalam
“asyhadu syahadat Sunda (asyhadu syahadat Sunda
jaman Allah ngan sorangan Allah hanya satu
kaduanana Gusti Rosul kedua para Rasul
ka tilu Nabi Muhammad
12batikbaduy.com
ketiga Nabi Muhammad
30
ka opat umat Muhammad keempat umat Muhammad
nu cicing di bumi angaricing yang tinggal di dunia ramai
nu calik di alam keueung”. yang duduk di alam takut
ngacacang di alam mokaha menjelajah di alam nafsu
salamet umat Muhammad” selamat umat Muhammad
Syahadat Baduy Luar
“asyhadu Alla ilaha illalah (Asyhadu Alla ilaha illalah
wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah
isun netepkeun ku ati aku menetapkan dalam hati
yen taya deui Allah di dunya ieu bahwa tiada lagi Tuhan di dunia ini
iwal ti Pangeran Gusti Allah selain Pangeran Gusti Allah
jeung taya deui iwal ti Nabi Muhammad
utusan Allah”.
dan tiada lagi selain Nabi Muhammad utusan Allah)
Syahadat Baduy digunakan saat akan melangsungkan pernikahan
dihadapan Puun atau ketua adat Suku Baduy. Jika diperhatikan redaksi
kedua syahadat di atas, jelas terlihat bahwa Orang Baduy sendiri mengakui
Allah sebagai Tuhan mereka.
Menurut penganut agama Sunda Wiwitan, dikatakan bahwa “kami mah
ngan kabagean syahadatna wungkul, hente kabagean sholat”. Artinya
31
bahwa mereka hanya memperoleh syahadatnya saja, sedangkan rukun-
rukun Islam lainnya termasuk didalamnya berbagai jenis ibadah ritual
dalam agama Islam tidak pernah diperoleh.
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa Sunda Wiwitan sebagai agama Suku
Baduy merupakan agama sinkretisme Islam dan Hindu yang dianut oleh
masyarakat Baduy. Konsep keimanan pada Tuhan yang Tunggal (Allah)
tergambar dari syahadat mereka, namun ritual praktek keagamaannya mirip
dengan agama Hindu.
32
Gambar 4.4
Leuit
Scene Menit (12.07 - 12.45)
1. Penanda (Signifier)
Audio:
Kalau bangunan-bangunan ini,
kami sebut leuit atau lumbung
tempat penyimpanan padi.
Hampir setiap keluarga urang
Kanekes mempunyai leuit.
Leuit biasanya ditempatkan
mengumpul dan letaknya agak
jauh dari rumah kami. Kata
kakekku, ini dilakukan agar jika
terjadi kebakaran atau musibah
di kampung kami, leuit tidak
ikut terbakar.
Leuit yang kami bangun ini
didirikan tanpa menggunakan
paku atau alat perekat lainnya,
loh. Hebat, kan?
2. Pertanda
(Signified)
Rumah-rumah
kecil
berpanggung
seperti gubug
mungil bernama
leuit atau
lumbung padi.
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Si Bolang dan teman-temannya membawa ayam yang
nantinya untuk bekal ke acara Jambore Si bolang 2017
di Lembur Pancawati, Bogor, Jawa Barat. Mereka
melewati leuit yang merupakan rumah pengumpul hasil
pertanian padi yang sudah dikeringkan berhari-hari,
sehingga dapat bertahan bertahun-tahun.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Leuit di buat dari kayu, dinding anyaman bambu dan
atap dari ilalang.
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Menggunakan
perekat alami
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
Keberadaan leuit menunjukan kesejahteraan masyarakat Baduy.
Lumbung tersebut berisi beras-beras berusia ratusan tahun yang berwarna merah
karena lamanya disimpan, beras yang hanya boleh dimasak pada peristiwa-
peristiwa tertentu seperti pernikahan. Dikerjakan menggunakan pasak dan tali
temali. Memotong kayunya menggunakan golok, karena mereka tidak
diperkenankan menggunakan alat selain itu. Di batas antar tiang dan penyangga
dengan lumbung dipasang kayu berbentuk bulat untuk mencegah tikus bisa masuk.
Berdasarkan gambar 4.4 leuit, scene menit (12.07-12.45) makna detonasi
Si Bolang dan teman-temannya membawa ayam yang nantinya untuk bekal
33
ke acara Jambore Si bolang 2017 di Lembur Pancawati, Bogor, Jawa Barat.
Mereka melewati leuit yang merupakan rumah pengumpul hasil pertanian
padi yang sudah dikeringkan berhari-hari, sehingga dapat bertahan
bertahun-tahun.
Sedangkan makna konotasinya, keberadaan leuit menunjukan
kesejahteraan masyarakat Baduy. (Mansur dan Mahmudah, 2016:16).
Leuit di Baduy hanya untuk yang sudah berkeluarga atau berumah tangga.
Namun, dalam satu keluarga bisa memiliki dua sampai tiga leuit.
Bentuk leuit sama, namun ukuran berbeda (Kecil, sedang dan besar) rata-
rata berbentuk persegi dengan panjang tak lebih 1.5 meter. Dapat memuat
1.5 ton hingga 5 ton padi.
Serta lumbung tersebut berisi beras-beras berusia ratusan tahun yang
berwarna merah karena lamanya disimpan, beras yang hanya boleh
dimasak pada peristiwa-peristiwa tertentu seperti pernikahan. Dikerjakan
menggunakan pasak dan tali temali. Memotong kayunya menggunakan
golok, karena mereka tidak diperkenankan menggunakan alat selain itu. Di
batas antar tiang dan penyangga dengan lumbung dipasang kayu berbentuk
bulat untuk mencegah tikus bisa masuk. (Martini, 2013:35-36)
Terdapat perbedaan mendasar menyangkut fondasi lumbung padi ini di
kalangan Suku Baduy Dalam dan Baduy Luar. Suku Baduy Dalam
membangun lumbung di atas fondasi batu kali dengan masing-masing dari
empat pilar penyangga dipasang lingkaran kayu cukup lebar pada
ujungnya. Bangunan lumbung pun seperti rumah panggung. Sedangkan
34
Baduy Luar tidak menggunakan penyangga. Bangunan lumbung langsung
diletakkan di atas fondasi batu kali13.
Tiang leuit terbuat dari berbagai macam kayu ditopang oleh batu
atau umpak di atas tanah agar tidak cepat rapuh terkena air atau dimakan
rayap. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu yang disebut bilik. Ada
juga yang menggunakan batang bambu yang dibuat seperti papan.
Atap leuit terbuat dari daun pohon sagu, atau daun pohon kiray. Tak sedikit
juga yang menggunakan ijuk pelepah pohon sagu. Pintu leuit biasanya
terletak di atas bagian depan dengan ukuran kurang lebih 40×50 sentimeter.
Leuit memiliki kemampuan tahan cuaca, tahan hama penyakit, dan
memiliki sistem tata udara yang baik sehingga bisa menyimpan padi dalam
jangka waktu yang lama. Penyimpanan padi di leuit mengajarkan tentang
menjaga keberlangsungan hidup dalam jangka waktu yang lama14.
Keberadaan leuit jauh dari rumah penduduk, hal itu dimaksudkan karena
untuk menghindari marabahaya seperti bencana alam, kebakaran dan lain-
lain. Seperti misalnya terjadi kebakaran diharapkan leuit tidak terbakar,
yang menjadikan bahan pokok masih tetap aman dan dapat dikonsumsi.
13lionmag.net (http://lionmag.net/web/2016/11/29/akar-budaya-baduy-
wisata-banten-banten) Jumat, 18 Mei 2018) pukul 11.11 WIB 14Info Budaya “Bio Farma Bangun Leuit Khas Baduy
(http://www.infobudaya.net/2015/04/bio-farma-bangun-leuit-khas-
baduy/), Selasa, 15 April 2018 pukul 16.11 WIB.
35
Selain itu, ketika terjadi kenaikan bahan pokok ataupun krisis bahan pokok,
masyarakat Baduy tidak khawatir. Dikarenakan adanya leuit atau lumbung
padi tersebut. Sehingga mereka sudah mengamankan bahan pokok terlebih
dahulu.
Meski demikian leuit masyarakat Baduy pernah mengalami kebakaran
pada Mei 2017 lalu– Sebanyak 84 rumah adat milik warga Baduy Luar,
Kampung Cisaban RT 02 RW 06, Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak,
Banten, habis terbakar. Akibatnya, sekitar 105 keluarga harus mengungsi
ke kampung-kampung di sekitarnya. Meski demikian tidak ada korban
jiwa15.
Menilik dari bahan bangunan pada leuit tersebut, tidak menutup
kemungkinan cepatnya api merambat leuit-leuit tersebut. Meski begitu
antusias masyarakat luar, pemerintah seperti Menteri Khofifah datang
untuk membantu warga Baduy untuk membangun leuit tersebut.
Leuit Baduy dirawat secara rutin oleh warga Baduy setiap tiga tahun sekali
untuk memastikan leuit tidak bocor dan rusak. Peruwatan dengan mantra-
mantra juga dilakukan oleh Pu’un sambil membakar kayu pohon Gaharu.
Itulah leuit Baduy, ikon Suku Baduy lain selain motif Tapak Kebo.
15detik.com “84 Rumah Adat di Baduy Luar Lebak Habis Terbakar”
(https://news.detik.com/berita/d-3509933/84-rumah-adat-di-baduy-luar-
lebak-habis-terbakar) Selasa, 15 April 2018 pukul 13.39 WIB
36
C. Benda, cagar budaya / tradisional (Karya Seni), misalnya keris, batik dan
lain sebagainya.
Gambar 4.5:
Tas Koja
Scene Menit (01.15 sampai dengan selesai) 1. Penanda (Signifier)
Tas koja.
2. Pertanda
(Signified)
Tas tradisional
suku Baduy
Luar.
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Bolang dan teman-temannya mengenakan tas koja dari
saat casting hingga acara berakhir.
Scene ini diambil pada adegan main di ilalang.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Tas yang pemakaiannya diselempangkan.
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Digunakan kaum
adam atau laki-laki.
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
Tas khas Baduy dari kulit kayu pohon teureup yang bentuknya transparan sebagai
sikap kepribadian yang jujur.
Kulit teureup yang biasa di buat untuk koja adalah batang yang masih kecil.
Teksturnya lebih lunak, dan bisa diolah menjadi tali dengan mudah. Diambil dari
bawah dan diusahakan tidak putus saat mengambilnya.
Berdasarkan gambar 4.5 tentang tas koja, scene menit (01.15 sampai
dengan selesai) makna denotasinya adalah Bolang dan teman-temannya
mengenakan tas koja dari saat casting hingga acara berakhir. Scene ini
diambil pada adegan main di ilalang.
Sedangkan makna konotasinya Tas khas Baduy dari kulit kayu pohon
teureup yang bentuknya transparan sebagai sikap kepribadian yang jujur.
(Mansur dan Mahmudah, 2016:6) Tas yang disebut koja atau jarog ini
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Suku Baduy. Tas koja
37
digunakan masyarakat Baduy untuk membawa alat-alat pertanian, atau
ketika melakukan perjalanan.
Dalam hal ini dimaksudkan, jika segala sesuatu bersifat transparan, maka
kejujuran tidak jauh dari sikap seseorang. Hendaklah seseorang memiliki
sifat-sifat tersebut. Sehingga hidup jauh dari dusta maupun kebohongan
yang dapat menjerusmuskan ke hal-hal negatif.
Untuk membuat tas koja yang berbahan dasar kulit kayu teureup16 dapat
dijumpai di hutan. Meski demikian pohon tersebut sulit dicari, kerena
merupakan sejenis tumbuhan liar yang tumbuh tidak beraturan.
Kulit teureup yang biasa di buat untuk koja adalah batang yang masih kecil.
Teksturnya lebih lunak, dan bisa diolah menjadi tali dengan mudah.
Diambil dari bawah dan diusahakan tidak putus saat mengambilnya.
Kulit teureup yang diambil di hutan harus dikuliti lagi, yang diambil hanya
bagian dalamnya saja. Mengulitinya juga harus teliti suapaya tidak putus.
Baru dijemur. Cukup sehari, jika cuaca bagus. Karena, kulit dari kayu harus
di jemur terlebih dahulu untuk dirangkai hingga terbentuk menjadi tas.
Konon kulit teureup sangat kuat. Untuk membuat koja ukuran besar
dibutuhkan tiga batang pohon teureup. Tas tersebut akan digunakan warga
Baduy, untuk bepergian ke hutan maupun kota. Itu pula sebagai tanda
bahwa ia adalah orang Baduy.
16Si Bolang: Indahnya Persahabatan Anak Baduy, 15 Oktober 2014
diakses 13 Februari 2018 pukul 10.00 WIB
38
Kulit teureup yang kuat itu pula menjadi alasan bahwa kebribadian Baduy
yang jujur dan transparan. Sehingga dengan jujur dan transparan, akan
menjadi suatu ikatan yang kuat bagi dirinya dan masyarakat.
39
Gambar 4.6:
Bedog atau golok
Scene menit (01.15 sampai dengan selesai) 1. Penanda (Signifier)
Bedog atau golok.
2. Pertanda
(Signified)
Alat atau benda
tradisional suku
Baduy Luar.
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Si Bolang dan teman-temannya mengenakan golok
atau bedog dari saat casting hingga acara berakhir.
Scene ini diambil pada adegan mengambil buah dan
daun kelapa.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Bedog disebut golok salungkar digunakan untuk
mengambil daun dan buah kelapa serta membuka
bahnya.
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Digunakan untuk
kaum adam atau
laki-laki.
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
Alat serbaguna bagi mereka dan akan terus bersama sampai mati karena hukum
adat tidak mentolerir alat lain seperti cangkul, gergaji, paku dan sebagainya. dan
khusus bedog, senjata yang menjadi atribut sehari-hari laki-laki Baduy, ternyata
ada dua macam: bedog polos dan bedog pamor atau salungkar. Bedog polos dibuat
dengan cara biasa, menggunakan besi dan baja bekas kendaraan bermotor yang
ditempa berulang-ulang dan digunakan untuk menebang pohon, bambu dan
sebagainya. Sementara bedog pamor terdapat motif gambar yang menyerupai urat
kayu dari pangkal hingga ujung bedog. Proses pembuatannya lebih lama,
dipercaya untuk karisma tertentu yang tidak sembarangan digunakan. Golok
salungkar khusus untuk jaga diri bagi pria dewasa.
Berdasarkan gambar 4.6, scene menit (01.15 sampai dengan selesai) makna
denotasinya bedok disebut Si Bolang dan teman-temannya mengenakan
golok atau bedog dari saat casting hingga acara berakhir. Scene ini diambil
pada adegan mengambil buah dan daun kelapa.
Makna kontasinya golok sebagai alat serbaguna bagi mereka dan akan
terus bersama sampai mati karena hukum adat tidak mentolerir alat lain
seperti cangkul, gergaji, paku dan sebagainya. (Martini, 2013:38)
40
Itulah mengapa orang Baduy kental dengan alam. Karena segala
sesuatunya dibangun tanpa alat perekat.
Umumnya Suku Baduy baik luar maupun dalam selalu membawa bedog
atau golok dalam kesehariannya.
Terdapat dua kampung di Baduy Luar yang terkenal pembuatan perkakas
tajamnya, yaitu kampung Batu Beulah dan Cisadane. Kedua kampung
tersebut letaknya tidak berjauhan.
Khusus bedog, senjata yang menjadi atribut sehari-hari laki-laki Baduy,
ternyata ada dua macam: bedog polos dan bedog pamor atau salungkar.
Bedog polos dibuat dengan cara biasa, menggunakan besi dan baja bekas
kendaraan bermotor yang ditempa berulang-ulang dan digunakan untuk
menebang pohon, bambu dan sebagainya. Sementara bedog pamor terdapat
motif gambar yang menyerupai urat kayu dari pangkal hingga ujung bedog.
Proses pembuatannya lebih lama, dipercaya untuk karisma tertentu yang
tidak sembarangan digunakan. (Martini, 2013:39)
Serta golok salungkar khusus untuk jaga diri bagi pria dewasa (Mansur dan
Mahmudah, 2016:12)
Jelas bahwa golok yang warga Baduy mempunyai ciri, fungsi dan tujuan
tertentu. Bedog itu pula yang mereka pakai sehari-hari, bedog polos,
misalnya. Menimbang kedekatannya dengan alam dan juga mata
pencaharian yang biasa dilakukan oleh kaum Adam ke hutan, maka tidak
heran jika golok akan dibawa setiap hari kemanapun dan kapanpun.
41
Gambar 4.7:
Pakaian Adat, Ikat Kepala Biru Tua (Lomar)
Scene Menit (01.15 sampai dengan selesai) 1. Penanda (Signifier)
Pakaian serba hitam dan ikat
kepala batik biru.
2. Pertanda
(Signified)
Pakaian adat
berwarna hitam
dengan ikat
kepala batik
biru tua.
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Pakaian suku Baduy Luar adalah berwarna hitam
dengan ikat kepala batik biru tua.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Pakaian adat Baduy Luar: lengan panjang, celana
pendek, dan pengikat kepala batik bru tua.
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Digunakan untuk
kaum adam atau
laki-laki.
6. Tanda Konotatiff (Connotative Sign)
Pakain adat serba hitam dan ikat kepala batik biru tua menandakan mereka tidak
suci. Menambahkan bahwa kadang mereka mengenakan kaos oblong.
Bagi masyarakat Baduy Luar, kain berwarna hitam dan biru tua menjadi warna
yang sering dipakai. Untuk kaum perempuan kain digunakan dalam membuat
baju adat yang memiliki bentuk menyerupai kebaya.
Berdasarkan gambar 4.7 pakaian adat dan ikat kepala biru tua, scene (01.15
sampai dengan selesai) makna denotasinya adalah pakaian adat Baduy
Luar adalah berwarna hitam dengan ikat kepala batik biru tua.
Sedangkan makna konotasinya bahwa pakaian adat serba hitam dan ikat
kepala biru tua dijelaskan dalam Soul Travel in Baduy (Martini, 2013:6)
menandakan mereka tidak suci serta Muakhir (2016:112) menambahkan
bahwa kadang mereka mengenakan kaos oblong.
Kain tradisional Suku Baduy selalu digunakan dalam pembuatan baju
adat. Terlebih lagi jika menyangkut dengan Suku Baduy Dalam yang
42
masih memegang teguh aturan adat. Pakaian harus terbuat dari kapas dan
tidak boleh menggunakan mesin jahit dalam pembuatannya.
Bagi masyarakat Baduy Luar, kain berwarna hitam dan biru tua menjadi
warna yang sering dipakai. Untuk kaum perempuan kain digunakan
dalam membuat baju adat yang memiliki bentuk menyerupai kebaya.
Sedangkan warna putih untuk Suku Baduy Dalam. Warna ini diartikan
dengan suci dan aturan yang belum terpengaruh dengan budaya luar,
bernama baju sangsang17.
Masyarakat Baduy Luar, menggunakan baju kampret bewarna hitam atau
biru tua. Baju adat masyarakat Baduy Luar juga sudah terpengaruh
budaya luar, terlihat dari kantong dan kancing yang digunakan dalam
mendesain baju.
Pada bagian bawah atau celana, Suku Baduy hanya menggunakan kain
bewarna biru kehitaman yang dililitkan pada bagian pinggang. Celana
ini diikat dengan selembar kain yang berfungsi sebagai ikat pinggang.
Sedangkan di bagian atas, kain ikat kepala digunakan sebagai penutup.
Ikat kepala ini dibedakan dengan warna putih dan biru tua. Untuk putih
diperuntukkan bagi Suku Baduy Dalam sedangkan warna biru tua
bercorak batik menjadi ikat kepala yang digunakan Suku Baduy Luar.
17Indonesia Kaya (https://www.indonesiakaya.com/jelajah-
indonesia/detail/jamang-sangsang-pakaian-alam-suku-baduy), Selasa,
15 April 2018 diakses pukul 10.15 WIB
43
Lomar pada masyarakat Baduy terbuat dari kain motif Tapak Kebo atau
motif lain khas Baduy yang dibentuk dan dijahit sedemikian rupa layaknya
blankon Jawa.
Untuk kaum perempuan Suku Baduy, pakaian adatnya hanya berupa kain
atau semacam sarung bewarna biru kehitam-hitaman. Kain ini berupa
kebaya dengan motif batik yang dipakai dari tumit hingga ke dada.
Perbedaan yang paling mencolok terlihat jika pakaian ini dipakai oleh
perempuan yang sudah menikah dan belum. Jika yang sudah menikah
baju terlihat terbuka di bagian dada sedangkan untuk perempuan yang
belum menikah maka bagian dada akan tertutup.
Pembuatan pakaian adat dalam pewarnaannya menggunakan kulit batang
rangrang. Di dalam batang rangrang terdapat zat yang jika terkena bahan
lain akan menimbulkan warna hitam.
Bahan lainnya yaitu tanah liat. Tanah digunakan untuk menambah warna
gelap pada kain agar tidak berubah. Tanah yang digunakan pun tanah yang
jarang atau tidak terinjak oleh manusia dan juga lembut.
Dapat diselesaikan satu minggu. Kemudian untuk pewarnaanya sangat
alami, seperti pada pakaian khas yang berwarna hitam. Kemudian daun
rambutan dan jantung pisang.
Bahan-bahan tersebut dipercaya membuat warna lebih pekat. Lalu ke
semua bahan ditumbuk secara bersamaan. Lalu dimasak di air mendidih.
Di rebus agar pewarna masuk secara alami ke dalam kain. Untuk
44
menghilangkan ampas pewarna harus dicuci di air bersih. Setelah itu di
jemur. Bahan-bahan ini pula sebagai pewarna untuk kain tenun khas
Baduy.
45
Gambar 4.8:
Tenun Baduy Luar
Scene Menit (07.26-07.29) 1. Penanda (Signifier)
Wanita dan alat tenun
2. Pertanda
(Signified)
Menenun.
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Wanita Baduy Luar tengah menenun kebutuhan
sandang di selasar rumahnya. Tampak terlihat yang
ditenun kain berwarna biru, sepertinya rok pakaian adat
perempuan.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Memproduksi sendiri kebutuhan sandangnya dengan
ditenun.
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Prinsip hidup yang
sederhana dan apa
adanya.
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
Perempuan yang menenun benang dijadikan pakaian untuk kebutuhan keluarga dan
warga internal Baduy. Wanita penenun yang asik menenun kain dengan alat
tradisional dari kayu.
Mitos yang berkembang menceritakan, apabila ada pihak laki-laki yang
melakukan kegiatan menenun maka perilaku laki-laki tersebut akan berubah
menyerupai perilaku wanita. Ciri khas kain tenun Baduy adalah warna-warni putih
dan warna biru tua. Fenomena menarik, beberapa tahun belakangan Baduy Luar
telah kembali menggunakan warna-warni alam yang didapat dari tumbuhan dan
kayu-kayuan.
Tidak boleh membuat tenun pada saat larangan bulan (hari yang kurang baik untuk
melakukansesuatu menurut kepercayaan orang Baduy), pada saat upacara adat
terutama upacara adat Kawalu, hari berkabung atau hari berduka. Waktu yang baik
dalam membuat kain tenun, yaitu bulan kalima, katujuh, kapit kayu, kasalapan. Kain
tenun yang diperuntukan bagi pemimpin adat harus dibuat oleh orang yang suci dan
tidak sedang haid, serta menggunakan waktu yang bagus untuk menenun menurut
ketentuan adat.
Untuk mencari pewarnaan biru bisa diambil dari daun tarum (indigo), abu-abu dari
daun jawer kotok, kuning dari daun puteri malu, hitam dari kulit pohon tunjung atau
dari karat besi tua, coklat dari kulit mahoni, merah dari akar pohon mengkudu,
coklat muda dari kulit pohon jeungjing, serta kuning gading dari kulit pohon
rengrang.
Berdasar gambar 4.8 wanita menenun, scene menit (07.26-07.29) makna
denotasi pada scene ini adalah wanita Baduy Luar tengah menenun
kebutuhan sandang di selasar rumahnya. Tampak terlihat yang ditenun kain
berwarna biru rok pakaian adat perempuan.
46
Makna konotasinya perempuan yang menenun benang dijadikan pakaian
untuk kebutuhan keluarga dan warga internal Baduy. (Mansur dan
Mahmudah, 2016:6), kemudian wanita penenun yang asik menenun kain
dengan alat tradisional dari kayu. (Martini, 2013:123)
Kain tenun yang awalnya dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan sandang
itu dibuat sederhana. Motif andalan mereka adalah motif geometris, seperti
garis berbentuk kait, spiral atau disebut juga pilin, garis lurus, segi tiga,
segi empat, bulatan, dan masih banyak lagi.
Bahwa tidak boleh membuat tenun pada saat larangan bulan (hari yang
kurang baik untuk melakukansesuatu menurut kepercayaan orang Baduy),
pada saat upacara adat terutama upacara adat Kawalu, hari berkabung atau
hari berduka. Waktu yang baik dalam membuat kain tenun, yaitu bulan
kalima, katujuh, kapit kayu, kasalapan. Kain tenun yang diperuntukan bagi
pemimpin adat harus dibuat oleh orang yang suci dan tidak sedang haid,
serta menggunakan waktu yang bagus untuk menenun menurut ketentuan
adat18.
Tenun Baduy tak ubahnya ungkapan estetika dan alam sekitar pegunungan
Kendeng, tempat masyarakat Baduy bermukim. Coraknya mencerminkan
sikap hidup dan adat istiadat yang masih ketat dijaga sebagai warisan nenek
moyang. Ragam hias yang mencerminkan filosofi hidup mereka.
18Adriati, Maftukha, Yustiono dalam Visualisasi Tenun Baduy (http://journals.itb.ac.id/index.php/jvad/article/viewFile/456/2812, Jumat,
18 Mei 2018 pukul 14.10 WIB
47
Tata cara membuat motif tenun selendang Baduy merupakan amanat dari
para leluhur yang motifnya diambil dari pencerminan alam, dan ada juga
yang merupakan kreasi tersendiri dari orang Baduy masa kini. Hal tersebut
tidak dilarang, karena mereka berpendapat bahwa manusia diberi akal
untuk melengkapi kehidupannya, maka untuk menjadi manusia yang
lengkap, mereka harus mempunyai keterampilan dalam hidupnya.
Menciptakan suatu motif baru tersebut juga merupakan suatu tanda bahwa
akal pikiran mereka itu jalan. Tidak benar apabila ada yang mengatakan
orang Baduy itu kuno dan tidak mau berkembang serta membuka diri.
Wacana ini muncul akibat kesimpangsiuran informasi hingga
menimbulkan persepsi yang salah dari masyarakat luar terhadap orang
Baduy.
Alat-alat yang digunakan dalam proses menenun terdiri dari bermacam-
macam alat yang membentuk satu kesatuan. Masyarakat Baduy menyebut
alat tenun dengan sebutan pakara tinun. Pakara tinun ini sudah ada sejak
zaman dahulu, semenjak nenek moyang mendiami Suku Baduy. Menurut
cerita legenda, pakara tinun ini dibuat dari tulang rusuk Nyi Pohaci untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan memenuhi serta mentaati aturan adat dan
amanat dari para leluhur. Setiap kepala keluarga di Suku Baduy bisa
membuat pakara tinun, karena hal itu merupakan suatu kewajiban bagi
setiap kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa sandang
bagi keluarganya.
48
Menenun mempunyai nilai kedisiplinan. Kepada setiap anak perempuan
yang lahir di Baduy, sejak kecil mereka sudah ditanamkan kedisiplinan
yang tinggi dengan cara mempelajari aturan adat dan nilai-nilai Masyarakat
Adat Baduy. Salah satunya berhubungan dengan aktivitas menenun.
Kegiatan menenun dipercaya merupakan wujud dari ketaatan yang
dilakukan oleh perempuan Baduy terhadap aturan adat yang mereka
junjung19.
Mitos yang berkembang menceritakan, apabila ada pihak laki-laki yang
melakukan kegiatan menenun maka perilaku laki-laki tersebut akan
berubah menyerupai perilaku wanita. Ciri khas kain tenun Baduy adalah
warna-warni putih dan warna biru tua. Fenomena menarik, beberapa tahun
belakangan Baduy Luar telah kembali menggunakan warna-warni alam
yang didapat dari tumbuhan dan kayu-kayuan20.
Untuk mencari pewarnaan biru bisa diambil dari daun tarum (indigo), abu-
abu dari daun jawer kotok, kuning dari daun puteri malu, hitam dari kulit
pohon tunjung atau dari karat besi tua, coklat dari kulit mahoni, merah dari
akar pohon mengkudu, coklat muda dari kulit pohon jeungjing, serta
kuning gading dari kulit pohon rangrang121.
19Pesona Travel (http://pesona.travel/aktivitas/kain-tenun-baduy-
cermin-filosofi-hidup-orang-kanekes), Jumat, 18 Mei 2018 pukul 11.17
WIB
20Indonesia Kaya (https://www.indonesiakaya.com/jelajah-
indonesia/detail/warna-warna-khas-kain-tenun-suku-baduy), Selasa, 15
April 2018 pukul 10.15 WIB
21Indonesia Banget (https://indonesiabanget.net/ciri-khas-kain-tenun-
baduy/) Selasa, 15 April 2018 pukul 10.35 WIB
49
Tenun inilah yang menjadikan kerja keras dan semangat Baduy dalam
menjalankan kerajinan serta melestarikan budaya melalui tenun-tenun dan
pakaian yang dihasilkan. Bisa juga sebagai oleh-oleh bagi pengunjung.
Sehingga bisa juga dijadikan sebagai mata pencaharian bagi wanita Baduy.
Kain tenun Suku Baduy dibuat dengan bantuan alam dan proses menenun
dilakukan oleh kaum perempuan Suku Baduy. Proses dimulai dengan
kapas yang dipintal hingga membentuk benang. Selain itu, teksturnya
yang kasar dan motif sederhana menjadi ciri khas lain kain yang dibuat
dengan cara tradisional ini. Dari benang inilah proses akan dilanjutkan
dengan kegiatan menenun. Kegiatan ini hanya boleh dilakukan oleh
kaum wanita Suku Baduy.
Proses menenun bisa berlangsung mulai dari hitungan minggu hingga
berbulan-bulan. Lamanya proses ini disebabkan oleh besar dan
kerumitan membuat motif kain. Biasanya motif kain Suku Baduy berupa
garis warna-warni dan motif yang terinspirasi dari alam. Penggunaan
warna alam ini mengembalikan filosofi Suku Baduy Luar yang menyatu
dengan alam. Selain itu, juga tekad mereka menjaga buidaya agar selalu
lestari, tidak hilang dimakan zaman.
Penggunaan kain tenun Suku Baduy tidak hanya diperuntukan bagi
pakaian adat saja. Majunya pariwisita di Baduy Luar dimanfaatkan para
penduduk sekitar untuk menjual kain kepada wisatawan yang datang
berkunjung ke daerah mereka. Kain ini biasanya dijadikan oleh-oleh
50
sebagai tanda pernah berkunjung ke Suku Baduy. Selain terdapat kain
ikat kepala dan pakaian adat, kain tenun di sini juga bisa dijadikan taplak
meja atau hiasan cantik dekorasi rumah Anda.
51
Gambar 4.9:
Jembatan Akar
Scene Menit (04.05-04.41) 1. Penanda (Signifier)
Audio:
Ini dia jembatan akar
kebanggaan urang Kanekes.
Kami menyebutnya cukangan
akar.
Jembatan ini merupakan
pertanda betapa kedekatan orang
Baduy dengan alam. Lihat saja,
jembatan akar ini dibangun
tanpa menggunakan paku atau
alat perekat lainnya. Sementara
bambu diletakkan di tengah
jalinan sulur atau akar sebagai
pijakan kaki.
Akar yang berasal dari jenis
tanaman beringin ini memang
kuat. Tanaman yang kami sebut
kiara bodas ini menumpang
pada tanaman lain. Jangan heran
jika tanaman ini dikenal dengan
sebutan beringin pencekik.
2. Pertanda
(Signified)
Pohon beringin,
bambu dan
sungai
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Si bolang dan teman-teman tengah traveling ke
jembatan akar. Jembatan akar tersebut sebagai
penghubung atau perantara keluar masuk warga Baduy.
Jembatan akar ini pula dibangun oleh warga Baduy
tanpa mengenakan alat perekat, semuanya bersumber
dari alam, seperti memanfaatkan akar pohon beringin
dan bambu.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Tidak menggunakan perekat seperti paku
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Perekat alami
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
“Orang Baduy atau Kanekes memiliki berbagai kearifan lokal berhubungan
dengan alam sekitar, pemakaian akar gantung sebagai jembatan merupakan wujud
kedekatan mereka, kecerdikan mereka, memanfaatkan alam tanpa merusaknya,”
C. Wicaksana (Asisten Produksi Si Bolang)
Kedekatan warga Baduy dengan alam. Salah satu keunikan jembatan Baduy adalah
tidak terdapat paku dalam setiap sambungannya. Hanya mengandalkan pasak dan
teli temali.
Jembatan akar Baduy ini bahkan tidak menggunakan paku atau alat perekat
lainnya. Jembatan akar ini terbentang di atas sungai selebar 30 cm. Keberadaan
dari jembatan akar ini menjadi penghubung antara dunia luar dan Suku Baduy.
52
Salah satu rute yang akan dijumpai ketika akan masuk ke daerah Suku Baduy
adalah jembatan akar tersebut.
Berdasarkan gambar 4.9 jembatan akar, scene menit (04.05-04.41) makna
denotasi dar scene jembatan akar ini yaitu Si bolang dan teman-teman
tengah traveling ke jembatan akar. Jembatan akar tersebut sebagai
penghubung atau perantara keluar masuk warga Baduy.
Jembatan akar ini pula dibangun oleh warga Baduy tanpa mengenakan alat
perekat, semuanya bersumber dari alam, seperti memanfaatkan akar pohon
beringin dan bambu.
Makna konotasinya yaitu “Orang Baduy atau Kanekes memiliki berbagai
kearifan lokal berhubungan dengan alam sekitar, pemakaian akar gantung
sebagai jembatan merupakan wujud kedekatan mereka, kecerdikan
mereka, memanfaatkan alam tanpa merusaknya,” C. Wicaksana (Asisten
Produksi Si Bolang)
Dan juga sebagai kedekatan warga Baduy dengan alam (Si Bolang, Selasa,
25 Juli 2017). Dan salah satu keunikan jembatan Baduy adalah tidak
terdapat paku dalam setiap sambungannya, hanya mengandalan pasak dari
tali temali (Martini, 2013:31)
Suku Baduy menyodorkan hikmah filosofi kehidupan. Bahwa manusia
hadir untuk hidup berdampingan dengan alam, bukan untuk menguasai
alam. Pelajaran ini bisa dipetik pula dari keberadaan Jembatan Akar,
jembatan yang menghubungkan desa-desa Baduy dengan desa-desa di luar
suku tersebut22.
53
Jembatan akar Baduy ini bahkan tidak menggunakan paku atau alat perekat
lainnya. Jembatan akar ini terbentang di atas sungai selebar 30 cm.
Keberadaan dari jembatan akar ini menjadi penghubung antara dunia luar
dan Suku Baduy. Salah satu rute yang akan dijumpai ketika akan masuk ke
daerah Suku Baduy adalah jembatan akar tersebut. Tidak ada yang tahu
bagaimana jembatan ini tercipta. Beberapa masyarakat menyakini bahwa
ini terjadi secara alami dan merupakan bentuk dari pemberian alam kepada
masyarakat Baduy, tapi beberapa masyarakat juga memperkirakan
jembatan ini merupakan buatan suku Baduy23.
Menurut cerita, jembatan akar awalnya dibuat hanya dari potongan bambu
yang berjajar di atas sungai. Tak berbeda dengan jembatan kayu pada
umumnya. Namun seiring berjalanannya waktu, bambu-bambu tersebut
dijalari akar-akar pohon yang rimbun. Konon, proses penjalaran akar
tersebut berlangsung sekitar 50-70 tahun24.
Tidak semua sungai di Baduy dapat digunakan, jadi tidak boleh untuk
sembarangan mandi. Guna, melestarikan sungai.
22lionmag.net (http://lionmag.net/web/2016/11/29/akar-budaya-baduy-
wisata-banten-banten), Jumat, 18 Mei 2018 diakses pukul 11.11 WIB 23brilio.net (https://www.brilio.net/news/keren-jembatan-suku-baduy-
terbuat-dari-akar-tanpa-alat-perekat-150323i.html) – Jumat, 18 Mei 2018
16.57 WIB
24pesona travel (http://pesona.travel/artikel/hebatnya-perkampungan-
baduy-sampai-jembatan-pun-dibuat-dari-akar) Jumat, 18 Mei 2018 pukul
11.17 WIB
54
Gambar 4.10:
Kelapa
Scene Menit (04.45 – 07.04) 1. Penanda (Signifier)
Namanya juga urang Kanekes.
Memanjat pohon kelapa seperti
ini sudah biasa dilakukan.
Bahkan oleh anak-anak seusia
kami. Kalau ini jenis tanaman
kelapa hijau.
Air kelapa juga dapat
menambah tenaga dalam tubuh.
Nah, cocok nih. Jika besok kami
berangkat ke Bogor untuk
menghadiri jamboree, tentu
butuh tenaga banyak. Maklum
saja, perjalanannya cukup jauh.
2. Pertanda
(Signified)
Kelapa hijau
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Si Bolang bersama dengan teman-temannya tengah
memanfaatkan tumbuhan kelapa seperti buah dan
janurnya. Tumbuhan ini berbatang tinggi, buahnya
tertutup sabut dan tempurung yang keras, di dalamnya
terdapat daging yang mengandung santan dan air,
merupakan tumbuhan serba guna.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Daunnya menjari dan buahnya bulat
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Mengambil daun
atau janur serta
buah
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan, barang dan hewan
peliharaan. Air dan buahnya menyegarkan dan menambah tenaga dalam tubuh.
Airnya juga dapat dijadikan gula kawung atau gula aren.
Berdasarkan gambar 4.10 memanfaatkan yang ada pada pohon kelapa,
scene menit (04.45 – 07.04) makna denotasi dari scene ini yaitu Si Bolang
bersama dengan teman-temannya tengah memanfaatkan tumbuhan kelapa
seperti buah dan janurnya. Tumbuhan ini berbatang tinggi, buahnya
55
tertutup sabut dan tempurung yang keras, di dalamnya terdapat daging
yang mengandung santan dan air, merupakan tumbuhan serba guna.
Sedangkan makna konatasinya; daunnya dapat digunakan sebagai
pembungkus makanan, barang dan hewan peliharaan. Air dan buahnya
menyegarkan untuk menambah tenaga dalam tubuh25. Airnya dapat
dijadikan gula, sabutnya bias sebagai pengganti pasta gigi.
25Si Bolang, Sepucuk Surat Untuk Si Bolang Dari Kanekes, Selasa, 25 Juli
2017 pukul 13.30 WIB.
56
Gambar 4.11:
Kaum Wanita Memasak
Scene Menit (12.30-13.10) 1. Penanda (Signifier)
Audio:
Kebersamaan sudah
menjadi bagian dari
hidup kami. Kami saling
membantu untuk
berbagai hal. Salah
satunya jika ada hajatan
pernikahan seperti ini.
Kaum perempuan seperti
tetehku… eh maksudku
kakak…ini banyak
terlibat di dapur umum
untuk memasak.
2. Pertanda
(Signified)
Memasak
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Si Bolang meminta bantuan sang kaka dan
rekannya yang sedang berkumpul di dapur, saling
membantu satu sama lain, agar cepat selesai.untuk
memasak ayamnya sebagai bekal jambore.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Kebersamaan dan bersosial
5. Pertanda Konotatif
(Connotative Signified)
Memasak untuk hajatan
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
Tradisi suku Baduy Luar memasak bersama untuk acara seperti hajatan. Tungku
yang digunakan untuk memasak terbuat dari tanah liat, kemudian apinya tidak
boleh menyentuh tanah – kepercayaan orangtua jika api menyentuh tanah alam
bisa tersakiti dan murka.
Berdasarkan gambar 4.11 kaum wanita memasak, scene menit 12.30-
13.10) makna denotasi pada scene ini yaitu Si Bolang meminta bantuan
sang kaka dan rekannya yang sedang berkumpul di dapur, saling membantu
satu sama lain, agar cepat selesai.untuk memasak ayamnya sebagai bekal
jambore.
Makna konotasinya adalah tradisi suku Baduy Luar pada saat memasak
bersama seperti hajatan (Si Bolang, Selasa, 25 Juli 2017) dan Tungku yang
57
digunakan untuk memasak terbuat dari tanah liat, kemudian apinya tidak
boleh menyentuh tanah – kepercayaan orangtua jika api menyentuh tanah
alam bisa tersakiti dan murka26.
Bagian dapur suku Baduy terletak berhimpitan dengan ruang tengah yang
berfungsi juga sebagai ruang tidur, itu pun hanya dipisahkan oleh sekat
bambu, dapur suku Baduy ini hanya terbuat dari rangka kayu dan atap
pohon kelapa. Di dalam dapur hanya ada dua buah tungku api dengan
perabotan masak yang khas dan sederhana seperti dandang dan wajan yang
terbuat dari kuningan, gentong untuk menyimpan air bersih lalu saya
melihat juga gula aren yang digantung disudut dapur. Sedangkan untuk
menanak nasi mereka menggunakan bejana dan anyaman bambu27.
Yang menarik lagi mengenai dapur orang baduy adalah cara menyimpan
makanan dengan menggantungnya.Ini digunakan untuk menghindari
kucing atau binatang lain menyentuh makanan mereka.
26Netmediatama: Indonesia Bagus, Keindahan alam dan kearifan suku
Baduy, 1 Juli 2013 pukul 20.30 WIB
27Ingredients Of Life “Memasak di Dapur Baduy”
(https://ioflife.com/?p=2780) Jumat 28 Mei 2018 pukul 11.00 WIB
58
7. Kearifan Lokal Tidak Berwujud
Kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan
secara verbal dan turun temurun yang bisa berupa nyanyian dan kidung yang
mengandung nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal
yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari
generasi ke generasi.
Gambar 4.12:
Jalan Kaki
Scene Menit (00.57 – 01.09) 1. Penanda (Signifier)
Audio:
Di kampung kami, segala
jenis kendaraan memang
terlarang untuk
dipergunakan. Jika
berpegian antar kampung di
kawasan Kanekes, ya, harus
berjalan kaki seperti ini.
2. Pertanda
(Signified)
Bepergian
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Tim liputan Jambore Si Bolang 2017 tengah
berjalan kaki menyusuri kampung Baduy Luar,
dikarenakkan tidak dibolehkannya kendaraan
memasuki kawasan tersebut.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Kebersamaan
5. Pertanda Konotatif
(Connotative Signified)
Kebiasaan sehari-hari
warga Baduy berjalan
kaki antar kampung
maupun kota.
6. Tanda Konotatif (Connotative Sign)
“Kampung Baduy terdiri dari 3 zona, yakni Baduy Dalam/Kanekes Tangtu, Baduy
Luar/Kanekes Penamping, dan Luar Baduy. Khusus 2 zona pertama tidak
diperkenankan menggunakan semua jenis kendaraan saat di dalam wilayah,
kecuali kawasan Luar Baduy, namun orang Kanekes Penamping diperbolehkan
memakai kendaraan diluar wilayah utama Kanekes, ” ucap C. Wicaksana (Asisten
Produksi Si Bolang)
59
Tidak dibenarkan menggunakan kendaraan saat di dalam Baduy, namun ketika di
luar Baduy bisa menggunakan kendaraan.
Leumpang suku (berjalan kaki tanpa alas kaki) ketika menjual hasil niaga ke
Pasar Ciboleger, Rangkas Bitung bahkan sampai Jakarta.
Berdasarkan gambar 4.12 jalan kaki, scene menit (00.57 – 01.09) makna
denotasi Tim liputan Jambore Si Bolang 2017 tengah berjalan kaki
menyusuri kampung Baduy Luar, dikarenakkan tidak dibolehkannya
kendaraan memasuki kawasan tersebut.
Makna konotasinya adalah “Kampung Baduy terdiri dari 3 zona, yakni
Baduy Dalam/Kanekes Tangtu, Baduy Luar/Kanekes Penamping, dan Luar
Baduy. Khusus 2 zona pertama tidak diperkenankan menggunakan semua
jenis kendaraan saat di dalam wilayah, kecuali kawasan Luar Baduy,
namun orang Kanekes Penamping diperbolehkan memakai kendaraan
diluar wilayah utama Kanekes, ” ucap C. Wicaksana (Asisten Produksi Si
Bolang)
Tidak dibenarkan menggunakan kendaraan saat di dalam Baduy, namun
ketika di luar Baduy bisa menggunakan kendaraan. (Martini, 2004:6) Serta
leumpang suku (berjalan kaki tanpa alas kaki) ketika menjual hasil niaga
ke Pasar Ciboleger, Rangkas Bitung bahkan sampai ke Jakarta. (Mansur
dan Mahmudah, 2016:12)
Dengan demikian, ciri dari kaki orang Baduy lebar dan pendek serta
telapak kaki mereka juga terkenal kuat. Karena digunakan untuk berjalan
kaki terus menerus.
60
Gambar 4.13:
Hanya Pelihara Hewan Berkaki Dua
Scene Menit (08.09 – 08.57) 1. Penanda (Signifier)
Audio:
Ayam adalah lauk pauk sehari-
hari orang Kanekes. tak heran
orang Baduy banyak
memeliharanya. Menurut
aturan adat, kami tak
diperbolehkan berternak hewan
yang berkaki empat seperti sapi
ataupun kambing. Jadi, ayam
saja yang diperbolehkan untuk
dipelihara dalam lingkungan
desa adat Kanekes.
Kata kakekku, hewan berkaki
empat dapat merusak tanaman
padi atau pun tanaman rambat
lainnya di ladang-ladang kami.
Mungkin, itulah sebabnya para
jaro atau pemimpin desa
dikampungku menetapkan
larangan tersebut.
Tapi kami diperbolehkan kok,
memakan dagingnya. Asalkan
saja kami tak memeliharanya
dalam wilayah adat Kanekes.
2. Pertanda
(Signified)
Hewan berkaki
dua dan
berkokok
3. Tanda Denotatif (Denotative Sign)
Ayam adalah ewan atau unggas pada umumnya tidak
dapat terbang, dapat dijinakan dan dipelihara,
berjengger, yang jantan berkokok, dan betina berkotek.
Hewan tersebut adalah hewan yang dapat dipelihara di
kawasan Baduy. Sedangkan hewan berkaki empat tidak
dibenarkan, namun masih dapat memakannya ketika di
dapat dari luar kawasan Baduy.
4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)
Hewan berkaki dua, bukan berkaki empat
5. Pertanda Konotatif
(Connotative
Signified)
Hewan peliharaan
6. Tanda Konotatiff (Connotative Sign)
“Peraturan adat suku Baduy Luar yang hanya membolehkan memelihara ayam dan
tidak memperbolehkan memelihara hewan berkaki empat, namun boleh
memakannya yang dapat dibelinya dari luar. Hal itu menilik dari latarbelakang
mata pencaharian suku Baduy yaitu berhuma. Dikhawatirkan adanya hewan
berkaki empat mengganggu tanaman mereka, juga kotoran hewan berkaki empat
61
berpotensi cepat membawa penyakit bila di dekat pemukiman,” C. Wicaksana
(Asisten Produksi Si Bolang)
Tidak memelihara hewan berkaki empat: merupakan salah satu kearifan dan
filosofi masyarakat Baduy. Tidak memelihara ternak berkaki empat merupakan
salahsatu hukum adat di masyarakat Baduy.
Berdasarkan gambar 4.13 hanya pelihara hewan berkaki dua, scene menit
(08.09 – 08.57) makna denotasi pada scene ini Ayam adalah ewan atau
unggas pada umumnya tidak dapat terbang, dapat dijinakan dan dipelihara,
berjengger, yang jantan berkokok, dan betina berkotek. Hewan tersebut
adalah hewan yang dapat dipelihara di kawasan Baduy. Sedangkan hewan
berkaki empat tidak dibenarkan, namun masih dapat memakannya ketika
di dapat dari luar kawasan Baduy.
Makna konotatifnya “Peraturan adat suku Baduy Luar yang hanya
membolehkan memelihara ayam dan tidak memperbolehkan memelihara
hewan berkaki empat, namun boleh memakannya yang dapat dibelinya dari
luar. Hal itu menilik dari latarbelakang mata pencaharian suku Baduy yaitu
berhuma. Dikhawatirkan adanya hewan berkaki empat mengganggu
tanaman mereka, juga kotoran hewan berkaki empat berpotensi cepat
membawa penyakit bila di dekat pemukiman,” C. Wicaksana (Asisten
Produksi Si Bolang)
Tidak memelihara hewan berkaki empat: merupakan salah satu kearifan
dan filosofi masyarakat Baduy (Mansur dan Mahmudah, 2016:167)
Tidak memelihara ternak berkaki empat merupakan salahsatu hukum adat
di masyarakat Baduy. (Martini, 2013:12)