bab iii tinjauan umum dan analisis kawasan pelabuhan · pdf filemorfologi pantai berdasarkan...
TRANSCRIPT
Bab III
Tinjauan Umum dan Analisis Kawasan Pelabuhan Benoa
3.1. Tinjauan Umum Kawasan Teluk Benoa (Lingkup Makro)
Simpul pusat pelayanan transportasi di Bali berada di Kawasan Teluk
Benoa dan Bandar Udara Ngurah Rai. Di sepanjang koridor kawasan ini juga
terdapat empat kawasan pariwisata yang dikembangkan di Propinsi Bali yaitu:
Kawasan Pariwisata Nusa Dua, Kawasan Pariwisata Tuban, Kawasan Pariwisata
Kuta, dan Kawasan Pariwisata Sanur. Lokasi yang sangat strategis pada Jantung
Pariwisata Bali ini juga membuat kawasan teluk Benoa telah menjadi perebutan
lokasi investasi, kegiatan pelayanan umum atau infrastruktur penting lainnya.
Sesuai Perda No. 3/2005, Pasal 34 tentang Wilayah Prioritas, Kawasan Teluk
Benoa merupakan Kawasan Prioritas pada Wilayah Prioritas Bali Selatan, karena
memiliki potensi pengembangan yang relatif cepat dan kritis lingkungan sehingga
perlu diprioritaskan penanganannya.
Kawasan teluk benoa terletak di bagian selatan Pulau Bali. Secara
administratif terletak pada kewenangan sebagian wilayah Kota Denpasar
(Kecamatan Denpasar Selatan) dan sebagian lagi wilayah Kabupaten Badung
(Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan).
Gambar 3.1. Lokasi Pelabuhan Benoa terhadap Pulau Bali
(Sumber http://www.wikipedia.org; PT (Persero) Pelindo III, 2005)
59
3.1.1. Kondisi Fisik
1. Klimatologi
Kawasan Teluk Benoa memiliki iklim tipe E menurut Schmidt-Ferguson,
yaitu perbandingan jumlah bulan kering dan bulan basah adalah 1-1,67. Curah
hujan tertinggi pada bulan Februari (406 mm) dengan 26 hari hujan.
Kelembaban udara nisbi antara 76% - 85%, terendah pada bulan Agustus dan
tertinggi pada bulan Maret. Suhu udara rata-rata antara 25,4 oC - 28,5 oC,
terendah pada bula Agustus dan tertinggi pada bulan Nopember.
2. Topografi
Topografi kawasan Teluk Benoa merupakan dataran rendah dengan
ketinggian antara 0 – 5 meter dari permukaan laut, kemiringan di bagian
daratan pada kawasan Teluk Benoa adalah 0 – 8 %.
Gambar 3.2. Kondisi fisik kawasan Teluk Benoa
(Sumber http://www.science.murdoch.edu.au )
60
3. Morfologi Pantai
Berdasarkan bentuk lahan, kawasan Teluk Benoa secara umum dapat
dibagi menjadi bagian utara, pantai barat, pantai selatan dan pantai timur.
Proses sidementasi di bagian pantai utara menjadi lebih intensif dengan
dibangunnya jalan ke Pelabuhan Benoa. Di sebelah timur jalan pelabuhan
sampai sebelah utara Pulau Serangan juga mengalami proses sidementasi yang
intensif, terlebih-lebih adanya perubahan garis pantai di Pulau Serangan
setelah dilakukan reklamasi telah meningkatkan laju sedimentasi pasir di
sekitar muara Tukad Loloan, sehingga membentuk delta.
4. Geologi
Teluk Benoa dibentuk oleh batuan sedimen aluvium dengan jenis batuan
undak dan terumbu karang (Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, 1985).
Jenis tanahnya terdiri dari regosol coklat kelabu, aluvial hidromorf, mediteran
coklat. Jenis tanah regosol coklat kelabu hanya terdapat di sekitar Tukad
Loloan. Jenis aluvial hidromorf tersebar luas di sekeliling teluk dari barat
Tukad Loloan, Pesanggaran, Suwung Kauh, Kelan, Jimbaran, Mumbul, Bualu
sampai Tengkulung. Sedangkan jenis mediteran coklat terdapat di sekitar
muara Tukad Nangka dan Tukad Jantung memanjang kearah timur sampai
Bualu. Dasar Teluk Benoa berupa pasir yang bercampur dengan fraksi karang.
5. Hidrooseanografi
Berdasarkan data pasang surut yang diperoleh dari Setasiun Pengamatan
Benoa, pasang surut di perairan Teluk Benoa berlangsung dua kali sehari
(semi diurnal). Pengukuran pasang surut yang dilakukan bulan Agustus 1992
(PT. Pelindo III, 1999), kondisi pasang surut di Teluk Benoa adalah: Higest
Astronomical Tide (HAT) = 2,95 m dan Lowest Astronomical Tide (LAT) = -
0,22 m. Teluk Benoa merupakan teluk yang sangat terlindung, gelombang
yang terjadi tergolong kecil, yang umunya disebabkan oleh gerakan angin
yang relatif lemah dan oleh lalu lintas kapal.
61
3.1.2. Ekosistem
Kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya mempunyai keanekaragaman habitat
(ekosistem) yang relatif tinggi, yaitu: mangrove, terumbu karang (coral reefs),
padang lamun (seagrass beds) dan dataran pasang surut (tidal flats). Ekosistem
pesisir tersebut umumnya dikenal sebagai habitat kritis (critical habitat),
mempunyai peranan penting dalam hal habitat, konservasi alam dan pengawetan
plasma nutfah serta keanekaragaman hayati; nilai produksi dan rekreasi/pariwisata
(RDTR Kawasan Teluk Benoa, 2005).
3.1.3. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk di kawasan Teluk Benoa, data
kependudukan dari tahun 1999 sampai 2003, menunjukkan laju pertambahan yang
tidak stabil. Terdapat perkembangan yang cukup tinggi, yaitu diatas rata-rata
perkembangan Propinsi Bali (1,26%), kota Denpasar (3,2%) maupun kabupaten
Badung (2,33%). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk kawasan adalah 7,28%
per tahun (RDTR Kawasan Teluk Benoa, 2005). Pertumbuhan penduduk yang
tinggi di kawasan Teluk Benoa disebabkan oleh faktor mobilitas penduduk antar
wilayah kabupaten/kota, yang tujuan pergerakannya ke wilayah sarbagita, yang
mana kawasan teluk Benoa termasuk didalamnya (RDTR Kawasan Teluk Benoa,
2005).
3.1.4. Kondisi Sistem Transportasi
Jalan bypass Ngurah Rai di kawasan Teluk Benoa adalah jalan arteri
primer, dan merupakan pembatas kawasan teluk Benoa dengan kawasan lainnya.
Jalan bypass Ngurah Rai terhubung dengan berbagai jaringan jalan kolektor
primer, sistem jaringan skunder (dalam kota Denpasar dan dalam kota Kuta) serta
langsung berhubungan dengan beberapa jalan lokal.
Mengacu pada proyeksi pergerakan lalu lintas darat pada kawasan Teluk
Benoa untuk tujuh tahun ke depan (2014) dan perkiraan kinerja jaringan jalan
(Alternatif Rancangan RDTR Kawasan Teluk Benoa, 2005), hampir seluruh
segmen jalan bypass Ngurah Rai mempunyai tingkat pelayanan jalan dengan nilai
62
E dan F, yang artinya arus lalu lintas pada ruas jalan mendekati kapasitas hingga
terjadi macet, kecepatan rendah dan kadang terhenti serta hambatan dan tundaan
yang besar pada arus lalu lintas. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka
terdapat usulan untuk membangun jalan dan jembatan Serangan – Tanjung Benoa,
sehingga akan memperpendek jarak dari kawasan Nusa Dua – Denpasar dan akan
berdampak terhadap pengurangan beban arus lalu lintas pada ruas jalan bypass
Ngurah Rai. Selain itu, terdapat juga usulan dari pihak Pelabuhan Benoa untuk
membangun jalan dari pelabuhan langsung kearah bandar udara yang melintasi
teluk Benoa. Pembangunan jalan ini bertujuan untuk memperlancar sirkulasi
kendaraan antara pelabuhan dan bandar udara terutama untuk mendukung fungsi
pelabuhan pariwisata dan ekspor ikan tuna segar yang menggunakan pesawat
udara.
3.1.5. Kebijakan Pembangunan Terkait
3.1.5.1. Kebijakan Pariwisata Budaya
Gagasan pariwisata budaya dalam pengembangan pariwisata di seluruh
Bali ditegaskan secara formal dalam Perda. No. 3 tahun 1974, yang kemudian
direvisi dalam Perda. No. 3 tahun 1991. Gagasan ini menekankan pada pemikiran
“Bali bukan untuk pariwisata tapi pariwisata untuk Bali”. Beberapa prinsip
perencanaan yang harus diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan budaya
dalam gagasan tersebut diantaranya:
1. Pembangunan pariwisata harus dipandu oleh proses perencanaan yang
melibatkan partisipasi komunitas secara luas, guna mencapai keseimbangan
pencapaian sasaran ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
2. Hubungan antara pariwisata, lingkungan alam dan lingkungan budaya harus
dikelola dengan baik untuk mencapai keberlanjutan lingkungan jangka
panjang.
3. Pariwisata tidak boleh merusak dasar-dasar sumber daya alam, ataupun
membawa dampak yang tidak diinginkan pada komunitas.
4. Pembangunan pariwisata harus berada dalam rangka pertumbuhan yang
moderat dan skala sedang.
63
5. Di beberapa lokasi, antara kebutuhan pengunjung, tempat dan komunitas
lokal harus memperlihatkan suatu keharmonisan.
6. Perangkat perundang-undangan yang menjamin perlindungan budaya harus
diperkenalkan dan diterapkan.
7. Investor dan wisatawan harus dididik bagaimana memahami dan
menghargai adat dan nilai lokal.
3.1.5.2. Penataan Kawasan Pariwisata
Mengenai arsitektur bangunan dan lingkungan, pemerintah telah
mengeluarkan Perda. No.4/10/PD/DPRD/1974, mewajibkan agar kegiatan
pembangunan mengarah kepada usaha untuk mempertahankan serta
mengembangkan inti dan gaya arsitektur tradisional Bali, mempertahankan
prinsip-prinsip arsitektur setempat. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat
dicerminkan pada sebagian atau seluruh komponen bangunan, seperti: bentuk
atap, bentuk pagar, ketinggian bangunan dan lain-lainnya yang disesuaikan
dengan kemapuan bersangkutan.
3.1.5.3. Daerah Sempadan Sungai dan Pantai
Penempatan kawasan sempadan sungai di Bali mengacu pada Peraturan
Menteri PU No.63/PRT/1993, yang menyatakan bahwa jarak sempadan sungai
yang berada di kawasan terbangun / pemukiman dapat kurang dari 50 meter
dengan menyediakan jarak yang cukup untuk pembangunan jalan inspeksi.
Sementara perlindungan terhadap sempadan pantai diatur dengan Perda Propinsi
Daerah Tingkat I Bali No. 6 tahun 1989, yang dinyatakan bahwa sempadan pantai
di kawasan pantai di Bali minimal berjarak 100 meter dari garis pasang
maksimum dan proporsional dengan bentuk fisik pantai. Namun dalam Perda. No.
439 tahun 1992 disebutkan bahwa sempadan pantai kawasan pariwisata
Kalibukbuk / Lovina, Candidasa, Tanjung Benoa dan Sanur (Padanggalak)
minimal 50 meter dari garis pantai maksimum dan proporsional dengan bentuk
pantai. Perkecualian ini dinyatakan terjadi akibat kondisi sempadan pantai
64
tersebut tidak memungkinkan penerapan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3.1.5.4. Peraturan Tata Bangunan (RDTR Kawasan Teluk Benoa, 2005)
Berpedoman pada peraturan yang berlaku maka pengaturan tata bangunan
diadakan beberapa modifikasi. Persyaratan-persayaratan teknis yang wajib diikuti
dalam pelaksanaan pembangunan adalah:
1. Bangunan Tempat Tinggal
KDB maksimum 60%, tinggi maksimum diatur maksimum tiga kali KDB (15
meter). Diwajibkan menyediakan tempat parkir / garasi sesuai dengan jumlah
kendaraan yang dimiliki.
2. Bangunan Perdagangan dan Jasa
Peruntukannya seperti pasar lokal, perumahan campuran, ruko, rukan, gallery,
perdagangan dan jasa lainnya seperti bengkel, perbankan, sekolah, praktek
dokter, salon, kursus, fasilitas penunjang pariwisata terbatas dan lainnya. KDB
maksimum 60%, tinggi bangunan maksimum 3 kali KDB (15 meter)
3. Bangunan Akomodasi Pariwisata
Bangunan akomodasi yang diperkenankan adalah hotel berbintang satu sampai
lima, hotel melati, penginapan / home stay, bungalow, villa, cottages, boutique
hotel dan sejenisnya beserta fasilitas penunjang lainnya. Intensitas bangunan
masimum 35 kamar per hektar dengan luas persil minimum 2500 m2. KDB
maksimum 50% dari luas persil. Tempat parkir minimum 20% dari luas persil
4. Bangunan Fasilitas Penunjang Pariwisata
Peruntukan yang diijinkan adalah: restoran, bar, fasilitas olah raga dan fasilitas
rekreasi lainnya. KDB-nya maksimum 60% dari lua persil
5. Bangunan Perkantoran
KDB maksimum 60% dari luas persil, dengan tinggi bangunan diatur
maksimum 3 kali KDB (15 meter)
65
6. Taman dan Tempat Rekreasi
Menyediakan tempat parkir, luasnya disesuaikan dengan kebutuhan (minimum
20% luas persil). Bangunan-bangunan yang diadakan di taman tidak
diperkenakan mengganggu lingkungan disekitarnya.
3.1.5.5. Rencana Pengembangan di Sekitar kawasan Teluk Benoa
Kawasan teluk Benoa yang berada pada posisi strategis, memiliki daya
tarik investasi dan pengembangan tinggi. Berbagai aktivitas yang telah
berkembang dan yang akan direncanakan mempengaruhi nilai ekonomi kawasan.
Berbagai rencana pengembangan pada kawasan teluk Benoa, yaitu:
1. Pengembangan pada Pulau Serangan oleh PT. BTID
Pengembangan oleh PT. Bali Turtle Island Develoment ini berlokasi pada
Pulau Serangan, di sebelah timur Pelabuhan Benoa. Pengembangan ini
dilakukan dengan cara reklamasi pantai Pulau Serangan seluas 500 hektar.
Fasilitas yang akan dikembangkan adalah condominium, lapangan golf,
marina dan hotel, dengan perkiraan menghabiskan dana sekitar US $ 500 juta.
Proyek ini berhenti berjalan semenjak terjadinya krisis ekonomi pada tahun
1998, dan hanya menyelesaikan tahap reklamasinya saja.
2. Pengembangan Bali Benoa Marina
Proyek ini adalah proyek ambisius oleh swasta, yang akan mengembangkan
condominium, hotel dan marina pada lahan rawa dan hutan bakau. Luas lahan
yang akan direklamasi kurang lebih adalah 350 hektar, yang berjarak 1 km
dari daratan. Proyek ini masih pada tahap persiapan dan proposal dan belum
mendapat ijin dari pemerintah daerah.
3. Perluasan zona marina dan perikanan pada Pelabuhan Benoa
Berbagai kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh Pelabuhan Benoa,
memberikan inisiatif bagi pengelola pelabuhan untuk memperluas area
kerjanya. Perluasan ini meliputi zona marina ke arah utara dan zona perikanan
kearah barat, yang dalam prosesnya pihak pelabuhan berusaha mengajak pihak
swasta untuk terlibat dalam pengembangan ini. Saat tesis ini ditulis proyek
66
perluasan pelabuhan ini masih dalam tahap penyusunan proposal yang akan
diajukan pada berbagai pihak yang terkait.
Gambar 3.3. Rencana pengembangan pada kawasan Teluk Benoa
(Sumber hasil analisis, 2007)
3.2. Tinjauan Umum Pelabuhan Benoa (Lingkup Mezo)
Pelabuhan Benoa adalah pelabuhan peninggalan Belanda yang dulunya
dikembangkan sebagai pelabuhan bongkar muat barang-barang baik untuk tujuan
dalam negeri maupun untuk ekspor-impor. Akan tetapi sekarang pelabuhan Benoa
hanya sebagi pelabuhan pengumpul atau feeder port dan dikembangkan kearah
pelabuhan pariwisata.
Pelabuhan Benoa merupakan pelabuhan alam terbesar di Pulua Bali,
karena lokasinya yang terlindung oleh adanya pulau dan tanjung disekitarnya.
Posisinya terletak pada 08°45'00"LS and 115°13'00"BT. Jarak dari kota Denpasar
kurang lebih 10 km, yang terletak pada kawasan pariwisata Teluk Benoa. Sejak
Oktober 1995, Pelabuhan Benoa telah memiliki dermaga dengan panjang 646
meter dan dengan kedalaman 9 meter, yang mampu malayani vessel sampai
67
20.000 GRT dan panjang 200 meter. Saat ini Pelabuhan Benoa menawarkan
pelayanan pelabuhan, bongkar muat barang dan terminal penumpang domestik
yang aman dan nyaman (http://benoa.pp3.co.id).
Gambar 3.4. Foto udara Pelabuhan Benoa tahun 2006
(Sumber http://www.googleearth.com )
3.2.1. Kebijakan PT. Pelabuhan Indonesia III
Pelabuhan Benoa merupakan salah satu cabang pelabuhan dibawah
pengelolaan dan pengusahaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III. Berdasarkan
Surat Keputusan Direksi PT. (Persero) Pelindo III Nomor 724/KPTS.BL.382/PIII-
92 tanggal 23 Desember 1992, Pelabuhan Benoa termasuk peringkat pelabuhan
kelas 2 (dua) dan diklasifikasikan sebagai pelabuhan andalan.
Berbagai potensi yang dimiliki daerah Bali yang berkembang sangat pesat
seperti ekspor hasil kerajinan dan garment, ikan tuna, objek-objek wisata baik
wisata budaya maupun wisata bahari serta lokasi Pelabuhan Benoa yang strategis
maka PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III mengarahakan pengembangan
Pelabuhan Benoa untuk mampu berfungsi sebagai Pelabuhan Pariwisata,
Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Petikemas, Pelabuhan BBM dan faslitas
penujang keselamatan pelayaran. Berdasarkan kebijakan tersebut maka
68
pengembangan pelabuhan Benoa sebagai pelabuhan pariwisata harus terintegrasi
dengan berbagai fungsi eksisting pelabuhan yaitu pelabuhan petikemas, pelabuhan
perikanan, terminal penumpang domestik.
3.2.1.1. Kebijakan Pengembangan Turnaround Cruise Port
Berdasarkan Kajian Dampak Ekonomi Pengembangan Turnaround Cruise
Port tahun 2005, maka peningkatan pelayanan pelabuhan Benoa menjadi
turnaround cruise port akan membangkitkan berbagai macam peluang dan
potensi yang harus dikelola dengan baik. Untuk memanfaatkan peluang dan
potensi tersebut sebaik-baiknya maka PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia
memberikan arahan pengembangan sebagai berikut:
1. Turnaround cruise port harus menjadi bagian dari jaringan aksesibilitas,
atraksi, akomodasi serta fasilitas penunjang pariwisata Pulau Bali
2. Turnaround cruise port berfungsi sebagai pintu gerbang bagi semua
kekuatan dan potensi pariwisata Pulau Bali dan berfungsi sebagai
penggerak jaringan potensi dan kekuatan tersebut
3. Turnaround cruise port harus berfungsi sebagai destinasi wisata yang
atraktif bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
3.2.2. Pemanfaatan dan Kondisi Lahan
Bentuk lahan Pelabuhan Benoa adalah persegi panjang yang merupakan
lahan hasil reklamasi. Lahan adalah milik pemerintah yang dikelola oleh PT.
Pelabuhan Indonesia III. Area pelabuhan meliputi lautan dan daratan yang diatur
berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Perhubungan no. 15 tahun 1990 / KM no. 18 tahun 1990 tanggal 14 Januari 1990
tentang batas-batas Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan memiliki luas
52,15 hektar, dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan memiliki luas
227,6 hektar yang terdiri dari: kolam pelabuhan 21,97 hektar, fasilitas umum
72,50 hektar, perairan potensial yang belum dimanfaatkan 24,39 hektar dan
perairan dangkal yang belum dapat dimanfaatkan 108,84 hektar.
69
2
4
3
5
1
Gambar 3.5. Tata guna lahan eksisting
( Sumber hasil analisis, 2007 )
Untuk memperlancar kegiatan operasional pelabuhan, maka PT. (Persero)
Pelindo III membagi area pelabuhan menjadi 4 (empat) zona, yaitu:
1. Zona Pelabuhan Umum dan Penumpang
Pelabuhan umum dan penumpang ini terletak pada bagian tenggara
pelabuhan Benoa. Terdapat mercusuar yang menyambut kedatangan berbagai
kapal yang akan berlabuh di Pelabuhan Benoa. Luas zona ini kurang lebih
123.040 m2. Kegiatan yang berlangsung pada zona ini adalah bongakar muat
barang baik untuk ekspor-impor ataupun pelayaran nasional. Untuk menunjang
kegiatan tersebut pada zona ini terdapat gudang-gudang dan lapangan
penumpukan petikemas yang terletak tepat dibagain selatan terminal penumpang.
Pelabuhan Benoa melayani ferry dan pelayaran wisata domestik dengan rute
70
kepulauan timur Indonesia seperti Pulau Lembongan, Lombok, Komodo dan
Flores. Pada zona ini juga terdapat pelabuhan BBM yang dikelola oleh Pertamina,
untuk memenuhi kebutuhan pelabuhan, Bandar Udara dan daerah sekitarnya.
1
Gambar 3.6. Mercusuar pada Pelabuhan Benoa
( Sumber hasil survei, 2006 )
2. Zona Perikanan
Zona Perikanan terletak pada sisi barat Pelabuhan Benoa. Merupakan zona
yang memiliki lahan terluas yaitu 162988 m2, yang disewa oleh perusahaan-
perusahaan penangkapan ikan. Selain untuk menurunkan hasil tangkapan ikan,
pada zona ini juga terdapat pengolahan ikan tuna segar untuk diekspor melalui
Bandar Udara Ngurah Rai.
2
Gambar 3.7. Kapal ikan yang menurunkan tangkapan ikan tuna
( Sumber hasil survei, 2006 )
Saat ini pengolahan ikan tersebut dilakukan sendiri-sendiri oleh
perusahaan penangkapan ikan tersebut. Kedepannya pengolahan ikan tersebut
akan dilakukan secara terpadu yang diorganisir oleh pihak pelabuhan, sehingga
71
dapat mengefisienkan penggunaan lahan dan dapat dikembangkan fungsi fungsi
yang lain. Pada zona ini juga terdapat perbaikan kapal terutama bagi kapal kapal
penangkap ikan.
3
Gambar 3.8. Kapal ikan yang sedang berlabuh
( Sumber hasil survei, 2006 )
3. Zona Marina
Zona Marina terletak pada sisi timur pelabuhan Benoa, disebelah utara
terminal penumpang. Lahan yang digunakan untuk kepentingan kegiatan marina
saat ini kurang lebih 35466 m2. Zona ini disewakan kepada pihak swasta yang
mengelola berbagai kegitan yang berhubungan dengan pelayaran wisata dalam
negeri. Pada marina ini juga terdapat restoran-restoran yang menawarkan berbagai
hasil tangkapan laut.
4
Gambar 3.9. Yatch pada marina
( Sumber hasil survei, 2006 )
4. Zona Penunjang Pelabuhan
Pada zona ini terdapat berbagai kegiatan yang menunjang operasional
pelabuhan, seperti perkantoran pengelola pelabuhan, polisi air, SAR, Meteorologi
72
Maritim, Kesyahbandaran, Imigrasi, Karantina, Bea dan Cukai. Zona ini
menggunakan lahan seluas kurang lebih 91243 m2, yang terletak pada tengah-
tengah pelabuhan, di sisi sebelah timur boulevard. Kedepannya zona ini
berpotensi menjadi perkantoran sewa, bagi berbagai cruise line yang singgah di
pelabuhan Benoa.
5
Gambar 3.10. Perkantoran pada Pelabuhan Benoa
( Sumber: hasil survei, 2006 )
3.2.3. Aksesibilitas dan Sirkulasi Kendaraan
Area pelabuhan Benoa adalah area yang berorientasi pada penggunaan
kendaraan bermotor. Sirkulasi kendaraan yang utama adalah kendaraan
pengangkut petikemas dan olahan ikan yang diekspor melalui bandar udara
Ngurah Rai. Pengunjung yang datang kepelabuhan sebagian besar menggunakan
kendaraan pribadi, yang masuk melalui pintu gerbang satu-satunya yang terletak
di sebelah utara pelabuhan.
1
Gambar 3.11. Pintu masuk area terminal penumpang dan lapangan petikemas
( Sumber: hasil survei, 2006 )
Pola sirkulasi kendaraan cukup baik dengan adanya boulevard di tengah-
tengah pelabuhan yang menjadi orientasi sirkulasi kendaraan. Boulevard ini
73
kemudian terhubung dengan berbagai jalan, dengan material aspal hot mix, yang
menuju dermaga yang ada di tepi timur, selatan dan barat pelabuhan. Pada bagian
tengah boulevard terdapat jalur hijau yang memisahkan jalur masuk dan keluar
pelabuhan.
Satu-satunya transportasi publik yang melayani pelabuhan selain taksi
adalah angkutan kota dengan jalur trayek Tegal – Kuta - Bualu, dengan jadwal
yang tidak menentu. Pelabuhan tidak memiliki sarana transit interchange yang
memadai, yang memfasilitasi pergantian moda dari transportasi darat ke laut, atau
halte untuk menunggu taksi atau angkot.
1
Gambar 3.12. Pola sirkulasi kendaraan dan parkir eksisting
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
74
3.2.4. Infrastruktur Pelabuhan
a. Alur pelayaran
Kondisi alur pelayaran keluar masuk pelabuhan Benoa yang berkelok-
kelok dengan panjang 3.600 meter dan lebar kurang lebih 150 meter serta
kedalaman 9 meter LWS, mampu melayani kapal dengan ukuran panjang sampai
200 meter atau draft kapal maksimum 8 meter.
3
1
2
Gambar 3.13. Demaga pada Pelabuhan Benoa
( Sumber hasil analisis, 2007 )
b. Dermaga dan kolam pelabuhan
Pelabuhan Benoa memiliki tiga lokasi dermaga dan kolam untuk
melakukan pelayanan jasa tambat dan labuh, yaitu:
1. Dermaga dan kolam sebelah timur
Fasilitas dermaga yang tersedia di kolam pelabuhan sebelah timur memiliki
panjang 290 meter dengan ukuran kolam panjang 450 meter, lebar 150 meter
75
dan memiliki kedalaman 9 meter LWS. Sehingga dengan fasilitas tersebut,
hanya dapat menampung 2 unit kapal dalam waktu bersamaan dengan ukuran
panjang kapal 180 meter dan 100 meter. Saat ini kolam pelabuhan Timur
dipakai untuk pelayanan tambat dan berlabuh kapal penumpang, kapal wisata
dan kapal peti kemas.
1
Gambar 3.14. Kapal ferry yang sedang berlabuh pada dermaga timur
( Sumber: hasil survei, 2006 )
2. Dermaga dan kolam sebelah selatan
Fasilitas dermaga pada kolam pelabuhan selatan memiliki panjang 206 meter
dan dermaga khusus pertamina dengan panjang 99 meter, dengan ukuran
kolam panjang 750 meter, lebar 350 meter dan kedalaman 6 m LWS. Dengan
kondisi tersebut maka dermaga mampu menampung 2 unit kapal dengan
panjang 100 meter dalam waktu bersamaan dan 10 kapal dengan panjang 50
meter. Sedangkan dermaga khusus pertamina menampung 2 unit kapal dengan
panjang 80 meter pada waktu bersamaan. Fasilitas ini digunakan untuk
melayani bongkar muat peti kemas, pertamina (tanker) dan ikan untuk ekspor.
2
Gambar 3.15. Suasana dermaga selatan dengan gudang yang menghadap ke dermaga
( Sumber: hasil survei, 2006 )
76
3. Dermaga dan kolam sebelah barat
Faslitas dermaga pada kolam pelabuhan barat terdiri dari dermaga beton 150
meter dan dermaga kayu 450 meter dengan ukuran kolam pelabuhan panjang
900 meter, lebar 150 meter dan kedalaman kolam 2,5 – 4,0 m LWS. Dermaga
ini melayani bongkar muat kapal ikan dengan panjang 30 meter, yang
menampung 15 unit kapal tambat dan 75 unit kapal labuh susun sirip.
3
Gambar 3.16. Pelabuhan ikan yang bersebelahan dengan pengolahan ikan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
3.3. Tinjauan Area Perancangan (Lingkup Mikro)
Area perancangan sebagian besar merupakan lahan kosong, yang banyak
ditumbuhi oleh vegetasi liar. Pemanfaatan lahan pada area ini sebagain besar
mengambil lokasi pada area tepi air, yang disewa oleh beberapa perusaan swasta
yang bergerak dalam bidang wisata bahari.
1
Gambar 3.17. Area perancangan memiliki kondisi jalan baik dan sebagain besar lahan kosong
( Sumber hasil survei, 2006 )
Bangunan-bangunannya sebagian besar dalam kondisi semi permanen
sebagai dampak dari sistem sewa yang diterapkan oleh pengelola pelabuhan.
Fasilitas untuk pejalan kaki, seperti trotoar atau street furniture, belum tersedia.
77
Akses pejalan kaki yang direncanakan ke arah badan air hampir tidak ada.
Terdapat jalan dengan kondisi baik yang menghubungkan boulevard dengan zona
marina, akan tetapi minim penerangan pada malam hari.
1
4
3
2
Gambar 3.18. Area perancangan pada Pelabuhan Benoa
( Sumber: PT (Persero) Pelindo III, 2005 )
2
Gambar 3.19. Terminal penumpang dengan lanskap yang tidak terawat
( Sumber: hasil survei, 2006 )
78
3
Gambar 3.20. Area perkantoran yang belum dimanfaatkan dengan baik
( Sumber: hasil survei, 2006 )
4
Gambar 3.21. Marina yang menghalangi akses publik ke badan air
( Sumber: hasil survei, 2006 )
3.4. Analisis Perancangan
Analisis perancangan bertujuan untuk mencari potensi dan hambatan yang
terdapat pada area perancangan. Analisis perancangan terdiri dari analisis SWOT,
analisi tapak, analisis pengembangan fungsi prospektif dan analisis penerapan
kaidah-kaidah tata ruang tradisional Bali.
3.4.1. Analisis SWOT
Analisis SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai macam
kekuatan, kelemahan dan peluang yang dimiliki oleh kawasan Pelabuhan Benoa
serta ancaman yang akan dihadapai bagi pengembangan pelabuhan pariwisata
internasional. Analisis SWOT ini bertujuan untuk mencari strategi pengembangan
yang mungkin dapat dikembangakan pada Pelabuhan Pariwisata Internasional.
Strategi pengembangan tersebut disajikan pada bab IV mengenai Simulasi
Perancangan.
79
Tabel 3.1. Analisis SWOT Kawasan Pelabuhan Benoa
Faktor STRENGHT WEAKNESS OPPORTUNITY THREAT 1. Sebagian besar
bangunan pelabuhan adalah pergudangan dengan kondisi semi permanen
Lingkungan Binaan
1. Tata guna lahan 2. Tata bangunan 3. Sirkulasi
kendaraan 4. Jalur pedestrian 5. Kegiatan
pendukung 6. Ruang terbuka
1. Status lahan milik pemerintah
2. Infrastruktur pelabuhan berupa dermaga dan kolam pelabuhan yang dapat melayani kapal pesiar dengan ukuran besar.
3. Boulevard yang menjadi aksis utama
4. Pembagian tata guna lahan yang baik
2. Terbatasnya akses publik yg menerus ke tepi air.
3. Belum memiliki terminal penumpang internasional
4. Sirkulasi truk petikemas mengganggu kenyamanan pengunjung
5. Terbatasnya lahan untuk tempat parkir.
1. Menerapkan tata ruang tradisional Bali pada kawasan untuk memberikan sense of place yang berciri bali pada pelabuhan
1. Fungsi pelabuhan tidak dikenal dalam tata ruang tradisional Bali
2. Area perancangan tidak terintegrasi dengan rencana pengembangan di sekitar Pelabuhan Benoa.
3. Bahan bangunan terancam korosi oleh air laut.
Lingkungan Alamiah
1. Topografi yang datar
1. Adanya polusi dan pencemaran dari aktivitas pelabuhan.
1. Lingkungan Teluk Benoa yang asri menjadi aset bagi pelabuhan pariwisata internasional
1. Adanya ancaman polusi dan pencemaran dari aktivitas di sekitar teluk Benoa.
2. Laut yang tenang. 3. Hutan bakau.
1. Didukung oleh
Pemerintah Daerah Bali dan Dep. BudPar.
Sosio-ekonomi (termasuk kondisi politik & administrasi)
1. Satu-satunya turnaround cruise port di Indonesia
1. Adanya persaingan dengan daerah tujuan wisata lain diluar kawasan pelabuhan.
1. Belum adanya fasilitas akomodasi pariwisata yang bertaraf internasional
2. Aktivitas pelabuhan sebagai atraksi wisata
2. Citra pulau Bali tujuan wisata internasional. 2. Kurangnya sarana
dan prasarana transportasi publik
3. Dekat dengan bandar udara internasional
3. Kapal pesiar berlabuh tiap minggu dengan penumpang yang cukup besar
3.Kawasan belum menjadi bagain dari jaringan akomodasi pariwisata Pulau Bali.
4. Memberi pengetahuan bagi pengunjung mengenai kehidupan bahari.
4.Kawasan pelabuhan merupakan kawasan dengan fungsi campuran.
5. Bagian jaringan
akomodasi pariwisata
6. Melibatkan masyarakat lokal
80
3.4.2. Analisis tapak
Analisis tapak bertujuan untuk mempelajari seting dan karakter fisik dari
kawasan perancangan, yang meliputi analisis kawasan sekitar, tata guna lahan,
tata bangunan, pergerakan, view dan kebisingan.
Hasil dari analisi tapak ini adalah iventarisasi kondisi fisik eksisting
kawasan perancangan, yang kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi rencana
pengembangan pelabuhan pariwisata internasional.
1. Analisis Kawasan Sekitar
Pelabuhan Benoa terletak hampir di tengah-tengah Teluk Benoa, dimana
lahannya merupakan hasil reklamasi. Teluk Benoa dikelilingi oleh hutan bakau
memiliki sky line hijau pada view sekeliling Pelabuhan Benoa. Kondisi tersebut
menjadikan pelabuhan ini sebagai focal point pada teluk Benoa.
Gambar 3.22. Analisis kawasan disekitar Pelabuhan Benoa
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
81
Lokasi yang relatif dekat dengan bandar udara internasional Ngurah Rai
dan berbagai pusat aktivitas wisata dalam radius 5 km, yang dapat ditempuh
dengan transportasi darat atau laut, merupakan daya dukung yang kuat untuk
menjadi sebuah pelabuhan wisata. Akan tetapi lokasi yang berdekatan dengan
bandar udara memberikan dampak kebisingan dari setiap pesawat yang melintas
diatasnya.
Letaknya yang relatif jauh dari main land dan minimnya transportasi
publik merupakan hambatan yang membatasi akses pengunjung ke pelabuhan ini,
selain itu pelabuhan tidak memiliki area belakang karena kawasannya membentuk
pulau yang dikelilingi lautan.
Gambar 3.23. Pintu gerbang kawasan Pelabuhan Benoa
( Sumber: hasil survei, 2006 )
Gambar 3.24. Pandangan ke arah jembatan yang menghubungkan
Pulau Serangan dengan Pulau Bali
( Sumber: hasil survei, 2006 )
82
Gambar 3.25. Pandangan ke arah Pulau Serangan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
Gambar 3.26. Pandangan ke arah mulut Teluk Benoa, lokasi rencana jembatan penghubung
Pulau Serangan dengan Tanjung Benoa. ( Sumber: hasil survei, 2006 )
Gambar 3.27. Pandangan ke arah Tanjung Benoa
( Sumber: hasil survei, 2006 )
Gambar 3.28. Pandangan ke arah tengah Teluk Benoa, dengan kawasan Bukit dikejauhan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
83
Gambar 3.29. Pandangan ke arah barat Teluk Benoa,
dengan kegiatan pelabuhan ikan dan skyline hijau dikejauhan. ( Sumber: hasil survei, 2006 )
Gambar 3.30. Pandangan kerah hutan bakau disebelah barat laut pelabuhan, lokasi rencana jalan
penghubung Pelabuhan Benoa dengan Airport Ngurah Rai.
( Sumber: hasil survei, 2006 )
2. Analisis Tata Guna Lahan
Pelabuhan Benoa telah memiliki pembagian zona yang cukup baik dan
hampir semua zona tersebut memiliki akses kearah badan air, sehingga memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata. Pada zona penunjang
pelabuhan berpotensi untuk ditambahkan area perkantoran sewa dan komersial,
bagi pihak swasta yang kegiatannya berhubungan dengan pelabuhan. Berbagai
zona yang ada belum terintegrasi dengan baik dan tidak dipersiapkan sebagai
tujuan wisata, serta belum mememiliki rencana pengembangan yang lebih detail,
seperti tata bangunan dan ruang-ruang terbukanya.
Beberapa area yang memiliki posisi yang strategis tapi oleh pengelola
tidak dimanfaatkan dengan baik, seperti area gerbang kawasan dan area pada
boulevard. Area yang bersebelahan dengan boulevard merupakan area yang
memiliki karakter formal, sehingga memiliki potensi untuk dijadikan area
perkantoran. Saat ini yang dimanfaatkan untuk fungsi perkantoran hanya sisi
timur boulevard, sedangkan sisi baratnya dimanfaatkan untuk fungsi industri
84
perikanan dan pergudangan. Hubungan antar fungsi yang berbeda belum
terselesaikan dengan baik. Ruang-ruang peralihan tidak di tata sehingga menjadi
ruang-ruang terbengkalai yang tidak terawat.
72
1
64
53
Gambar 3.31. Analisis Tata Guna Lahan
( Sumber hasil analisis, 2007 )
85
1
Gambar 3.32. Ruang-ruang peralihan yang tidak ditata memberi kesan ditinggalkan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
3. Analisis Tata Bangunan
Pada zona pelabuhan umum terdapat sebuah mercusuar yang merupakan
landmark pelabuhan akan tetapi potensinya belum dimanfaatkan dan kondisi
fisiknya harus diperbaiki. Ciri khas karakter tata bangunan pada pelabuhan ini
adalah membentuk cluster, dengan bahan meterial lokal. Tipologi bangunan pada
kawasan yaitu:
a. Perkantoran
Perkantoran pada umunya berlantai satu dengan hiasan dekoratif Bali, kecuali
bangunan PT. Pelindo yang berlantai dua. Bangunan-bangunan memiliki pola
konvensional, yaitu dengan parkir pada halaman depan. Perkantoran ini
menggunakan atap prisai dengan penutup genteng.
2
Gambar 3.33. Kantor Satuan Polisi Air Pelabuhan Benoa
( Sumber: hasil survei, 2006 )
86
b. Pergudangan dan penyimpanan BBM
Area pelabuhan sebagian besar digunakan untuk industri pengolahan ikan,
sehingga bangunannya pun sebagian besar merupakan gudang-gudang dengan
kondisi semi permanen. Bangunan penyimpanan BBM juga cukup menonjol
pada kawasan pelabuhan. Bangunan milik Pertamina ini berupa tangki-tangki
raksasa.
3
Gambar 3.34. Pergudangan pada dermaga selatan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
4
Gambar 3.35. Pergudangan pada zona perikanan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
87
5
Gambar 3.36. Penyimpanan BBM milik Petamina
( Sumber: hasil survei, 2006 )
c. Terminal penumpang
Satu-satunya bangunan yang menonjol adalah bangunan terminal penumpang
domestik, yang berbentuk menyerupai wantilan dengan dekorasi bergaya Bali.
6
Gambar 3.37. Terminal penumpang domestik dengan atap bergaya arsitektur tradisional
( Sumber: hasil survei, 2006 )
d. Bangunan marina
Pada zona marina ini sebagian besar bangunannya juga bersifat semi
permanen, yang difungsikan sebagai restoran atau tempat transit sementara
bagi wisatawan untuk kemudian berlayar dengan kapal mengunjungi pulau-
pulau sekitar. Massa bangunannya cenderung membatasi pandangan dan akses
ke arah laut.
88
7
Gambar 3.38. Bangunan semi permanen pada zona marina
( Sumber: hasil survei, 2006 )
4. Analisis Pergerakan
a. Sirkulasi Kendaraan dan Parkir
Hirarki jalan pada pelabuhan Benoa cukup baik, hal ini terlihat pada
boulevard yang menjadi orientasi sirkulasi semua kendaraan yang keluar masuk
pelabuhan. Akan tetapi sirkulasi kendaraan pengunjung/penumpang saat ini masih
menyatu dengan dengan kendaraan pengangkut petikemas dan hasil olahan ikan,
dapat mengganggu kenyamanan satu sama lain, sehingga harus dipisahkan.
1
Gambar 3.39. Parkir truk-truk pengangkut petikemas dan olahan ikan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
Berkembangnya beragam fungsi juga memerlukan jumlah parkir
kendaraan yang cukup banyak. Penerapan sistem transit dapat mengurangi
kebutuhan akan area parkir. Pada area dermaga pelabuhan ikan parkir kendaraan
tidak diatur dengan baik dan menyatu dengan sirkulasi pejalan kaki. Selain itu
pada zona perikanan belum memiliki area bongkar muat yang baik dan sering kali
mengganggu kenyamanan pengunjung.
89
1
2
Gambar 3.40. Analisis sirkulasi kendaraan dan potensi konflik pada kawasan.
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
2
Gambar 3.41. Lahan parkir pada terminal penumpang
( Sumber: hasil survei, 2006 )
90
b. Jalur Pedestrian
Kegiatan pada dermaga merupakan atraksi yang menarik bagi pengunjung,
akses ke area ini harus disediakan sebesar-besarnya. Dermaga berpotensi menjadi
area bebas kendaraan kecuali penggangkut ikan ke pengolahan.
1
Gambar 3.42. Kendaraan pengangkut ikan ke pengolahan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
Pada area pelabuhan tidak terdapat fasilitas trotoar bagi pejalan kaki dan
pada titik-titik tertentu terjadi konflik antara jalur pejalan kaki dengan sirkulasi
kendaraan.Jalur pejalan kaki hanya tersedia pada lokasi-lokasi tertentu. Jalur
tersebut tidak menerus dan dengan tingkat kenyamanan yang rendah. Kurangnya
sekuen-sekuen pada jalur pejalan kaki yang dapat menarik pengunjung untuk
berjalan kaki dari satu pusat aktifitas ke pusat aktifitas yang lain.
2
Gambar 3.43. Trotoar pada terminal penumpang
( Sumber: hasil survei, 2006 )
91
1
2
3
Gambar 3.44. Analisis sirkulasi pejalan kaki dan potensinya pada kawasan.
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
3
Gambar 3.45. Area parkir dan jalur pedestrian yang tidak terkoordinasi.
( Sumber: hasil suvei, 2006 )
92
Gambar 3.46. Analisis titik transit dengan waktu tempuh 5 menit berjalan kaki
( Sumber: hasil analisis, 2007 ) 5. Analisis Ruang Terbuka
Pada lahan pelabuhan masih banyak terdapat lahan kosong hasil reklamasi yang
belum dimanfaatkan, dan ditumbuhi oleh tanaman liar. Lahan ini terletak diantara
zona penunjang pelabuhan dan zona marina.
Ruang terbuka yang sengaja direncanakan meliputi ruang terbuka yang
dapat diakses oleh publik dan yang tidak. Ruang terbuka yang dapat diakses
publik terdiri dari lapangan parkir pada terminal penumpang, dermaga perikanan,
93
dan median jalan pada boulevard. Area yang tidak dapat diakses oleh publik yaitu:
dermaga penumpang, dermaga BBM dan lapangan penumpukan peti kemas.
1
Gambar 3.47. Lahan kosong yang belum dimanfaatkan
( Sumber: hasil survei, 2006 )
2
Gambar 3.48. Ruang terbuka hijau pada area boulevard.
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
6. Analisis View dan Kebisingan
Area pelabuhan yang dikelilingi oleh perairan/laut memiliki view yang
menarik kesegala penjuru. Berbagai kegiatan pada badan air juga merupakan
pemandangan yang menarik.
Akan tetapi kegiatan tersebut juga menghasilkan kebisingan seperti pada
area dermaga dengan aktivitas kapal yang berlabuh, sehingga didekatnya kurang
baik untuk fungsi hunian. Sedangkan area yang memiliki dampak kebisingan
paling sedikit berpotensi untuk difungsikan sebagai hunian, area ini terletak pada
bagian utara dari zona marina. Kebisingan juga terdapat pada area boulevard,
yang berasal dari sirkulasi kendaraan bermotor.
94
3
Gambar 3.49. Kapal pengangkut petikemas yang sedang menaikkan muatannya
( Sumber: hasil survei, 2006 )
1
2
3
Gambar 3.50. Analisis view dan kebisingan pada pelabuhan
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
95
3.4.3. Analisis Pengembangan Fungsi Prospektif
Setiap kapal pesiar yang berlabuh dapat dipandang sebagai sebuah
“anchor tenant” bagi ekonomi lokal, yang membawa konsumen untuk
menghabiskan uangnya dalam tour, shopping, dan hiburan. Secara tipikal, sebuah
kapal pesiar dalam sekali berlabuh akan menurunkan 2000 penumpang dan
kurang lebih 800 awak kapal, yang akan menghabiskan lebih dari $ 250.000 pada
konsumsi langsung yang meliputi akomodasi, retail dan hiburan. Pengeluaran
tersebut belum termasuk tarif pelabuhan, yang dikunjungi oleh kapal tiap minggu,
yang mencapai $ 12.500.000 per tahun.(Carribean Cruising, 2002)
Berdasarkan uraian diatas, analisis SWOT yang telah dilakukan dan
Kajian Dampak Ekonomi Pengembangan Turnaround Cruise Port tahun 2005
yang disusun oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III, maka diusulkan
mengembangkan fungsi pendukung pelabuhan pariwisata dan berbagai
fasilitasnya sebagai berikut:
1. Terminal penumpang, menyediakan fasilitas-fasilitas primer untuk
melayani penumpang/wisatawan kapal pesiar. Fasilitas tersebut unutk
memudahkan berbagai proses naik turun penumpang yang meliputi:
keimigrasian, bea cukai, karantina, penanganan bagasi, keamanan dan
sebagainya. Terminal penumpang ini selain melayani penumpang
mancanegara juga melayani penumpang domestik, sehingga harus
dilakukan pemisahan pelayanan.
2. Perkantoran, yang terutama diperuntukkan bagi cruise line, agen
perjalanan wisata, dan berbagai pihak yang melakukan bisnis pada
kawasan pelabuhan.
3. Hunian, meliputi akomodasi pariwisata dalam bentuk hotel resor,
condotel, dan apartemen bagi mereka yang tinggal dan bekerja pada
kawasan pelabuhan.
4. Shopping Arcade, menempati level ground floor, dibawah apartemen
atau condotel. Yang meliputi galeri, art shop, restoran, butik, café dan
sebagainya.
96
5. Marina Village, merupakan area untuk menyewa yatch, boat atau taksi
air untuk melakukan tour air, olah raga memancing atau kegiatan bahari
lainnya. Pada marina village ini juga terdapat cottage yang merupakan
rumah kedua bagi pemilik yatch.
6. Aquarium, menyediakan fasilitas rekreasi bagi pengunjung lokal
maupun mancanegara untuk lebih mengenal kehidupan bahari.
7. Pasar Festival, menyediakan fasilitas retail berupa: café tenda, ruang
terbuka hijau, pertunjukan jalanan, amphitheater, dan lain-lain.
Selain fasilitas-fasilitas yang disebutin diatas juga terdapat fasilitas-
fasilitas pelayanan yang tersebar pada kawasan pelabuhan, seperti: pusat
informasi, toilet umum, penukaran uang, atm, klinik kesehatan dan sebagainya.
3.4.4. Analisis Penerapan Kaidah Tata Ruang Tradisional Bali
Pada kawasan pelabuhan terdapat dua buah persimpangan yang dalam
konsep tradisional Bali dikenal dengan pempatan agung. Pempatan agung ini
merupakan persilangan antara aksis utama (boulevard) dengan jalan kearah badan
air (dermaga). Kedua persimpangan ini menjadi pusat orientasi sirkulasi
kendaraan.
Aksis utama pada pelabuhan ini juga merupakan representasi koridor
kesucian yang pada konsep tata ruang tradisonal merupakan orientasi semua
aktivitas sehari-hari. Aksis ini juga merupakan sumbu penjaga keseimbangan,
yang menghubungkan gunung dengan segara (laut).
Dari konsep sanga mandala pelabuhan dibagai menjadi sembilan area
kesucian dengan hirarki yang berbeda. Konsep sanga mandala ini merupakan
konsep zoning dari tata ruang tradisional Bali berdasarkan hirarki kesucian.
Sedangkan dari lokasi pelabuhan yang dikelilingi oleh lautan maka
pelabuhan dapat dianalisa dengan konsep gunung segara (laut). Area pada tengah-
tengah pelabuhan dapat dianalogikan sebagai gunung, laut merupakan segara dan
area diantara keduanya merupakan area peralihan.
97
Diagram 3.51. Pempatan agung dan orientasi pada kawasan Pelabuhan Benoa
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
Gambar 3.52. Penerapan konsep sanga mandala dan analogi gunung segara (laut)
( Sumber: hasil analisis, 2007 )
Pada area perancangan diterapkan konsep keseimbangan makrokosmos
dan mikrokosmos dimana hal yang kecil / lokal merupakan representasi dari hal
yang besar / universal, sehingga analisis pada area perancangan juga menerapkan
konsep konsep yang digunakan untuk menganalisis kawasan pelabuhan.
98
3.5. Kesimpulan analisis
Tinjauan umum kawasan Teluk Benoa, yang memiliki potensi
pengembangan yang relatif cepat dan kritis lingkungan, memberi masukan pada
pengembangan pelabuhan pariwisata agar memperhatikan kelestarian lingkungan
dan bersinergi dengan seluruh kawasan teluk Benoa. Sedangkan kebijakan
Pemerintah Daerah Bali mengharuskan pengembangan kawasan pariwisata
mengedepankan karakter budaya Bali untuk mendukung gagasan pariwisata
budaya. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III, selaku pengelola Pelabuhan
Benoa, mengarahkan kebijakan pengembangan turnaround cruise port agar
terintegrasi dengan berbagai kegiatan eksisting pelabuhan dan sekaligus
menjadikan kawasan pelabuhan sebagai tujuan wisata.
Dari analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan, kawasan
pelabuhan memiliki hambatan/tantangan yang harus diselesaikan dan potensi yang
dapat mendukung pengembangan pelabuhan pariwisata internasional yang
memiliki karakter Bali yang kuat. Hambatan/tantangan dan potensi kawasan
tersebut kemudian dijabarkan kedalam komponen perancangan sebagai berikut.
Hambatan dan tantangan pada kawasan pelabuhan Benoa yang harus
diselesaikan yaitu:
1. Lokasi
a. Pelabuhan memerlukan akses langsung ke arah bandara
internasional sehingga perlu dibangun jalan penghubung kedua
kawasan ini.
b. Jarak yang relatif jauh dari main land, tidak memungkinkan
ditempuh dengan berjalan kaki dan memerlukan sarana transportasi
publik yang baik
c. Kawasan dikelilingi oleh lautan sehingga tidak memiliki daerah
belakang
2. Tata Guna Lahan
a. Perlu ditambahkan fungsi penunjang pariwisata seperti: hotel,
retail, restoran dan sebagainya.
99
b. Bebarapa lokasi strategis pada kawasan Pelabuhan Benoa tidak
dimanfaatkan dengan baik
3. Tata Massa dan Bentuk Bangunan
a. Sebagian besar bangunan merupakan fungsi pergudangan dengan
kondisi semi permanen
b. Perlu ditambahkan landmark yang dapat mengangkat citra kawasan
4. Sirkulasi Kendaraan dan Parkir
a. Perlu pemisahan kendaraan pengunjung dengan pengangkut
petikemas
b. Parkir kendaraan pengunjung harus ditambah dan lebih ditata
5. Jalur Pejalan Kaki
a. Akses publik ke tepi air masih terbatas, karena terbatasnya sarana
pejalan kaki dan kawasan tidak direncanakan sebagai kawasan
waterfront.
b. Jalur pejalan kaki belum terencana dan sering harus mengalah
dengan sirkulasi kendaraan.
c. Jalur pejalan kaki belum dikoordinasikan dengan tempat parkir dan
pusat-pusat aktivitas yang dapat menarik pengunjung.
6. Ruang Terbuka
a. Pada kawasan masih banyak terdapat lahan kosong yang belum
dimanfaatkan
b. Ruang terbuka banyak belum direncanakan dan tidak memiliki
fungsi yang jelas
c. Vegetasi yang ada sebagain besar merupakan vegetasi liar yang
tidak direncanakan
7. Aktivitas Pendukung
a. Saat ini kegiatan dari sektor informal yang melibatkan penduduk
lokal pada kawasan memiliki prosentase sangat kecil dan tidak
dikelola secara profesional.
100
Potensi pada kawasan pelabuhan Benoa yang harus digali lebih jauh
adalah berupa:
1. Lokasi
a. Lokasi relatif dekat dengan bandar udara internasional & kawasan
wisata
b. Terletak ditengah-tengah teluk Benoa yang memiliki skyline hijau
dari hutan bakau sepanjang tepian teluk Benoa.
2. Tata Guna Lahan
a. Pengembangan tata guna lahan pada pelabuhan Benoa bertitik
tolak pada lokasi terminal penumpang yang harus bersebelahan
dengan dermaga kapal pesiar dan boulevard utama kawasan
sebagai pusat orientasi sirkulasi dan bangunan.
b. Hampir semua fungsi memiliki akses ke arah badan air, yang
berpotensi dikembangkan menjadi atraksi wisata
c. Pengembangan fungsi campuran yang berupa fungsi hunian, hotel,
retail, restoran, perkantoran terutama pada lahan-lahan kosong.
d. Fungsi perkantoran dan komersial pada area disekitar boulevard
yang akan menyambut pengunjung dari darat dengan nuansa yang
lebih formal.
e. Fungsi hunian dikembangkan pada area yang agak jauh dari
dermaga kapal pesiar untuk menghindari polusi suara namun masih
dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari terminal penumpang.
f. Pada pelabuhan Benoa dimungkinkan melakukan reklamasi untuk
memberikan bentuk pelabuhan yang dinamis sekaligus sebagai
landmark.
g. Menjadikan berbagai kegiatan eksisting pelabuhan sebagai bagian
dari atraksi wisata pelabuhan.
h. Menyediakan area komersial dan retail pada area yang
menghubungkan terminal penumpang dengan hotel dan area
perkantoran dengan tepi air.
101
3. Tata Massa dan Bentuk Bangunan
a. Selain bentuk-bentuk tradisional, tata banggunan pada kawasan
juga menyesuaikan dengan fungsi bangunan modern seperti:
terminal penumpang, hotel resor dan aquarium.
b. Tata bangunan yang direncanakan untuk menghindari bangunan
dengan kondisi semi permanen
c. Tata massa dan bangunan yang berorientasi ke dua arah yaitu
boulevard utama dan tepi air.
4. Sirkulasi Kendaraan dan Parkir
a. Menyediakan jalan baru untuk kebutuhan jalur sirkulasi truk
pengangkut petikemas dan olahan ikan.
b. Sistem sirkulasi kendaraan masih berorientasi pada boulevard
utama kawasan dan kedua persimpangan utama eksisting.
c. Sistem sirkulasi yang baru menghasilkan ukuran-ukuran blok yang
lebih nyaman untuk ditempuh dengan berjalan kaki.
d. Menyediakan jumlah parkir yang cukup dengan sistem basement.
e. Menyediakan sistem transportasi internal kawasan yang melayani
pengunjung dan pekerja pelabuhan.
5. Jalur Pejalan Kaki
a. Pada tepi pelabuhan Benoa berpotensi dikembangkan promenade
yang menerus yang dapat diakses oleh pengunjung dengan bebas.
b. Mengutamakan jalur pejalan kaki yang menerus dari pada sirkulasi
kendaraan.
c. Pada kawasan pelabuhan jalur pejalan kaki dapat lebih efisien dan
aman dengan mengusulkan jalur pejalan kaki ke arah tepi air yang
menembus blok.
d. Mengkhususkan area dermaga perikanan bagi pejalan kaki, kecuali
bagi kendaraan khusus pengangkut tangkapan ikan.
102
6. Ruang Terbuka
a. Mempertahankan ruang terbuka hijau pada area perikanan (di
sebelah barat daya pelabuhan) sebagai tempat rekreasi dan
sekaligus node bagi promenade.
b. Menjadikan ruang terbuka hijau sebagai sistem jaringan yang dapat
mengintegrasikan seluruh kawasan pelabuhan.
7. Aktivitas Pendukung
a. Mendukung aktivitas-aktivitas pendukung seperti PKL, cafe tenda,
water taxi oleh masyarakat lokal dan dikelola secara profesional
b. Memfasilitasi kegiatan memancing yang dapat menjadi atraksi
wisata bagi pengunjung.
c. Menyediakan aktivitas pendukung yang dapat beroperasi 24 jam.
103