bab ii tinjauan umum kewenangan kepolisian dalam

24
16 BAB II TINJAUAN UMUM KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENADAHAN HASIL PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Peranan, Tugas, dan Fungsi Kepolisian Republik Indonesia dalam Menanggulangi Kejahatan. 2.1.1 Pengertian Kepolisian. Kepolisian merupakan salah satu unsur penegak hukum yang berperan penting dalam berjalannya sistem peradilan pidana. Menurut Soebroto Brotodiredjo, istilah polisi berasal dari istilah Yunani Kuno politeia” yang berarti pemerintahan suatu polis atau kota. W.J.S. Poerwadarminta, memberikan arti pada kata polisi sebagai badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang atau pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan. Secara hukum positif, Kepolisian diatur oleh Undang-undnag No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002: “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

Upload: others

Post on 04-Apr-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

16

BAB II

TINJAUAN UMUM KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENADAHAN HASIL

PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

2.1 Peranan, Tugas, dan Fungsi Kepolisian Republik Indonesia dalam

Menanggulangi Kejahatan.

2.1.1 Pengertian Kepolisian.

Kepolisian merupakan salah satu unsur penegak hukum yang

berperan penting dalam berjalannya sistem peradilan pidana. Menurut

Soebroto Brotodiredjo, istilah polisi berasal dari istilah Yunani Kuno

“politeia” yang berarti pemerintahan suatu polis atau kota. W.J.S.

Poerwadarminta, memberikan arti pada kata polisi sebagai badan

pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban

umum seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang atau

pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan. Secara hukum

positif, Kepolisian diatur oleh Undang-undnag No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 5 ayat

(1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002: “Kepolisian Negara Republik

Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

17

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”.1

2.1.2 Tinjauan Penyidik Kepolisian

Penyidik merupakan pelaksana dan merupakan unsur yang penting

dalam proses penyidikan suatu perkara pidana. Penyidik menurut Pasal

1 angka 1 KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau

pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan. Menurut pasal tersebut

penyidik terbagi menjadi dua jenis yaitu penyidik yang merupakan

pejabat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus untuk

melakukan penyidikan yaitu pada tindak pidana tertentu seperti halnya

tindak pidana korupsi yang merugikan negara maka yang menjadi

penyidik dalam hal ini yaitu penyidik dari Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK).

Sebagaimana judul pada penulisan ini, penulis akan fokus kepada

penyidik yang merupakan perjabat dalam lingkungan kepolisian Negara

Republik Indonesia. Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan

yang terdiri dari pejabat yaitu pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi pejabat penyidik penuh dan

pejabat penyidik pembantu, serta pejabat pegawai negeri sipil tertentu

1 Kasman Tasaripa, Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak

Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Palu. Jurnal Ilmu

Hukum Legal Opinion. Vol. 1. Edisi 2. 2013. Hal. 3

18

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Keberhasilan

penyidikan suatu tindak pidana akan sangat memengaruhi berhasil

tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tahap

pemeriksaan sidang pengadilan nantinya.2

2.1.3 Tugas, Fungsi dan Wewenang Penyidik Kepolisian

Penyidik sebagi bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang

bergerak dalam bidang penyidikan tentu memiliki tugas, fungsi maupun

wewnang untuk memperjelas perannya. Wewenang penyidik

Kepolisian Republik Indonesia telah diatur dalam Pasal 7 KUHAP.

Dalam hal ini Penyidik mempunyai beberapa wewenang yang terdapat

di dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

2 M. Luthfi Kurniawan. Peran Kepolisian Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan

Ijazah Palsu. Bandar Lampung. Jurnal Hukum. Fakultas Hukum. Unila. 2018. Hal. 4.

19

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.3

Sebagai penyidik Kepolisian Republik Indonesia, penyidik juga

berhak untuk membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan yang

telah dijelaskan dalam Pasal 75 ayat (1) KUHAP mengenai pembuatan

berita acara tentang :

a. pemeriksaan tersangka;

b. penangkapan;

c. penahanan;

d. penggeledahan;

e. pemasukan rumah;

f. penyitaan benda;

g. pemeriksaan surat;

h. pemeriksaan saksi;

i. pemeriksaan di tempat kejadian;

j. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;

k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang ini. 4

2.2 Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepolisian dalam Penanggulangan

Tindak Pidana Penadahan

Tugas dan wewenang Kepolisian telah ditegaskan dalam Undang-

Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 bahwa :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disebut Kepolisian Negara ialah

3 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 4 Ibid.

20

alat penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam

negeri”. Dengan ketentuan tersebut, maka pihak kepolisian berkewajiban

untuk segera mengambil tindakan setiap terjadinya suatu gangguan yang

menyangkut seluruh masyarakat.

Tugas Polisi Republik Indonesia dalam menanggulangi tindak pidana

penadahan dijelaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Kepolisian Republik

Indonesia, bahwa :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Dalam menjalankan tugas kepolisian republik indonesia menurut pasal 14

yaitu:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-

undangan lainnya;

21

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Wewenang kepolisan republik indonesia dalam menangani tindak pidana

penadahan yaitu :

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;

22

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Tata cara pelaksanaan ketentuan diatas, pihak kepolisan Republik

Indonesia mempunya wewenang yang terdapat dalam Pasal 16, yaitu :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

23

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau

mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka

melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai

negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil

untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.5

2.3 Tinjauan Tentang Tindak Pidana.

Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam

kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa

peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak

5 Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002

24

pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan

jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari

dalam kehidupan masyarakat.6

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang

diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dengan

penjelasan seperti tersebut, maka untuk terjadinya perbuatan/tindak pidana

harus dipenuhi unsur :

a) Adanya perbuatan (manusia)

b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan

syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 (1) KUHP)

c) Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait

dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam

fungsinya yang negatif).7

2.4 Tinjauan Tindak Pidana Penadahan

2.4.1 Tindak Pidana Penadahan

Tindak pidana penadahan diatur didalam Bab XXX dari buku II

KUHP sebagai tindak pidana pemudahan. Menurut Prof. Satochid

Kartanegara, tindak pidana penadahan disebut tindak pidana

pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang

6 Syaiful Bahri, Tinjauan Yuridis Kriminologis Tindak Pidana Penadahan Jual Beli

Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian Dan Penanggulangannya (Studi Di Polres Kepanjen),

Malang, Fakultas Hukum UMM, 2016, hal. 11 7 Tongat, Op.cit. hal. 96-97

25

lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang memungkin saja tidak

akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima

hasil kejahatan.8

Dalam Pasal 480 KUHP tindak pidana penadahan diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling

banyak sembilan ratus rupiah:

1. Karena sebagai sekongkol, barang siapa membeli, menyewa,

menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik

keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan,

mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang

diketahui atau sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari

kejahatan penadahan;

2. Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang

diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari

kejahatan.9

2.4.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana Penadahan

Suatu tindak pidana tersebut dapat dikatakan sebagai tindak

pidana penadahan dapat dilihat dari unsur-unsur didalam kronologi

perbuatan tersebut. apakah perbuatan tersebut sudah memenuhi unsur

yang terdapat di dalam Pasal atau belum. Jika sudah terpenuhi, maka

8 P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta

Kekayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 362 9 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

26

tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana

penadahan. Unsur-unsur dari tindak pidana penadahan, yaitu :

1. Membeli

2. Menyewa

3. Menukar

4. Menerima gadai

5. Menerima hadiah.10

Tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480

angka 1 KUHP itu terdiri dari :

a. Unsur-unsur subjektif :

1. Yang ia ketahui atau waarvan hij weet,

2. Yang secara patut harus dapat ia duga atau waarvan hij

redelikkerijs moet vermoeden.

b. Unsur-unsur objektif :

1. Kopen atau membeli.

2. Huren atau menyewa.

3. Inruilen atau menukar.

4. In pand nemen atau menggadai.

5. Als geschenk aannemen atau menerima sebagai hadiah atau

sebagai pemberian.

6. Uit winstbejag atau didorong oleh maksud untuk memperoleh

keuntungan.

7. Verkopen atau menjual.

8. Verhuren atau menyewakan.

9. In pand geven atau menggadaikan.

10 R. Susilo. Kitab-Kitab Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi

Pasal. Bogor. Politeia. 1995. Hal. 315

27

10. Vervoeren atau mengangkut.

11. Bewaren atau menyimpang.

12. Verbegen atau menyembunyikan.11

2.4.3 Ciri-ciri tindak pidana penadahan :

Perbuatan “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan

kejahatan-kejahatan seperti pencurian, penggelapan, atau penipuan.

Justru karena adanya orang yang mau melakukan “penadahan” itulah,

orang seolah-olah dipermudah maksudnya untuk melakukan

pencurian, penggelapan, atau penipuan. Tindak pidana penadahan bisa

ditinjau dari berbagai pendekatan dari berbagai ilmu, antara lain ilmu

sosiologi atau pisikologi, dengan maksud untuk mengetahui sebab-

sebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Penadahan sebagai sebuah

bentuk kejahatan merupakan gejala sosial. 12

Mengenai kejahatan tersebut dapat dirumuskan di dalam

peraturan-peraturan pidana yang diatur dalam KUHP yang merupakan

tindak pidana penadahan, dengan pengertian yang sama yaitu,

membuat kebiasaan dengan sengaja membeli, menerima gadai,

menyimpan, atau menyembunyikan benda yang diperoleh karena

kejahatanya berisi tentang menjadikan kebiasaan membeli dan

menyimpan benda yang diperoleh dari kejahatan. Selain Pasal 480

11 Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit. Hal. 339-340. 12 Coby Mamahit. Aspek Hukum Pengaturan Tindak Pidana Penadahan Dan Upaya

Penanggulangannya di Indonesia. Manado. Jurnal Hukum. Vol. 23 No. 2. Fakultas Hukum.

Unsrat. 2017. Hal. 77.

28

KUHP tindak pidana penadahan juga diatur didalam Pasal 481 dan

482 KUHP.13

2.5 Tinjauan Peranan.

Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukanya,

dia menjalankan suatu peranan. Hak–hak dan kewajiban–kewajiban tadi

merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai

kedudukan. tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role

occupant).14

Peranan Kepolisian dalam penegakan hukum dapat di btentukan di

dalam PerundangUndangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban Polisi

yaitu Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesai peranan yang ideal sesuai pasal 13 yang berbunyi tugas

pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

1) Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat;

2) Menegakkan Hukum;

3) Memeberikan Perlindugan, pengayoman dan pelayan kepada

Masyarakat.

13 Coby Mamahit. Op.Cit. 14 Ivan Silaban. Peranan Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Pekanbaru

Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Di Kota Pekanbaru.

JOM Volume 2 Nomor 2. Fakultas Hukum. 2015. Hal.5.

29

Jadi, fungsi Kepolisian adalah satu fungsi pemerintahan negara di

bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.15

Jika ditinjau dari segi tugas, maka Polisi sebagai suatu institusi, dalam

rangka menengakkan hukum khususnya dalam hukum pidan di samping

melakukan pendekatan– pendekatan represif, pendekatan preventif juga di

jalankan hal itu bertujuan untuk menjaga ketertiban dan penegakan hukum.

Memaksimalkan usaha penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana

penadahan kendaraan bermotor. Terhadap pelaku tindak pidana penadahan

kendaraan bermotor yang telah tertangkap, pihak Polresta segera membuat

berita acara pemeriksaan (BAP) seseorang yang berdasarkan hasil penyidikan

adalah pelaku tindak pidana penadahan kendaraan bermotor, tindak

selanjutnya adalah melimpahkan perkara tersebut (menyerahkan pelaku dan

BAP nya) kepada pihak kejaksaan.16

2.6 Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor

Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor merupakan tindak pidana

yang dilakukan dengan cara mengambil kendaraan bermotor milik orang lain

dan dengan sengaja ingin memilikinya serta melakukan pengambilan tersebut

dengan cara melawan hukum. Di dalam KUHP tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor ini diatur dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi

15 Mukhlis, Peranan POLRI Menangani Demostrasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala

Daerah Secara Langsung di Indonesia, Artikel Pada Jurnal Konstitusi, BKK Fakultas Hukum

Universitas Riau, Kerja Sama dengan Mahkamah Konstitusi, Vol. III, No. 2 November 2010, hlm.

126 16 Ivan Silaban, Op.cit. hal. 5-6

30

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian

termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu

dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara

selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-”

Adapun unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP mengenai tindak pidana

pencurian sebagai berikut:

a. Perbuatan mengambil

b. Yang diambil harus suatu barang,

c. Barang itu harus, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,

d. Pengambilan itu harus dilakuakan dengan maksud untuk memiliki

barang itu dengan melawan hukum.17

2.7 Upaya Penanggulangan Tindak Pidana.

Penanggulangan mengenai tindak pidana harus segera di tindak lanjuti

lebih baik. Saat ini semakin maraknya suatu tindak kejahatan dapat

meresahkan masyarakat. Maka dalam dalam hal ini pihak Kepolisian harus

lebih memperketat penjagaan dan bertindak untuk menanggulangi suaatu

kejahatan pidana.

Dari itu semua dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan juga

harus menunjang tujuan (goal), kesejahteraan masyaraakat atau social welfare

(SW) dan perlindungan masyarakat atau social defence (SD). Akan tetapi,

juga terdapat aspek yang sangat penting di dalamnya adalah aspek

17 R. Susilo. Kitab-Kitab Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi

Pasal. Op.Cit. Hal. 249

31

kesejahteraan / perlindungan masyarakat yang bersifat Immateriil, terutama

nilai kepercayaan, kebenaran/kejujuran/keadilan.18

Pada dasarnya ada dua cara untuk penanggulangan kejahatan, yaitu

Tindakan preventif dan tindakan represif.

1. Tindakan Preventif

Tindakan ini disebut dengan tindakan pencegahan, yang meliputi

usaha-usaha pencegahan yang dilakukan secara sendiri-sendiri, atau secara

bersama-sama antara aparat penegak hukum. Tindakan preventif meliputi

segala usaha untuk mencegah terjadinya setiap bentuk gangguan

keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, baik yang berupa tindak

pidana maupun bukan. Menurut W.A.Bonger, cara terpenting untuk

menanggulangi tindak pidana, adalah:

a. Prevensi kejahatan dalam arti luas (reformasi kejahatan dan reformasi

dalam arti sempit).

b. Prevensi kejahatan dalam arti sempit meliputi; Moralistik,

menyebarluaskan dikalangan masyarakat, sarana-sarana untuk

memperteguh moral, dan mental seseorang agar tehindar dari nafsu

ingin berbuat jahat. Sarana tersebut adalah ajaran agama, etika, budi

pekerti, norma sosial dan lain-lain.

c. Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kejahatan.

d. Mencegah kejahatan dengan patroli dan pengawasan dengan teratur.19

18 Barda Nawawi, Arief, Beberapa Aspek Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Cet

ke-2 Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007. Hal. 78 19 Dewi Astini, Bunaiya, Tindak Pidana Pembajakan terhadap Kapal Nelayan yang Terjadi

di Laut Teritorial. Aceh. Jurnal Hukum. Vol. 6 No. 1. Fakultas Hukum. Universitas Abulyatama.

2018. Hal. 99-100.

32

2. Tindakan Represif

Tindakan represif adalah suatu tindakan yang dilakukan setelah ada

atau terjadinya suatu tindak pidana. Menurut Sanusi, Represif adalah suatu

usaha untuk mengurangi atau menekan jumlah kejahatan dan berusaha

melakukan atau membuat sesuatu dengan memperbaiki si pelaku yang

telah berbuat suatu kejahatan. Tindakan represif juga merupakan tindakan

yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindak

pidana, sebagai pemberantasan kejahatan atau tindak pidana, dan

dilakukan melalui proses pengadilan yang telah ditentukan, yaitu:

1. Terhadap penyidik polri.

2. Terhadap penuntutan dilakukan oleh jaksa sebagai penuntut umum.

3. Tahap pemeriksaaan didepan sidang pengadilan oleh hakim.

4. Tahap pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa dan lembaga

pemasyarakatan dengan diawasi oleh ketua Pengadilan yang

bersangkutan. Untuk mengefektifkan usaha-usaha penanggulangan ini

baik tindakan preventif maupun represif, maka perlu diakakan

koordinasi secara nasional.20

Dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah

dijelaskan sebagai berikut mengenai tugas dan wewenang Kepolisian dalam

menangkap suatu tindakan yang melanggar hukum :

(1). Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 dan 14 bidang proses pidana Kepolisian Negara Republik

Indonesia berwenang untuk :

20 Dewi Astini, Bunaiya, Op.Cit. Hal. 100

33

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak

atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka

melakukan tindak pidana;

34

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai

negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri

sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2). Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l

adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika

memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan

tersebut dilakukan;

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. Menghormati hak asasi manusia.21

2.8 Tinjauan Umum Tentang Kriminologi.

Kriminologi terdiri dari dua suku kata yaitu “Crime” yang berarti

kejahatan dan “-logos” yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan.

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari

berbagai aspek. Nama kriminologi ditemukan oleh P. Topinard (A.S. Alam,

2010:1) seorang ahli antropologi Prancis.

21 Lihat Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia

35

Kriminologi sebagai disiplin ilmu adalah suatu kesatuan pengetahuan

ilmiah mengenai kejahatan sebagai gejala sosial dengan tujuan untuk

memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai masalah kejahatan,

dengan menggunakan metode-metode ilmiah dalam mempelajari dan

menganalisa pola-pola dan faktor-faktor kausalitas yang berhubungan dengan

kejahatan dan penjahat, serta sanksi sosial terhadap keduanya. Kriminologi

pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan, untuk

memahami sebab musabab terjadinya kejahatan, serta mempelajari tentang

pelakunya, yaitu orang yang melakukan kejahatan, atau sering disebut

penjahat. Dan juga untuk mengetahui reaksi masyarakat terhadap kejahatan

dan pelaku. Hal ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan

masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala-gejala yang timbul di

masyarakat yang dipandang sebagai perbuatan yang merugikan atau

membahayakan masyarakat luas.

Menurut Romli Atmasasmita, membagi teori-teori penyebab kejahatan ke

dalam 5 bagian, yaitu22 ;

1. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association)

Teori asosiasi diferensial dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli

sosiologi Amerika, E.H.Sutherland, pada tahun 1934 dalam bukunya

Principle Of Criminology. Sutherland menemukan istilah differential

association untuk menjelaskan proses belajar tingkah laku criminal

melalui interaksi soial itu. Menurutnya, mungkin saja melakukan kontrak

(hubungan) dengan “definition favorable to violation of law” atau dengan

”definition unfarotble to violation of law”. Rasio dan defenisi atau

pandangan tentang kejahatan ini apakah pengaruh-pengaruh kriminal atau

non-kriminal lebih kuat dalam kehidupan seseorang menentukan ia

menganut tindak kejahatan sebagai satu jalan hidup yang diterima.

22 Romli Atmasasmita. Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana

Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. 1997. Hal. 34.

36

2. Teori Anomi

Menurut Marton, di dalam suatu masyarakat yang berorientasi kelas

kesempatan untuk menjadi yang teratas tidak perlu dibagikan secara

merata, sangat sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Teori anomi dari

Marton menekankan pentingnya dua unsur, yaitu:

a. Cultural as piration atau culture goals yang diyakini berharga untuk

diperjuangkan, dan

b. Institutionalized means atau accepted ways untuk mencapai tujuan itu.

Jika suatu masyarakat stabil, dua unsur ini akan terintegrasi, dengan

kata lain sarana harus ada bagi setiap individu guna mencapai tujuan-

tujuan yang berharga bagi mereka. Berdasarkan perspektif di atas,

struktur sosial merupakan akar dari masalah kejahatan (karena itu

kadang-kadang pendekatan ini disebut a structural explanation). Selain

teori ini berasumsi bahwa orang itu taat hukum, tetapi di bawah tekanan

besar mereka akan melakukan kejahatan, disparitas antara tujuan dan

sarana inilah yang memberikan tekanan tadi.

3. Teori Kontrol Sosial

Teori control atau control theory merujuk kepada setiap perspektif

yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Sementara

itu, pengertian teori kontrol sosial merujuk kepada pembahasan

delikuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang

bersifat sosiologis : antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan

kelompok dominan. Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial ini

berbeda dengan teori kontrol lainnya.

4. Teori Labeling

Teori ini memiliki perbedaan orientasi tentang kejahatan dengan

teori-teori yang lain melakukan pendekatan dari sudut statistik, patologis

atau pandangan yang bersifat relatif; Backer beranggapan bahwa

pendekatan-pendekatan dimaksud tidak adil dan kurang realistis. Teori

Labeling dari Edwin Lemert mengelaborasi pendapat Tannenbaum

dengan memformalisasi asumsi-asumsi dasar dari Labeling Theory.

Lamert membedakan dua jenis tindakan menyimpang: penyimpangan

primer (primer deviations) dan penyimpangan sekunder (secondary

deviations).

5. Teori Paradigma Studi Kejahatan

Simeca dan Lee dikutip dari Robert F. Meier 1977 mengenai tiga

perspektif tentang hubungan antara hukum dan organisasi

kemasyarakatan di satu pihak dan tiga paradigma tentang studi kejahatan.

Perspektif dimaksud adalah consensus, pluralist, dan perspective conflict.

Prinsip-prinsip yang dianut oleh perspektif consensus ini memiliki

dampak terhadap paradigma positif dari studi kejahatan. Sebagai suatu

paradigma studi kejahatan, positif menekankan pada determinisme

dimana tingkah laku seseorang adalah disebabkan oleh hasil hubungan

erat sebab-akibat antara individu yang bersangkutan dengan

lingkungannya. Bahwa tiap orang yang memiliki pengalaman yang sama

37

cenderung untuk bertingkah laku sama sehingga sejak dini kita dapat

memprediksi tingkah laku manusia.23

2.9 Tinjauan Umum Tentang Efektifitas Hukum.

Kata efektivitas sendiri berasal dari kata efektiv, yang berarti terjadi efek

atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang

efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak

dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu. Efektivitas itu sendiri adalah

keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.24 Ketika kita ingin

mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama

harus dapat mengukur, sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak

ditaati.

Achmad Ali25 berpendapat bahwa umumnya, faktor yang banyak

memengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan, adalah profesional dan

optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak

hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri

mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan. Yang jelas bahwa

seseorang menaati ketentuan perundang-undangan adalah karena

terpenuhinya suatu kepentingan (interest) oleh perundang-undangan tersebut.

23 Romli Atmasasmita, Op.Cit 24 Ibid. 25Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence) Volume 1 Pemahaman

Awal . Jakarta:

38

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam

penegakan hukum pada lima hal yakni :26

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam

praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum

sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak

sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara

penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak

tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum

setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah

semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.27

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas

penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,

tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada

kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan

hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan

dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya

dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap

atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan

lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum.

Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum

tersebut.28

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak

dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak

hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan

kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu,

sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam

penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan

mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan

peranan yang aktual.

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat

26 Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT.

Raja Grafindo. 2007. Hal. 5. 27 Ibid. Hal. 8. 28 Ibid. Hal. 21.

39

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari

hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi

yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan

apa yang dianggap buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan

Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku.

Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan), yang

dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai

kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan

tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari

hukum adat, agar hukum perundangundangan tersebut dapat berlaku

secara aktif. 29

29 Ibid.