bab ii tinjauan umum kewenangan kepolisian dalam
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJAUAN UMUM KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENADAHAN HASIL
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
2.1 Peranan, Tugas, dan Fungsi Kepolisian Republik Indonesia dalam
Menanggulangi Kejahatan.
2.1.1 Pengertian Kepolisian.
Kepolisian merupakan salah satu unsur penegak hukum yang
berperan penting dalam berjalannya sistem peradilan pidana. Menurut
Soebroto Brotodiredjo, istilah polisi berasal dari istilah Yunani Kuno
“politeia” yang berarti pemerintahan suatu polis atau kota. W.J.S.
Poerwadarminta, memberikan arti pada kata polisi sebagai badan
pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban
umum seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang atau
pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan. Secara hukum
positif, Kepolisian diatur oleh Undang-undnag No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002: “Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
17
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”.1
2.1.2 Tinjauan Penyidik Kepolisian
Penyidik merupakan pelaksana dan merupakan unsur yang penting
dalam proses penyidikan suatu perkara pidana. Penyidik menurut Pasal
1 angka 1 KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan. Menurut pasal tersebut
penyidik terbagi menjadi dua jenis yaitu penyidik yang merupakan
pejabat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus untuk
melakukan penyidikan yaitu pada tindak pidana tertentu seperti halnya
tindak pidana korupsi yang merugikan negara maka yang menjadi
penyidik dalam hal ini yaitu penyidik dari Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Sebagaimana judul pada penulisan ini, penulis akan fokus kepada
penyidik yang merupakan perjabat dalam lingkungan kepolisian Negara
Republik Indonesia. Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan
yang terdiri dari pejabat yaitu pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi pejabat penyidik penuh dan
pejabat penyidik pembantu, serta pejabat pegawai negeri sipil tertentu
1 Kasman Tasaripa, Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak
Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Palu. Jurnal Ilmu
Hukum Legal Opinion. Vol. 1. Edisi 2. 2013. Hal. 3
18
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Keberhasilan
penyidikan suatu tindak pidana akan sangat memengaruhi berhasil
tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tahap
pemeriksaan sidang pengadilan nantinya.2
2.1.3 Tugas, Fungsi dan Wewenang Penyidik Kepolisian
Penyidik sebagi bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang
bergerak dalam bidang penyidikan tentu memiliki tugas, fungsi maupun
wewnang untuk memperjelas perannya. Wewenang penyidik
Kepolisian Republik Indonesia telah diatur dalam Pasal 7 KUHAP.
Dalam hal ini Penyidik mempunyai beberapa wewenang yang terdapat
di dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
2 M. Luthfi Kurniawan. Peran Kepolisian Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan
Ijazah Palsu. Bandar Lampung. Jurnal Hukum. Fakultas Hukum. Unila. 2018. Hal. 4.
19
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.3
Sebagai penyidik Kepolisian Republik Indonesia, penyidik juga
berhak untuk membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan yang
telah dijelaskan dalam Pasal 75 ayat (1) KUHAP mengenai pembuatan
berita acara tentang :
a. pemeriksaan tersangka;
b. penangkapan;
c. penahanan;
d. penggeledahan;
e. pemasukan rumah;
f. penyitaan benda;
g. pemeriksaan surat;
h. pemeriksaan saksi;
i. pemeriksaan di tempat kejadian;
j. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini. 4
2.2 Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepolisian dalam Penanggulangan
Tindak Pidana Penadahan
Tugas dan wewenang Kepolisian telah ditegaskan dalam Undang-
Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 bahwa :
“Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disebut Kepolisian Negara ialah
3 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 4 Ibid.
20
alat penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam
negeri”. Dengan ketentuan tersebut, maka pihak kepolisian berkewajiban
untuk segera mengambil tindakan setiap terjadinya suatu gangguan yang
menyangkut seluruh masyarakat.
Tugas Polisi Republik Indonesia dalam menanggulangi tindak pidana
penadahan dijelaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Kepolisian Republik
Indonesia, bahwa :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam menjalankan tugas kepolisian republik indonesia menurut pasal 14
yaitu:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya;
21
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Wewenang kepolisan republik indonesia dalam menangani tindak pidana
penadahan yaitu :
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
22
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan
dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Tata cara pelaksanaan ketentuan diatas, pihak kepolisan Republik
Indonesia mempunya wewenang yang terdapat dalam Pasal 16, yaitu :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
23
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.5
2.3 Tinjauan Tentang Tindak Pidana.
Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam
kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik.
Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa
peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak
5 Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002
24
pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan
jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari
dalam kehidupan masyarakat.6
Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang
diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dengan
penjelasan seperti tersebut, maka untuk terjadinya perbuatan/tindak pidana
harus dipenuhi unsur :
a) Adanya perbuatan (manusia)
b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan
syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 (1) KUHP)
c) Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait
dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam
fungsinya yang negatif).7
2.4 Tinjauan Tindak Pidana Penadahan
2.4.1 Tindak Pidana Penadahan
Tindak pidana penadahan diatur didalam Bab XXX dari buku II
KUHP sebagai tindak pidana pemudahan. Menurut Prof. Satochid
Kartanegara, tindak pidana penadahan disebut tindak pidana
pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang
6 Syaiful Bahri, Tinjauan Yuridis Kriminologis Tindak Pidana Penadahan Jual Beli
Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian Dan Penanggulangannya (Studi Di Polres Kepanjen),
Malang, Fakultas Hukum UMM, 2016, hal. 11 7 Tongat, Op.cit. hal. 96-97
25
lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang memungkin saja tidak
akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima
hasil kejahatan.8
Dalam Pasal 480 KUHP tindak pidana penadahan diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah:
1. Karena sebagai sekongkol, barang siapa membeli, menyewa,
menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik
keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan,
mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang
diketahui atau sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari
kejahatan penadahan;
2. Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari
kejahatan.9
2.4.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana Penadahan
Suatu tindak pidana tersebut dapat dikatakan sebagai tindak
pidana penadahan dapat dilihat dari unsur-unsur didalam kronologi
perbuatan tersebut. apakah perbuatan tersebut sudah memenuhi unsur
yang terdapat di dalam Pasal atau belum. Jika sudah terpenuhi, maka
8 P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 362 9 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
26
tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana
penadahan. Unsur-unsur dari tindak pidana penadahan, yaitu :
1. Membeli
2. Menyewa
3. Menukar
4. Menerima gadai
5. Menerima hadiah.10
Tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480
angka 1 KUHP itu terdiri dari :
a. Unsur-unsur subjektif :
1. Yang ia ketahui atau waarvan hij weet,
2. Yang secara patut harus dapat ia duga atau waarvan hij
redelikkerijs moet vermoeden.
b. Unsur-unsur objektif :
1. Kopen atau membeli.
2. Huren atau menyewa.
3. Inruilen atau menukar.
4. In pand nemen atau menggadai.
5. Als geschenk aannemen atau menerima sebagai hadiah atau
sebagai pemberian.
6. Uit winstbejag atau didorong oleh maksud untuk memperoleh
keuntungan.
7. Verkopen atau menjual.
8. Verhuren atau menyewakan.
9. In pand geven atau menggadaikan.
10 R. Susilo. Kitab-Kitab Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal. Bogor. Politeia. 1995. Hal. 315
27
10. Vervoeren atau mengangkut.
11. Bewaren atau menyimpang.
12. Verbegen atau menyembunyikan.11
2.4.3 Ciri-ciri tindak pidana penadahan :
Perbuatan “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan
kejahatan-kejahatan seperti pencurian, penggelapan, atau penipuan.
Justru karena adanya orang yang mau melakukan “penadahan” itulah,
orang seolah-olah dipermudah maksudnya untuk melakukan
pencurian, penggelapan, atau penipuan. Tindak pidana penadahan bisa
ditinjau dari berbagai pendekatan dari berbagai ilmu, antara lain ilmu
sosiologi atau pisikologi, dengan maksud untuk mengetahui sebab-
sebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Penadahan sebagai sebuah
bentuk kejahatan merupakan gejala sosial. 12
Mengenai kejahatan tersebut dapat dirumuskan di dalam
peraturan-peraturan pidana yang diatur dalam KUHP yang merupakan
tindak pidana penadahan, dengan pengertian yang sama yaitu,
membuat kebiasaan dengan sengaja membeli, menerima gadai,
menyimpan, atau menyembunyikan benda yang diperoleh karena
kejahatanya berisi tentang menjadikan kebiasaan membeli dan
menyimpan benda yang diperoleh dari kejahatan. Selain Pasal 480
11 Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit. Hal. 339-340. 12 Coby Mamahit. Aspek Hukum Pengaturan Tindak Pidana Penadahan Dan Upaya
Penanggulangannya di Indonesia. Manado. Jurnal Hukum. Vol. 23 No. 2. Fakultas Hukum.
Unsrat. 2017. Hal. 77.
28
KUHP tindak pidana penadahan juga diatur didalam Pasal 481 dan
482 KUHP.13
2.5 Tinjauan Peranan.
Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukanya,
dia menjalankan suatu peranan. Hak–hak dan kewajiban–kewajiban tadi
merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai
kedudukan. tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role
occupant).14
Peranan Kepolisian dalam penegakan hukum dapat di btentukan di
dalam PerundangUndangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban Polisi
yaitu Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesai peranan yang ideal sesuai pasal 13 yang berbunyi tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1) Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat;
2) Menegakkan Hukum;
3) Memeberikan Perlindugan, pengayoman dan pelayan kepada
Masyarakat.
13 Coby Mamahit. Op.Cit. 14 Ivan Silaban. Peranan Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Pekanbaru
Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Di Kota Pekanbaru.
JOM Volume 2 Nomor 2. Fakultas Hukum. 2015. Hal.5.
29
Jadi, fungsi Kepolisian adalah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.15
Jika ditinjau dari segi tugas, maka Polisi sebagai suatu institusi, dalam
rangka menengakkan hukum khususnya dalam hukum pidan di samping
melakukan pendekatan– pendekatan represif, pendekatan preventif juga di
jalankan hal itu bertujuan untuk menjaga ketertiban dan penegakan hukum.
Memaksimalkan usaha penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana
penadahan kendaraan bermotor. Terhadap pelaku tindak pidana penadahan
kendaraan bermotor yang telah tertangkap, pihak Polresta segera membuat
berita acara pemeriksaan (BAP) seseorang yang berdasarkan hasil penyidikan
adalah pelaku tindak pidana penadahan kendaraan bermotor, tindak
selanjutnya adalah melimpahkan perkara tersebut (menyerahkan pelaku dan
BAP nya) kepada pihak kejaksaan.16
2.6 Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor
Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor merupakan tindak pidana
yang dilakukan dengan cara mengambil kendaraan bermotor milik orang lain
dan dengan sengaja ingin memilikinya serta melakukan pengambilan tersebut
dengan cara melawan hukum. Di dalam KUHP tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor ini diatur dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi
15 Mukhlis, Peranan POLRI Menangani Demostrasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung di Indonesia, Artikel Pada Jurnal Konstitusi, BKK Fakultas Hukum
Universitas Riau, Kerja Sama dengan Mahkamah Konstitusi, Vol. III, No. 2 November 2010, hlm.
126 16 Ivan Silaban, Op.cit. hal. 5-6
30
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu
dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-”
Adapun unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP mengenai tindak pidana
pencurian sebagai berikut:
a. Perbuatan mengambil
b. Yang diambil harus suatu barang,
c. Barang itu harus, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
d. Pengambilan itu harus dilakuakan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum.17
2.7 Upaya Penanggulangan Tindak Pidana.
Penanggulangan mengenai tindak pidana harus segera di tindak lanjuti
lebih baik. Saat ini semakin maraknya suatu tindak kejahatan dapat
meresahkan masyarakat. Maka dalam dalam hal ini pihak Kepolisian harus
lebih memperketat penjagaan dan bertindak untuk menanggulangi suaatu
kejahatan pidana.
Dari itu semua dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan juga
harus menunjang tujuan (goal), kesejahteraan masyaraakat atau social welfare
(SW) dan perlindungan masyarakat atau social defence (SD). Akan tetapi,
juga terdapat aspek yang sangat penting di dalamnya adalah aspek
17 R. Susilo. Kitab-Kitab Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal. Op.Cit. Hal. 249
31
kesejahteraan / perlindungan masyarakat yang bersifat Immateriil, terutama
nilai kepercayaan, kebenaran/kejujuran/keadilan.18
Pada dasarnya ada dua cara untuk penanggulangan kejahatan, yaitu
Tindakan preventif dan tindakan represif.
1. Tindakan Preventif
Tindakan ini disebut dengan tindakan pencegahan, yang meliputi
usaha-usaha pencegahan yang dilakukan secara sendiri-sendiri, atau secara
bersama-sama antara aparat penegak hukum. Tindakan preventif meliputi
segala usaha untuk mencegah terjadinya setiap bentuk gangguan
keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, baik yang berupa tindak
pidana maupun bukan. Menurut W.A.Bonger, cara terpenting untuk
menanggulangi tindak pidana, adalah:
a. Prevensi kejahatan dalam arti luas (reformasi kejahatan dan reformasi
dalam arti sempit).
b. Prevensi kejahatan dalam arti sempit meliputi; Moralistik,
menyebarluaskan dikalangan masyarakat, sarana-sarana untuk
memperteguh moral, dan mental seseorang agar tehindar dari nafsu
ingin berbuat jahat. Sarana tersebut adalah ajaran agama, etika, budi
pekerti, norma sosial dan lain-lain.
c. Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kejahatan.
d. Mencegah kejahatan dengan patroli dan pengawasan dengan teratur.19
18 Barda Nawawi, Arief, Beberapa Aspek Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Cet
ke-2 Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007. Hal. 78 19 Dewi Astini, Bunaiya, Tindak Pidana Pembajakan terhadap Kapal Nelayan yang Terjadi
di Laut Teritorial. Aceh. Jurnal Hukum. Vol. 6 No. 1. Fakultas Hukum. Universitas Abulyatama.
2018. Hal. 99-100.
32
2. Tindakan Represif
Tindakan represif adalah suatu tindakan yang dilakukan setelah ada
atau terjadinya suatu tindak pidana. Menurut Sanusi, Represif adalah suatu
usaha untuk mengurangi atau menekan jumlah kejahatan dan berusaha
melakukan atau membuat sesuatu dengan memperbaiki si pelaku yang
telah berbuat suatu kejahatan. Tindakan represif juga merupakan tindakan
yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindak
pidana, sebagai pemberantasan kejahatan atau tindak pidana, dan
dilakukan melalui proses pengadilan yang telah ditentukan, yaitu:
1. Terhadap penyidik polri.
2. Terhadap penuntutan dilakukan oleh jaksa sebagai penuntut umum.
3. Tahap pemeriksaaan didepan sidang pengadilan oleh hakim.
4. Tahap pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa dan lembaga
pemasyarakatan dengan diawasi oleh ketua Pengadilan yang
bersangkutan. Untuk mengefektifkan usaha-usaha penanggulangan ini
baik tindakan preventif maupun represif, maka perlu diakakan
koordinasi secara nasional.20
Dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
dijelaskan sebagai berikut mengenai tugas dan wewenang Kepolisian dalam
menangkap suatu tindakan yang melanggar hukum :
(1). Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan 14 bidang proses pidana Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang untuk :
20 Dewi Astini, Bunaiya, Op.Cit. Hal. 100
33
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak
atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
34
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri
sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2). Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l
adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. Menghormati hak asasi manusia.21
2.8 Tinjauan Umum Tentang Kriminologi.
Kriminologi terdiri dari dua suku kata yaitu “Crime” yang berarti
kejahatan dan “-logos” yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari
berbagai aspek. Nama kriminologi ditemukan oleh P. Topinard (A.S. Alam,
2010:1) seorang ahli antropologi Prancis.
21 Lihat Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia
35
Kriminologi sebagai disiplin ilmu adalah suatu kesatuan pengetahuan
ilmiah mengenai kejahatan sebagai gejala sosial dengan tujuan untuk
memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai masalah kejahatan,
dengan menggunakan metode-metode ilmiah dalam mempelajari dan
menganalisa pola-pola dan faktor-faktor kausalitas yang berhubungan dengan
kejahatan dan penjahat, serta sanksi sosial terhadap keduanya. Kriminologi
pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan, untuk
memahami sebab musabab terjadinya kejahatan, serta mempelajari tentang
pelakunya, yaitu orang yang melakukan kejahatan, atau sering disebut
penjahat. Dan juga untuk mengetahui reaksi masyarakat terhadap kejahatan
dan pelaku. Hal ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan
masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala-gejala yang timbul di
masyarakat yang dipandang sebagai perbuatan yang merugikan atau
membahayakan masyarakat luas.
Menurut Romli Atmasasmita, membagi teori-teori penyebab kejahatan ke
dalam 5 bagian, yaitu22 ;
1. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association)
Teori asosiasi diferensial dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli
sosiologi Amerika, E.H.Sutherland, pada tahun 1934 dalam bukunya
Principle Of Criminology. Sutherland menemukan istilah differential
association untuk menjelaskan proses belajar tingkah laku criminal
melalui interaksi soial itu. Menurutnya, mungkin saja melakukan kontrak
(hubungan) dengan “definition favorable to violation of law” atau dengan
”definition unfarotble to violation of law”. Rasio dan defenisi atau
pandangan tentang kejahatan ini apakah pengaruh-pengaruh kriminal atau
non-kriminal lebih kuat dalam kehidupan seseorang menentukan ia
menganut tindak kejahatan sebagai satu jalan hidup yang diterima.
22 Romli Atmasasmita. Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. 1997. Hal. 34.
36
2. Teori Anomi
Menurut Marton, di dalam suatu masyarakat yang berorientasi kelas
kesempatan untuk menjadi yang teratas tidak perlu dibagikan secara
merata, sangat sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Teori anomi dari
Marton menekankan pentingnya dua unsur, yaitu:
a. Cultural as piration atau culture goals yang diyakini berharga untuk
diperjuangkan, dan
b. Institutionalized means atau accepted ways untuk mencapai tujuan itu.
Jika suatu masyarakat stabil, dua unsur ini akan terintegrasi, dengan
kata lain sarana harus ada bagi setiap individu guna mencapai tujuan-
tujuan yang berharga bagi mereka. Berdasarkan perspektif di atas,
struktur sosial merupakan akar dari masalah kejahatan (karena itu
kadang-kadang pendekatan ini disebut a structural explanation). Selain
teori ini berasumsi bahwa orang itu taat hukum, tetapi di bawah tekanan
besar mereka akan melakukan kejahatan, disparitas antara tujuan dan
sarana inilah yang memberikan tekanan tadi.
3. Teori Kontrol Sosial
Teori control atau control theory merujuk kepada setiap perspektif
yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Sementara
itu, pengertian teori kontrol sosial merujuk kepada pembahasan
delikuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang
bersifat sosiologis : antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan
kelompok dominan. Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial ini
berbeda dengan teori kontrol lainnya.
4. Teori Labeling
Teori ini memiliki perbedaan orientasi tentang kejahatan dengan
teori-teori yang lain melakukan pendekatan dari sudut statistik, patologis
atau pandangan yang bersifat relatif; Backer beranggapan bahwa
pendekatan-pendekatan dimaksud tidak adil dan kurang realistis. Teori
Labeling dari Edwin Lemert mengelaborasi pendapat Tannenbaum
dengan memformalisasi asumsi-asumsi dasar dari Labeling Theory.
Lamert membedakan dua jenis tindakan menyimpang: penyimpangan
primer (primer deviations) dan penyimpangan sekunder (secondary
deviations).
5. Teori Paradigma Studi Kejahatan
Simeca dan Lee dikutip dari Robert F. Meier 1977 mengenai tiga
perspektif tentang hubungan antara hukum dan organisasi
kemasyarakatan di satu pihak dan tiga paradigma tentang studi kejahatan.
Perspektif dimaksud adalah consensus, pluralist, dan perspective conflict.
Prinsip-prinsip yang dianut oleh perspektif consensus ini memiliki
dampak terhadap paradigma positif dari studi kejahatan. Sebagai suatu
paradigma studi kejahatan, positif menekankan pada determinisme
dimana tingkah laku seseorang adalah disebabkan oleh hasil hubungan
erat sebab-akibat antara individu yang bersangkutan dengan
lingkungannya. Bahwa tiap orang yang memiliki pengalaman yang sama
37
cenderung untuk bertingkah laku sama sehingga sejak dini kita dapat
memprediksi tingkah laku manusia.23
2.9 Tinjauan Umum Tentang Efektifitas Hukum.
Kata efektivitas sendiri berasal dari kata efektiv, yang berarti terjadi efek
atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang
efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak
dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu. Efektivitas itu sendiri adalah
keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.24 Ketika kita ingin
mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama
harus dapat mengukur, sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak
ditaati.
Achmad Ali25 berpendapat bahwa umumnya, faktor yang banyak
memengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan, adalah profesional dan
optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak
hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri
mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan. Yang jelas bahwa
seseorang menaati ketentuan perundang-undangan adalah karena
terpenuhinya suatu kepentingan (interest) oleh perundang-undangan tersebut.
23 Romli Atmasasmita, Op.Cit 24 Ibid. 25Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence) Volume 1 Pemahaman
Awal . Jakarta:
38
Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam
penegakan hukum pada lima hal yakni :26
1. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam
praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum
sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak
sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara
penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak
tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum
setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah
semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.27
2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,
tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada
kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan
hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan
dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya
dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap
atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan
lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum.
Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum
tersebut.28
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak
dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak
hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan
kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu,
sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan
mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan
peranan yang aktual.
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau
kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan
yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang
tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat
26 Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT.
Raja Grafindo. 2007. Hal. 5. 27 Ibid. Hal. 8. 28 Ibid. Hal. 21.
39
terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum
yang bersangkutan.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi
yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan
apa yang dianggap buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan
Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku.
Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan), yang
dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai
kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan
tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari
hukum adat, agar hukum perundangundangan tersebut dapat berlaku
secara aktif. 29
29 Ibid.