bab ii tinjauan pustaka dan landasan teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/1542/2/bab ii.pdf ·...

12
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Max R. Kumaseh, Luther Latumakulita dan Nelson Nainggolan dengan judul Segmentasi Citra Digital Ikan Menggunakan Metode Thresholding”, FMIPA Universitas Sam Ratulangi, (2013), untuk mengenali jenis-jenis ikan berdasarkan cirinya dengan memisahkan obyek mata ikan menggunakan metode thresholding. Proses dimulai dengan menginput citra digital selanjutnya dikonversi ke citra grayscale kemudian dilakukan proses segmentasi terhadap citra grayscale. Selanjutnya dipilih hasil segmentasi dan ditandai dengan proses deteksi tepi yang dipertajam dengan proses dilasi. Proses terakhir adalah membuat plot contour terhadap proses dilasi dan citra. Penelitian yang dilakukan oleh Tria Adhi Wijaya, Yudi Prayudi dengan judul “Implementasi Visi Komputer dan Segmentasi Citra Untuk Klasifikasi Bobot Telur Ayam Ras”, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, (2010), untuk melakukan klasifikasi ukuran fisik telur ayam ras berdasarkan bobotnya. Citra diambil menggunakan web camera selanjutnya segmentasi citra berdasarkan keserupaan intensitas warna RGB. Analisis regresi digunakan untuk mempelajari dan mengukur hubungan yang terjadi antara jumlah piksel obyek dengan bobot. Keluaran segmentasi citra berupa jumlah piksel yang menunjukkan luas obyek yang akan menjadi masukan bagi persamaan regresi untuk menentukan bobot (gram). Penelitian yang dilakukan oleh Anton Yudhana dengan judul “Analisis Perbandingan Transformasi Wavelet pada Pengenalan Citra”, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya, (2010), untuk mengetahui tingkat keberhasilan sistem identifikasi citra menggunakan transformasi wavelet, mengetahui pengaruh transformasi dengan berbagai metode wavelet citra terhadap unjuk kerja sistem

Upload: vongoc

Post on 09-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian yang sudah

dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan

pengetahuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Max R. Kumaseh, Luther Latumakulita

dan Nelson Nainggolan dengan judul “Segmentasi Citra Digital Ikan

Menggunakan Metode Thresholding”, FMIPA Universitas Sam Ratulangi, (2013),

untuk mengenali jenis-jenis ikan berdasarkan cirinya dengan memisahkan obyek

mata ikan menggunakan metode thresholding. Proses dimulai dengan menginput

citra digital selanjutnya dikonversi ke citra grayscale kemudian dilakukan proses

segmentasi terhadap citra grayscale. Selanjutnya dipilih hasil segmentasi dan

ditandai dengan proses deteksi tepi yang dipertajam dengan proses dilasi. Proses

terakhir adalah membuat plot contour terhadap proses dilasi dan citra.

Penelitian yang dilakukan oleh Tria Adhi Wijaya, Yudi Prayudi dengan

judul “Implementasi Visi Komputer dan Segmentasi Citra Untuk Klasifikasi

Bobot Telur Ayam Ras”, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia,

(2010), untuk melakukan klasifikasi ukuran fisik telur ayam ras berdasarkan

bobotnya. Citra diambil menggunakan web camera selanjutnya segmentasi citra

berdasarkan keserupaan intensitas warna RGB. Analisis regresi digunakan untuk

mempelajari dan mengukur hubungan yang terjadi antara jumlah piksel obyek

dengan bobot. Keluaran segmentasi citra berupa jumlah piksel yang menunjukkan

luas obyek yang akan menjadi masukan bagi persamaan regresi untuk menentukan

bobot (gram).

Penelitian yang dilakukan oleh Anton Yudhana dengan judul “Analisis

Perbandingan Transformasi Wavelet pada Pengenalan Citra”, Fakultas Ilmu

Komputer Universitas Sriwijaya, (2010), untuk mengetahui tingkat keberhasilan

sistem identifikasi citra menggunakan transformasi wavelet, mengetahui pengaruh

transformasi dengan berbagai metode wavelet citra terhadap unjuk kerja sistem

4

identifikasi citra. Citra untuk pengujian diambil di lapangan menggunakan kamera

digital. Pada pengujian awal proses transformasi citra masukan menggunakan

wavelet Haar hingga level-3. Pada proses pengujian selanjutnya transformasi citra

masukan akan menggunakan keluarga wavelet Daubechies (db2) dan Coiflets

(coid).

Penelitian yang dilakukan oleh Adeney, & Korenberg dengan judul

“Target Adaptation to Improve the Performance of Least-Squared Classifiers”,

Queen‟s University, (2000), penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sebuah

metode untuk memilih target yang sedemikian rupa sehingga mengurangi efek

yang tidak diinginkan dari kriteria jumlah error kuadrat. Teknik yang diusulkan

dapat digunakan dengan metode kuadrat terkecil atau metode uji kuadrat terkecil

dan mendemonstrasikan penggunaannya dengan pengklasifikasian kuadrat linier

terkecil, dan memberikan batasan pada jumlah iterasi yang diperlukan untuk kasus

khusus kelas yang dapat dipisahkan secara linier.

Penelitian yang dilakukan oleh Anton Yudhana, Sunardi, & Shoffan

Saifullah dengan judul “Perbandingan Segmentasi Pada Citra Asli dan Citra

Kompresi Wavelet Untuk Identifikasi Telur”, Universitas Ahma Dahlan, (2016),

untuk membandingkan hasil pengolahan citra asli dengan hasil kompresi dari citra

asli. Proses pengolahan citra melibatkan beberapa proses mulai dari akuisisi citra,

preprocessing dan proses pengolahan citra sampai hasilnya. Preprocessing

dilakukan untuk proses segmentasi dengan mengubah citra menjadi citra

grayscale kemudian diubah ke citra hitam putih. Dalam setiap proses dilakukan

padding Haar untuk mengurangi ukuran dengan matrik Haar 8x8. Dan juga

dilakukan proses dilasi dan opening untuk membuat obyek terlihat jelas serta

menghaluskan permukaan untuk menghilangkan noise. Pada proses pengolahan

dilakukan dengan segmentasi dan pelabelan dengan didahului perhitungan

centroid dan bounding box untuk mengidentifikasi telur ayam.

5

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Telur Asin

Telur asin merupakan salah satu makanan produk tradisional yang dikenal

masyarakat, baik di Indonesia maupun luar negeri seperti China dan Taiwan .

Telur asin adalah telur itik yang telah mengalami proses tertentu agar dapat

dikonsumsi dengan rasa yang khas. Pembuatan telur asin merupakan salah satu

dari metode untuk mengawetkan telur. Hal ini dikarenakan garam yang digunakan

dalam pengawetan dan pemberi rasa asin mampu mengurangi kelarutan oksigen

yang diperlukan oleh mikroba, menghambat kerja enzim proteolitik dan menyerap

air dari dalam telur. Untuk mengolah atau mengawetkan telur asin, diperlukan

pengetahuan tentang struktur, komposisi dan sifat fisikokimia telur itu sendiri.

Makanan ini bersifat praktis dan dapat dipadukan dengan berbagai

masakan lainnya. Di Indonesia, terutama di pulau Jawa telur asin biasanya

diproduksi dari telur bebek pelari yang memiliki ciri khas cangkang telur yang

berwarna hijau kebiruan (Maimunah, 2015).

Pada penelitian ini telur asin digunakan sebagai obyek penelitian dan

data yang diambil dari telur asin adalah citra cangkang telur asin. Dari citra

cangkang telur asin diambil dua ciri yaitu ciri warna cangkang telur asin dan ciri

tekstur cangkang telur asin. Ciri warna cangkang telur dan tekstur cangkang telur

yang akan membedakan telur asin asli dan palsu dari luar. Gambar 2.1 adalah

gambar telur asin.

Gambar 2. 1 Telur asin

6

2.2.2 Citra

Citra merupakan informasi yang secara umum tersimpan dalam bentuk

pemetaan bit-bit, atau sering dikenal dengan bitmap. Setiap bit-bit membentuk

satu titik informasi yang dikenal dengan piksel. Atau dengan kata lain, satu piksel

merupakan satu titik citra yang terdiri dari satu atau beberapa bit informasi.

Satuan dari piksel biasanya dinyatakan dengan posisi x, posisi y dan nilai dari

piksel (warna atau gray) dimana posisi x dan y merupakan koordinat pada bidang

dua dimensi.

Citra yang ditangkap oleh kamera dan telah dikuantisasi dalam bentuk

diskrit disebut sebagai citra digital. Citra digital tersusun dari sejumlah nilai

tingkat keabuan yang dikenal dengan piksel pada posisi tertentu. Jumlah piksel

per satuan panjang akan menentukan resolusi dari citra tersebut, makin banyak

piksel yang mewakili suatu citra maka nilai resolusi dari citra tersebut akan

semakin tinggi. Karena itu, file yang menyimpan citra biasanya ukurannya sangat

besar. Citra ini biasa disimpan dalam format JPG karena file citra yang

dimampatkan dengan teknik tertentu (Sancoko & Puspita, 2010).

Citra digital berbentuk matriks dengan ukuran MxN yang tersusun seperti

pada persamaan 2.1

f(x,y) =

(

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( ))

………….(2.1)

Suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan pada persamaan 2.4:

0≤x≤M-1 ……………………………………………………………..(2.2)

0≤y≤N-1 ……………………………………………………………...(2.3)

0≤f(x,y)≤G-1 …………………………………………………………(2.4)

Dimana:

M = banyaknya baris pada array citra

N = banyaknya kolom pada array citra

7

G = banyaknya skala keabuan (grayscale)

F = derajat intensitas piksel

Macam-macam citra digital:

1) Citra biner

Citra biner adalah citra yang hanya memiliki dua buah piksel yaitu

hitam yang bernilai 0 dan putih yang bernilai 1. Oleh karena itu setiap

piksel pada citra biner direpresentasikan dengan 1 bit.

2) Citra grayscale

Citra grayscale adalah citra yang piksel-pikselnya berada diantara 0

(hitam) dan 255 (putih).

3) Citra warna

Citra warna merupakan citra yang setiap pikselnya mewakili warna

yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau

dan biru. Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit (1

byte).

Dalam penelitian ini citra yang digunakan berukuran 1600x1900 piksel.

Citra sudah melalui proses croping dari ukuran sebenarnya berukuran 4160x3120

piksel. Croping ukuran 1600x1900 piksel karena untuk menjaga gambar telur asin

tetap utuh dan tidak terpotong disebabkan ukuran telur asin yang sedikit berbeda.

2.2.3 Segmentasi

Segmentasi merupakan proses partisi gambar digital ke beberapa daerah

dengan tujuan untuk menyederhanakan ataupun merubah representasi gambar

menjadi sesuatu yang lebih bermakna dan mudah dianalisa. Ada beberapa metode

yang sering digunakan dalam segmentasi citra antara lain: metode thresholding,

metode shapebased, metode region growing, dan metode statistik atau juga

disebut metode clustering. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan

kekurangan tergantung pada karakateristik dari citra yang akan diproses. Berikut

beberapa metode yang umum digunakan dalam segmentasi citra (Putra, 2010).

8

a. Thresholding

Metode thresholding didasari pada pemisahan piksel ke dalam kelas

yang berbeda tergantung pada tingkat keabuan masing-masing piksel.

Intensitas citra medis seperti tumor dan jaringan pada otak biasanya sangat

rumit dan memiliki tingkat keabuan yang sangat dekat sehingga

menyebabkan kesulitan penentuan ambang batas (threshold). Metode

thresholding tidak bisa diterapkan untuk citra dengan tingkat keabuan

yang berdekatan sehingga biasanya dikombinasikan dengan metode lain.

b. Region Growing

Metode region growing seperti menggabungkan thresholding dengan

kondisi konektivitas atau kriteria daerah homogenitas. Keberhasilan dari

metode tersebut bergantung pada kepresisian informasi anatomi untuk

meletakkan baik satu maupn beberapa piksel untuk masing-masing daerah

homogen. Kelemahan lain dari metode region growing adalah metode

tersebut hanya dapat bekerja dengan baik pada daerah yang homogen dan

membutuhkan operator untuk menentukan daerah yang akan disegmentasi.

c. Shapebased

Metode shapebased juga memberikan pendekatan yang cukup

sederhana dalam segmentasi citra namun sangat sulit dalam penentuan

kontur awal sehingga ketidaktepatan dalam penentuan kontur awal dapat

menyebabkan hasil segmentasi yang kurang memuaskan.

d. Clustering

Metode statistik atau clustering didasari pada distribusi parameter

tertentu. Hal terpenting dalam metode ini adalah melakukan estimasi

definisi awal dari parameter sehingga bagus tidaknya segmentasi

tergantung pada seberapa baik distribusi dari data.

2.2.4 Grayscale

Grayscale adalah suatu format citra atau gambar dimana tiap-tiap piksel

gambar hanya terdiri dari 1 komposisi (channel) warna. Perbedaan mendasar

dengan format RGB ialah pada tiap-tiap piksel gambar terdiri dari komposisi

9

warna yaitu: R (merah), G (hijau), B (biru) (Kumaseh, Latumakulita, &

Nainggolan, 2013). Untuk mendapatkan citra grayscale (aras keabuan) digunakan

rumus seperti pada persamaan 2.5:

( ) ………………………………………(2.5)

Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh

dengan mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang

ditunjukkan oleh nilai parameter α, β, dan γ adalah 0,333. Nilai yang lain juga

dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total nilai keseluruhannya

adalah 1 (satu).

Pada penelitian identifikasi citra telur asin asli dan telur asin palsu ini

grayscale dilakukan dalam proses mencari nilai citra telur asin berdasarkan

wavelet.

2.2.5 Wavelet

Transformasi wavelet merupakan alat yang biasa digunakan untuk

menyajikan data atau fungsi atau operator kedalam komponen frekuensi yang

berlainan dan kemudian mengkaji setiap komponen dengan suatu resolusi yang

sesuai dengan skalanya. Transformasi wavelet mempunyai kemampuan membawa

keluaran ciri khusus dari citra yang diteliti.

Secara sederhana transformasi wavelet multilevel dapat didefinisikan

sebagai model transformasi wavelet diskrit yang mentransformasikan suatu data

secara berulang-ulang sesuai dengan level (tingkatan) proses transformasi yang

diinginkan. Proses transformasi wavelet dilakukan pada baris terlebih dahulu,

kemudian dilanjutkan transformasi pada kolom. Gambar 2.2 adalah bagan

mengenai transformasi wavelet (Yudhana, Sunardi, & Saifullah, 2016).

10

H dan L pada gambar 2 secara berturut-turut menyatakan tapis yang

meneruskan frekuensi tinggi (high pass) dan tapis yang meneruskan frekuensi

rendah (low pass). ↓2 menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. LL pada

bagan tersebut menyatakan bagian dari koefisien yang diperoleh melalui proses

tapis low pass dilanjutkan dengan low pass. Citra pada bagian ini mirip dan

merupakan versi lebih halus dari citra aslinya sehingga koefisien pada bagian LL

sering disebut dengan komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien

yang diperoleh melalui proses tapis low pass kemudian dilanjutkan dengan proses

high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah

horizontal. Bagian HL diperoleh dari proses tapis high pass kemudian dilanjutkan

dengan proses low pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam

arah vertical. Bagian HH menunjukkan proses tapis yang diawal dengan high pass

kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan

citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga komponen LH, HL dan HH disebut juga

komponen detail. Hasil transformasi wavelet sering dibuat dalam bentuk skema

seperti Gambar 2.3.

Gambar 2. 2 Bagan transformasi wavelet

11

Dimana:

LL = bagian yang diperoleh dari proses low pass dilanjutkan low pass

HL = bagian yang diperoleh dari proses high pass dilanjutkan low pass

LH = bagian yang diperoleh dari proses low pass dilanjutkan high pass

HH = bagian yang diperoleh dari proses high pass dilanjutkan high pass

CA = Coefficients Approximation

CV = Coefficients Vertical

CH = Coefficients Horizontal

CD = Coefficients Diagonal

Algoritma dari transformasi wavelet multi level secara sederhana adalah

sebagai berikut:

1. Data mula-mula ditransformasikan menggunakan DWT, yang menghasilkan

koefisien aproksimasi dan detil,

2. Koefisien aproksimasi ditransformasikan lagi menggunakan DWT sehingga

menghasilkan koefisien transformasi aproksimasi dan detil kedua, dan

3. Jika panjang level adalah tiga maka pentransformasian dilakukan secara

berulang-ulang sebanyak tiga kali (ulangi langkah 2 sampai panjang level

sama dengan tiga).

Panjang level maksimum transformasi wavelet multi level dari suatu

sinyal adalah pada rumus 2.6:

( ( ))

……………………(2.6)

Pada penelitian identifikasi citra telur asin asli dan telur asin palsu ini

wavelet digunakan untuk mencari nilai citra telur asin berdasarkan tekstur

cangkang telur asin.

Gambar 2. 3 Skema transformasi wavelet

12

2.2.6 Histogram

Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai

intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra. Dari sebuah

histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan nisbi (relatif) dari intensitas pada

citra tersebut. Histogram juga dapat menunjukkan banyak hal tentang kecerahan

(brightness) dan kontras (contrast) dari sebuah gambar.

Secara grafis histogram ditampilkan dengan diagram batang, misalnya

citra digital memiliki L derajat keabuan (citra dengan kuantisasi derajat keabuan

8-bit, nilai derajat keabuan dari 0-255). Histogram juga memberi informasi

mengenai kontras sebuah citra. Histogram yang terkumpul pada sisi kiri

menunjukkan bahwa citra memiliki kontras cenderung gelap (underexposed),

sedangkan histogram yang terkumpul pada sisi kanan memberikan informasi

bahwa citra tersebut memiliki kontras cenderung terang (overexposed).

Citra yang memiliki kontras terlalu terang atau terlalu gelap memiliki

histogram yang sempit. Histogram hanya terlihat menggunakan setengah dari

daerah derajat keabuan. Citra yang baik memiliki histogram yang mengisi daerah

derajat keabuan secara penuh dengan distribusi yang merata pada setiap derajat

keabuan piksel (Muzami, Nurhayati, & Martono, 2016).

Pada penelitian identifikasi citra telur asin asli dan telur asin palsu ini

histogram digunakan untuk mencari nilai citra telur asin berdasarkan warna

cangkang telur asin.

2.2.7 Ekstraksi Ciri Statistik

Ekstraksi ciri statistik merupakan metode pengambilan ciri yang

didasarkan pada karakteristik citra (Trisnaningtyas & Maimunah, 2015). Dari

nilai-nilai pada citra yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri,

antara lain mean, standard deviasi, skewness, curtosis.

a. Mean

Perhitungan Mean bisa dilihat pada rumus 2.7

∑ ( ) ………………………………………………(2.7)

13

Dimana:

u = nilai intensitas keabuan

m = baris

n = kolom

b. Standard Deviasi

Perhitungan standard deviasi bisa dilihat pada rumus 2.8

∑ ( ( ) ) …………………………………(2.8)

Dimana:

u = nilai intensitas keabuan

m = baris

n = kolom

mean = rata-rata

c. Skewness

Perhitungan skewness bisa dilihat di rumus 2.9

∑( ( ) ) ………………………………..(2.9)

Dimana:

u = nilai intensitas keabuan

m = baris

n = kolom

mean = rata-rata

d. Curtosis

Perhitungan curtosis bisa dilihat di rumus 2.10

∑( ( ) ) ……………………………(2.10)

Dimana:

u = nilai intensitas keabuan

m = baris

14

n = kolom

mean = rata-rata

2.2.8 Least Square Classifier (LS Classifier)

Least Square Classifier (LS Classifier) adalah sebuah metode klasifikasi

yang mengestimasi vektor parameter w dan mengambil classifier linear yang

terbaik berdasarkan vektor parameter w. Pada classifier ini tidak diperlukan

asumsi sebaran data yang linear separable.

Disebut juga sebagai classifier LS (Least Square), yang mengestimasi

classifier linear yang terbaik dimana „terbaik‟ mengacu ke w yang meminimalkan

harga (Adeney & Korenberg, 2000). Persamaan bisa dilihat pada 2.11

( ) ∑ ( )

……………………………………….(2.11)

Dimana yi adalah label kelas untuk xi, I = 1, 2, 3, …, N dan N adalah

jumlah data pelatihan yang digunakan. Dengan mendefinisikan seperti pada 2.12

[

], [

]……………………………………………….(2.12)

Maka estimasi LS diberilan oleh persamaan pada 2.13

( ) …………………………………………………(2.13)

Pada penelitian identifikasi citra telur asin asli dan telur asin palsu ini

Least Square Classifier digunakan untuk proses identifikasi telur asin.