bab ii tinjauan pustaka - · pdf file2.1 bioindikator ... dari gambar 2.1 terlihat setelah...

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioindikator Bioindikator dari organisme digunakan untuk memonitor kesehatan dari suatu lingkungan ataupun suatu ekosistem. Ada banyak organisme ataupun sekumpulan/komunitas organisme yang dapat digunakan untuk menentukan integritas ekosistem maupun lingkungan. Beberapa organisme dapat dimonitor dalam perubahannya (kimia, fisiologis, maupun perilaku) yang menandakan adanya permasalahan di dalam ekosistemnya. Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas tanah adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator. Paoletti (1991) mendemonstrasikan bahwa mikroorganisme dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah akibat perubahan lingkungan di Australia. Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah (Primack, 1998). Penentuan bioindikator kualitas tanah diperlukan untuk mengetahui perubahan dalam sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda. Perbedaan penggunaan lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi organisme tanah. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas organisme tanah (Crossley et al., 1992; Paoletti et al., 1992). Mengingat pentingnya peran organisme tanah dalam menjaga keseimbangan 2-1

Upload: ngoxuyen

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioindikator

Bioindikator dari organisme digunakan untuk memonitor kesehatan dari suatu

lingkungan ataupun suatu ekosistem. Ada banyak organisme ataupun

sekumpulan/komunitas organisme yang dapat digunakan untuk menentukan

integritas ekosistem maupun lingkungan. Beberapa organisme dapat dimonitor

dalam perubahannya (kimia, fisiologis, maupun perilaku) yang menandakan

adanya permasalahan di dalam ekosistemnya.

Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem

tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat

fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk

pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter

lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994).

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas tanah

adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator. Paoletti

(1991) mendemonstrasikan bahwa mikroorganisme dapat digunakan sebagai

bioindikator kualitas tanah akibat perubahan lingkungan di Australia. Organisme

sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan,

mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah (Primack,

1998).

Penentuan bioindikator kualitas tanah diperlukan untuk mengetahui perubahan

dalam sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda. Perbedaan penggunaan

lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi organisme tanah. Pengolahan

tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem

pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata

biodiversitas organisme tanah (Crossley et al., 1992; Paoletti et al., 1992).

Mengingat pentingnya peran organisme tanah dalam menjaga keseimbangan

2-1

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-2

ekosistem tanah dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai keberadaan

fauna tanah, perlu dieksplorasi potensi fauna tanah sebagai bioindikator kualitas

tanah. Organisme tanah, termasuk di dalamnya serangga tanah, memiliki

keanekaragaman yang tinggi dan masing-masing mempunyai peran dalam

ekosistem.

Penggunaan hewan sebagai indikator dapat dilihat dari penurunan ataupun

peningkatan jumlah populasinya, ini dapat mengindikasikan kerusakan pada

ekosistem yang diakibatkan oleh masuknya polutan kedalam ekosistem tersebut.

Mikroorganisme dapat digunakan sebagai indicator kesehatan lingkungan (akuatik

maupun terestrial). Mikroorganisme yang keberadaannya sangat banyak

memudahkan dalam pengambilan sampel dibandingkan dengan organisme

lainnya. Beberapa mikroorganisme menghasilkan protein baru yang dikenal

dengan stress proteins, dimana protein ini dihasilkan jika mikroorganisme

tersebut terpapar oleh suatu kontaminan seperti cadmium dan benzene. Protein ini

dapat digunakan sebagai peringatan awal untuk mendeteksi polusi. Diharapkan

informasi yang didapatkan bisa digunakan sebagai data pendukung dalam

pengelolaan lahan pertanian dan dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya

dan dapat dijadikan sebagai biomarker.

Biomarker merupakan pengukuran parameter biologis sebagai indikasi adanya

paparan senyawa toksik. Pengelolaan lingkungan terdiri dari beberapa aspek

kegiatan, salah satu kegiatan yang penting adalah identifikasi bahaya pencemar

yang ada di lingkungan. Biomarker merupakan salah satu metoda yang dapat

dilakukan untuk monitoring kerusakan lingkungan, keuntungan dari metoda

biologis dalam monitoring kerusakan lingkungan adalah sebagai berikut:

Mengukur efek sesungguhnya pada lingkungan

Menganalisa kecenderungan secara historis

Mengamati kualitas diatas standard

Mengukur seluruh efek dari berbagai sumber pencemar

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-3

Kerusakan lingkungan akan mempengaruhi kesehatan masyarakat akibat terpapar

(terpajan) oleh senyawa-senyawa pencemar, diantaranya adalah senyawa kimia

organik atau anorganik toksik termasuk manusia akan mengalami efek yang

mengganggu kesehatan jika terpapar pencemar. Paparan dapat masuk ke dalam

tubuh manusia melalui sebagai portal of entry. Ada beberapa jenis portal of entry

diantaranya: inhalasi, oral, kulit, mata, intravena, dll.

Paparan pencemar menjadi suatu hal yang sangat penting dalam menentukan

apakah kerusakan lingkungan mempengaruhi kesehatan manusia atau tidak.

Stewart (1991) menyatakan bahwa paparan adalah jumlah senyawa

(toksik/pencemar) yang berkontak dengan portal of entry dari tubuh manusia.

Biomarker sendiri dapat diklasifikasikan sebagai penandaan adanya paparan,

penandaan efek dan penandaan kerentanan. Biomarker sebagai penandaan paparan

oleh senyawa toksik dapat digunakan dengan menganalisa cairan biologis

senyawa toksik tersebut di dalam darah, urin, atau lainnya. Apabila senyawa

toksik mengalami metabolisme di dalam tubuh dan menghasilkan metabolit, maka

dapat dilakukan analisa adanya metabolit hasil metabolisme tersebut dalam cairan

biologis. Sementara efek potensial dapat diukur dengan menganalisa perubahan

dalam fungsi seluler (BPLHD, 2006).

Biomarker sering digunakan sebagai penilaian terhadap pengaruh suatu aktivitas

yang dapat mencemari lingkungan. Ini dapat dijadikan suatu pengetahuan atau

informasi tentang pengaruh pencemaran terhadap kerusakan lingkungan biosfir

(BPLHD Jawa Barat, 2006).

Untuk menjaga kualitas lingkungan diperlukan suatu kegiatan monitoring, selain

monitoring kualitas fisik dan kimiawi, salah satu metoda monitoring yang telah

dikembangkan adalah biomarker. Prinsip di balik pendekatan biomarker adalah

pengukuran parameter biologis dari suatu biota sebagai indikasi adanya paparan

senyawa toksik (Rashed, 2004). Biomarker sering digunakan untuk melakukan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-4

suatu penilaian terhadap pengaruh aktivitas yang dapat mencemari lingkungan dan

menyebabkan terpaparnya biota pada suatu lingkungan.

Pendekatan melalui biomarker lingkungan, memungkinkan penggunaan elemen

responsif pada hewan sebagai alat untuk mengetahui dampak biologis dari

paparan oleh senyawa tertentu. Respon yang terjadi dapat berupa biomolekul,

biokimia, sel, atau bahkan tingkat psikologi (Peakal, 1992).

Penggunaan biomarker dalam monitoring kualitas lingkungan dapat dilakukan

dengan hewan yang terdapat di lingkungan tersebut. Dalam biomarker hewan

yang digunakan harus memiliki sifat – sifat tertentu, antara lain (Apollania, 1978

dalam Hadisantosa, 2006):

a. Hewan tersebut harus representatif terhadap lingkungan, dimana pada

lingkungan tersebut ditemui adanya pencemar;

b. Hewan tersebut harus tersedia, dalam arti bahwa jenis hewan yang

digunakan terdapat dalam lingkungan tersebut;

c. Hewan tersebut harus terseleksi kesensitifitasannya;

d. Hewan tersebut harus berada dalam rantai makanan.

2.2 Perilaku dan Kinetika Insektisida di Lingkungan

Sumber utama pencemaran lingkungan oleh insektisida adalah pengendapan

insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama pengganggu tanaman

pertanian serta serangga-serangga yang menimbulkan efek pada kesehatan

masyarakat. Penyebab lain bisa berasal dari penggunaan insektisida di rumah

tangga, industri, ataupun tumpahan insektisida saat proses pembuatan,

pengemasan, dan pendistribusian insektisida.

Aplikasi insektisida yang paling banyak dilakukan adalah melalui penyemprotan,

selain itu aplikasi lain bisa juga dengan cara penyebaran butiran, aplikasi langsung

ke dalam tanah, tumbuhan, dan lain-lain. Setelah diaplikasikan, insektisida dapat

menyebar ke lingkungan udara, tanah, air, tumbuhan dan manusia. Di alam

insektisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan, kemudian terangkut

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-5

ketempat lain melalui media air, angin, atau oleh jasad hidup (Tarumingkeng,

1992). Kinetika insektisida di lingkungan dan penyebarannya dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus Insektisida di Lingkungan

Sumber: Crawfor & Donigran, 1992 dalam Fadliah, 2006.

Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada

tanaman, tanah, air permukaan, organisme perairan, dan organisme tanah. Sesuai

dengan sifatnya, insektisida akan terdegradasi melalui proses alam. Insektisida

yang memasuki suatu kompartemen lingkungan akan cepat terdistribusi ke

kompartemen terdekatnya sampai terjadi keseimbangan antar fase/kompartemen.

Insektisida yang masuk ke lokasi pertanian, disamping terikat dalam tanah juga

akan memasuki perairan melaui irigasi, dan dapat berpindah ke tanah di lokasi

lain karena air larian. Insektisida yang terikat dalam tanah dapat mencemari air

tanah. Insektisida dalam air dapat terikat pada sedimen dan juga dapat masuk

ketubuh organisme perairan.

Dalam komponen-komponen lingkungan ini akan terjadi reaksi perubahan

insektisida secara kimia atau biokimia. Hasil reaksi ini akan mengurangi atau

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-6

menambah tingkat racun insektisida. Hal ini tergantung pada sifat kimia-fisika

insektisida dan komponen lingkungannya. Reaksi kimia yang dialami insektisida

di alam di antaranya adalah volatilisasi atau penguapan, adsorpsi, dan proses

partisi pada dua kompartemen.

2.3 Insektisida di Tanah

Dalam tanah insektisida akan mengalami proses alam. Reaksi-reaksi ini

dipengaruhi oleh jenis tanah, kelembaban tanah, pH tanah, temperatur tanah,

volatilitas pestisida, mikroorganisme, dan substansi kimia yang terkandung di

dalam tanah. Oleh karenanya, laju degradasi satu jenis pestisida tertentu

bergantung pada karakteristik fisik tanah, mikroorganisme tanah, dan karakteristik

dari pestisida tersebut. Proses alam yang diantaranya fotolisis, volatilisasi,

degradasi biologi, dan penyerapan oleh tumbuhan dan zat organik tanah. Fotolisis

terjadi jika insektisida di tanah terkena cahaya matahari. Volatilisasi merupakan

proses menguapnya insektisida. Kecepatan proses volatilisasi insektisida ini akan

bergantung pada tekanan uapnya. Sedangkan degradasi biologi merupakan proses

penguraian insektisida oleh mikroorganisme dalam tanah. Insektisida yang berada

di permukaan tanah dapat terabsorpsi oleh zat organik tanah dan tumbuhan. Hujan

akan melepaskan insektisida ke air tanah.

Menurut Connel dan Miller (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

dan kinetika insektisida di tanah adalah:

kemampuan absorpsi insektisida oleh partikel tanah dan zat-zat organik dalam

tanah.

pencucian (washing-off) oleh air hujan.

penguapan oleh cahaya matahari.

dekomposisi oleh cahaya matahari (photodecomposition/photodegradation).

aktivitas mikroba dalam tanah.

aktivitas yang terjadi karena kondisi dan sifat tanah yang katalisator.

translokasi oleh komponen biologi, seperti oleh tanaman maupun hewan ke

lingkungan lain.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-7

Tanah merupakan wadah utama dalam pelepasan insektisida ke alam. Insektisida

dalam tanah cenderung menumpuk pada permukaan tanah. Menurut

Tarumingkeng (1992), hal ini disebabkan lapisan atas tanah memiliki kandungan

organik paling banyak sehingga insektisida mudah terserap terabsorpsi dan sukar

keluar. Kandungan organik yang tinggi dalam tanah juga akan menghambat

terjadinya penguapan insektisida. Residu insektisida dalam tanah menunjukkan

jumlah insektisida non mobile dari jumlah insektisida deposit. Proses kimia

insektisida dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 2.2.

.

Gambar 2.2 Interaksi dan Jalur Hilangnya Zat Organik (Insektisida) dalam Tanah

Sumber : http://www.nap.edu. 2007

Jenis tanah sangat menentukan terjadinya sorpsi. Tanah yang mengandung clay

atau bahan organik tinggi, kapasitas adsorpsi pestisida-nya pun tinggi. Pada tanah

yang tidak mengandung mineral tinggi (moderately & very light soil), penurunan

kelembaban akan mengakibatkan kenaikan tingkat adsorbsi. Namun sebaliknya

pada heavy soil, penurunan kelembaban akan menyebabkan penurunan

konsentrasi (molekul) pestisida yang telah teradsorpsi.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-8

pH tanah mengatur tingkat sorpsi dan degradasi. Semakin rendah pH, maka

asiditasnya semakin tinggi. Asiditas tanah mampu mengubah pestisida yang

bermuatan negatif, menjadi bermuatan nol atau positif. Karena tanah bermuatan

negatif, maka pestisida yang bermuatan positif akan teradsorpsi. Namun jika

kondisi tanah terlalu asam (di mana konsentrasi H+ tinggi), maka molekul

pestisida akan tergantikan oleh ion H+, sehingga tingkat adsorpsinya menurun.

Temperatur tanah menentukan terjadi atau tidaknya reaksi. Adsorpsi pestisida

(terlarut) oleh tanah, merupakan reaksi eksoterm (melepas energi) akibat adanya

reaksi antara ikatan hidrogen, dan ikatan ionik. Dengan meningkatnya temperatur,

maka energi pun meningkat (menerima energi), sehingga terjadi desorpsi.

Degradasi disebabkan karena keberadaan alga, jamur, actinomycetes, dan bakteri

di tanah. Insektisida organik yang terlarut akan langsung didegradasi oleh mikroba

tertentu. Sedangkan Insektisida anorganik yang tidak terlarut (cenderung

teradsorbsi), laju degradasinya mengikuti kinetika orde pertama (linear).

Keberadaan mikroorganisme yang sudah beradaptasi dengan pestisida tertentu,

akan mempercepat proses degradasi pestisida tersebut. Hal ini dikenal dengan

sebutan enhanced microbial degradation.

Adsorbsi dapat menurunkan laju degradasi biologis pestisida, tetapi sekaligus juga

meningkatkan degradasi kimia. Pada degradasi ini, salah satu faktor penentu

terpenting adalah pH. Sebagai contoh: pada kondisi asam, diazinon (OP)

terdegradasi lebih cepat daripada kondisi netral atau basa; namun sebaliknya, laju

degradasi carbofuran (karbamat) ternyata lebih lama pada kondisi asam, daripada

basa (Getzin, 1968).

2.4 Insektisida Organofosfat

Pestisida kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang

efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton,

Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain (Sudarmo, 1991).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-9

Insektisida organofosfat digunakan di bidang pertanian, rumah tangga,

perkebunan, dan kedokteran hewan. Pertanian yang menggunakan insektisida

organofosfat di antaranya jagung, kapas, gandum, dan padi. Di bidang non-

pertanian insektisida organofosfat digunakan dalam mengontrol nyamuk yang

mengganggu kesehatan seperti malaria dan demam berdarah.

Penggunaan insektisida organofosfat dalam bidang pertanian bertujuan untuk

membasmi hama pengganggu, berupa serangga dengan cara merusak sistem saraf

serangga. Ada tiga jenis cara insektisida merusak sistem saraf serangga yaitu

melalui kontak denga kulit, makanan (saluran pencernaan), dan pernapasan

(inhalasi).

Golongan insektisida organofosfat (OP) sering juga disebut sebagai phosphorus

insecticide, phosphates, phosphorous esters, atau phosphoric acid esters. Secara

garis besar, senyawa-senyawa dalam golongan ini merupakan turunan dari asam

fosfat, dan dapat dibedakan menjadi:

Turunan alifatik (misal: tetraetilpirofosfat, azodrin, diklorovos,

mevinfos, dan metamidofos).

Turunan fenil (misal: parathion, profenofos, sulprofos).

Turunan heterosiklik (misal: diazinon, azinfosmetil, klorpirifos).

Gambar 2.3 merupakan struktur kimia umum bagi senyawa organofosfat. R dan

R’ adalah rantai alkil, alkithio,atau grup amide. Sedangkan X adalah grup yang

labil (mudah terlepas dari rantai ikatan karbon), atau grup yang dapat terdegradasi

dengan mudah menjadi senyawa yang labil. Kalkulasi yang dilakukan berdasarkan

50 grup R dan R’ serta 10.000 grup X yang berbeda, menghasilkan ±25.000.000

senyawa toksik phophorus.

Gambar 2.3 Struktur Umum Organofosfat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-10

Rosliana, 2001, menemukan bahwa penurunan konsentrasi klorpirifos pada tanah

terjadi akibat adanya adsorpsi dan degradasi oleh bakteri. Beberapa bakteri aerob

genus Bacillus dapat melakukan bioremediasi terhadap tanah yang tercemar

klorpirifos, dengan mengurai dan memanfaatkan sebagai sumber energi/nutrien

bagi pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Penelitian Sandi (2004)

menemukan bahwa dalam lahan pertanian di daerah lembang yang telah tercemar

insektisida organofosfat ditemukan bakteri-bakteri bergenus Bacillus yang dapat

mendegradasi senyawa organofosfat. Struktur senyawa organofosfat dibedakan

atas strukturnya seperti tampak pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Struktur Umum Beberapa Organofosfat Tipe Organofosfat Struktur Contoh

(1) (2) (3)

Phosphate

Dichlorvos

Chlorfenvinphos

Phosphonate

Trichlorfon

Phosphorothioate

Bromphos

Chlorpyrifos

Diazinon

Parathion

Phosphorothiolate

Omethoate

Profenofos

Phosphorodithioate

Dimethoate

Disulfoton

Malathion

Thiometon

Phosphorothioamidate

Isofenphos

Propethamphos

Sumber: US. Environmental Protection Agency, 1999

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-11

2.4.1 Degradasi Insektisida Organofosfat

Residu merupakan bahan kimia insektisida yang terdapat di atas (teradsorpsi) atau

di dalam (terabsorpsi) suatu benda dan mengalami proses penuaan (aging),

perubahan (alterating), atau keduanya. Istilah lain yang hampir sama dengan

residu tetapi sebenarnya memiliki arti berbeda adalah deposit. Deposit merupakan

bahan kimia insektisida yang terdapat di atas permukaan (teradsorpsi) suatu bahan

pada saat segera setelah penggunaan insektisida (Tarumingkeng, 1992).Residu

insektisida dalam komponen lingkungan bisa hilang atau terurai, dalam jumlah

sedikit (ppm) residu insektisida bisa hilang sama sekali.

Degradasi insektisida merupakan penurunan konsentrasi insektisida di alam,

karena sebagian atau seluruh senyawa insektisida tersebut mengalami perubahan

struktur kimia dari bentuk asal menjadi metabolitnya. Degradasi terjadi melalui

beberapa proses, yaitu:

1. Hidrolisis terjadi jika insektisida bereaksi dengan air (H2O) membentuk

senyawa metabolitnya.

2. Fotodegradasi merupakan perubahan komposisi senyawa insektisida

karena terkena cahaya matahari.

3. Biodegradasi merupakan penguraian senyawa insektisida di alam karena

proses biologi. Biodegradasi terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme.

4. Volatilisasi merupakan proses penguapan insektisida dari fase padat atau

cair ke fasa gas. Kemampuan volatilisasi insektisida tergantung pada titik

didihnya.

Ada empat faktor dasar yang penting dalam mempercepat proses degradasi

insektisida, khususnya di pertanian daerah tropis. Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Hujan

Hujan akan membasuh insektisida dari permukaan daerah aplikasi, sebagian

besar dari daun dan batang. Kemudian insektisida jatuh ke tanah, dari tanah

bisa berpindah lagi melalui erosi, dibawa air hujan, lepas kebawah tanah,

atau mengalami evaporasi.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-12

2. Cahaya Matahari

Cahaya matahari lebih kuat di daerah tropis, hal ini mengakibatkan

degradasi fotolitik yang lebih besar.

3. Temperatur dan Mikroorganisme

Iklim panas, aktivitas mikrooganisme dan kecepatan penguapan yang tinggi

menyebabkan penghancuran insektisida yang lebih cepat. Jika suatu

senyawa kimia mulai terdegradasi akan ada sejumlah zat yang hilang

seiring pertambahan waktu. Kemudian disusul dengan pembentukan

senyawa baru yang strukturnya lebih sederhana. Apabila ditinjau dari

toksisitasnya, senyawa baru ini bisa kurang toksik daripada senyawa asal

atau bahkan bisa lebih toksik dari senyawa asal. Penurunan konsentrasi

merupakan fungsi dari waktu, sehingga sering bertambahnya waktu maka

akan terjadi penurunan konsentrasi.

Jika suatu senyawa kimia mulai terdegradasi akan ada sejumlah zat yang hilang

seiring pertambahan waktu. Kemudian disusul dengan pembentukan senyawa baru

yang strukturnya lebih sederhana. Apabila ditinjau dari toksisitasnya, senyawa

baru ini bisa kurang toksik daripada senyawa asal atau bahkan bisa lebih toksik

dari senyawa asal. Penurunan konsentrasi merupakan fungsi dari waktu, sehingga

sering bertambahnya waktu maka akan terjadi penurunan konsentrasi.

Reaksi penurunan residu insektisida di alam terjadi dalam dua tahap, pertama

tahap disipasi (dissipation phase) dan kedua tahap persistensi persistence phase).

Penurunan residu insektisida pada tahap disipasi biasanya berlangsung cepat

sampai pada waktu tertentu. Kemudian, residu insektisida akan memasuki tahap

persistensi, yang mana penurunan residu insektisida berlangsung dalam waktu

yang relatif lama (Tarumingkeng, 1992).

2.4.1.1 Profenofos

Profenofos adalah insektisida golongan organofosfat yang terdiri dari gugus

thiophosphate). Sifat kimia fisika profenofos menurut standar internasional dapat

dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-13

Tabel 2.2 Karakteristik Fisik-Kimia Profenofos

Parameter Kondisi dan Nilai

Rumus bangun

Nama IUPAC O-(4-bromo-2-chlorophenyl)-O-ethyl-S-propyl phosphorothioate

Nama dagang Curacron; Polycron; Selecron

Rumus molekul C11H15O3PSBrCl

Berat molekul 373.65 g/mole

Fasa Cairan berminyak kekuning-kuningan. Setelah emulsifikasi menjadi

fasa liquid homogen. Teremulsi jika bercampur dengan air dan

terdekompos jika bercampur dengan alkali

Titik didih 1100C

Densitas 1.46 g/cm3at 20oC

Kelarutan pada air 20 ppm (25o C)

Koefisien partisi

Oktanol-Air

Log Kow> 2 (25o C)

Koefisien adsorpsi tanah KOC= 2016

Waktu paruh degradsi

pada tanah 9 hari

Stabilitas Stabil pada kondisi netral dan kondisi sedikit asam. Dan tidak stabil

pada kondisi basa

Sumber: US. Environmental Protection Agency, 1999

Dalam penggunaannya profenofos secara biokimia dapat menghambat kerja

enzim cholinesterase. Isomernya mampu menghambat kerja enzim

acetylcholinesterase. Dimana Insektisida dan akasarida non-sistemik yang bekerja

ketika terjadi kontak dengan kulit, termakan (masuk ke lambung), dan inhalasi (ke

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-14

sistem pernapasan). Dan kegunaan profenofos adalah untuk mengontrol serangga

(terutama Lepidopetera) dan tungau pada tanaman kapasa, tebu, kacang hijau,

kentang, tembakau, sayur-mayur,dan tanaman-tanaman lainnya.

Toksisitas profenofos terhadap mamalia secara oral berefek akut terhadap tikus

dengan LD50 = 358 mg/kg; dan terhadap kelinci dengan LD50 = 700 mg/kg.

Melalui sistem pernapasan (inhalasi) berefek akut terhadap tikus dengan LC50

(4jam) = 3mg/L udara; teratogenik terhadap tikus dengan konsentrasi paparan 0,3

mg/kg.hari. Jika kontak pada kulit dan mata: Berefek akut terhadap tikus dengan

LD50 = 3300 mg/kg; dan terhadap kelinci dengan LD50 = 472 mg/kg.

Terhadap Tanaman: Toksik terhadap tanaman ketimun, dan dapat menimbulkan

sedikit bercak-bercak merah pada tanaman kapas. Ekotoksisitas berefek akut

terhadap burung puyuh dengan LC50 (8 hari) = 70-200ppm; terhadap ikan (jenis

rainbow trout) dengan LC50 (96 jam) =0,08 mg/l dan 0,09 mg/l untuk ikan

gurame. Toksik terhadap lebah dengan LD50=0,095 ng/lebah, dan sangat toksik

terhadap crustaceae.

Profenofos merupakan insektisida yang bersifat mudah terdegradasi. Profenofos

dalam tanah akan hilang pada kondisi netral sampai basa dengan waktu paruh

beberapa hari. Degradasi klorpirifos dalam tanah akan menghasilkan produk 4-

bromo-2-chlorophenol dan O-ethyl-S-propylphosphorthioate. 4-bromo-2

chlorophenol bersifat persisten di tanah sedangkan O-ethyl-S-propyl

phosphorthioate belum diketahui tingkat persistensinya (US EPA, 1998).

Hidrolisis adalah jalur utama menghilangnya profenofos di alam. Fotolisis

bukanlah proses utama dalam degradasi profenofos. Proses biotik, metabolisme

secara aerobik ataupun anaerobik, menjadi jalur utama menghilangnya profenofos

setelah hidrolisis terjadi di tahap awal (US EPA,1998). Secara rinci, proses

degradasi profenofos terjadi karena reaksi-reaksi hidrolisis, fotolisis, dan aktivitas

mikroorganisme.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-15

a. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan jalur utama degradasi profenofos. Dalam studi yang

dilakukan EPA tahun 1999, hidrolisis profenofos memiliki waktu paruh 104-

108 hari pada pH 5, 24-62 hari pada pH 7, dan 7-8 hari pada pH 9. Produk

utama degradasi profenofos adalah 4-bromo-2-chlorophenol dan Oethyl- S-

propyl phosphorthioate. Degradasi ini terjadi dalam keadaan tanpa penyinaran

dan temperatur 250C. Pada pH 5, konsentrasi profenofos menurun dari 95%

menjadi 77% setelah 30 hari, konsentrasi 4-bromo-2-chlorophenol meningkat

sampai 5% setelah 30 hari. Pada pH 7 konsentrasi profenofos menurun dari

96% menjadi 67% setelah 30 hari, 4-bromo-2-chlorophenol meningkat sampai

23% setelah 30 hari. Pada pH 9, konsentrasi profenofos tersisa 10% setelah 24

jam aplikasi, 4-bromo-2-chlorophenol meningkat dengan cepat mencapai 80%

setelah 24 jam aplikasi.

b. Fotolisis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, fotolisis bukan jalur utama degradasi

profenofos. Dalam studi yang dilakukan EPA (2000), sampel larutan

profenofos dengan pH 5 disimpan dalam keadaan diberi cahaya. Larutan

terdegradasi dengan waktu paruh 51 hari. Larutan yang sama, tetapi dalam

keadaan tidak disinari memiliki waktu paruh 60 hari. Kecepatan degradasi

antara diberi cahaya dengan tidak diberi cahaya tidak menunjukkan perbedaan

berarti. Profenofos terdegradasi dari 92% menjadi 60% dalam keadaan tersinari,

dan dari 92% menjadi 63% dalam keadaan gelap.

c. Aktivitas mikroorganisme

Dalam studi yang sama, profenofos yang diaplikasikan sebesar 10.9 ppm, pada

tanah lanau berpasir dengan pH 7.8, terdegradasi dengan waktu paruh 1.9 hari.

Produk utama degradasinya adalah: (1) 4-bromo-2- chlorophenol, konsentrasi

hari pertama adalah 11% kemudian meningkat menjadi 79% pada hari ke 120.

Pada hari ke-270-360 konsentrasinya menurun menjadi 32%; (2) BCPEE [4-

bromo-2-chlorophenol ethyl ether], pada hari kelima konsentrasinya meningkat

dari 2% menjadi 13% pada hari ke 90 dan 42% pada hari ke 270-360; dan (3)

THPME [2-thioethylenecarboxy-4 hydroxyphenyl methyl ether], pada hari ke

180-270 mencapai konsentrasi maksimum sebesar 10%. (US EPA, 1998)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-16

Tabel 2.3 Parameter dan Nilai Degradasi profenofos Parameter degradasi Nilai

Hidrolisis:

pH 5 t1/2 = 104-108 hari

pH 7 t1/2 = 24-62 hari

pH 9 t1/2 = 0.33 hari

Fotolisis:

di air stabil

di tanah stabil

Aktivitas

Mikroorganisme di tanah:

aerobik t1/2 = 104-108 hari;

pada pH 7.8

anaerobik t1/2 = 3 hari; pada

pH 7.8

Aktivitas mikroorganisme

anaerobik di air

t1/2 = 3 hari; pada pH 7.3

Sumber: US EPA, 1998

Mobilitas dari senyawa profenofos cukup tinggi dengan nilai konstanta Freundlich

(Kads) = 4,6 untuk pasir; 7,5 untuk tanah lempung berpasir; 17,0 untuk tanah

lempung; dan 89,3 untuk tanah liat pekat. Sedangkan nilai konstanta desorbsi

bervariasi mulai dari 6,2 untuk pasir; 128,1 untuk tanah liat pekat. Tingkat

adsorbsi umumnya meningkat dengan peningkatan kandungan materi organik, dan

kandungan tanah liat di tanah. Laju volatilitas rata-rata profenofos (pengamatan

laboratorium selama 30 hari) mencapai 6,13 x 10-3 μg/cm2/jam, dengan tekanan

uap rata- rata =3,46 x 10-6 mm Hg. Senyawa turunan 4-bromo-2-klorofenol adalah

residu yang paling volatil dari metabolit-metabolit lainnya.

2.4.1.2 Klorpirifos

Klorpirifos adalah insektisida golongan organofosfat yang bersifat non sistemik

(WHO,2002) yang bekerja ketika terjadi kontak dengan kulit, termakan (masuk ke

lambung), dan terhirup (masuk ke sistem pernafasan). Penerapan klorpirifos pada

bibit dan tumbuhan dilakukan dengan penyemprotan langsung atau tidak

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-17

langsung. Penggunaan utama klorpirifos adalah mengontrol lalat, nyamuk (dalam

bentuk larva dan dewasa), berbagai jenis hama pertanian, hama rumah tangga

(Blattellidae,Muscidae,Isoptera), dan larva dalam air (WHO,2002). Dalam

mengontrol hama pertanian, klorpirifos adalah Coleoptera, Diptera, Homoptera

dan Lepidoptera. Penerapan klorpirifos pada tanah dilakukan sebelum tanah

digunakan untuk pra penanaman ataupun saat penanaman.

Penggunaan klorpirifos dapat menghambat kerja enzim cholinesterase.

Merupakan insektisida non-sistemik yang bekerja ketika terjadi kontak dengan

kulit, termakan (masuk ke lambung), dan terhirup (masuk ke sistem pernafasan).

Klorpirifos dapat diterapkan langsung ke tanah, maupun ke berbagai jenis

tanaman seperti tanaman jeruk, strawberi, pisang, sayur-mayur, kentang,

tembakau, bunga matahari, kacang, padi, jagung, tomat, kelapa, kapas, asparagus,

jamur, dan vegetasi hutan. Penerapan dimaksudkan untuk mengendalikan

Coleoptera, Diptera, Homoptera, dan Lepidoptera, serta mengontrol keberadaan

hama seperti nyamuk (larva dan dewasa), Blattellidae, Muscidae, dan Isoptera.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-18

Tabel 2.4 Karakteristik Fisik-Kimia Klorpirifos

Parameter Kondisi dan Nilai

Rumus bangun

Nama IUPAC o,o-diethyl-o-(3-5-6-trichloro-2

pyridinyl)phosphorothioate

Dursban, Lorsban, Dowcow, Nama dagang

Eradex, Piridane

Rumus molekul C9H11Cl3NO3PS

Berat molekul 350,6

Fasa Kristal tak berwarna dengan bau belerang

Titik leleh 42 – 43,2oC

Tekanan uap 2,03 x 10-5mm Hg (25oC)

Titik didih >3000C

1.51 g/mL pada 21°C Densitas

1.44 g/mL pada 25°C

Kelarutan pada air 1,4 mg/L (25°C)

Kelarutan pada pelarut lain:

a. benzene

b. aseton a.900 mg/L (25°C)

c. toluene b.6300 mg/L (25°C)

d. n-Hexane c.> 400 g/L (20°C)

e. acetonitrile d.> 400 g/L (20° C)

f. dikloro ethana e.680 g/100 g (23°C)

g. kloroform f.> 400 g/L (20°C)

g.6300 mg/L (25°C)

Log Kow = 4,7 (20oC) Koefisien partisi Oktanol-Air

Log Kow= 4,76 (25oC)

Koefisien adsorpsi tanah Koc = 9930

Waktu paruh degradsi pada tanah 22 hari

Stabilitas Laju hidrolisis meningkat dengan pertambahan pH dan juga

dengan kehadiran logam tembaga

Sumber: The Pesticide Manual, 2002; FAO, 2004 dan

www.inchem.org/documents/jmpr.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-19

Toksisitas klorpirifos terhadap mamalia secara oral (termakan) akan berefek akut

terhadap tikus dengan LD50 = 135-163 mg/kg, terhadap guinea pigs dengan LD50

= 504 mg/kg dan terhadap kelinci dengan LD50 = 1000 – 2000 mg/kg. Kontak

pada kulit dan mata akan berefek akut terhadap tikus dengan LD50 > 2000 mg/kg

dan terhadap kelinci dengan LD50 = 2000 mg/kg. Jika terinhalasi akan berefek

akut terhadap tikus dengan LC50 (4 – 6 jam) > 0,2 mg/L teratogenik terhadap tikus

dengan konsentrasi paparan 0,03 mg/kg.hari dan terhadap anjing 0,01 mg/kg.hari.

Terhadap mamalia yang lain, insektisida ini tidak diketahui memiliki efek

teratogenik.

Proses utama dalam degradasi klorpirifos adalah metabolisme aerobik dan

anaerobik. Hidrolisis, fotolisis, dan volatilisasi tidak terlihat menjadi proses utama

dalam degradasi klorpirifos (US EPA-Fate and Environmental Risk Assessment

Chlorpyrifos, 2000). Hasil utama degradasi klorpirifos adalah 3,5,6-trichloro 2-

pyridinol (TCP), yang lebih lanjut akan terurai menjadi senyawa asam organic dan

karbon dioksida (FAO/WHO, 2000). Klorpirifos terserap (terabsorpsi) secara kuat

kedalam tanah dan tidak bisa langsung terlepas. Karena sifat alami klorpirifos

yang non polar, klorpirifos memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan di alam

memiliki kecendrungan untuk membagi fasa dari fasa aqueous menjadi fasa

organik (WHO, 2004). Secara khusus, proses degradasi klorpirifos di alam terjadi

melalui reaksi hidrolisis, fotolisis, dan aktivitas mikroorganisme. Penjelasan

proses tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hidrolisis klorpirifos dalam larutan pada kondisi netral, asam dan basa

memiliki waktu paruh masing-masing sekitar 72, 73, dan 16 hari. Produk

utama degradasi klorpirifos adalah TCP dan O-ethyl O-(3,5,6-trichloro-2-

pyridinol) phosphorothioate, dengan persentase masing-masing lebih dari 48

dan 13% dari total aplikasi. TCP dan O-ethyl O-(3,5,6-trichloro-2-pyridinol)

phosphorothioate bersifat resisen terhadap proses hidrolisis.

b. Fotodegradasi tidak menjadi proses utama degradsi klorpirifos di tanah, karena

waktu paruh dengan cahaya matahari sama dengan waktu paruh tanpa cahaya

matahari. Produk utama degradasi klorpirifos di tanah adalah TCP.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-20

Fotodegradasi TCP di tanah berlangsung cepat, 50% TCP terdegradasi dalam 8

jam setelah aplikasi.

c. Klorpirifos didegradasi oleh mikroorganisme aerobik dalam tanah lanau

berpasir dengan waktu paruh 180 hari. Produk utama degradsinya adalah TCP.

Setelah 365 hari TCP mencapai konsentrasi maksimum sebesar 32% dari total

aplikasi. (US EPA, 1999).

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat dibuat tabel ringkasan parameter dan

nilai degradasi profenofos di alam.

Tabel 2.5 Parameter dan Nilai Degradasi Klorpirifos

Parameter degradasi Nilai

Hidrolisis:

pH 5 t1/2 = 73 hari

pH 7 t1/2 = 72 hari

pH 9 t1/2 =16 hari

Fotolisis:

di air stabil

di tanah stabil

Aktivitas Mikroorganisme di tanah:

aerobik

anaerobik

t1/2 = 11-180

hari t1/2 = 39-51

hari

Aktivitas mikroorganisme aerobik di

air Tidak ada data

Sumber: US EPA, 1999

Dari konstanta Freundlich yang diperoleh, senyawa klorpirifos teradsorbsi dengan

sangat baik di tanah, tidak mudah tedesorbsi. Menurut Racke (1993),

biodegradasi klorpirifos dalam tanah sangat bergantung pada jenis tanah dan

faktor lingkungan. Yang dimaksud faktor lingkungan di sini adalah kelembaban,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-21

pH, kandungan senyawa organik, dan formula insektisidanya. Klorpirifos sendiri

bersifat immobile di dalam tanah, tetap hasil degradasinya yang berupa TCP dapat

terlindikan, terutama jenis alkalin (Racke, 1993).

Jalur urutan degradasi klorpirifos mencapai produk turunannya dapat dilihat pada

Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pathway Degradasi Klorpirifos

Sumber : http://www.dowargo.com/chlorp/ap/science/meta.htm

2.4.1.3 Diazinon

Diazinon merupakan jenis insektisida organofosfat yang digunakan untuk

pertanian dan non pertanian (rumah dan taman). Diazinon adalah insektisida non-

sistemik yang diaplikasikan pada buah-buahan, tanaman hortikultura, kentang,

padi, tebu, tembakau dan lain-lain. Tabel 2.6 merupakan sifat fisik dan kimia

diazinon.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-22

Tabel 2.6 Karakteristik Fisik-Kimia Diazinon

Parameter Kondisi dan Nilai Rumus bangun

Nama IUPAC [O,O-diethyl-O-(2-isopropyl-6-methyl-4-

pyrimidinyl)phosphorothioate]

Nama Dagang Diazinon , Spectracide,Basudin

Rumus molekul C12H21N2O3PS

Berat Molekul 304,36

Fasa Tak bewarna

Titik didih 83-84o C

Tekanan Uap 8.25 x 10-5 mm Hg (25oC)

Konstanta Henry, KH 1.09E-7 atm m3/mol (25°C)

Kelarutan dalam air 40 mg/L (25°C)

Kow 3.81

Koc 2.28

Stabilitas Hidrolisis meningkat pada pH>6

Sumber: US. Environmental Protection Agency, 2000

Diazinon merupakan senyawa organofosfat yang relatif tidak persisten di dalam

tanah. Diazinon yang diaplikasikan akan hilang dari tanah melalui degradasi

secara kimiawi dan biologi. Sekitar 46 % dari diazinon yang ditambahkan ke

tanah akan hilang dalam 2 minggu. Jika diazinon dilepaskan ke dalam tanah, tidak

akan terikat secara kuat dengan tanah dan diharapkan akan menunjukkan

mobilitas yang cukup (sedang).

Hidrolisis menjadi lebih lambat pada pH > 6, tetapi cukup signifikan di tanah.

Produk utama dari hidrolisis adalah 2-isopropyl-4-methyl-6-hydroxypyrimidine.

Namun, jika tidak cukup air pada kondisi asam, tetraetil dithio- and thiopirofosfat

diproduksi, keduanya lebih toksik dari diazinon. Biodegradasi diharapkan menjadi

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-23

proses utama menghilangnya diazinon dengan waktu paruh < 1,2 dan 5 minggu

pada tanah yang tidak steril sedangkan pada tanah yang steril waktu paruh adalah

6, 6,5, dan 12,5 minggu. Secara keseluruhan, persistensi di dalam tanah dalam

rentang waktu 3-14 minggu. Fotolisis cukup signifikan pada permukaan tanah,

tetapi evaporasi dari permukaan tanah bukan merupakan transport yang

signifikan.

2.4.2 Efek Insektisida Organofosfat terhadap organisme

Insektisida organofosfat pertama kali ditemukan oleh Lange dan Kreuger (1932).

Insektisida organofosfat bersifat neurotoksik, atau disebut juga racun saraf.

Neurotoksik terjadi karena terhambatnya kerja enzim asetilkolinesterase (AChE).

Enzim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. AChE berperan sebagai

katalis yang dapat mengikat asetilkolin dan menguraikannya menjadi asetil dan

kolin. Asetilkolin berfungsi mengantar impuls saraf dari sel saraf ke sel otot atau

ke sel saraf lain. Setelah impuls sampai maka asetilkolin harus diuraikan menjadi

asetil dan kolin. Penguraian asetilkolin bertujuan untuk menghentikan pengiriman

rangsangan dalam saraf.

Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan

menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat

ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan

cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan

senyawa-senyawa organofosfat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun

demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya

faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang

ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar

insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan

organofosfat dan karbamat.

Dalam bidang pertanian, insektisida organofosfat digunakan untuk membunuh

hama pengganggu, berupa serangga, dengan cara merusak sistem saraf serangga.

Ada tiga jenis cara racun insektisida organofosfat merusak sistem saraf serangga,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-24

pertama racun kontak, kedua racun perut, dan terakhir racun pernapasan. Racun

kontak terjadi apabila insektisida organofosfat mengenai kulit atau permukaan

tubuh serangga kemudian diserap oleh tubuh serangga lalu menyerang sistem

saraf, sedangkan racun perut terjadi apabila insektisida organofosfat merusak

sistem saraf target setelah masuk ke dalam sistem pencernaan. Racun perut ini

sangat efektif untuk mengontrol jenis serangga mengunyah dan menghisap. Dan

terakhir racun pernapasan, bekerja dengan cara masuk melalui pernapasan atau

terhisap kedalam sistem pernapasan serangga. Penggunaan insektisida

organofosfat dapat menyebabkan kontaminasi pada air dan merusak tanaman dan

binatang yang bukan merupakan target penerapan insektisida.

2.5 Organisme Dalam Tanah

Organisme dalam suatu lingkungan bertautan erat sekali dengan sekelilingnya,

sehingga mereka membentuk bagian dari lingkungan sendiri. Tumbuhan dan

hewan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti iklim dan

substrat. Pengaruh lingkungan terhadap komunitas hidup yang menunjang adalah

hasil aksi yang saling terkait. Interaksi suatu organisme dan lingkungan

menentukan ukuran populasi dan penyebarannya.

Kehidupan dalam tanah terdiri atas bentuk-bentuk makro seperti akar tanaman,

keong, cacing, nematoda, hewan penggali dan arthropoda, serta bentuk-bentuk

renik seperti protozoa, bakteri, aktinomisetes, jamur dan ganggang. Ukuran

makhluk yang sangat kecil memungkinkan bagi sejumlah basar makhluk itu

menghuni ruang-ruang yang sangat kecil.

2.5.1 Mikroorganisme Dalam Tanah

Keanekaragaman hayati dalam tanah dapat dilihat dari organisme yang hidup

dalam tanah tersebut. organisme-organisme ini berhubungan antara satu dengan

yang lainnya dan membentuk suatu interaksi. golongan-golongan utama (besar)

yang menyusun populasi mikrobiologis tanah yaitu bakteri(autotrof, heterotrof),

aktinomisetes, fungi, protozoa, nematoda dan cacing tanah. Organisme ini

meningkatkan pemasukan dan penyimpanan dari air, pencegahan erosi,

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-25

kandungan nutrisi dalam tanah dan kemampuan untuk medegradasi bahan

organik.

Tabel 2.7 Jumlah Maksimum Biomass Organisme Di Tanah Yang Sangat Subur

kelimpahan Biomass Jenis organisme

(no/m2) (g/m2)

Bacteria 3 x 1014 300

Fungi 400

Protozoa 5 x 108 38

Nematodes 107 12

Earthworms and

related forms 105 132

Mites 2 x 105 3

Springtails 5 x 104 5

Other invertebrates

(snails, millipedes,

etc)

2 x 103 36

Sumber: B.N. Richards (1974)

Keanekaragaman organisme dalam tanah mencerminkan simbiosis organisme

hidup didalamnya. Organisme ini saling berhubungan dengan satu sama lain dan

dengan membentuk suatu hubungan aktivitas biologi. Tanah merupakan bagian

biologis paling kompleks di bumi. kumbang, springtails, cacing, laba-laba, semut,

nematodes, jamur, bakteri, dan organisme lainnya ini meningkatkan masukan air,

menjaga erosi, nutrisi, dan mendegradasi senyawa organik. Dari variasi yang

sangat kompleks tersebut menyebabkan kesetimbangan dari rantai makanan.

2.5.1.1 Peran Bakteri Pada Ekosistem Tanah

Bakteri tanah dapat menguntungkan bila kehadirannya berperan dalam siklus

mineral, fiksasi nitrogen, perombakan residu pestisida, proses menyuburkan

tanah, perombakan limbah berbahaya, biodegradasi, bioremidasi, mineralisasi,

dekomposisi, dan lain-lain. Tanah dikatakan subur bila mempunyai kandungan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-26

dan keragaman biologi yang tinggi. Bakteri tanah dapat juga merugikan bila

kehadirannya berperan dalam proses denitrifikasi, dan sebagai jasad penyebab

penyakit.

Peranan bakteri, khususnya bakteri yang hidup bersimbiosis dan yang hidup non

simbiosis dalam tanah berperan dalam memfiksasi atau menambatkan nitrogen

dari udara. Bakteri dan fungi berperan pula dalam siklus mineral atau daur mineral

seperti S, C, dan P. Kehadiran bakteri tersebut di dalam tanah, khususnya tanah

pertanian dan pertambangan mempunyai nilai ekonomi baik dalam menyuburkan

tanah, penyediaan mineral yang dibutuhkan oleh tanaman maupun dalam

pengelolaan endapan mineral. Juga berperan dalam pembentukan agregat tanah

dan dapat menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive terhadap

munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah-soil borne pathogen).

Bakteri yang hidup dalam tanah memegang peranan penting dalam meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini berkaitan dengan kemampuannya

mengikat nitrogen dari udara dan mengubah amonium menjadi nitrat. Termasuk

dalam golongan ini bakteri berbentuk basil yang mampu membentuk spora. Selain

bakteri yang berbentuk batang, terdapat pula bakteri berbentuk kokus, dan vibrio.

Beberapa contoh bakteri tersebut adalah :

• Clostridium pasteurianum adalah bakteri yang memfiksasi nitrogen dalam

keadaan anaerob.

• Azotobacter chroococcum adalah bakteri yang dapat mengikat nitrogen

dalam keadaan aerob.

• Nitrobacter yaitu bakteri yang dapat mengubah amonium menjadi nitrat.

• Radicicolas yaitu bakteri yang hidup bersimbiosis dengan Leguminosae.

• Bacillus, dapat mengikat nitrogen, membentuk spora, rentang pH 2 – 8

dengan rentang temperatur -50C – 750C, meliputi 7 – 67%.

• Pseudomonas, terdiri dari 3 – 15%, beberapa spesiesnya bersifat patogen.

Di antara organisme tanah yang mengadakan persaingan, bakteri autotrof

dianggap merupakan organisme yang paling menonjol. Bakteri fotosintetik

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-27

memiliki kemampuan menggunakan amonia yang terbawa air hujan, hidrogen,

dan metana sebagai sumber energinya. Sejumlah simbiosis tertentu dimungkinkan

bakteri pembentuk nitrat menggunakan nitrit yang dihasilkan oleh bakteri

pengoksidasi amonia.

Masalah utama yang timbul adalah adanya dampak negatif atas kehadiran

senyawa rekalsitran di lingkungan, yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.

Hal ini terjadi karena mikroorganisme dalam biosfir tidak pernah berhubungan

dengan senyawa-senyawa tersebut pada sejarah evolusi sebelumnya.

Selama revolusi kehidupannya mikroorganisme belum berpengalaman dalam

menguraikan senyawa yang belum dikenal sebelumnya, karena tidak memiliki

enzim yang diperlukan untuk mendegradasi senyawa rekalsitran atau bahan

pencemar lainnya. Hanya dengan proses diagenesis, yaitu proses perubahan

kimiawi, biokimia, dan fisika, lambat laun mikroorganisme tersebut dapat

beradaptasi, kemudian akhirnya mampu melakukan degradasi. Dalam proses

adaptasi tersebut terjadi sintesis enzim dan plasmid yang dibutuhkan unutk

mendegradasi senyawa rekalsitran (Sa’id dan Haris, 1992). Hal ini didukung oleh

kemajuan bidang genetika modern, biologi molekuler, dan biologi seluler,

sehingga sudah banyak terlihat mikroorganisme alamiah yang mampu

mendegradasi polutan rekalsitran. Hal ini diduga karena mikroorganisme di alam

memiliki plasmid, yaitu organela dalam sel yang dapat berfungsi sebagai penyandi

berbagai enzim pengurai insektisida. Hanya saja jumlahnya sangat rendah (kurang

dari 100 / 106 – 102 sel per gram tanah) sehingga tidak mencukupi fungsinya

untuk memperbaiki media yang tercemar. Sehingga peranan bakteri dalam tanah

adalah sebagai berikut:

a. Siklus energi

- Sumber energi utama adalah matahari yang diubah oleh tanaman melalui

proses fotosintesis menjadi bahan organik

- Beberapa mikroorganisme mampu melakukan fotosinthesis (menangkap

energi matahari: algae)

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-28

- Sumber energi yang lain adalah hasil oksidasi-reduksi mineral anorganik: S

dan Fe

- Energi dalam bahan organik dimanfaatkan oleh organisme/mikroorganisme

- Organisme dekomposer: milipede dll.

- Mikroorganisme dekomposer: jamur dan bakteri

- Mikroorganisme yang tumbuh di rhizosfer memanfaatkan energi dalam

eksudat akar: bakteri Azotobacter

b. Siklus hara

Mikroorganisme mempunyai peran yang sangat penting dalam siklus hara

karena:

1. Ukurannya yang kecil sehingga mempunyai rasio permukaan:volume yang

sangat besar

⇒ memungkinkan pertukaran material (hara) dari sel ke lingkungannya

dengan sangat cepat

2. Reproduksi yang sangat cepat (dalam hitungan menit)

3. Distribusi keberadaan yang sangat luas

Macam-macam siklus hara penting

1. Siklus Nitrogen

- Pool N terbesar di udara sebagai gas N2

- N menjadi tersedia melalui proses fiksasi (kimia maupun mikrobiologis)

(nitrogen fixer: rhizobium dll)

- N organik (dalam jaringan mahluk hidup - bentuk protein, asam amino dan

asam nukleat) menjadi N anorganik melalui proses mineralisasi NH4+

(ammonium) == MO dekomposer

- NH4+ mengalami Nitrifikasi oleh Nitrosomonas, Nitrosococcus dan

Nitrosovibrio

- NO2- menjadi NO3

- oleh Nitrobacter dan Nitrococcus

- NO3- mengalami Denitrifikasi menjadi NO2

- oleh Pseudomonas, Bacillus

dan Alcaligenes

- N anorganik dapat diasimilasi oleh mikroorganisme = Imobilisasi.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-29

2. Siklus Sulfur

- Oksidasi sulfur menjadi sulfat oleh Thiobacillus, Arthrobacter dan

Bacillus

2H2S + O2 → 2S + 2H2O

2S + 2H2O + 3O2 → 2SO42- + 4H+

S2O32- + H2O + 2O2 → 2SO4

2- + 2H+

- Reduksi Sulfat menjadi sulfida (S2-) oleh Desulphovibrio desulphuricans

2SO42- + 4H2 → S2- + 4H2O

3. Siklus fosfor

- Fosfor di alam dalam bentuk terikat sebagai Ca-fosfat, Fe- atau Al-fosfat,

fitat atau protein

- Mikroorganisme (Bacillus, Pseudomonas, Xanthomonas, Aerobacter

aerogenes) dapat melarutkan P menjadi tersedia bagi tanaman

c. Pembentukan agregat tanah

- Organisme tanah menghasilkan polimer organik (misal humic dan fulvic

acids) yang mengikat partikel lempung menjadi mikro agregat

- Pembentukan mikroagregat menjadi makro agregat dimediasi oleh bahan

organik dan berbagai jenis mikro dan makroorganisme (bakteri, jamur-

terutama jamur VAM, algae, cacing, semut, serangga dsb.).

2.5.1.2 Morfologi Bakteri

Bakteri adalah suatu kelompok mikroorganisme prokariotik bersel tunggal yang

berukuran relatif kecil, tidak memiliki selaput inti, dan bersifat kosmopolit.

Bakteri terlihat dalam bentuk penataan yang sederhana. Reproduksi khas dengan

pembelahan biner. Motilitas umumnya dengan flagela. Beberapa spesies

menghasilkan endospora. Pada umumnya memiliki dinding sel yang kaku karena

terdiri dari peptidoglikan. Beberapa spesies mampu melakukan proses

fotosintesis, yaitu bakterioklorofil (Pelczar dan Chan, 1986).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-30

Gambar 2.5 Morfologi Sel Bakteri

Sumber: Pustekkom, 2005

2.5.1.2.1 Ukuran

Satuan ukuran bakteri ialah mikrometer, yang setara dengan 1/1000 mm atau 10-3

mm. Bakteri yang berbentuk bola (kokus) mempunyai diameter yang berkisar

0,75 – 1,25 µm. Basillus atau bentuk batang mempunyai lebar 0,5 – 1 µm dan

panjang 2 – 3 µm. Sel beberapa spesies bakteri amat panjang; panjangnya dapat

melebihi 100 µm dan diameternya berkisar 0,1 – 0,2 µm. Sekelompok bakteri

yang dikenal sebagai mikoplasma, ukurannya khas amat kecil – demikian kecilnya

sehingga hampir-hampir tak tampak di bawah mikroskop cahaya (Pelczar dan

Chan, 1986).

2.5.1.2.2 Bentuk Bakteri

Menurut bentuknya (Gupte, 1990), bakteri dibagi dalam :

Kokus (berasal dari kata kokkos yang artinya arbei)

Kokus bergerombol – stafilokokus

Kokus berantai – streptokokus

Kokus berpasangan – diplokokus

Kokus berkelompok empat-empat – tetrada

Kokus berkelompok delapan-delapan – sarsina

Berbentuk silinder atau batang yang disebut basil (berasal dari kata baculus yang

berarti batang). Jenis-jenis bakteri berbentuk batang :

1. Pada beberapa kuman, lebarnya dan panjangnya hampir sama, disebut

kokobasil, misalnya Brucella.

2. Tersusun seperti huruf Cina, misalnya pada Corynebacterium.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-31

3. Vibrio : berbentuk seperti koma, batang bengkok, dan berasal dari nama

gerakannya yang bervibrasi (bergetar).

4. Spiroketa : (dari kata sferia yang berarti ulir, chaete berarti rambut).

Ukurannya relatif lebih panjang, tipis dan fleksibel, dan mempunyai

beberapa lekukan.

5. Aktinomisetes : (actis berarti berkas sinar, mykes berarti jamur)

merupakan bakteri berbentuk filamen bercabang, disebut demikian karena

mirip pancaran sinar matahari.

6. Mikoplasma merupakan organisme yang tidak mempunyai dinding sel

karenanya tidak memiliki bentuk yang stabil, seringkali berupa bulatan

atau bentuk lonjong dengan filamen diantaranya.

2.5.1.2.3 Flagelum

Embel-embel seperti rambut yang teramat tipis mencuat menembus dinding sel

dan bermula dari tubuh dasar, suatu struktur granular tepat di bawah membran sel

di dalam sitoplasma, disebut flagelum (jamak, flagela). Flagelum menyebabkan

motilitas (pergerakan) pada sel bakteri. Flagelum terdiri dari tiga bagian : tubuh

dasar, struktur seperti kait, dan sehelai filamen panjang di luar dinding sel

(Pelczar dan Chan, 1986). Jumlah dan susunan flagel bersifat khas pada tiap

bakteri. Menurut Gupte (1990) susunannya pada badan bakteri dapat berupa :

Monotrikh. Satu flagel pada salah satu ujung organisme, misalnya pada

Vibrio, Pseudomonas, Spirillum, dan lain-lain.

Amfitrikh. Satu flagel pada tiap-tiap ujung kuman, misalnya pada

Alcaligenes faecalis.

Lopotrikh. Satu berkas flagel pada salah satu ujung, misalnya pada

Pseudomonas.

Peritrikh. Beberapa flagel tersebar pada seluruh permukaan bakteri,

misalnya Escherichia coli dan Salmonella.

2.5.1.3 Lingkungan Sebagai Habitat Bagi Bakteri

Bakteri terdapat dimana-mana, ada di berbagai habitat. Satu gram tanah dapat

mengandung beberapa ribu sampai beberapa juta. Sebagian besar adalah sapotrof

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-32

atau parasit, dan sejumlah kecil adalah autotrof, yang memperoleh energi dari

proses oksidasi atau dari cahaya (karena adanya bakterioklorofil). Pada tanah,

aktivitasnya berperan penting dalam perombakan bahan organik yang sudah mati

dan mengembalikan mineral-mineral untuk pertumbuhan tumbuhan tingkat tinggi.

Beberapa diantaranya merupakan sumber antibiotik. Sebagai agen penyakit

tumbuhan, maka bakteri kurang berperan dibandingkan jamur; namun mereka

menjadi penyebab banyak penyakit pada hewan dan manusia (misalnya dipteria,

tuberculosis, tifoid, beberapa macam pneumonia). Pada air subterania (air tanah)

dan mata air sangat miskin nutrien. Oleh karena itu, koloni mikroflora hanya

beberapa tipe saja, tumbuhan tingkat tinggi dan binatang hampir tidak ada (Yusup,

2002)

Lingkungan sebagai habitat bagi mahluk hidup mempunyai berbagai faktor –

faktor abiotik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup

bakteri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah temperatur, intensitas cahaya,

pH, kelembaban tanah, air, dan tekanan osmosis.

Temperatur memiliki efek langsung maupun tidak langsung pada aktivitas biologi

dalam tanah. Efek langsung yaitu terhadap laju reaksi fisik dalam tanah dan efek

tidak langsung adalah mempengaruhi aktivitas mikroba tanah melalui aspek lain

seperti laju pelapukan mineral, laju difusi, potensi redoks, aktivitas air dan lain-

lain. Temperatur bersama kelembaban tanah, merupakan faktor yang menentukan

mineralisasi N dalam tanah, yakni dengan meningkatnya air dan temperatur dalam

tanah akan meningkatkan dekomposisi bahan organik.

Bakteri dapat bertahan hidup dengan rentang suhu yang luas, tetapi rentang untuk

tumbuh dan melakukan aktivitas hidup berada di antara 0-90 0C. Para peneliti

telah menemukan bahwa tiap-tiap organisme mempunyai temperatur minimum

yaitu dibawah temperatur ini pertumbuhan tidak akan terjadi lagi, temperatur

optimum yaitu pertumbuhan terjadi sangat cepat, dan temperatur maksimum yaitu

suatu pertumbuhan dinilai tidak memungkinkan lagi. Ketiga zona temperatur

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-33

tersebut disebut sebagai temperatur kardinal. Batasan kardinal temperature pada

tiap organisme berbeda-beda kisarannya. Bakteri yang tumbuh pada 0 sampai

30°C dikelompokan kedalam bakteri psikrofil; mesofil, yang tumbuh pada 25

sampai 40°C ; dan termofil , yang tumbuh pada suhu 50° atau lebih. Beberapa

bakteri mempunyai temperatur optimal yang kecil seperti pada 5 sampai 10 °C

dan beberapa lagi pada temperatur tinggi seperti pada 90 hingga 100°C. Beberapa

bakteri telah ditemukan dan diisolasi dari air laut antartika yang mempunyai

temperatur optimum yang cukup ekstrim yakni 4°C, dan bakteri tersebut masih

dapat tumbuh pada suhu –2,5°C. Beberapa bakteri anaerob telah diisolasi dari

lubang hidrotermal di laut dalam dengan temperatur optimumnya pada suhu

105°C. Bakteri yang tumbuh pada kisaran suhu 55 sampai 70°C yakni bakteri-

bakteri thermofil seperti dari genus Bacillus, Clostridium, Thermoactinomyces,

dan Methanobacterium.

Intensitas cahaya adalah hal yang cukup penting juga karena mempengaruhi

keberadaan bakteri fotoautrotopik. Bakteri fotoautrotopik memerlukan cahaya

sebagai sumber energinya yang juga akan berpengaruh terhadap kelangsungan

berbagai organime yang terdapat pada ekosistem tersebut. Sinar ultraviolet

merupakan komponen tidak terlihat yang terkandung pada cahaya matahari.

Akibat negatif radiasi sinar ultraviolet adalah (1) membunuh sel (2) menunda

pertumbuhan dan (3) mengubah hereditas akibat mutasi gen (Salle.1961).

Kemasaman tanah (pH) merupakan sifat fisik-kimia yang paling banyak diteliti

pengaruhnya terhadap ekologi mikroba. Salah satu konsekuensi yang sangat

penting dari pH tanah adalah pengaruhnya terhadap kelarutan hara (keracunan dan

kekurangan), unsur Fe, Mn dan Zn akan berkurang ketersediaannya pada pH

tinggi, dan akan bersifat racun bila pH di bawah 5. Hara P kurang tersedia pada

pH rendah maupun tinggi. Pada pH rendah umumnya dijumpai dominasi fungi

sedangkan bakteri (termasuk aktinomycetes) umumnya dominan pada pH 6-8.

Permukaan koloid tanah biasanya memiliki pH yang lebih rendah 2 unit atau lebih

dari pH larutan.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-34

pH daerah rizosfer sebagian dikontrol oleh sumber hara nitrogen bagi tanaman.

Dekomposisi bahan organik oleh mikroba cenderung meningkatkan kemasaman

tanah akibat asam organik yang dihasilkan. pH optimum bagi kebanyakan bakteri

berkisar antara 6,5 dan 7,5. Beberapa spesies dapat tumbuh pada keadaan yang

sangat asam ataupun sangat basa. Dari mulai pH minimum ± 0,5, hingga pH

maksimum ± 9,5. Namun bisa saja bakteri dapat tumbuh diluar kisaran pH

tersebut. Bakteri yang dapat tumbuh pada pH yang netral yakni pada pH 7,0

disebut bakteri neutrofilik. Bakteri yang tumbuh pada pH asam disebut bakteri

asidofilik. Bakteri yang tumbuh pada pH basa disebut bakteri alkalofilik. Beberapa

bakteri dapat tumbuh pada pH yang sangat ekstrim seperti Thiobacillus

thiooxidans yang mempunyai pH optimum 2,5 dan masih tetap dapat tumbuh

mendekati pH 0 sekalipun. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh dengan kebasaan

yang ekstrim yakni pada pH 10 hingga 12 yakni pada archaebacterium yakni

Halobacterium , dalam lingkungan yang bersifat asin (Paul and Batzing, 1987).

Keasaman tanah merupakan faktor penentu bagi aktivitas bakteri karena berkaitan

dengan reaksi-reaksi enzimatis. Semakin rendah atau tinggi dari pH netral maka

akan menghambat aktivitas-aktivitas reaksinya. Bila bakteri dikultivasi di dalam

suatu medium yang pH-nya mula-mula disesuaikan, maka digunakan larutan

penyangga (buffer) untuk mempertahankan nilai pH yang normal, yaitu kombinasi

garam-garam fosfat, seperti KH2PO4 dan K2HPO4. Kelembaban tanah merupakan

faktor yang menentukan mineralisasi N dalam tanah. Dalam tiap gram tanah, yang

berkandungan sekitar 0,3 % bahan organik paling sedikit ditemukan 17.000

organisma, yang kebanyakannya terdiri dari bakteri yang hidup bersama dengan

sekitar 10-15 %. Aktinomisetes dan 0,56-2,0 % cendawan. Tanah lainnya yang

berkandungan sekitar 0,45 % bahan organik rata-rata per gramnya dihuni oleh

59.666 organisma, kebanyakan juga terdiri dari bakteri, sedang Aktinomisetes

hanya terdapat sekitar 0,61 % dan cendawan sekitar 0,27 %. Kenaikan

kelembaban akan meningkatkan jumlah bakteri sampai 80 %.

Bakteri dapat dibedakan dan diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan akan

oksigen. Bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya disebut

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA -  · PDF file2.1 Bioindikator ... Dari Gambar 2.1 terlihat setelah aplikasi, residu insektisida akan terdapat pada tanaman, tanah, air permukaan,

2-35

bakteri aerob. Bakteri aerob obligat tidak akan tumbuh apabila tidak tersedianya

oksigen pada lingkungannya. Bakteri anaerob yakni bakteri yang tumbuh tanpa

oksigen molekuler , bakteri ini tumbuh biasanya dengan menggunakan senyawa

kimia lain seperti dengan melakukan fermentasi, respirasi anaerob maupun

kemosintesis. Bakteri anaerobik fakultatif yakni bakteri yang tumbuh dalam

keadaan aerob ataupun anaerobik. Dan bakteri mikroaerofilik yakni bakteri yang

dapat tumbuh dengan optimal apabila tersedia sedikit oksigen atmosferik.

2.5.1.4 Total Plate Count

Terdapat beberapa cara untuk menentukan jumlah bakteri dalam sebuah sampel.

Cara yang paling sering digunakan adalah cara perhitungan koloni pada lempeng

pembiakan (Plate Count). Disamping itu dapat juga dilakukan perhitungan

langsung secara mikroskopis. Metode plate count termasuk ke dalam perhitungan

tidak langsung, karena menghitung bakteri yang telah diinkubasi terlebih dahulu,

setelah ditanam pada medium dengan pengenceran tertentu. Pengenceran

dimaksudkan agar jumlah koloni tidak terlalu banyak sehingga masih dapat

dihitung.

Hasil hitungan yang dapat dianggap valid menurut Usman (1986) adalah 30 – 300

koloni pada setiap lempeng pembiakan dengan tingkat pengenceran tertentu.

Sedangkan menurut Salle (1961), perhitungan dengan menggunakan plate count

beragam dari 200.000 hingga 100.000.000 per gram tanah. Brock (1984)

menyatakan bahwa pada lingkungan alaminya bakteri memiliki rentang jumlah

yang luas, dari beberapa ratus sel per ml hingga 109-1010 per ml.