bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1....

25
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemiskinan Kemiskinan adalah suatu keadaan yang alami oleh semua negara, baik oleh negara yang berkembang, maupun negara maju yang telah memiliki kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang memadai. Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidak nyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih menekankan pada “kualitas hidup” yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan.Sementara untuk negara-negara yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada tahun 1960 sedikit sekali pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskina (Pratiwi, 2014). Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang rata-rata memiliki pengeluaran perkapita dibawah garis kemiskinan

Upload: dinhtuyen

Post on 25-Aug-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu keadaan yang alami oleh semua negara,

baik oleh negara yang berkembang, maupun negara maju yang telah

memiliki kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia

yang memadai.

Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang

disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau

bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidak nyamanan dalam

kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi

tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta

suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih

menekankan pada “kualitas hidup” yang dinyatakan dengan perubahan

lingkungan hidup melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak

mengurangi bahkan justru menambah tingkat polusi udara dan air,

mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan mengurangi kualitas

lingkungan.Sementara untuk negara-negara yang sedang berkembang,

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada tahun 1960 sedikit sekali

pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskina (Pratiwi, 2014).

Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk

yang rata-rata memiliki pengeluaran perkapita dibawah garis kemiskinan

11

perulannya. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis

kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan.Garis

kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi

dasar makanan yang riil dikonsumsi yang kemudian disetarakan dengan

2.100 kilo kalori perkapita perhari.Garis kemiskinan non makanan

merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi non

makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan

kesehatan.Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51

jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi dipedesaan.

Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu

(Arsyad, 2010)

a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang berkaitkan

dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang

berdasarkan pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar

minimum yang merupakan sebuah patokan seseorang untuk hidup

secara layak. Dengan begitu kemiskinan dapat diukur dengan cara

membandingkan tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat

pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya

yakni makanan pakaian dan perumahan yang bertujuan dapat

menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk dalam

golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di

bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi

12

kebutuhan dasa hidupnya. Konsep ini bertujuan untuk menentukan

tingkat pendapatan minimum yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk

menjamin kelangsungan hidup.

b. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dapat dilihat dari

aspek ketimpangan sosial, sering terjadi fenomena dimana seseorang

sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih

jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya).

Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan

atas dan golongan bawah maka akan berpengaruh terhadap besar

kecilnya jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin,

sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah

distribusi pendapatan.

Penyebab kemiskinan menurut World Bank (2008), dari

perspektif akses dari individu terhadap sejumlah aset yang penting

dalam menunjang kehidupan, yakni asset dasar kehidupan (misalnya

kesehatan dan ketrampilan/pengetahuan), aset alam (misalnya tanah

pertanian atau lahan olahan), asset fisik (misalnya modal, sarana

produksi dan infrastruktur), asset keuangan (misalnya kredit bank dan

pinjaman lainnya), dan asset sosial (misalnya jaminan sosial dan hak-hak

politik). Ketiadaan akses dari satu atau lebih dari aset-aset di atas

merupakan penyebab seseorang masuk ke dalam kemiskinan.

13

Menurut Todaro dan Smith (2008), kemiskinan yang terjadi

dinegara-negara berkembang akibat dari interaksi antara 6

karakteristik berikut:

a. Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang

rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.

b. Pendapatan perkapita negara-negara berkembang juga masih rendah

dan pertumbuhannya sangat lambat, bahkan ada beberapa yang

mengalami stagnasi.

c. Distribusi pendapatan sangat timpang atau sangat tidak merata.

d. Mayoritas penduduk di negara-negara berkembang harus hidup di

bawah tekanan kemiskinan absolut.

e. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas,

kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat

kematian bayi di negara-negara berkembang sepuluh kali lebih

tinggi dibandingkan dengan yang ada di negara maju.

f. Fasilitas pendidikan di kebanyakan negara-negara berkembang

maupun isi kurikulumnya relatif masih kurang relevan maupun

kurang memadai.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1997), penyebab dan

terjadinya penduduk miskin di negara yang berpenghasilan rendah

adalah karena dua hal pokok, yaitu rendahnya tingkat kesehatan dan

gizi, dan lambatnya perbaikan mutu pendidikan. Oleh karena itu,

upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan

14

pemberantasan penyakit, perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan mutu

pendidikan, pemberantasan buta huruf dan peningkatan keterampilan

penduduknya. Kelima hal itu adalah upaya untuk memperbaiki kualitas

sumber daya manusia.

2. Infrastruktur

Pengertian infrastruktur merujuk pada sistem fisik dalam

menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan

gedung dan fasilitas publik lain seperti listrik, telekomunikasi, air bersih

dsb, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam

lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988; Muhammad 2004). Sistem

infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial

dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat.Sistem infrastruktur

dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau strukturstruktur dasar,

peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan

untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg,

1988 dalam Posumah 2015).

Menurut Lewis, (dalam Posumah, 2015) Prasarana (Infrastructure)

bisa dengan aman mengikuti investasi yang lain. Sebagai contoh, jika

investasi industri naik, akan terdapat penekanan akan penyediaan listrik

dan fasilitas pengangkutan. Orang-orang yang bertanggung jawab atas

fasilitas umum harus memperhatikan naiknya kebutuhan, dan karena

bisnis itu baik, tidak akan mendapat kesulitan dalam memperoleh dana

untuk membiayai perluasan sistem. Sementara itu, prioritas yang kurang

15

penting (terutama kebutuhan konsumen domestik) sudah tersingkir

karena tidak adanya suplai tetapi investasi utama tidak mungkin dibuat

tetap.

Infrastruktur pembangunan pada dasarnya dapat dibagi menjadi

(Valeriani, 2011) menjadi dua, pertama Infrastruktur ekonomi,

merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas

ekonomi, meliputi public utilities (listrik, air, sanitasi, gas), public work

(jalan, bendungan, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan, kereta

api, pelabuhan, lapangan terbang). Kedua Infrastruktur social yaitu

prasarana sosial meliputi infrastruktur pendidikan dan infrastruktur

kesehatan.

Konsep infrastruktur memiliki pengertian yang berbeda-beda

menurut sudut pandang kepentingannya, belum terdapat kesamaan

pandangan antar lembaga, Negara dan antar disiplin ilmu mengenai

konsep infrastruktur.Dari sisi ekonomi, infrastruktur dapat dipandang

sebagai sumberdaya modal yang digunakan dalam aktifitas konsumsi,

produksi dan investasi.Implikasi atas pengertian ini mendorong timbulnya

klasifikasi infrastruktur menjadi infrastruktur ekonomi dan infrastruktur

sosial yaitu infrastruktur pendidikan dan infrastruktur kesehatan (Riadi,

2010).

3. Infrastruktur Ekonomi

Infrastruktur merupakan input penting bagi kegiatan produksi dan

dapat memengaruhi kegiatan ekonomi dalam berbagai cara baik secara

16

langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur tidak hanya merupakan

kegiatan produksi yang akan menciptakan output dan kesempatan kerja,

namun keberadaan infrastruktur juga memengaruhi efisiensi dan

kelancaran kegiatan ekonomi di sektor-sektor lainnya (Wahyuni, 2009).

Keberadaan infrastruktur sangat penting dalam mendukung

pembangunan ekonomi karena infrastruktur yang baik dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik bagi dunia usaha maupun

bagi sosial kemasyarakatan.Dengan infrastruktur yang memadai, biaya

produksi, transportasi, komunikasi dan logistik semakin murah, jumlah

produksi meningkat, laba usaha meningkat, sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat. Ketersediaan infrastuktur juga mempercepat

pemerataan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur yang

disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan antar

wilayah sehingga mendorong investasi yang baru, lapangan kerja baru

dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sehingga

mengurangi kemiskinan (Wahyuni, 2009).

Dampak dari kekurangan infrastruktur serta kualitasnya yang

rendah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tenaga

kerja. Sehingga pada akhirnya banyak perusahaan akan keluar dari bisnis

atau membatalkan ekspansinya. Karena itulah infrastruktur sangat

berperan dalam proses produksi dan merupakan prakondisi yang sangat

diperlukan untuk menarik akumulasi modal sektor swasta (Widayati,

2010).

17

Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang

diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities

(listrik, air, sanitasi, gas, giro pada bank), public work (pasar, hotel,

industri, bendungan, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan,

kereta api, pelabuhan, lapangan terbang) (Valeriani 2011).

18

4. Infrastruktur Pendidikan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tenteng Sistem Pendidikan, pendidikan didefinisikan sebagai

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Jalur pendidikan yang ada di

Indonesia adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, dan

pendidikan informal.

Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

Pendidikan dasar, merupakan pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menegah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasara (SD)

dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),

atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan Menengah, merupakan

lanjutan pendidikan dasar.Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan

menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan

menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah

(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah

Kejurusan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.Sedangkan Pendidikan

tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

19

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,

doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi

dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institute, atau

universitas (Pratiwi,2014).

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,

penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka

mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini meliputi

pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan

kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan

keaksaraan, dan lain-lain. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan

keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Hasil pendidikan formal diakui sama dengan pendidikan formal dan

nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional

pendidikan (Pratiwi, 2014).

Pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu

negara. Jika dunia pendidikan suatu negara rendah, maka akan

menyebabkan proses pembangunan menjadi terhambat. Sebab,

pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan juga

mempertahankan jati diri manusia suatu negara.Sehingga, setiap negara

yang ingin maju, maka pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi

20

prioritas utama karena pendidikan merupakan sarana untuk menghapus

kebodohan serta kemiskinan. Namun, pendidikan di Indonesia selalu

terhambat oleh permasalahan kepedulian pemerintah yang rendah

terhadap pendidikan dikarenakan kalah dari urusan yang lebihstrategis

yaitu Politik. Bahkan, pendidikan dijadikan sasaran politik untuk menuju

kekuasaan agar dapat menarik simpati dari masyarakat. Permasalahan

lain yaitu penjajahan terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme,

dengan hutang negara yang semakin meningkat, badan atau organisasi

donor pun mengintervensi secara langsung maupun tidak terhadap

kebijakan ekonomi suatu bangsa.Akibatnya, terjadi privatisasi di segala

bidang. Bahkan, pendidikan tidak luput dari proses privatisasi ini yang

menyebabkan pendidikan menjadi semakin mahal yang tidak bisa di

jangkau oleh masyrakat. Akhirnya, masyarakat tidak bisa mencapai

pendidikan yang tinggi dan berakibat pada penurun kualitas sumber daya

manusia di Indonesia.Selain itu kondisi masyarakat yang tidak bisa

mengadaptasikan dengan lingkungan yang ada. Hal ini akan berdampak

pada kurangnya perhatian terhadap dunia pendidikan, dikarenakan

masyarakat lebih mengutamakan kepentingan kebutuhan pangan daripada

pendidikan. Akibatnya, kebodohan dan kemiskinan pun akan terjadi.

Sehingga, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, yang akan

melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya pendidikan,

dan kemudian menjadi bodoh serta akan mengalami kemiskinan.

(Pratiwi,2014)

21

Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan

pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia

(human capital) dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk

meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan

melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kulaitas

sumber daya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya

pengetahuan dan ketrampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan

meningkat sehingga mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.

Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya

akses mereka memperoleh pendidikan. Sehingga dengan infrastruktur

pendidikan yang memadai akan mendorong kualitas sumber daya

manusia yang akan menyebabkan menurunnya tingkat kemiskinan

(Rasidin dan Bonar, 2004).

Infrastruktur pendidikan meliputi infrastruktur fisik yang

diperlukan untuk menunjang aktivitas pendidikan (bangunan sekolah,

guru, buku, murid) dan infrastruktur lunak yaitu kerangka institusional

atau kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja),

norma , khusunya yang telah dikembangkan dan dikodifikasikan menjadi

peraturan hukum dan perundang-undangan (https://id.wikipedia.org).

5. Infrastruktur Kesehatan

Beberapa pakar ekonom mempunyai anggapan bahwa kesehatan

merupakan kejadian ekonomi yang dapat dilihat dari stok maupun juga

22

dinilai sebagai investasi, sehingga kesehatan manjadi salah satu variable

yang nantinya dapat dianggap sebagai suatu faktor yang sangat

berpengaruh terhadap nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu

sasaran dari berbagai tujuan yang merupakan puncak yang ingin dicapai

oleh individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai

tujuan dari sebuah kesejahteraan. Oleh karena itu, kesehatan dianggap

sebagai modal yang mendasar yang memililiki tingkat pengembalian

yang positif baik untuk individu perorangan maupun untuk masyarakat

luas (Pratiwi, 2014).

Menurut Mils dan Gilson (1990) dalam Pratiwi (2014)

mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep dan

teknik ilmu ekonomi pada sektor kesehatan, sehingga dengan demikian

ekonomi kesehatan berkaitan erat dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Alokasi sumber daya di antara berbagai upaya kesehatan.

b. Jumlah sumber daya yang digunakan dalam pelayanan kesehatan.

c. Pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan.

d. Efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya.

e. Dampak upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan kesehatan

pada individu dan masyarakat.

Pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari

pembangunan nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir

seluruh aspek kehidupan manusia secara berkesinambungan, yang

merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan

23

terarah.Pembangunan ini merupakan upaya untuk tercapainya kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar

terwujud derajat kesehatan yang optimal.Melalui pembangunan kesehatan

diharapkan setiap penduduk memiliki kemampuan hidup sehat sehingga

di masa mendatang tercipta generasi penerus yang bermutu sebagai

modal penting dalam pembangunan nasional (Pratiwi, 2014).

Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta

pelayanan kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan

yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan

kesehatan yang merata. Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik

secara kuantitas maupun kualitas, akan mendorong peningkatan kualitas

sumber daya manusia, dimana dengan sumber daya manusia yang

berkualitas tingkat kesejahteraan juga akan meningkat sehingga

menurungkan tingkat kemiskinan.

Infrastruktur kesehatan meliputi infrastruktur fisik yang diperlukan

untuk menunjang aktivitas kesehatan (rumah sakit, dokter, obat, perawat,

puskesmas) dan infrastruktur lunak yaitu kerangka institusional atau

kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma ,

khusunya yang telah dikembangkan dan dikodifikasikan menjadi

peraturan hukum dan perundang-undangan (https://id.wikipedia.org).

6. Hubungan Infrastruktur dengan Kemiskinan

Penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia tergolong

berjalan lambat.Sementara itu alokasi anggaran negara untuk mengatasi

24

masalah tersebut terus meningkat. Alokasi anggaran negara untuk

program pengentasan kemiskinan terus meningkat dari tahun ke tahun,

tetapi laju pengentasan kemiskinannya tidak sebanding dengan kenaikan

anggaran tersebut (Maqin,2011).

Infrastruktur juga merupakan salah satu peranan penting dalam

tingkat kemiskinan.Dimana infrastruktur merupakan roda penggerak

pertumbuhan ekonomi. Fasilitas transportasi memungkinkan orang,

barang, dan jasa yang diangkut dari satu tempat ke tempat yang lain di

seluruh penjuru dunia. Perannya sangat penting baik dalam proses

produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi.

Telekomunikasi, listrik, dan air merupakan elemen yang sangat penting

dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan,

industri dan pertanian. Keberadaaan infrastruktur akan mendorong

terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor- faktor produksi (Maqin,

2011).

Sejumlah riset ilmiah mengenai infrastruktur di negara-negara

miskin menunjukkan bahwa negara negara miskin memerlukan

penggunaan sekitar 9 persen dari PDB untuk dapat mengoperasikan,

memelihara atau merawa dan membangun infrastruktur jika negara

miskin tersebut hendak meraih level millennium development goals

(MDGs).

Hubungan antara infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi bersifat

multipel dan kompleks, tidak hanya karena pengaruhnya secara langsung

25

terhadap produksi dan konsumsi namun juga karena infrastruktur

menciptakan eksternalitas langsung dan tidak langsung dan menyangkut

besarnya arus pengeluaran yang menimbulkan pekerja tambahan

sehingga mengurangi kemiskinan.Sebagian besar dari studi-studi tentang

pengaruh makro ekonomi dilakukan dalam tahun 1980an sebagai respon

atas kegagalan dalam mempertimbangkan menurunnya produktivitas di

negara berkembang. Studi-studi menyarankan bahwa infrastruktur

berkontribusi terhadap output kedaerahan, pendapatan dan pertumbuhan

lapangan kerja dan kualitas hidup (Aschauer, 1990; Munnell, 1990;

Gramlich, 1994; and Esfahani and Ramirez, 2003 dalam Valeriani, 2011).

Hubungan infrastruktur ekonomi dengan kemiskinan cukup erat.

Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, system

penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi,

dan sebagainya memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat

perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan

ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari

kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem

infrastruktur yang lebih baik mempunyai laju pertumbuhan ekonomi dan

tingkat kesejahteraan yang lebih baik pula dibandingkan dengan daerah

yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan

faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas,2003).

26

Infrastruktur pendidikan dengan kemiskinan memiliki hubungan

yang kuat. Pembangunan sosial hanya dapat berlangsung dengan baik bila

berfokus pada human investment yang mencakup pendidikan,dan

kesehatan, yang merupakan elemen pokok dalam membangun masyarakat

sejahtera. Pendidikan merupakan upaya mengatasi masalah kemiskinan

dengan meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan

(Ustama 2009).

Infrastruktur kesehatan juga erat kaitannya dengan kemiskinan.

Perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi

sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera (welfare

society). Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap

tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesehatan memiliki

keterkaitan yang erat dengan kemiskinan. Sementara itu, tingkat

kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Oleh karena

kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat yang

hendak diwujudkan pemerintah, maka kesehatan harus menjadi perhatian

utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Pemerintah

harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for health)

dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai,

terjangkau, dan berkualitas (Widodo, 2011)

Pembangunan sektor infrastruktur merupakan sektor prioritas yang

harus memperoleh perhatian dalam rangka mengatasi kemiskinan. Miskin

dan rentannya infrastruktur suatu negara berdampak terhadap kehidupan

27

suatu masyarakat. Hal ini dapat dipahami karena kebijakan infrastruktur

memberikan dampak positif terhadap percepatan pertumbuhan.

Selanjutnya strategi investasi infrastruktur dapat memacu pertumbuhan

sosial ekonomi dan mengentaskan kemiskinan.

28

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu

dengan rincian sebagai berikut:

1. Infrastruktur Ekonomi

a. Penelitian yang dilakukan Maqin (2011) tentang pengaruh kondisi

infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Hasil

regresi bahwa infrastruktur jalan sebagai indikator infrastruktur

ekonomi mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan

ekonomi di Jawa Barat, tetapi tidak signifikan. Tidak signifikannya

pengaruh infrastruktur jalan di Jawa Barat terhadap pertumbuhan

ekonomi diduga karena kuantitas dan kualitas jalan yang digunakan

masyarakat semakin menurun atau tidak memadai, sehingga tidak

mampu mendukung kegiatan perekonomian Jawa Barat. Kondisi

infrastruktur jalan dapat menentukan kelancaran kegiatan ekonomi di

suatu tempat, infrastruktur jalan yang baik dan memadai akan

mengurangi biaya transaksi dan distribusi barang dan jasa, lama waktu

dan bahan bakar yang digunakan akan lebih hemat, sehingga kegiatan

transaksi dan distribusi perekonomian di Jawa Barat akan lebih efisien

yang pada akhirnya harga barang dan jasa tersebut di pasar akan lebih

kompetitif.

b. Prasetyo (2008) yang meneliti pengaruh infrastruktur terhadap

pembangunan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia dengan

menggunakan data panel tahun 1995 – 2006, membagi modelnya

29

dengan variabel dependen yang berbeda yaitu pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan per kapita. Pengaruh infrastruktur terhadap

pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan pendekatan fixedeffects, yang

menyimpulkan bahwa variabel bebas jalan, listrik, dan investasi

berhubungan secara positif dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan

pengaruh infrastruktur terhadap pendapatan per kapita dianalisis

dengan pendekatan random effects, dengan hasil yang sama dengan

hasil dari estimasi pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan

ekonomi, yaitu semua variabel bebas jalan, listrik, investasi

berhubungan secara positif dengan pendapatan per kapita.

2. Infrastruktur Kesehatan

a. Penelitian yang dilakukan Maqin (2011) tentang Pengaruh Kondisi

Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat. Hasil

perhitungan model regresi pengaruh infrastruktur kesehatan terhadap

pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat memiliki hubungan yang negatif.

Peningkatan jumlah unit infrastruktur kesehatan bukanlah upaya untuk

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi justru

mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Hubungan

infrastruktur kesehatan dengan pertumbuhan ekonomi yang

berlawanan arah diduga karena perbaikan infrastruktur kesehatan

menyebabkan biaya pengobatan dan rawat inap di rumah sakit semakin

mahal. Hal ini mengakibatkan banyak penduduk miskin di Jawa Barat

tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan rumah sakit.

30

b. Yanuar (2006) dalam penelitiannya tentang kaitan pembangunan

infrastruktur dan pertumbuhan output menggunakan analisis panel data

26 provinsi dengan model fixed effects menemukan modal fisik

(physical capital), infrastruktur kesehatan memberikan pengaruh

terhadap output, yaitu setiap kenaikan infrastruktur kesehatan

menaikkan produktivitas kerja.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2013) tentang keterkaitan

tingkat pendidikan dan kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin.

Indikator tingkat kesehatan yang digunakan adalah fasilitas kesehatan.

Metode yang digunakan adalah analisis uji signifikansi parsial (Uji t)

yang didapat dari tabel coefficient hasil olah data SPSS. Berdasarkan

hasil perhitungan SPSS, variabel tingkat kesehatan menunjukkan pola

hubungan yang tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

3. Infrastruktur Pendidikan

a. Sibrani (2002) tentang kontribusi infrastruktur terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia, menemukan bahwa infrastruktur pendidikan,

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada pendapatan per

kapita masyarakat Indonesia. Kebijakan pembangunan infrastruktur

yang terpusat di Jawa dan Indonesia bagian barat menimbulkan

disparitas pendapatan per kapita masing-masing daerah di Indonesia,

terutama di Kawasan Indonesia Timur.

b. Yanuar (2006) dalam penelitiannya tentang kaitan pembangunan

infrastruktur dan pertumbuhan output menggunakan analisis panel data

31

26 provinsi dengan model fixed effects menemukan modal fisik

(physicalcapital), infrastruktur pendidikan memberikan pengaruh

terhadap output..

c. Maqin (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh kondisi

infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat

menemukan bahwa rasio infrastruktur pendidikan dengan jumlah

murid di tahun 2000 dan 2007 mengalami peningkatan artinya bahwa

pelayanan infrastruktur menjadi semakin buruk (tidak memadai)

dimana ditandai dari hasil regresi indikator infrastruktur pendidikan

memiliki hubungan yang positif namun tidak signifikan.

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka serta mengacu pada penelitian-

penelitian terdahulu yang relevan, maka kerangka pemikiran dari penelitian

ini adalah sebagai berikut (Gambar 2.1):

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran

INFRASTRUKTUR

EKONOMI

INFRASTRUKTUR

KESEHATAN

INFRASTRUKTUR

PENDIDIKAN

TINGKAT

KEMISKINAN

32

Penyebab dan terjadinya penduduk miskin di Negara-negara

berkembang yang adalah karena tiga hal pokok, yaitu rendahnya tingkat

kesehatan dan gizi, lambatnya perbaikan mutu pendidikan dan

pendapatan rendah. Rendahnya tingkat kesehatan, pendidikan, dan

pendapatan dikarenakan penduduk yang miskin biasanya kurang mempunyai

akses terhadap pelayanan publik karena kesulitan untuk memperoleh

pelayanan publik tersebut sehingga mereka kesulitan untuk terhindar dari

kemiskinan. Selain itu pelaku bisnis akan menginvestasikan modalnya pada

daerah yang memiliki infrastruktur yang memadai. Sehingga konsep dari

penelitian ini adalah apakah infrastruktur ekonomi, infrastruktur kesehatan,

dan infrastruktur pendidikan mempengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa

Tengah.

33

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan

keahlian juga akan meningkat sehingga mendorong peningkatan

produktivitas kerjanya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat

disebabkan oleh rendahnya akses mereka memperoleh

pendidikan.Membaiknya profil pendidikan penduduk tidak lepas dari

bertambahnya sarana pendidikan yang tersedia misalnya tenaga pengajar dan

ruang belajar akan mendorong kualitas sumber daya manusia yang pada

akhirnya meningkatkan pendapatan sehingga menurunkan tingkat

kemiskinan.

Sulitnya akses kesehatan adalah salah satu masalah penduduk

miskin.Dimana penduduk dengan pendapatan rendah seringkali kesulitan

mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.Sehingga perbaikan dan

penambahan sarana kesehatan sebagai kebutuhan pokok harus dilakukan

dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat.Masyarakat yang sehat

dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga mampu berusaha keluar

dari kemiskinan.

Sarana ekonomi seperti pasar juga berkaitan dengan

kemiskinan.Ketersediaan sarana ekonomi membantu masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan untuk hidup dan penyediaan lapangan pekerjaan.

Kemudahan masyarakat dalam menemukan pasar untuk membeli kenutuhan

hidup maka akan meninkatkan produktivitas. Pasar juga memberikan

peluang pekerjaan pada masyarakat, sehingga masyarakat mampu terhindar

dari kemiskinan.

34

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka

hipotesis tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat infrastruktur di kabupaten di Jawa Tengah tergolong rendah.

2. Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong besar bila dibandingkan

dengan tingkat kemiskinan Indonesia.

3. Adanya hubungan pembangunan infrastruktur terhadap penurunan tingkat

kemiskinan di Jawa Tengah.