bab ii tinjauan pustaka a. inovasi daerah 1. pengertian ...repository.ub.ac.id/5821/3/3. bab...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Inovasi Daerah
1. Pengertian Inovasi
Rogers dan Shoemaker (1971:43) mengartikan inovasi adalah
sebagai ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat
dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat
sasaran penyuluhan. Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah "an idea
practice or object perceived as new by the individual." (suatu gagasan,
praktek atau benda yang dianggap dirasa baru oleh individu). Dengan
definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada
mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi
bagi sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa
yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut.
Begitu juga dengan pendapa Said (2010:27) tentang inovasi yaitu
perubahan yang terencana dengan memperkenalkan teknologi dan
penggunaan peralatan baru dalam lingkup keria di instansi tertentu dengan
didukung oleh instansi lainnya yang terkait, dan atau perbaikan cara kerja
yang lebih berdaya guna dengan mengintegrasikan sumber daya sosial,
sumber daya pegawai dan sumber daya kelembagaan yang ada telah
menjadi isu utama dalam dunia pemerintahan dan segi segi kehidupan
yang terus terbarui.
16
Inovasi tidak pernah merupakan fenomena satu kali, melainkan suatu
proses panjang dan kumulatif sejumlah besar keputusan organisasi proses
pengambilan, mulai dari fase generasi kebutuhan pelanggan baru atau
cara untuk menghasilkan. Hal ini dihasilkan dalam proses kumulatif
pengumpulan informasi, ditambah dengan visi entrepenurial. Melalui
proses implementasi ide baru dikembangkan dan dikomersialisasikan
menjadi produk berharga baru atau proses baru dengan pengurangan biaya
dan peningkatan produktivitas petugas.
Menurut Susanto (2013:158) inovasi memiliki pengertian yang tidak
hanya sebatas membangun dan memperbarui namun juga dapat
didefinisikan secara luas, memanfaatkan ide-ide baru untuk menciptakan
produk produk layanan. Menurut West dan Farr yang dikutip Ancok
(2012:34), inovasi adalah pengenalan dan penerapan dengan sengaja
gagasan, proses, produk dan prosedur yang baru pada unit yang
menerapkannya, yang dirancang untuk memberikan keuntungan bagi
individu, kelompok, organisasi dan masyarakat luas.
2. Atribut Inovasi
Menurut Sarwono (2008:12), meskipun dalam mendefinisikan
inovasi para ahli tidak memiliki pemahaman yang sama, namun secara
umum dapat disimpulkan bahwa inovasi memiliki beberapa atribut
diantaranya :
17
a. Relative Advantage atau Keuntungan Relatif
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai
kebaruan yang melekat dalam inovasi yang menjadi ciri, sehingga
membedakannya dengan yang lain.
b. Compability atau Kesesuaian
Inovasi juga mempunyai sifat kesesuaian dengan inovasi yang
digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta
merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang tidak
sedikit, namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses
transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses
adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih
cepat.
c. Complexity atau Kerumitan
Inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Sebuah inovasi menawarkan
cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada
umumnya tidak menjadi masalah penting.
d. Triability atau Kemungkinan dicoba
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai
keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama.
Sehingga sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik”,
dimana setiap orang atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji
18
kualitas dari sebuah inovasi.
e. Observability atau Kemudahan Diamati
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana bekerja
dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Sebuah inovasi merupakan cara baru menggantikan cara lama dalam
mengerjakan atau memproduksi sesuatu. Namun demikian, inovasi
mempunyai dimensi geofisik yang menempatkannya baru pada satu
tempat, namun boleh jadi merupakan sesuatu yang lama dan biasa terjadi
di tempat lain.
3. Tipologi dan Dimensi Inovasi Sektor Publik
Tipologi inovasi yang dalam sektor publik menurut Halvorsen
(2005:30) adalah :
a. A new or improved service (pelayanan baru atau pelayanan yang
diperbaiki), misalnya kesehatan di rumah sakit.
b. Process Innovation (inovasi proses), misalnya perubahan dalam proses
penyediaan pelayanan atau produk.
c. Administrative Innovation (Inovasi administratif), misalnya penggunaan
instrumen kebijakan baru sebagai hasil dari perubahan kebijakan.
d. System Innovation (inovasi sistem), adalah sistem baru atau perubahan
mendasar dari sistem yang ada dengan mendirikan organisasi baru atau
bentuk baru kerjasama dan interaksi.
e. Conceptual Innovation (Inovasi konseptual), adalah perubahan dalam
outlook, seperti misalnya manajemen air terpadu atau mobility leasing.
f. Radical Change of Rationality (perubahan radikal), yang dimaksud
adalah pergeseran pandangan umum atau mental matriks dari pegawai
instansi pemerintah.
Sedangkan dimensi inovasi (Halvorsen, 2005:35) yang dikembangkan
dalam sektor publik adalah :
19
a. Inovasi yang melibatkan perubahan karakteristik dan rancangan
(desain) produk-produk jasa dan proses-proses produksi termasuk
pembangunan, penggunaan dan adaptasi teknologi yang relevan.
b. Inovasi delivery termasuk cara-cara baru atau cara yang diubah dalam
menyelesaikan masalah, memberikan layanan atau berinteraksi dengan
orang lain yang tujuannya untuk pemberian layanan khusus.
c. Inovasi administratif dan organisasional termasuk cara-cara baru atau
cara yang diubah dalam mengkoordinasikan kegiatan dalam organisasi
supplier.
d. Inovasi konseptual dalam pengertian memperkenalkan misi baru,
pandangan, tujuan, strategi dan rationale baru.
e. Inovasi interaksi sistem, cara-cara baru atau yang diubah dalam
berinteraksi dengan organisasi lain.
4. Tahap-Tahap Inovasi
Suatu inovasi tidak semata-mata keluar begitu saja tanpa adanya
inisiasi, proses dan tahapannya. Dimana inovasi baru yang berkembang
tidak muncul secara instan melainkan melalui proses dan diperlukan
tahapan-tahapan. Dimana inovasi digambarkan sebagai suatu proses yang
berlangsung terus menerus meliputi beberapa fase seperti yang
dikemukakan oleh De Jong dan Hartog (2003:26-27) yang merinci proses
inovasi ke dalam 4 tahap, yaitu :
a. Melihat Kesempatan, berkaitan dengan terjadinya pola kerja yang tidak
sesuai seperti misalnya kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi,
atau adanya indikasi trend yang sedang berubah.
b. Mengeluarkan ide, dalam fase pegawai mengeluarkan konsep baru
dengan tujuan menambah peningkatan. Hal ini meliputi mengeluarkan
ide baru atau memperbarui pelayanan dan teknologi pendukung.
c. Implementasi, untuk mengembangkan ide dan implementasi, pegawai
harus memiliki perilaku yang mengacu pada hasil. Dalam tahap ini
dibutuhkan keberanian mengambil resiko yang berkaitan dengan
kemungkinan pada kesuksesan dan kegagalan.
d. Aplikasi, dalam fase ini, perilaku pegawai ditujukan untuk
membangun, menguji dan memasarkan pelayanan baru.
20
5. Kemampuan Inovasi
Menurut Tenziovski (2007) dalam Asropi (2008:5), kemampuan
inovasi menyediakan potensi bagi munculnya inovasi yang efektif.
Dengan demikian, bagi birokrasi pemerintah kemampuan inovasi dari
masing-masing lembaga pemerintahlah yang sesungguhnya sangat
berperan dalam penciptaan kreatifitas dan inovasi yang berujung pada
peningkatan kinerja birokrasi pemerintah. Kemampuan inovasi birokrasi
pemerintah bukanlah konsep yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan
berbagai aspek manajemen, kepemimpinan, dan aspek teknis seperti
alokasi sumber daya stratejik, pemahaman kepentingan stakeholders, dan
lain-lain. Banyaknya faktor yang mempengaruhi kemampuan inovasi
birokrasi pemerintah, berakibat kemampuan setiap lembaga pemerintah
untuk melakukan inovasi berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena
itu, faktor-faktor tersebut sangat penting untuk dikenali, terutama untuk
membangun strategi yang memadai bagi peningkatan kemampuan inovasi
suatu lembaga pemerintah.
Menurut Terziovski (2007 dalam Asropi (2008:6), kemampuan
inovasi suatu lembaga ditentukan oleh sejumlah faktor yang disebutnya
sebagai dimensi kemampuan inovasi. Dimensi kemampuan inovasi
tersebut antara lain meliputi visi dan strategi, perekatan dasar kompetensi,
penguatan informasi dan kecerdasan organisasi orientasi pasar dan
pelanggan, kreativitas dan manajemen gagasan, sistem dan struktur
organisasi, dan manajemen teknologi. Pada birokrasi pemerintah di
21
Indonesia, inovasi ini belum menjadi nilai utama dari budaya birokrasi.
pemerintah di Indonesia pada dasarnya memilki potensi. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah mengetahui kemampuan inovasi birokrasi
pemerintah, melalui pengenalan sejumlah dimensi kemampuan inovasi
yang meliputi Terziovski dalam (Asropi, 2008:6) yaitu :
a. Visi dan Strategi Inovasi bukan hanya sebagai nilai utama dalam
penyelenggaraan pemerintahan tetapi sekaligus ditempatkan sebagai
tujuan. Inovasi menempati posisi sangat dihargai yaitu visi. Dengan
kedudukan inovasi yang demikian ini, maka strategi didesain untuk
menghasilkan inovasi, diantaranya melalui penanaman nilai-nilai
kewirausahaan dalam tubuh birokrasi pemerintah daerah. Ketika
kepercayaan publik dijadikan sebagai tujuan pemerintah daerah,
pemerintah daerah menjadi inovatif dalam upaya meningkatkan
kepercayaan masyarakat tersebut.
b. Perekatan dasar kompetensi
Terdapat kesadaran pemerintah akan pentingnya kompetensi aparatur
dalam pencapaian tujuan organisasi. Berbagai langkah strategis untuk
peningkatan kompetensi aparatur harus dilakukan untuk
meningkatkan kreatifitas aparatur sehingga lebih inovatif dalam
pemberian pelayanan dan untuk meningkatkan penguasaan e-
government.
c. Penguatan informasi dan kecerdasan organisasi
Kelancaran dan kecepatan arus informasi sangat penting untuk
22
keberhasilan suatu kegiatan yang proses pendukungnya berada pada
banyak satuan unit kerja. Agar informasi dapat mengalir cepat dan
lancar, lembaga pada umumnya melakukan transformasi proses
dengan mendasarkan pada kemampuan teknologi.
d. Orientasi pasar dan pelanggan
Pelanggan dari pelayanan yang dihasilkan oleh instansi pemerintah
adalah masyarakat umum, dan tugas utama pemerintah adalah
memuaskan masyarakat melalui pelayanan tersebut. Dalam hubungan
pemerintah dan masyarakat ini, pemenuhan kepuasan masyarakat
adalah suatu nilai yang harus tertanam pada setiap jiwa aparatur
pemerintah.
e. Manajemen gagasan dan kreativitas
Inovasi tidak akan terjadi jika tidak ada kebebasan untuk
mengembangkan gagasan dan kreativitas. Inovasi tidak hanya
difasilitasi melalui pembukaan ruang bagi munculnya berbagai
gagasan yang kreatif, bahkan diletakan sebagai fokus utama dari
strategi manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya
manusia aparatur diarahkan untuk terciptanya entrepreneurial spirit
yang mengutamakan inovasi, teamwork, trustworthiness, prosperity,
dan speed.
f. Manajemen teknologi
Teknologi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari inovasi
pemerintah daerah. Pemerintah daerah membangun jaringan kerja
23
berbasis teknologi yang mampu menghubungkan antara berbagai
lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan perijinan sampai di
tingkat desa. Penelitian tentang inovasi di sektor publik dengan
diperoleh temuan bahwa inovasi telah menciptakan kesadaran tentang
perlunya sektor publik melakukan inovasi dan juga perlunya
menggabungkan hasil-hasil ke dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan.
6. Faktor Pendukung Inovasi
Menurut Ibrahim (1998:131) kepekaan sebuah organisasi terhadap
munculnya inovasi dipengaruhi oleh beberapa variabel berikut ini :
a. Ukuran organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi, makin cepat
penerimaan terhadap inovasinya
b. Karakteristik struktur organisasi yang mencakup :
1) Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi
dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai
hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
2) Kompleksitas. Suatu organisasi terdiri dari orang-orang yang
memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini memiliki
hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
3) Keakraban hubungan antar anggota. Makin akrab hubungan antar
anggota maka makin cepat organisasi tersebut menerima suatu
inovasi.
24
4) Formalitas. Organisasi ini selalu menekankan pada prosedur dan
aturan-aturan baku dalam berorganisasi. Hal ini memiliki hubungan
negatif terhadap kepekaan pada suatu inovasi, karena makin formal
suatu organisasi maka semakin sulit dalam menerima inovasi.
5) Kelenturan organisasi. Memiliki arti sejauh mana organisasi mau
menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal.
Makin lentur organisasi tersebut, semakin cepat organisasi itu dapat
menerima inovasi.
c. Karakteristik Perorangan (pemimpin). Sikap pimpinan terhadap inovasi
memiliki hubungan positif dengan kepekaan terhadap inovasi yang ada.
Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka pada suatu
inovasi maka semakin cepat organisasi tersebut dapat menerima
inovasi.
d. Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang
dianut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem
terbuka, mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi
tersebut akan cepat menerima inovasi.
Faktor pendorong inovasi dapat dirasakan oleh pemerintah sebagai
pemberi layanan. Penelitian ini pemberi layanan yang berpengaruh adalah
Kabupaten Malang. Tuntutan akan perbaikan pelayanan yang diberikan
dan juga efektivitas serta efisiensi layanan menjadi dorongan inovasi yang
berasal dari pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang, namun tetap pemimpinlah yang memiliki wewenang
25
dalam mengambil keputusan untuk melakukan inovasi atau tidak.
7. Faktor Penghambat Inovasi
Sebuah inovasi menjadikan sebuah perubahan, namun dalam berbagai
hal terdapat faktor-faktor yang memperlambat penerapan dari inovasi itu
sendiri. Menurut Alburry sebagaimana dikutip Sarwono (2008:54),
terdapat delapan faktor penghambat inovasi di sektor publik, antara lain :
a. Budaya Risk Aversion
b. Tekanan dan Hambatan Administratif
c. Anggaran jangka pendek dan perencanaan
d. Ketidakmampuan menghadapi resiko dan perubahan
e. Tidak ada penghargaan atau intensif
f. Teknologi ada, terhambat budaya dan penataan organisasi
g. Ketergantungan berlebihan pada High Performer
h. Keengganan menutup program yang gagal.
Jenis faktor penghambat diatas salah satunya adalah Budaya Risk
Aversion atau budaya takut akan resiko, termasuk resiko kegagalan.
Khususnya pegawai pada sektor publik yang cenderung enggan
berhubungan dengan resiko dan lebih memilih untuk melaksanakan
pekerjaan prosedural administratif dengan resiko seminimal mungkin.
Selain itu, dilihat secara kelembagaan, karakter unit kerja sektor publik
umumnya juga tidak dapat menghadapai resiko yang muncul akibat
pekerjaan. Hambatan lain ketergantungan terhadap figur tertentu yang
memiliki kinerja tinggi, sehingga kebanyakan pegawai publik hanya
menjadi pengikut saja. Ketika figur tersebut hilang, maka yang terjadi
adalah kemacetan kerja. Hambatan perencanaan dan anggaran jangka
pendek serta tekanan administratif membuat sistem dalam berinovasi tidak
26
dapat fleksibel, sesuai dengan prinsip New Public Service (NPS),
pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan pemerintahan harus dapat
melaksanakan tugasnya sebagai pemberi layanan dengan baik, dan terus
berinovasi mengikuti eksistensi perkembangan zaman, tanpa
mengesampingkan pemberian layanan pada masyarakat.
8. Inovasi Pemerintah Daerah
Kim dalam Blue Ocean Strategy dikutip dari Noor (2013:113),
adalah mengharapkan pemerintah daerah tidak bermain dalam inovasi
yang sama oleh daerah lain. Konsep ini menandakan bahwa inovasi harus
bersifat hal yang baru dan harus dikembangkan, dikarenakan :
a. Pemerintah daerah dituntut mengembangkan dirinya, khusus berkenaan
dengan peningkatan pelayanan publik. Terlebih dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
b. Pemerintah daerah umumnya selalu mengikuti pola yang sama dalam
menerapkan perilaku baru dalam pelayanan publik.
Kim dan Chang dalam Noor (2013:13) menjelaskan bahwa pemerintah
daerah memberikan keputusan untuk melakukan inovasi perlu dilakukan
yakni bahwa inovasi tersebut akan memberi keuntungan dari berbagai
segi, seperti :
a. Dari segi biaya. Inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi
dengan tingkat ketidakpastian itu benar besar.
b. Inovasi akan menggangu segi kehidupan sehari-hari atau tidak.
c. Sesuai atau tidak dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada.
d. Sulit atau tidak untuk digunakan.
Pertanyaan ini muncul karena sulitnya inovasi yang muncul dari sektor
publik. Menurut Laporan UNDESA dalam Sarwono (2008:60) keharusan
27
sektor publik berinovasi adalah dengan alasan-asalan sebagai berikut :
a. Demokratis
Fenomena demokratis telah menyebar ke seluruh dunia, melewati batas-
batas kedaulatan, ideologi, dan politik bangsa-bangsa.
b. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional sebagian dari konsekuensi globalisasi dan
interaksi antar bangsa dalam rangka kerjasama.
c. Brain drain
Fenomena human capital flight yang terjadi dari Negara berkembang
menuju Negara maju, sehingga ketidakseimbangan persebaran Sumber
Daya Manusia (SDM) unggulan. Alhasil kesenjangan sosial ekonomi
politik antar Negara maju dengan Negara berkembang semakin
melebar.
d. Negara pasca konflik, demokrasi dan ekonomi transisi
Beberapa Negara baru saja melewati konflik dan instabilitas politik
akibat perang atau friksi kepentingan politik dalam negeri. Saat ini
mengadopsi sistem demokrasi serta mengalami transisi.
e. Moral pegawai negeri
Moralitas menjadi salah satu integrasi pegawai dalam penataan
birokrasi yang lebih baik.
f. Sumber baru persaingan : privatisasi dan outsourcing
Privatisasi dan outsourcing adalah fenomena organisasional yang telah
merambah sektor publik sejak lama, dalam hal ini berdampak pada
28
perubahan struktur, budaya kerja dan lingkungan dinamis organisasi.
9. Definisi dan Konsep Sistem Inovasi Daerah (SIDa)
Sistem inovasi merupakan suatu jaringan lembaga di sektor publik
dan swasta yang interaksinya memprakarsai dan mendifusikan teknologi-
teknologi baru. (Freeman dalam Taufik, 2005:22). Sistem dalam
pengertian pada pembahasan ini merupakan istilah yang menunjukkan
cara pandang yang secara sadar melakukan suatu kesatuan aksi yang tidak
bisa dipisahkan dalam konteks inovasi. Pandangan lain terdapat pada
Metcalfe (dalam Taufik, 2005:25) yang lebih jelas menjabarkan bahwa
sistem inovasi merupakan sistem yang menghimpun institusi-institusi
yang berbeda yang berkontribusi secara bersama dalam pengembangan
dan difusi teknologi teknologi baru dan menyediakan kerangka kerja yaitu
pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan
yang mempengaruhi proses inovasi.
Sistem inovasi dapat dikatakan sebagai sebuah sistem dari lembaga-
lembaga yang saling terkait untuk menciptakan dan mengolah
pengetahuan atau keterampilan yang menetukan teknologi baru. Sistem
Inovasi Nasional adalah suatu jaringan rantai antara institusi publik,
lembaga riset dan teknologi, universitas serta sektor swasta dalam suatu
pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan berangka panjang
dapat mendorong, mendukung dan menyinergikan kegiatan.
Mendayagunakan, merekayasa inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan
menerapkan serta mendiseminasikan hasilnya dalam skala nasional agar
29
manfaat nyata temuan dan produk inovatif dapat dirasakan masyarakat
(Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi
Nasional). Inovasi kini dipandang bersifat erat dengan lingkungan
lokalitas tertentu. Dapat dilihat potensi-potensi yang menjadi cikal bakal
inovasi terdapat pada tingkatan lokal. Inovasi merupakan proses sosial
yang sangat dipengruhi oleh interaksi antar pihak. Hubungan dan interaksi
ini lebih terlihat dan terasa pada tingkatan lokal. Apalagi saat ini di dalam
konteks daya saing, suatu keunggulan dengan skala global semakin
ditentukan oleh keunggulan yang berasal dari tingkat lokal. Keunggulan
daya saing semakin lama semakin terletak pada hal-hal yang bersifat lokal
yang ternyata sulit untuk disaingi.
B. Pengelolaan Sampah dan TPA (Tempat Perosesan Akhir)
1. Pengertian Sampah
Menurut World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(depkes.go.id, 22 Juni 2017). Mukono (2008:44) menyebutkan bahwa
pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan
sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). sampah padat dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu :
a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya berupa sampah
an-organik misalnya logam-logam, pecahan gelas, plastik dan sampah
organik, misalnya sisa makanan dan sisa pembungkus.
b. Berdasarkan dapat mudah sukarnya terbakar, mudah terbakar misalnya
30
kertas, plastik, kain, kayu dan tidak mudah terbakar misalnya kaleng,
besi, gelas.
c. Berdasarkan mudah susahnya membusuk. Mudah membusuk misalnya
sisa makanan, potongan daging dan sukar membusuk misalnya plastik,
kaleng dan kaca.
2. Karakteristik Sampah
Selanjutnya menurut (Mukono, 2008:48) bahwa karakteristik sampah
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan
atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari zat-
zat yang mudah membusuk, lembab dan mengandung sejumlah air
bebas;
b. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat
terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan,
kantor-kantor, tapi yang tidak termasuk garbage;
c. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah
terbakar baik di rumah, kantor dan industri;
d. Sampah Jalanan (street sweeping) berasal dari pembersihan jalan dan
trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang
terdiri dari kertas-kertas dan daun-daunan;
e. Bangkai Binatang (Dead Animal) yaitu bangkai-bangkai yang mati
karena alam, penyakit atau kecelakaan;
f. Household Refuse yaitu sampah yang terdiri dari rubbish, garbage,
ashes, yang berasal dari perumahan;
g. Abandonded vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai-bangkai
mobil, truk dan kereta api;
h. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-
industri dan pengolahan hasil bumi;
i. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran
gedung;
j. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa
pembangunan, perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung;
k. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat
organik pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air hasil buangan;
l. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus
misalnya kaleng-kaleng cat, zat radiokatif.
31
3. Pengelolaan Sampah
Ada beberapa tahapan didalam pengelolaan sampah yang baik yang
dijelaskan dalam depkes.go.id (22 Juni 2017) yaitu :
a. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan
Pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber sampah yang ada
dilokasi sumber (kantor. rumah tangga, hotel dan sebagainya)
ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini
tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya
dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan
pemusnahannya. Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat
sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut ini yaitu
konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor, memiliki tutup dan
mudah di buka tanpa mengotori tangan dan ukuran sesuai sehingga
mudah diangkut oleh satu orang. Dari tempat penyimpanan ini,
sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan kedalam depo (rumah
sampah). Depo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk
menampung sampah rumah tangga. Pengelolaanya dapat diserahkan
pada pihak Pemerintah untuk membangun suatu depo.
b. Tahap Pengangkutan
Dari depo sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau
pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah
yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.
c. Tahap Pemusnahan
32
Didalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan, antara lain :
1) Sanitary landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik.
Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara
menimbun sampah dengan cara menimbun sampah dengan tanah
yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah
tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau
atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik
harus memenuhi persyatatan yaitu tersedia tempat yang luas,
tersedia tanah untuk menimbunnya, tersedia alat-alat jenis sampah
diangkut dan dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi
pemukiman.
Ada 3 (tiga) metode yang dapat digunakan dalam menerapkan
teknik sanitary landfill ini, yaitu metode galian parit (trench
method). sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang
Tanah bekas galian digunakan untuk menutup parit tersebut.
Sampah yang ditimbundan tanah penutup dipadatkan dan diratakan
kembali. Setelah satu parit terisi penuh, dibuai parit baru di sebelah
parit terdahulu. Selain itu, dapat digunakan metode area, sampah
yang dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa,
atau pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang
diperoleh dari tempat tersebut. Selanjutnya metode ramp. Metode
33
ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas.
Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap
hari dengan tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah.
2) Incenaration
Incenaration merupakan suatu metode pemusnahan sampah
dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan
menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini. antara lain
volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya, tidak
memerlukan ruang yang luas, panas yang dihasilkan dapat dipakai
sebagai sumber uap, dan pengelolaan dapat dilakukan secara
terpusat dengan jadwal jam keria yang dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan.
3) Composting
Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organic
oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini
menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk hijau.
4) Hog Feeding
Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (misalnya babi).
Perlu diingat bahwa sampah basah harus diolah lebih dahulu
(dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing
dan trichinosis.
5) Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan kedalam sistem
34
pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem
pembuangan air limbah memang baik.
6) Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan,
jurang atau tempat sampah.
7) Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi
pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan
bahaya banjir.
8) Individual Incenaration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh
penduduk terutama di daerah pedesaan (Chandra, 2007:30).
9) Recycling
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat
dipakaiatau di daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat di
daur ulang. antara lain plastik, kaleng, gelas, besi, dan sebagainya
(Chandra, 2007:30).
10) Reduction
Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah
(biasanya dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil,
kemudian di olah untuk menghasilkan lemak (Chandra, 2007:35).
11) Reuse
Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali misalnya kertas bekas.
35
Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit
(Chandra, 2007:39).
4. Pengelolaan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
Sistem pengelolaan sampah ditahap pembuangan akhir menggunakan
beberapa metode yaitu metode open dumping, metode controlled landfill
dan metode sanitary landfill (Candra, 2007:44) inti dari penjelasan di atas
bahwa metode pengelolaan sampah ditahap pembuangan akhir yang
dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Kepanjen
ialah menggunakan metode controlled landfill. Paradigma pengelolaan
sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan
dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru
ini memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai
ekonomi yang dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos
ataupun untuk bahan baku industri (Wahyuni, 2014:22).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah, menjelaskan bahwa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
harus memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan, sehingga Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) harus dirancang sebagai tempat dimana sampah akan diisolasi
secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.
Salah satu jenis Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang umum diterapkan
di Indonesia adalah sistem terbuka (open dumping) ini, sampah dibuang
begitu saja dalam sebuah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tanpa ada
36
perlakuan lebih lanjut, seperti penutupan tanah. Pengembangan dari sistem
adalah sistem controlled landfill. Pada sistem ini sampah ditimbun dengan
lapisan tanah setiap tujuh hari untuk mengurangi potensi gangguan
lingkungan.
Perataan dan pemadatan sampah juga dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan tanah Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA). Proses pengelolaan sampah di Indonesia,
metode controlled landfill ini dianjurkan untuk diterapkan di kota-kota
sedang dan Kecil. Sedangkan sistem sanitary landfill merupakan sistem
pengurungan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan
secara sistematis. Dengan diberlakukannya Undang-Undang baru Nomor
18 tahun 2008 tentang persampahan, Pemerintah Daerah dipaksa
menerapkan sanitari lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Jika hal ini
diterapkan, maka emisi gas menjadi lebih tinggi daripada sistem terbuka
atau metana ke Amosfer alternatif solusi adalah dengan meningkatkan
sanitary landfill menjadi methane capture base landfill atau Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) berbasis penangkapan gas metan.
Gas metan merupakan produk sampingan dari pembuangan akhir
limbah padat perkotaan. Sebagian besar secara global. limbah padat
dibuang di tempat pembuangan sampah yang tidak diatur sehingga metana
yang dihasilkan dipancarkan ke Atmosfer. Beberapa tempat pembuangan
sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) diatur secara moderen yang
berusaha untuk menangkap dan memanfaatkan biogas Tempat Pemrosesan
37
Akhir (TPA), menjadikan metana menjadi sumber energi yang terbarukan
untuk menghasilkan listrik atau panas.
Pada tahun 2001, ada sekitar seribu tempat pembuangan sampah di
seluruh dunia yang mengumpulkan biogas dari Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Di Amerika Serikat, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
menangkap biogas dapat mengumpulkan sekitar 2,6 juta ton metana per
tahun, 70 % dari yang dihasilkan digunakan untuk menghasilkan panas
dan/atau listrik (indonesia.go.id, 22 Juni 2017). Inti dari penjelasan di atas,
Pemerintah Kota/Kabupaten di Indonesia didalam pengelolaan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) wajib menyesuaikan regulasi yaitu Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa
pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) harus memproses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia
dan lingkungan.
C. Program Waste to Energy
Sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi
dan sebagainya; kotoran seperti daun, kertas. Sejatinya pertumbuhan
penduduk berbanding lurus dengan volume sampah yang dihasilkan. Fakta di
lapangan terjadinya penumpukan tanpa solusi pengolahan yang terintegrasi.
Selain itu tingkat inovasi dan kemauan dalam mengelola sampah dengan cara
modern masih sangat kurang (jurnal.ub.ac.id, 22 Juni 2017). Diperlukan
konsep baru dalam mengenalkan teknologi dalam mengelola sampah, salah
38
satunya Waste to Energy (WTE).
Konsep Waste to Energy (WTE) adalah Paradigma baru yang mengatakan
bahwa sampah adalah sahabat, bukan barang buangan yang tidak bernilai.
Konsep ini memungkinkan transformasi sampah menjadi energi yang berguna
bagi masyarakat luas. Konsep ini terdiri atas metode biochemical dan
biothermal, lebih rinci lagi biochemical terdiri atas lanfill dan anaerobic
digester sedangkan biothermal terbagi menjadi tiga yaitu insenerasi,
gasifikasi dan pirolisis. Pemilihan teknologi didasarkan pada keuntungan dan
kerugian dari setiap proses (jurnal.ub.ac.id, 22 Juni 2017).
Sampah adalah material yang tidak mungkin habis sepanjang masa.
Bahkan jumlahnya yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu karena
sampah merupakan konsekuensi dari aktivitas manusia yang tidak mungkin
bisa dihindari. Melihat penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 250
juta jiwa, maka sampah yang dihasilkannya pasti akan sangat banyak
(kompasnia.com, 22 Juni 2017). Terinspirasi oleh sebuah studi pada Jurnal
Renewable Energy yang menyatakan bahwa Negara Spanyol mampu
memproduksi hingga 7,42 persen dari total kebutuhan energi listriknya hanya
dari sampah (kompasnia.com, 22 Juni 2017).
Maka Indonesia pun memiliki potensi yang sangat besar untuk mengubah
sampah menjadi bahan baku energi listrik atau lebih dikenal dengan Waste-
to-Energy. Berdasarkan data kelistrikan tahun 2012 di Indonesia, total energi
listrik yang dihasilkan di Indonesia sebesar 193.754 Giga Watt (GW) per
tahun atau setara dengan 500 GW per harinya. Jika 2,5 persennya saja
39
dihasilkan dari sampah, maka akan didapatkan 12,5 GW atau sama dengan
12.500 Mega Watt (MW) (kompasnia.com, 22 Juni 2017). Angka 12.500
MW bukanlah hal yang mustahil. Sebagai contohnya, di Bantar Gebang,
dengan teknologi landfill gas, sampah di Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu (TPST) tersebut telah berhasil dikonversi menjadi pembangkit listrik
dengan kapasitas 12,5 MW.
Maka untuk mewujudkan 12.500 MW, dibutuhkan sebanyak 1000 Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain itu, jika teknologi yang digunakan lebih canggih, maka setiap Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) akan menghasilkan listrik lebih besar
dari 12,5 MW. Seperti yang dilakukan di Inggris oleh Lakeside EfW Ltd,
yang dapat menghasilkan 37 MW (kompasnia.com, 22 Juni 2017).
Sebuah studi lainnya menemukan bahwa mengintegrasikan pengelolaan
sampah merupakan metode yang efisien untuk menghasilkan sumber energi
listrik. Konsep pengolahan sampah menjadi energi (Waste to Energy) dapat
dilakukan melalui dua tahap yaitu : (1) pemilahan sampah; dan (2)
pemprosesan sampah. Pemilahan sampah dilakukan guna memanfaatkan
sampah yang masih dapat didaur ulang. Sedangkan sisanya dapat diproses
lebih lanjut untuk menghasilkan energi. Penelitian di Semarang menunjukkan
bahwa potensi dari pemilahan sampah ini bahkan diperkirakan dapat
menghasilkan anggaran 8 milyar rupiah per tahun (jurnal.ub.ac.id, 22 Juni
2017). Betapa besarnya potensi yang dihasilkan hanya dari pemilahan
sampah. Setelah dilakukan pemilahan sampah, maka tahap selanjutnya
40
dilakukan pemprosesan sampah seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Proses Pemilahan Sampah
Sumber : kompasnia.com, 22 Juni 2017
Sampah yang tidak dapat didaur ulang, dimasukkan kedalam
tungku incinerator untuk dibakar. Panas yang dihasilkan dari proses
pembakaran tersebut akan dimanfaatkan untuk memanaskan air dan
menghasilkan uap. Uap panas yang dihasilkan digunakan untuk memutar
turbin dan selanjutnya menggerakkan generator listrik untuk menghasilkan
listrik. Dengan konsep "Waste-to-Energy" ini sebagai energi terbarukan,
maka Indonesia dapat mengatasi dua masalah sekaligus yaitu masalah krisis
energi dan sampah.