bab ii tinjauan pustaka a. definisi carpal bone...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi carpal bone mobilization
Carpal bone mobilization merupakan salah satu teknik terapi tanpa
memanfaatkan alat-alat terapi atau biasa disebut dengan manual terapi. Carpal bone
mobilization adalah teknik manipulatif dimana tulang carpal di pergelangan tangan
digerakkan dan direnggangkan sehingga dapat membantu mengurangi nyeri akibat
CTS (Sucher, 1998 dalam Vikranth, Kumar & Mathias, 2015).
Carpal bone mobilisation merupakan teknik fisioterapi dengan cara
menggerakkan bagian proksimal dari baris tulang karpal kearah dorsal untuk ekstensi
wrist atau ke arah palmar untuk fleksi wrist. Penelitian terbaru menunjukkan
pengurangan nyeri pada kelompok yang menerima carpal bone mobilisation
(Ghunay, 2015).
1. Manfaat Carpal bone mobilization
Manfaat dari teknik ini antara lain untuk meningkatkan vaskularisasi
saraf, dan meningkatkan aliran axoplasmic atau transport axonal (Erlis,
2014).
2. Kontra indikasi Carpal bone mobilization
Kontra indikasi dari carpal bone mobilization ini adalah adanya
Osteopososis, athtrithis, peradangan akut dan terjadinya fracture di daerah
yang bersangkutan (Buttler, 1991 dalam Erlis 2017).
3. Teknik Carpal bone mobilization
Teknik dalam melakukan mobilisasi carpal bone ini yang pertama
adalah pasien harus rileks dan duduk di kursi. Terapi dalam posisi
menggenggam tangan pasien dengan keadaan siku pasien menggantung.
9
Terapis melakukan palpasi untuk menemukan tulang scapoideus.
Selanjutnya terapis melakukan gliding pada tulang scapoideus, caranya ibu
jari terapis saling tumpang tindih di telapak tangan bagian dorso manus, jari
telunjuk di daerah vola manus, dan jari-jari yang lainnya untuk stabilisasi
pada telapak tangan. Dengan memobilisasi permukaan dorsal terhadap
tekanan terhadap saraf, pembuluh darah, dan tendon di terowongan carpal
dapat diminimalkan. Dengan demikian, terapis bisa memberikan gliding
scaphoid dengan osilasi 30-40 per menit (Maitland. 1991, Patterson. 1998
dalam Vikrant, Kumar & Mathias, 2015).
Gambar 2.1 Carpal Bone Mobilization (Gilbert et al, 2012)
B. Definisi Nerve and Tendon Gliding
Nerve and tendon gliding adalah teknik fisioterapi yang dilakukan dengan
menggerakan tendon dan saraf pada pergelangan tangan untuk mengurangi adhesi
dan mengurangi rasa sakit (Ettema et al. 2007 dalam Jennifer, Mckeon & Yancosek,
2008). Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke saraf medianus
sehingga membantu regenerasi saraf dan memperbaiki konduksi saraf.
10
1. Manfaat nerve and tendon gliding
Manfaat dari latihan ini adalah untuk meningkatkan sirkulasi ke tangan
dan pergelangan tangan untuk mengurangi pembengkakan, meningkatkan
perbaikan pada jaringan lunak, meningkatkan jaringan sehat dan membantu
menjaga kisaran normal jari-jari dan pergelangan tangan. (Kisner, 2007)
2. Tujuan
Latihan ini bertujuan untuk untuk mengurangi hambatan pada
terowongan karpal dan menjaga tendon bergerak dengan bebas di dalam
terowongan karpal (Kisner, 2007).
3. Kontra indikasi
Kontra indikasi secara umum dari terapi ini adalah adanya peradangan
akut, inflamasi dan adanya bengkak (Rozmaryn, 1998).
4. Teknik Nerve and tendon gliding
Nerve and tendon gliding merupakan gabungan dari dua latihan yaitu
nerve gliding dan tendon gliding. Menurut Coppieters & Alshami (2007).
Wehber dan Hunter menggambarkan bahwa nerve gliding adalah sebuah
latihan yang terdiri dari 6 gerakan. Gerakan tersebut digunakan untuk
mencegah perlengketan dan mempercepat penyembuhan tendon.
Rangkaian gerakan untuk nerve dan tendon gliding dilakukan secara
berurutan dimana setiap gerakan diberikan tahanan selama lima detik. Semua
gerakan dilakukan pengulangan sebanyak sepuluh kali. Tendon gliding
memiliki lima gerakan latihan. Gerakan yang pertama adalah straight hand
yaitu telapak tangan berada pada posisi normal. Kedua, calw fist (hook)
caranya adalah jari-jari tangan bagian distal fleksi. Ketiga, full fist, yaitu posisi
menggenggam secara penuh. Keempat table top (intrinsic plus) yakni
11
os.Phalanges flexi. Terakhir straight fist yakni posisi tangan menggenggam
namun tidak secara penuh.
Gambar. 2.2 tendon gliding (Anne, 2014)
Gerakan nerve gliding memiliki enam macam gerakan. Diantaranya
adalah menetralkan tangan dengan jari-jari tangan dan ibu jari fleksi,
menetralkan jari-jari tangan dengan ibu jari ekstensi, pergelangan tangan
dan jari-jari ekstensi dengan ibu jari netral rapat, ekstensi semua bagian
telapak tangan,ekstensisemua bagian telapak tangandan ditambah dengan
gerakan supinasi, dan ekstensi semua bagian telapak dan pergelangan
tangan dengan menarik ibu jari ke arak ektensi dengan penuh dan di tambah
gerakan supinasi ( Nury, 2015)
12
Gambar 2.3 Nerve gliding (Anne, 2014)
C. Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan resiko atau aktualnya
kerusakan jaringan tubuh (Tounaire dan Theau – Yonneau, 2007). Nyeri merupakan
suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Curton
1983 dalam Prasetyo, 2010).
Intensitas nyeri gambaran seberapa parah nyeri ysng dirasakan individu.
Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin adalah
menggunkan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006).
13
1. Mekanisme Nyeri
a. Transduksi
Merupakan proses, ketika suatu stimuli nyeri (noxiousstimuli ) diubah
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung – ujung saraf.
Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu ( panas), atau kimia
(substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologi karena mediator –
mediator kimia seperti prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma,
histamin dari sel mast,serotonin dari trombosit, dan substansi P dari ujung
saraf nyeri meluas. Selanjutnya, terjadi proses sensitiasi perifer (Andarmoyo
& Suharti, 2015).
b. Transmisi
Transmisi merupakan proses penerusan implus nyeri dari nosiseptor
saraf perifer melewati cornu dorsalis dan corda spinalis menuju korteks
serebri. Tramisi nyeri terjadi melalui serabut saraf aferen (serabut
nociceptor ) yang terdiri dari 2 macam, yaitu serabut A (A delt ) yang peka
terhadap nyeri tajam, panas disebut juga juga dengan first pain / fast pain,
dan serabut C (C fiber) yang peka terhadap nyeri tumpul dan lama yang
disebut second pain / slow pain (Andarmoyo & Suharti , 2015).
c. Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat
meningkatkan atau mengurangi penerusan implus nyeri. Hambatan terjadi
melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam – macam
neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan
neuron di spinalis impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG)
dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca – sinaps di tingkat
14
spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis
atau supraspinaslis (Andarmoyo & Suharti, 2015).
d. Persepsi
Perssepsi adalah hasil rekontruksi sususnan saraf pusat tentang impuls
nyeri yang diterima. Rekontruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf
sensoris, informasi kognitif (konteks serebri) dan pengalaman emosional
(hipokampus dan amigdala). Persepsi menetukan beart ringanya nyeri yang
dirasakan. Setelah sampai ke otak, nyeri dirasakan secara sadar dan
menimbulkan respon berupa perilaku dan ucapan yang merespon adanya
nyeri. Perilaku yang ditunjukkan, seperti menghidari stimulasi nyeri,atau
ucapan akibat respon seperti “ aduh”,:auw”,”ah” (Andarmoyo & Suharti,
2015).
2. Pengukuran Nyeri
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0 – 10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, akan direkomendasikan patokan 10 cm
(Perry & Potter, 2006; Andarmoyo& Suharti, 2015).
Numeric Rating Scale (NRS) dianggap sederhana dan mudah
dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis.
Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun,
kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa
nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih
15
teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik (Yudianta, 2015).
Gambar 2.4 Numeric Rating Scale (Evan, 2010).
D. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat N.
Medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan
tangan, sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) timbul akibat nervus medianus tertekan di dalam
carpal tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan, sewaktu nervus melewati
terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan (Manuel, 2015).
Carpal Tunnel Syndrome terjadi apabila fungsi dari nervus medianus terganggu
oleh karenaadanya kenaikan tekanan di dalam terowongan yang sempit dan dibatasi
oleh tulang –tulang carpal serta ligamentum carpi transversum yang kaku.
Peningkatan faktor risiko untuk terjadinya CTS dapat pula berhubungan dengan jenis
kelamin terutama perempuan, obesitas, dan jumlah komorbiditas yang terkait
(Raman et al, 2012).
1. Anatomi Wrist
a. Tulang
a. Tulang scapoideum
Tulang ini berbentuk perahu dengan dataran yang proximal
konveks bersendi dengan tulang radius. Tulang ini memiliki dataran
sendi yaitu ke arah ulna bersendi dengan tulang hamatum, ke arah distal
bersendi dengan tulang tulang trapesium, capitatum, dan trapesoideum
16
dan pada permukaaan volar memiliki tonjolan yang disebut tuberositas
scapoideum (Putz R dan R. Pabst,2005).
2) Tulang Lunatum
Tulang ini memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah
radial dengan tulang Scapoideum, ke arah ulnar dengan Triquetrum, ke
arah distal dengan tulang capitatum. Tulang ini memiliki dataran
proximal yang konvek yang bersendi dengan tulang radius, dan
berbentuk kecil, seperti bulan sabit (Putz R dan R. Pabst, 2005).
3) Tulang Triquetrum
Memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu ke arah proximal
dengan tulang radius, ke arah radial dengan tulang Lunatum, ke arah
ulnar dan berlawanan berhubungan dengan tulang pisiforme yang
melekat pada permukaan berlawanan tulang triquetrum dan arah distal
dengan tulang hamatum (Putz R dan R. Pabst,2005).
4) Tulang Pisiforme
Tulang yang berbentuk kecil, agak bulat seperti biji kacang ini
melekat di dataran berlawanan pada tulang triquetrum (Putz R dan R.
Pabst,2005).
5) Tulang Trapesium
Tulang ini memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu ke arah
berlawanan dengan trapesoideum dan terdapat tonjolan tulang yang
disebut tuberositas osis trapesium, ke arah proximal dengan tulang
scapoideum, ke arah distal dengan tulang metacarpal satu dan dua
(Putz R dan R. Pabst,2005).
17
6) Tulang Trapezoideum
Tulang ini ke arah radial mempunyai hubungan dengan tulang
trapesium ke arah ulnar dengan tulang capitatum, ke arah distal
dengan tulang metacarpal dua, dan ke arah proximal berhubungan
dengan tulang scapoideum (Putz R dan R. Pabst,2005).
7) Tulang Capitatum
Memiliki bangunan bangunan bulat dan panjang sebagai
kaputnya. Mempunyai hubungan dengan tulang lain yaitu kearah
radial berhubungan dengan tulang trapesoideum, ke arah proximal
dengan tulang scapoideum dan lunatum. Ke arah ulnar dengan tulang
hamatum dan ke arah distal dengan tulang metacarpal dua, tiga, dan
empat (Putz R dan R. Pabst,2005).
8) Tulang Hamatum
Memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu ke arah proximal
dengan tulang triquetrum ke arah radial dengan tulang capitatum ke
arah distal dengan tulang metacarpal empat dan lima. Dan ke arah
berlawanan memliki bangunan seperti lidah yang disebut hamalus
ossis hamati (Putz R dan R. Pabst,2005).
Gambar 2.5 Anatomi tulang carpal ( Paulsen & Waschke, 2013)
18
b. Sendi
Sendi merupakan struktur pada tubuh sebagai penghubung antar
tulang sehingga tulang dapat digerakkan. Sendi yang terdapat pada
pergelangan tangan dan sekitarnya antara lain :
1) Distal radio ulnar
2) Articulation radio carpal
3) Articulation medial carpal
4) Carpo meta carpal
5) Meta carpo phalangeal
6) Proximal interphalang
7) Distal interphalang
Gambar 2.6 anatomi sendi tangan ( Paulsen & Waschke, 2013).
c. Otot
Otot merupakan sebuah jaringan dalam tubuh yang berfungsi
sebagai alat gerak aktif dan stabilisasi tulang. Ada beberapa otot-otot
pada pergelangan tangan sampai jari-jari beserta origo, insertio,
inervasi, dan fungsinnya:
1) M. Fleksor Carpiradialis
a) Origo: epicondilus medialis humeri, fascia antebrachii
19
b) Insertio: permukaan palmar dasar os. metacarpi II dan III
c) Fungsi: palmar flexi dan abduksi tangan pada pergelangan
tangan.
2) M. Fleksor digitorum profundus
a) Origo: Dua pertiga proximal facies anterior ulnae, membrana
interossea.
b) Insertio: Basis phalangis distalis jari II-V
c) Fungsi: Palmar flexi pada pergelangan tangan, adduksi pada
meta carpo phalangeal 2-4, flexi pada sendi-sendi jari II-IV
3) M. Flexor pollicis longus
a) Origo: Facies anterior radii disebelah distal tuberositas radii.
b) Insertio: Basis phalanges distalis ibu jari tangan
c) Fungsi: Palmar flexi pada pergelangan tangan, adduksi dan
oposisi pada ibu jari, flexi ibu jari.
4) M. Flexor pollicis brevis
a) Origo: Retinaculum musculorum flexorum
b) Insertio: Os. Sesamoid bagian radial sendi meta carpo
phalangeal ibu jari.
c) Fungsi: Oposisi dan adduksi ibu jari, fleksi ibu jari
5) M. Abductor pollicis brevis
a) Origo: Retinakulum fleksorum, tuberositas ossis skapoid
b) Insertio: Os. sesamoid bagian radial sendi meta carpo
phalangeal ibu jari.
c) Fungsi: Abduksi dan oposisi ibu jari, flexi sendi dasar ibu jari.
20
6) M. Pronator teres
a) Origo: Pada caput humeral di epicondilus medialis humeri dan
pada caput ulna di processus coronoideus ulna.
b) Insertio: sepertiga tengah radius bagian lateral.
c) Fungsi: Pronasi pergelangan tangan
7) M. Palmaris longus
a) Origo: Epicondilus medialis humeri, fascia antebrachii
b) Insertio: Aponeurosis palmar
c) Fungsi: Palmar flexi dan penegangan aponeurosis Palmaris
(Putz R dan R pabst, 2007).
d. Ligamen
Ligamen colateral capri ulnar yang membentang dari procesus
styloideus ulna menuju ke tulang triquetrum, ligament colateral carpi
radialis yang membentang dari prossesus stiloideus radii menuju
tulang scapoideum dan ligamen intercarpal yang terdiri dari ligamen
interlaveum collare dan dorsale, ligamen inteorseum dan ligamen carpi
arquetrum.
e. Nervus Medianus
Berasal dari pleksus brachialis dengan dua buah caput yaitu caput
medial dari pasikulus medialis dan caput lateral dari pasikulus
lateralis. Kedua caput tersebut bersatu pada tepi bawah otot pectoralis
minor. Jadi, serabut dalam truncus berasal dari tiga atau empat segmen
medula spinalis (C6-8, Th 1). Dalam lengan serabut saraf ini tidak
bercabang. Truncus berjalan turun sepanjang arteri brachialis dan
melewati sisi berlawanan lengan bawah dan bercabang masuk ke
21
tengah dan berakhir dengan cabang musculus kutaneus (Chusid, 1993
dalam Azkia, 2014).
Otot-otot yang mensarafi nervus medianus antara lain : m. pronator
teres, m. fleksor carpi radialis, m.palmaris longus, m.fleksor digitorum
profundus, m,fleksor pollicis longus dan pronator quadratus (Chusid,
1993 dalam Azkia, 2014). Apabila ada lesi yang mengenai nerves
medianus akan mengakibatkan terjadinya pengurangan sensoris pada
bagian berlawanan lengan bawah, daerah palmar tangan jari satu, dua,
tiga, dan setengah jari empat.
2. Biomekanik Wrist
Ditinjau dari morfologinya termasuk articulasio ellipsoidea, tetapi
fungsinya sebagai artikulatio gluboidea. Gerakan yang terjadi pada
persendian itu yaitu fleksi dengan LGS 80° ekstensi 70°, ulnar
deviasi 30°, dan radial deviasi 20°. Derajat fleksi dan ulnar deviasi lebih
besar dibandingkan dengan gerakan ekstensi dan radial deviasi, hal ini
disebabkan karena bentuk permukaan sendi radius dari ligamen bagian
dorsal lebih kendor dari bagian palmar (Chuside, 1967 dalam Azkia, 2014).
3. Derajat keparahan Carpal Tunnel Syndrome
Derajat keparahan carpal tunnel syndrome dibagi menjadi dua yaitu
stadium I dan stadium II. Stadium I terjadi distensi kapiler intrafasikuler
yang akan meningkatkan tekanan intrafasikuler sehingga menimbulkan
konstriksi kapiler. Selanjutnya terjadi gangguan nutrisi dan
hipereksitabilitas serabut saraf. Jika tekanan terus menerus hingga
mengganggu sirkulasi vena, akan terjadi oedema sehingga terjadi gangguan
saraf lebih lanjut. Stadium II terjadi kompresi pada kapiler yang
22
menyebabkan anoksia dan berakibat kerusakan endotel kapiler. Pada
stadium akhir ini, lesi saraf dapat menjadi ireversibel dan menyebabkan
gangguan sensorik dan motorik permanen ( Azkia, 2014).
4. Pemeriksaan Spesifik
Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnose
carpal tunnel syndrome diantaranya :
a. Tes Tinnel
Tes ini dilakukan untuk mendukung diagnose bila timbul parastesia
atau nyeri pada distribusi nervus medianus. Tes ini dilakukan dengan cara
melakukan perkusi pada daerah terowongan karpal dengan posisi sedikit
dorso flexi. Hasil tes ini dinyatakan positif jika timbul kesemutan atau nyeri.
(Huldani, 2013)
Gambar 2.7 Tes Tinnel (Soaimah, 2008)
b. Tes phalen
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul rasakebas, kesemutan atau nyeri menjalar pada
pergelangan tagan hingga jari-jari maka hasilnya adalah positif. tes ini
membantu diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS. (Huldani, 2013).
23
Gambar 2.8 Tes Phalen (Somaiah, 2008)
c. Tes Prayer
Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya
dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini positif
diagnosa CTS (Somaiah, 2008)
5. Diagnosa banding
Ada beberapa kasus yang memiliki gejala yang mirip dengan carpal
tunnel syndrome dan merupakan dignosa banding untuk kasus ini. Antara
lain :
a. Cervical radiculopathy.
Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah
hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
b. Thoracic outlet syndrome.
Terdapat atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar.
Gangguan sensorik terdapat pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
24
c. Pronator teres syndrome.
Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada
CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui
terowongan karpal.
d. de Quervain's syndrome.
Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis longus dan
ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif.
Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di
dekat ibu jari. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat
abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah (Huldani, 2013)