bab ii tinjauan pustaka -...

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Program Penanggulangan Tuberkulosis 1. Pengertian TB Paru. 15 Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular, yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah dahak yang mengandung kuman TB. Gejala umum TB pada orang dewasa adalah batuk tiga minggu atau lebih. Bila tidak diobati maka setelah lima tahun sebagian besar (50%) penderita akan meninggal. 2. Tujuan Penanggulangan TB 4 a. Jangka Panjang Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. b. Jangka Pendek Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan dan tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2007 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif. 1. Kebijakan Operasional Kebijakan operasional Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai kebijaksanaan Departemen Kesehatan, Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, BP 4 serta Praktik Dokter Swasta (PDS) dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu, Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan

Upload: ngokhue

Post on 06-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Program Penanggulangan Tuberkulosis

1. Pengertian TB Paru.15

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular, yang

disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah

dahak yang mengandung kuman TB. Gejala umum TB pada orang dewasa

adalah batuk tiga minggu atau lebih. Bila tidak diobati maka setelah lima tahun

sebagian besar (50%) penderita akan meninggal.

2. Tujuan Penanggulangan TB 4

a. Jangka Panjang

Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB

dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi

merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.

b. Jangka Pendek

Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru

BTA positif yang ditemukan dan tercapainya cakupan penemuan penderita

secara bertahap sehingga pada tahun 2007 dapat mencapai 70% dari

perkiraan semua penderita baru BTA positif.

1. Kebijakan Operasional

Kebijakan operasional Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan

dengan desentralisasi sesuai kebijaksanaan Departemen Kesehatan,

Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan

(UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, BP4 serta

Praktik Dokter Swasta (PDS) dengan melibatkan peran serta masyarakat secara

paripurna dan terpadu, Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

penanggulangan TB, prioritas ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan,

penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi

DOTS, Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap

intensif minimal 80% angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA

positif, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar dan angka kesalahan

laboratorium maksimal 5%, Untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang

bermutu, maka dilaksanakan pemeriksaan uji silang (Croos Check) secara rutin

oleh Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan laboratorium rujukan yang

ditunjuk, OAT untuk penanggulangan TB Nasional diberikan kepada penderita

secara cuma-cuma dan dijamin ketersediannya, Untuk mempertahankan kualitas

pelaksanaan program, diperlukan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi

program, Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait, sektor

pemerintah dan swasta.

2. Strategi

a. Paradigma Sehat

Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin, serta

meningkatkan cakupan program, Promosi kesehatan dalam rangka

meningkatkan perilaku hidup sehat, Perbaikan perumahan serta peningkatan

status gizi pada kondisi tertentu.

b. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri dari 5 komponen yaitu

Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dana, Diagnosa

TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan

panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO,

Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, Pencatatan

dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi

program penanggulanganTB.

c. Peningkatan mutu pelayanan

Pelatihan seluruh tenaga pelaksana, Ketepatan diagnosa TB dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Kualitas laboratorium diawasi

melalui pemeriksaan Uji Silang (Croos Check), Untuk menjaga kualitas

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

pemeriksaan laboratorium dibentuklah KPP (Kelompok Puskesmas

Pelaksana) terdiri dari satu PRM dan beberapa PS, untuk daerah dengan

geografis sulit dapat dibentuk PPM, ketersediaan OAT bagi semua penderita

TB yang ditemukan.

Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus,

Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh PMO. Keteraturan

pengobatan tetap merupakan tanggungjawab petugas kesehatan, Pencatatan

dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar.

d. Pengembangan program dilaksanakan secara bertahap keseluruh UPK.

e. Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi,

diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.

f. Kabupaten / Kota sebagai titik berat manajemen program meliputi :

perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi serta mengupayakan

sumber daya (dana, tenaga, sara dan prasarana).

g. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan

semua unsur terkait.

h. Memperhatikan komitmen internasional.

3. Kegiatan

Penemuan dan diagnosis penderita, Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe

tuberkulosis adalah merupakan salah satu fungsi dari manajemen yaitu

koordinasi, Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, Pengobatan

penderita dan pengawasan pengobatan, adalah merupakan salah satu fungsi dari

manajemen yaitu kerjasama dengan PMO, Chroos check sediaan dahak,

Penyuluhan tuberkulosis, Pencatatan dan pelaporan, Supervisi, Monitoring dan

evaluasi, adalah merupakan salah satu fungsi dari manajemen yaitu evaluasi,

Perencanaan, adalah merupakan salah satu fungsi dari manajemen yaitu

perencanaan, Pengelolaan logistik, Pelatihan, adalah merupakan salah satu

fungsi dari manajemen yaitu bimbingan, Penelitian.

4. Organisasi Pelaksanaan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

a. Tingkat Pusat.

Upaya penanggulangan TB di tingkat pusat di bawah tanggungjawab

Direktorat Jenderal PPM dan PL untuk menggalang kemitraan dibentuk

Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS-

TB).

b. Tingkat Provinsi

Di tingkat Provinsi dibentuk GERDUNAS-TB Provinsi yang terdiri dari tim

pengarah dan teknis.

c. Tingkat Kabupaten / Kota

Di tingkat Kabupaten / Kota dibentuk GERDUNAS-TB Kabupaten / Kota

yang terdiri dari tim pengarah dan teknis.

d. Unit Pelayanan Kesehatan

1. Puskesmas

Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk KPP yang terdiri dari PRM

dengan dikelilingi oleh kurang lebih lima PS, yang secara keseluruhan

mencakup wilayah kerja dengan jumlah penduduk 50.000 – 150.000

jiwa. Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk PPM yang

dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

2. Rumah Sakit dan BP4

Rumah Sakit dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru dapat

melaksanakan semua kegiatan tatalaksana penanggulangan TB. Dalam

hal tertentu, Rumah Sakit dan BP4 dapat merujuk penderita kembali ke

Puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal penderita untuk

mendapatkan pengobatan dan pengawasan selanjutnya. Dalam

pengelolaan logistik dan pelaporan, rumah sakit dan BP4 berkoordinasi

dengan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

3. Klinik dan Dokter Praktik Swasta (DPS)

Secara umum konsep pelayanan di klinik dan DPS sama dengan

pelaksanaan pada rumah sakit dan BP4. dalam hal tertentu, klinik dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

DPS dapat merujuk penderita dan spesimen ke Puskesmas, rumah sakit

atau BP4.

5. Penemuan Penderita Tuberkulosis (TB)

Penemuan penderita tuberkulosis (TB) didasarkan pada gejala umum yaitu,

batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih dari gejala lain

yang sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan

nyeri dada, badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang

enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam

meriang lebih dari sebulan.

Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberkulosis. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala

tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau

tersangka penderita TB. Dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung.

a. Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa.

Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya

penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang

berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut

didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan

maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

penderita. Cara ini dikenal dengan sebutan passive promotive case finding.

Selain itu semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan

gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan

diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat

tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian,

semua tersangka penderita harus diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu

2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

b. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak

Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang

sulit. Sebagian besar diagnosa tuberkulosis pada anak, didasarkan atas

gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Tersangka penderita TBC

(Suspek TBC)

Pemeriksaan dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA + + + + + -

Hasil BTA + - -

Hasil BTA - - -

Periksa Rontgen Dada

Beri Antibiotik Spektrum Luas

Hasil Mendukung

TBC

Penderita TBC BTA Positif

Hasil Tidak Mendukung

TBC

Tidak Ada Perbaikan

Ada Perbaikan

Ulangi Periksa Dahak SPS

Hasil BTA - - -

Hasil BTA + + + + + - + - -

Periksa Rontgen Dada

Hasil Rontgen Negatif

Hasil Mendukung

TBC

TBC BTA Negatif Rontgen Positif

Bukan TBC, Penyakit Lain

Gambar 2.1 Alur diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa Sumber : Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis (2002)

Hal-hal yang mencurigakan TBC : 1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA positif. 2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG. 3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan

penanganan gizi yang baik (failure to thrive). 4. Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas. 5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu. 6. Pembesaran kelanjar limfe superfisialis yang spesifik. 7. Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin yang positif (>10mm).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

BILA ≥ 3 POSITIF

Dianggap TBC

Membaik MEMBURUK / TETAP

TBC BUKAN TBC TBC Kebal Obat (MDR)

Beri OAT Observasi 2 bulan

OAT diteruskan RUJUK ke RS

PERHATIAN : Bila terdapat tanda-tanda berbahaya seperti

Kejang Kesadaran menurun Kaku kuduk Benjolan dipunggung Dan kegawatan lain Segera rujuk ke Rumah Sakit

Pemeriksaan lanjutan di Rumah Sakit Gejala klinis Uji tuberkulin Foto rontgen paru Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan patologi anatomi

Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai dengan prosedur di RS yang bersangkutan.

Gambar 2.2 Alur Deteksi Dini dan Rujukan TBC Anak Sumber : Konsensus Nasional TBC-Anak-IDAI

6. Pengobatan Tuberkulosis

a. Prinsip Pengobatan

Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, supaya semua

kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut

kosong. Apabila paduan obat digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan

jangka waktu pengobatan) kuman TB akan berkembang menjadi kuman

kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat,

pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS =

Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

1. Tahap Intensif

Pada intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT,

terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan

secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi

negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat

dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat.

2. TahapLanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persiten (dormant) sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.

b. Paduan OAT di Indonesia

WHO dan IUALTD (International Union Against Tuberculosis and

Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

standar yaitu :

1. Kategori – 1 (2HRZE / 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap

lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan 3

kali dalam seminggu selam 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita baru BTA paru positif

- Penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat

- Penderita TB Ekstra paru berat

Tabel 2.3 Paduan OAT Kategori 1

Dosis perhari / kali Tahap

pengobatan Lamanya

pengobatan

Tablet Isoniasi

d @ 300 mg

Tablet Rifampisin @ 400 mg

Tablet Pirasinamid @ 500

mg

Tablet Etambut

ol @ 250 mg

Jumlah hari/kal

i menelan obat

Tahap intensif (dosis harian)

2 bulan 1 1 3 3 60

Tahap lanjutan (dosis 3x

seminggu) 4 bulan 1 1 - - 54

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)

Suatu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang

terdiri dari 60 blister HRZE untuk tahap intensif dan 54 blister HR untuk

tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan

dalam dos besar.

2. Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari

Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) dan

suntikan streptomisin setiap hari di UPK, dilanjutkan 1 bulan dengan

Isoniasid (H), Rifampisin (R), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu

diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang

diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan

streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

- Penderita kambuh (relaps)

- Penderita gagal (failure)

- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

Tabel 2.4 Paduan OAT Kategori 2

Etambutol

Tahap Pengobatan

Lamanya Pengoba

tan

Tablet (I) @ 300

mg

Tablet (R) @ 450 mg

Tablet (P) @ 200 mg

Tablet @ 250

mg

Tablet @ 500

mg

Streptomisi

n injeksi

Jlh hari/kali menelan obat

Tahap intensif (dosis harian)

2 bulan 1 bulan

1 1

1 1

3 3

3 3

- -

0,75 gr -

60 30

Tahap lanjutan (dosis 3x

seminggu) 5 bulan 2 1 - 1 2 - 66

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)

Sutu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang

terdiri dari 90 blister HRZE untuk tahap intensif dan 66 blister HRE

untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan

disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu, disediakan 30 vial

streptomisin @ 1,5 gr dan pelangkap pengobatan (60 spuit dan

aquabidest untuk tahap intensif).

3. Kategori – 3 (2HRZ / 4 H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2

bulan (2HRZ), diterus kan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama

4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

- Penderita Ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe (limfa denitis),

Pleuritis aksudaliva unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang

belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

Tabel 2.5 Paduan OAT Kategori 3

Tahap Pengobatan

Lamanya Pengobatan

Tablet Isoniasid

@ 300 mg

Tablet Rifampisin @ 400 mg

Tablet Pirasinamid @ 500 mg

Jumlah hari / kali menelan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

obat Tahap intensif (dosis harian)

2 bulan 1 1 3 60

Tahap lanjutan (dosis 3x

seminggu) 4 bulan 2 1 - 54

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)

Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang

terdiri dari 60 blister HRZ untuk tahap intensif dan 54 blister HR untuk

tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan

dalam 1 dos besar.

4. Kategori – 4 (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA

positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang

dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih positif, diberikan obat

sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Satu paket obat sisipan berisi

30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

Tabel 2.6 Paduan OAT Kategori 4

Dosis perhari / kali

Tahap Pengobatan

Lama Pengobat

an Tablet

Isoniasid @ 300 mg

Tablet Rifampisin @

400 mg

Tablet Pirasinamid @ 500 mg

Tablet Etambutol

@ 250 mg

Jml hari / kali

menelan

obat

Tahap intensif (dosis harian)

1 bulan 1 1 3 3 30

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)

9. Monitoring dan Evaluasi.4)

Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen

untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Kegiatan monitoring

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi

bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya

dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.

Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak – waktu (interval) lebih lama,

biasanya setiap 6 bulan – 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana

tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur

keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk

kepentingan perencanaan program.

Masing-masing tingkat pelaksanaan program (UPK, Kabupaten/Kota,

Provinsi dan Pusat) bertanggungjawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada

wilayahnya masing-masing. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi,

diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan

dengan baik dan benar.

Pada prinsipnya semua kegiatan harus dimonitoring dan dievaluasi,

antara lain kegiatan penatalaksanaan penderita (penemuan, diagnosis dan

pengobatan), pelayanan laboratorium, penyediaan obat dan bahan pelengkap

lainnya. Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari aspek masukan

(input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan

menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas

pelaksana program dengan masyarakat sasaran.

Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk melakukan

monitoring dan evaluasi. Indikator adalah variabel yang menunjukkan /

menggambarkan keadaan dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya

perubahan.

Adapun indikator nasional yang dipakai untuk memantau pencapaian

target program TB paru adalah sebagai berikut :

a. Angka Penemuan Penderita atau Case Detection Rate (CDR)

Case Detection Rate adalah persentase jumlah penderita baru BTA

positif yang ditemukan dibanding jumlah penderita baru BTA positif yang

diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Ratei

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

menggambarakan cakupan penemuan penderita baru BTA positif pada

wilayah tersebut.

Rumus :

%100XpositifBTAbarupenderitajumPerkiraan

penderitaJumlah

lahditemukanyangpositifBTAbaru

Angka perkiraan nasional penderita baru BTA positif adalah

130/100.000 penduduk (100 – 200 per 100.000 penduduk). Target Case

Detection Rate Program Penanggulangan TB Nasional : 70% pada tahun

2007 , dan tetap dipertahankan pada tahun-tahun selanjutnya.

%100XdiobatiyangpositifBTAbarupenderitaJumlah

sembuhyangpositifBTATBbarupenderitaJumlah

b. Angka Kesembuhan (Cure Rate)

Angka kesembuhan (Cure Rate) adalah angka yang menunjukkan

presentase penderita TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa

pengobatan, diantara penderita TB BTA positif yang tercatat.

Angka.kesembuhan dihitung tersendiri untuk penderita baru BTA positif

yang mendapat pengobatan kategori 1 dari penderita BTA positif

pengobatan ulang dengan kategori 2. Angka ini dihitung untuk mengetahui

keberhasilan program dan masalah potensial.

Rumus :

Di UPK (Unit Pelaksana Kesehatan), indikator ini dapat dihitung

dari kartu penderita TB, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu penderita

baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 – 12 bulan sebelumnya,

kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh, setelah selesai

pengobatan. Angka minimal target yang harus dicapai adalah 85%. Angka

kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan.

c. Angka Konversi (Conversion Rate)

Angka konversi adalah presentase TB paru BTA positif yang

mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa

pengobatan intensif. Angka konversi dihitung tersendiri sesuai klasifikasi

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

%100XdiobatiyangpositifBTAbarupenderitaJumlahkonversiyangpositifBTATBbarupenderitaJumlah

%100XcheckcrossdiyangsediaanseluruhJumlah

palsunegatifsediaanjumlahpalsupositifsediaanlah

dan tipe penderita, BTA positif baru dengan pengobatan kategori 1 atau

BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, untuk mengetahui apakah

pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar atau tidak.

Rumus :

Di UPK (Unit Pelaksana Kesehatan), indikator ini dapat dihitung

dari kartu penderita TB, yaitu dengan cara mereview seluruh

kartu penderita baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3 – 6 bulan

sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan

dahak negatif, setelah pengobatan intensif selama 2 bulan. Angka minimal

target yang harus dicapai adalah 80%.

Jum +

d. Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate)

Error Rate adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan

presentase kesalahan pembacaan slide / sediaan yang dilakukan oleh

laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang (Cross check) oleh BLK

atau laboratorium rujukan lain. Angka ini menggambarkan kualitas

pembacaan slide secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa

pertama.

Rumus :

Angka kesalahan baca sediaan (error rate) hanya bisa ditoleransi maksimal

5%.

10. Manajemen Program Penemuan TB Paru di Tingkat Puskesmas

a. Dana

Dalam rangka penemuan TB paru perlu adanya dana sebagai modal utama

dalam memberikan penyuluhan kesehatan tentang TB paru, penjaringan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

suspek penderita, pemeriksaan laboratorium dan pemberian obat paket

khusus atau OAT.

Dana dalam rangka penemuan TB paru berasal dari Jaring Pengaman

Kesehatan Masyarakat Miskin di masing-masing Puskesmas dan dari

APBD II Kabupaten Grobogan. Bahwa pengobatan penderita TB paru di

berikan OAT secara cuma-cuma dan di jamin ketersediaannya oleh

pemerintah Kabupaten Grobogan.16)

Anggaran dari APBD II meliputi :

Pengadaan OAT, Transport rujukan mikroskopis, Pemeriksaan atau

pembacaan slide, Transport monitoring petugas terhadap penderita TB paru,

Penemuan penderita dan diobati sembuh, Transport PMO, Rapat konsultasi

petugas TB paru di Kabupaten.

Sedangkan dana dari Jaring Pengaman Kesehatan Masyarakat Miskin

meliputi :

Penyuluhan kesehatan tentang TB paru, Transport petugas TB paru dalam

penyuluhan, Penyediaan ATK (Alat Tulis Kantor) untuk program

penyuluhan TB paru.

Dengan adanya dana untuk menunjang kegiatan tersebut diharapkan angka

cakupan penemuan TB paru dapat tercapai atau meningkat.

b. Tenaga

Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia bahwa petugas yang

diberi tugas untuk memegang program TB paru adalah petugas yang terlebih

dahulu mendapatkan pelatihan khusus tentang TB paru.

Adapun petugas yang dilatih dan disipkan untuk memegang program TB

paru adalah :

Dokter, Petugas TB paru, Petugas laboratorium

Khusus untuk petugas TB paru dalam rangka penemuan TB paru harus

menerapkan strategi DOTS yaitu harus mengadakan pemeriksaan

laboratorium BTA SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) yang bekerja sama dengan

petugas laboratorium.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Petugas TB paru Puskesmas harus mempunyai ketrampilan manajemen

yang memadai dalam pengelolaan program penemuan penderita TB paru di

tingkat Puskesmas.

Aspek manajemen petugas TB paru Puskesmas :

- Perencanaan

Perencanaan yaitu merencanakan kegiatan penemuan penderita TB paru

baik secara pasif maupun aktif.

- Pelaksanaan

Pelaksanaan yang meliputi kerjasama baik lintas program maupun lintas

sektoral sehingga penderita TB paru mudah ditemukan sedini mungkin

dan mendapatkan pengobatan.

- Melakukan monitoring dan evaluasi

Kegiatan monitoring dilaksanakan secara berkala dan terus menerus untuk

dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan

yang telah direncanakan supaya dapat dilakukan perbaikan segera.

Evaluasi dilakukan setelah sewaktu jarak – waktu (interval) lebih lama

biasanya setiap 6 bulan sampai 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai

sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelum dicapai.

c. Sarana dan Prasarana

Kebutuhan penunjang manajemen program TB paru dalam rangka

penemuan penderita TB paru adalah :

Alat dan sarana penyuluhan (brosur, leafled, sound sistem), Alat transportasi

untuk memperlancar petugas TB paru ke lapangan, Perlengkapan

laboratorium yang memadai baik mikroskop maupun reagen-reagen lainnya.

d. Lingkungan

Lingkungan juga dapat berpengaruh didalam proses penemuan penderita

TB paru di Puskesmas baik lingkungan fisik maupun

lingkungan nonfisik.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Lingkungan fisik meliputi : Letak geografis, Jumlah penduduk, Mata

pencaharian.

Lingkungan nonfisik meliputi : Kebijakan atasan, Peraturan pemerintah atau

daerah, Sosial budaya, ekonomi dan pendidikan.

B. Manajemen

1. Definisi Manajemen

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan

bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan

organisasional atau maksud-maksud yang nyata.6)

Management is the process of designing and maintaining an

environment in which individuals, working together in groups, efficiently

accomplish selected aims.7)

Maksud kalimat di atas manajemen adalah suatu proses mendesain dan

menata suatu lingkungan dimana individu-individu bekerja bersama-sama

dalam suatu kelompok secara efisien.

Definisi tentang manajemen secara umum yang dikemukakan oleh para

ahli adalah berbeda-beda tetapi pada pokoknya semuanya mempunyai

pengertian yang sama. Perbedaan yang ada hanyalah terletak pada latar

belakang keahlian masing-masing, sehingga tinjauan manajemennya berasal

dari segi-segi yang berbeda-beda. Berikut ini definisi manajemen dari segi

beberapa ahli :8)

a. Stoner

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber

daya sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan.

b. Mary Paker Follet

Manajemen adalah sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui

orang lain.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Definisi mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan

organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan

berbagai tugas yang mungkin diperlukan atau berarti dengan tidak

melakukan tugas-tugas itu sendiri.

c. Luther Gulick

Manajemen adalah sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang

berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana

manusia bekerja bersama mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama

ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Atas dasar uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pada dasarnya

manajemen didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk

menentukan, menginterprestasikan dan mencapai tujuan organisasi dengan

pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning). Pengorganisasian

(organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing),

pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).

2. Fungsi Manajemen

Manajemen didefinisikan dalam bentuk lima fungsi yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pengomandoan, pengkoordinasian dan pengendalian.9)

Fungsi manajemen dikemukakan secara luas oleh para ahli adalah sebagai

berikut :10)

a. Menurut GR. Terry fungsi manajemen meliputi planning, organizing,

actuting dan controlling.

b. Menurut Koontz dan O’Donnell, fungsi manajemen meliputi planning,

organizing, staffing, directing dan controlling.

c. Menurut Luther Gulick, fungsi manajemen meliputi planning, organizing,

staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting.

Manajemen didefinisikan dalam bentuk lima fungsi yaitu :

a. Perencanaan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau dilakukan,

bagaimana, bilamana, dan oleh siapa. Perencanaan merupakan unsur

terpenting diantara fungsi manajemen yang ada, dimana dalam setiap

kegiatan yang bersifat manajerial untuk mendukung usaha pencapaian

tujuan, fungsi perencanaan dilakukan terlebih dahulu dari pada fungsi

manajemen lain.11)

Fungsi perencanaan adalah sebagai berikut :12)

Menjelaskan berbagai masalah, Menentukan prioritas masalah, Menetapkan

tujuan dan indikator keberhasilan, Mengkaji hambatan dan kendala,

Menyusun rencana kerja operasional.

Sedangkan manfaat dari perencanaan tersebut antara lain :11)

Mengurangi ketidakpastian serta perubahan waktu mendatang,

Dimungkinkan melakukan pilihan dari berbagai alternatif tindakan,

Mengarahkan perhatian pada tujuan, Merupakan sarana untuk mengadakan

pengawasan, Meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti, sehingga

menghemat waktu, usaha, dan dana.

Adapun proses perencanaan tersebut meliputi, langkah-langkah sebagai

berikut :13)

Melakukan analisis situasi, Menetapkan masalah, Pemecahan masalah,

Pembahasan untuk menetapkan rencana, Pelaksanaan kegiatan, Pengawasan

dan perbaikan rencana, Penilaian akhir.

b. Bimbingan / leading

Bimbingan atau leading adalah proses mempengaruhi orang-orang agar

mereka mau berusaha kerja secara antusias untuk mencapai tujuan

organisasi atau kelompok. Pemimpin terutama berkaitan dengan aspek antar

pribadi dalam mengelola.14)

Fungsi pengarahan (leading) secara sederhana, adalah untuk membuat atau

mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan harus

mereka lakukan. Fungsi ini melibatkan kualitas gaya dan kekuasaan

pemimpin serta kegiatan-kegiatan kepemimpinan seperti komunikasi,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

motivasi dan disiplin. Fungsi leading sering disebut dengan bermacam-

macam, antara lain leading, motivating atau lainnya.8)

c. Kerjasama

Kerjasama dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan

hasil serta lebih mengoptimalkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam

rangka mencapai suatu tujuan tertentu sebagai akibat keterbatasan sumber

daya yang ada.14)

Dalam teknis operasional dilapangan, kerjasama yang dimaksudkan adalah

kerjasama lintas program dan lintas sektoral.

Tenaga Puskesmas yang terdiri dari berbagai kategori diharapkan dapat

bekerja sama secara terpadu dibawah satu pimpinan dan satu administrasi.

Adapun tujuan dari kerjasama lintas program tersebut antara lain sebagai

berikut :

Adanya sistem manajemen sederhana dengan cara penggalangan kerjasama

antar staff, Terciptanya semangat kerjasama dalam tim atas dasar kemauan,

kemampuan dan kesempatan yang dimiliki, Adanya inventarisasi hasil

kegiatan setiap tenaga Puskesmas, Adanya pembagian tugas yang baru bagi

setiap petugas Puskesmas, Adanya tim pelayanan terpadu dan menentukan

daerah binaan atau pelayanan masing-masing tim, Tersusunnya rencana

kerja harian untuk bulan yang akan datang.

Kerjasama lintas sektoral sering sukar diwujudkan jika tidak dilandasi saling

pengertian dan keterbukaan yang mendalam antara komponen yang terlibat

serta tidak ada kejelasan tentang tujuan bersama.

Untuk menggalang kerjasama lintas sektoral terutama dalam membina peran

serta masyarakat perlu dirumuskan bersama secara jelas tentang peran apa

yang harus dilakukan masing-masing sektor dan mekanisme kerjanya.

Adapun tujuan dari kerjasama lintas sektoral tersebut antara lain sebagai

berikut :

Terjadinya kerjasama lintas sektoral dalam rangka peran serta masyarakat

secara baik, Adanya saling mengetahui dan saling mengenal program

pembinaan peran serta masyarakat masing-masing sektor yang terkait,

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Adanya saling mengetahui peran sektor yang saling mendukung untuk

membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Koordinasi

Bebrapa pengertian tentang koordinasi yang disebutkan oleh para pakar

manajemen, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Menurut J. Panglaykim

Koordinasi adalah pengaturan yang tertib dari kumpulan / gabungan

untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mencapai tujuan bersama.

2. Menurut Luther Gulick

Koordinasi adalah merupakan yang penting untuk menggabungkan

bermacam-macam kegiatan dari pekerjaan. Koordinasi membantu untuk

memaksimalkan hasil-hasil yang dicapai suatu kelompok dengan jalan

mengusahakan adanya suatu keseimbangan pada aktivitas-aktivitas

komponen pelaksana program dimana dianjurkan partisipasi kelompok

pada taraf permulaan perencanaan dan ditekankan setiap anggota

menerima tujuan kelompok.

e. Supervisi

Supervisi adalah melakukan kegiatan pengamatan secara langsung dan

berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan

kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberi petunjuk atau

bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.

Manfaat supervisi dapat dibedakan atas dua macam yaitu dapat lebih

meningkatkan efektifitas dan dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja

karena masih berkurangnya kesalahan yang dilakukan dan pencegahan

pemakaian sumber daya yang sia-sia.

f. Evaluasi

Evaluasi adalah usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif

pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi

sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk

mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana,

sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung

suatu rencana.

Keberhasilan rencana kegiatan, rencana program dan rencana proyek

hanya dapat dibuktikan dengan evaluasi. Dengan demikian evaluasi

haruslah dikembangkan secara melembaga dan membudidaya agar

pelaksanaan kegiatan program dan proyek lebih berhasil, bermanfaat, dan

berdaya guna.

Adapun kaitannya dengan pelayanan kesehatan, evaluasi dilakukan

karena :

Selalu digunakan untuk pengambilan keputusan, Pertanyaan selalu

berasal dari goalnya program, Ada pertimbangan untuk kriteria ideal

terhadap program yang diambil, Selalu dilakukan pada setting dunia

nyata.

Faktor-faktor yang meningkatkan pentingnya evaluasi pelayanan

kesehatan adalah sebagai berikut :

Program baru, Keterbatasan dana, Teknologi baru, Pertanggungjawaban

pada masyarakat, Program yang menjadi komplek dan saling terkait pada

suatu sistem, Kebutuhan manajemen Pelayanan kesehatan yang rasional,

Peningkatan perhatian pada kualitas pelayanan kesehatan.

C. Kerangka Teori

‐ Dana    ‐ P1           Cakupan   

         Penemuan TB Paru 

   Prevalensi TB paru 

‐ Sarana    ‐ P2      

 ‐ P3              ‐ Tenaga   

‐ Prasarana 

Umpan balik

Lingkungan

INPUT PROSES OUTPUT OUT COME

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-haryono-5218-3... · Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin

Sumber : Kerangka Teori dimodifikasi dari teori Azrul Azwar (1996)

Keterangan :

P1 = Perencanaan

P2 = Penggerakan Pelaksanaan (Kerjasama)

P3 = Monitoring dan evaluasi

D. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang ada maka dapat disusun kerangka konsep

adalah sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Perencanaan

Kerjasama Cakupan Penemuan TB

Paru

Monitoring dan Evaluasi

E. Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan antara aspek perencanaan petugas TB paru Puskesmas dengan

cakupan penemuan TB paru.

2. Ada hubungan antara aspek kerjasama petugas TB paru Puskesmas dengan

cakupan penemuan TB paru.

3. Ada hubungan antara aspek monitoring dan evaluasi petugas Tb paru

Puskesmas dengan cakupan penemuan TB paru.