bab ii tinjauan pustaka 2.1 tanah - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/7370/18/bab ii.pdf · 6...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral – mineral padat yang
tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan – bahan organik yang
telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong
diantara partikel – partikel padat tersebut (Das, 1988). Selain itu dalam arti lain
tanah merupakan akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah
ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. (Craig,
1991)
Tanah merupakan bahan bangunan yang paling berlimpah di dunia dan di
beberapa tanah tersebut merupakan bahan bangunan pokok yang dapat diperoleh
di daerah setempat (Canonica,1991).
Tanah juga merupakan kumpulan – kumpulan dari bagian – bagian yang padat
dan tidak terikat anatara satu dengan yang lain, diantaranya material organik
rongga – rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).
5
Sedangkan tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefiniskan sebagai sisa atau
produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat
digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh
(sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).
Tanah menurut Bowles (1989) adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari
salah satu atau seluruh jenis berikut :
1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih
besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai
250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,
berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara
sungai.
5. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.
6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil
dari 0,001 mm.
6
Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup semua
bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang dipakai
dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah,
sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam
bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam
mekanika tanah dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat
teknis dari bahan-bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya pernyataan-
pernyataan secara geologis dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai
asal geologis dari tanah.
2.2 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok
berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang
mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai dengan
perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam
urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah
untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk
menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya
7
dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang
lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian
untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan
tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).
Klasifikasi tanah pada dasarnya dibuat untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan sifat – sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah
yang begitu beragam, system klasifikasi secara umum mengelompokkan tanah ke
dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem
klasifikasi bukan merupakan system identifikasi untuk menentukan sifat – sifat
mekanis dan geoteknis tanah.
Klasifikasi tanah diperlukan antara lain bagi hal – hal sebagai berikut :
1. Perkiraan hasil eksplorasi tanah (persiapan log-bor tanah dan peta tanah, dan
lain – lain).
2. Perkiraan standar kemiringan lereng dari penggalian tanah atau tebing.
3. Perkiraan pemilihan bahan (penentuan tanah yang harus disingkirkan,
pemilihan tanah dasar, bahan tanah timbunan, dan lain – lain).
4. Perkiraan persentasi muat dan susut.
5. Pemilihan jenis konstruksi dan peralatan untuk konstruksi (pemilihan cara
penggalian dan rancangan penggalian).
6. Perkiraan kemampuan peralatan untuk konstruksi.
7. Rencana pekerjaan/pembuatan lereng dan tembok penahan tanah dan lain –
lain. (pemilihan jenis konstruksi dan perhitungan tekanan tanah.)
8
Untuk menentukan dan mengklasifikasi tanah, diperlukan suatu pengamatan di
lapangan dan suatu percobaan lapangan yang sederhana. Tetapi jika sangat
mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan – kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan pengamatan perorangan, akan menjadi sangat besar.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu secara
sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus berdasarkan
suatu hasil analisa mekanis. Selanjutnya tahap klasifikasi tanah berbutir halus
diadakan berdasarkan percobaan konsistensi.
Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah
adalah Unified Soil Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat
– sifat indek tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan
indek plastisitasnya. Disamping itu, terdapat system lainnya yang juga dapat
digunakan dalam identifikasi tanah seperti yang dibuat oelh American Association
of State Highway and Transportation Officials Classfication (AASHTO), British
Soil Clasification System (BSCS) dan United State Departement of Agriculture
(USDA).
2.2.1 Klasifikasi Tanah menurut USCS
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System (USCS)
diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh
United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of
Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials
(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah.
9
Dalam bentuk sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan
geoteknik. Sistem klasifikasi USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua
kategori utama yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir
yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200
(F200<50). Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil
(gravelly soil) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).
Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah
bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk.
b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50%
berat total contoh tanahnya lolos dari saringan No.200 (F200≥500). Simbol
kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik.
Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan
organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah (low
plasticity) dan H untuk plastisitas tinggi (high plasticity).
Tabel 2.1. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks
Kerikil G Gradasi Baik W
Gradasi Buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL < 50% L
Organik O wL > 50% H
Gambut Pt
(Sumber : Bowles, 1989)
10
Tabel 2.2. Klasifikasi Tanah berdasarkan USCS
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Tan
ah b
erbu
tir
kas
ar≥
50%
bu
tira
n
tert
ahan
sar
ing
an N
o. 20
0
Ker
ikil
50
%≥
fra
ksi
kas
arte
rtah
an s
arin
gan
No. 4
Ker
ikil
ber
sih
(han
ya
ker
ik
GW
Kerikil bergradasi-baik dan
campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran
halus
Kla
sifi
kas
i ber
das
arkan
pro
sen
tase
buti
ran
hal
us
; K
ura
ng
dar
i 5%
lolo
s sa
rin
gan
no
.20
0:
GM
, G
P,
SW
, S
P.
Leb
ih d
ari
12%
lolo
s sa
ringan
no
.200
: G
M,
GC
, S
M, S
C. 5
% -
12
% l
olo
s sa
rin
gan
No
.200
: B
atas
an k
lasi
fikas
i yan
g m
emp
uny
ai s
imbo
l dob
el
Cu = D60 > 4
D10 Cc = (D30)
2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
GP
Kerikil bergradasi-buruk
dan campuran kerikil-pasir,
sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran
halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
GW
Ker
ikil
den
gan
Buti
ran
hal
us
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
atau PI < 4
Bila batas
Atterberg berada
didaerah arsir dari diagram
plastisitas, maka
dipakai dobel simbol
GC
Kerikil berlempung,
campuran kerikil-pasir-lempung
Batas-batas Atterberg di
bawah garis A
atau PI > 7
Pas
ir≥
50
% f
rak
si k
asar
l
olo
s sa
ring
an N
o. 4
Pas
ir b
ersi
h
(h
any
a p
asir
)
SW
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung
butiran halus
Cu = D60 > 6 D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
SW
Pas
ir
den
gan
buti
ran
hal
us
SM Pasir berlanau, campuran
pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI < 4
Bila batas Atterberg berada
didaerah arsir
dari diagram plastisitas, maka
dipakai dobel
simbol SC
Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
atau PI > 7
Tan
ah b
erbu
tir
hal
us
50%
ata
u l
ebih
lo
los
ayak
an N
o. 200
Lan
au d
an l
emp
un
g b
atas
cai
r ≤
50
%
ML
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir
halus berlanau atau
berlempung
Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang
terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan
dua simbol.
60
50 CH
40 CL
30 Garis A CL-ML
20
4 ML ML atau OH
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
CL
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai
dengan sedang lempung
berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau,
lempung “kurus” (lean
clays)
OL
Lanau-organik dan lempung
berlanau organik dengan plastisitas rendah
Lan
au d
an l
emp
un
g b
atas
cai
r ≥
50
%
MH Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau
diatomae, lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung
“gemuk” (fat clays)
OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai
dengan tinggi
Tanah-tanah dengan
kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan
tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat
dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
Bat
as P
last
is (
%)
Batas Cair (%)
11
2.2.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami beberapa
kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang diajukan
oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular Type
Road of the Highway Research Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO
model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah
guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).
Sistem ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut :
a. Ukuran butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 75 mm
dan tertahan pada saringan diameter 2 mm (No. 10).
Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 2 mm
dan tertahan pada saringan diameter 0,0075 mm
(No. 200).
Lanau Lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 0,0075
mm (No. 200).
b. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastisitas (PI) sebesar 10 atau kurang. Nama
berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai
indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
12
c. Apabila ditemukan batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) dalam contoh
tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan
terlebih dahulu, tetapi persentasi dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus
dicatat.
Sistem klasifikasi AASTHO membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-
1 sampai dengan A-7. Tanah berbutir yang 35 % atau kurang dari jumlah butiran
tanah tersebut lolos ayakan No.200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-1, A-2,
dan A-3. Tanah berbutir yang lebih dari 35 % butiran tanah tersebut lolos ayakan
No.200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran
dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan
lempung.
Gambar 1 menunjukkan rentang dari batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI)
untuk tanah data kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7.
Gambar 2.1. Nilai-nilai batas attergberg untuk subkelompok tanah (Hary
Christady,1992)
13
2.3 Kuat Geser Tanah
Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi
pada saat terbebani. Keruntuhan geser (shear failure) tanah terjadi bukan
disebabkan karena hancurnya butir – butir tanah tersebut.
Kekuatan geser yang dimiliki oleh suatu tanah disebabkan oleh :
a. Pada tanah berbutir halus (kohesif), misalnya lempung. Kekuatan geser
yang dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara
butir – butir tanah (c soil).
b. Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena
adanya gesekan antara butir – butir tanah sehingga sering disebut sudut
gesek dalam (φ soil).
c. Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah kasar
(c dan φ soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena
kohesi) dan gesekan antara butir – butir tanah (karena φ).
2.4 Pondasi Tiang
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang berfungsi meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya (Setyanto, 1999). Ada
dua klasifikasi, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal adalah
pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti : pondasi telapak,
pondasi memanjang dan pondasi rakit. Pondasi dalam adalah pondasi yang
meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relative jauh
dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang.
14
Pondasi tiang (pile foundation), digunakan untuk tanah pondasi pada kedalaman
yang normal tidak mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak pada
kedalaman yang sangat dalam. Demikian pula bila pondasi bangunan terletak pada
tanah timbunan yang cukup tinggi, sehingga bila bangunan diletakkan pada
timbunan akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar.
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, sebagai berikut :
a. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau
berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga
terjadi perpindahan volume tanah yang relative besar. Termasuk dalam
tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton
prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).
b. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti
tiang kategori pertama, hanya volume tanah yang dipindahkan saat
pemancangan relative kecil, contohnya tiang beton berlubang dengan
ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile) terdiri dari tiang yang
dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah.
Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah tiang bor, yaitu tiang
beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran
tanah (pipa baja diletakkan dalam lubang dan dicor beton).
Pada saat ini telah banyak digunakan berbagai tipe pondasi dalam. Penggunaan
disesuaikan dengan besarnya beban, kondisi lokasi/lingkungan dan lapisan tanah.
Nama dari tipe – tipe pondasi sangat beragam dan bergantung pada individu yang
15
mendefinisikannya. Klasifikasi tiang yang didasarkan pada metode
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Tiang pancang (driven pile), tiang dipasang dengan cara membuat bahan
berbentuk bulat atau bujursangkar memanjang yang dicetak lebih dulu dan
kemudian atau ditekan ke dalam tanah.
b. Tiang bor (drilled shaft), tiang dipasang dengan cara mengebor tanah lebih
dulu sampai kedalaman tertentu, kemudian tulangan baja dimasukkan
dalam lubang bor dan kemudian diisi/dicor dengan beton.
c. Kaison (caisson), suatu bentuk kotak atau silinder telah dicetak lebih dulu
dimasukkan ke dalam tanah, pada kedalaman tertentu, dan kemudian diisi
beton. Kadang – kadang kaison juga disebut sebagai tiang bor yang
berdiameter/lebar besar, sehingga kadang – kadang membingungkan
dalam penyebutan.
Berdasarkan tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban
yang diterimanya ketanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis
pondasi yang akan menerima beban yang bekerja, yaitu :
a. Bila ujung tiang mencapai tanah keras atau tanah baik dengan kuat dukung
tinggi, maka beban yang diterima tiang akan diteruskan ketanah dasar
pondasi melalui ujung tiang. Jenis tiang ini disebut End/Point Bearing Pile.
b. Bila tiang pancang pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi (jenis tanah
pasir), maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan
gesekan antara tiang dan tanah sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut
Friction Pile.
16
c. Bila tiang dipancang pada tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai
kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh
pelekatan antara tanah sekitar dan permukaan tiang. Jenis tiang ini disebut
Adhesive Pile.
2.5 Kapasitas Daya Dukung Friksi (Friction Bearing Capacity)
Bila lapisan tanah keras,letaknya sangat dalam sehingga pemancangan tiang
sampai lapisan tanah keras sangat sukar dilaksanakan, maka dapat menggunakan
tiang pancang yang daya dukungnya berdasarkan pelekatan antara tiang dengan
tanah. Hal ini sering terjadi bila pemancangan tiang pada lapisan tanah lempung,
maka perlawanan pada ujung tiang akan jauh lebih kecil daripada perlawanan
akibat gesekan antara tiang dan tanah.
2.6 Kapasitas Daya Dukung Ujung (End Bearing Capacity)
Tiang yang tertahan pada ujungnya dihitung berdasarkan pada tahanan ujung tiang
yang dipancang sampai lapisan tanah keras. Lapisan tanah keras dapat berupa
lempung sampai pada batu-batuan tetap yang sangat keras. Untuk menentukan
gaya perlawanan lapisan tanah keras tersebut terhadap ujung tiang dilakukan
dengan Alat Sondir atau SPT. Dengan alat ini dapat diketahui kedalaman tiang
yang harus dipancang dan daya dukung lapisan tanah keras tersebut pada ujung
tiang.
Besarnya gaya perlawanan tanah pada ujung tiang,akan sangat tergantung pada
sifat dan kemampuan tanah disekitar ujung tiang. Bila tanah pada ujung tiang
terdiri dari batu-batu yang sangat keras maka kapaitas daya dukung ujung tiang
17
akan sangat tergantung pada kekuatan bahan (material) tiang itu sendiri,
sedangkan bila lapisan tanah pada ujung tiang terdiri dari lapisan tanah yang
relatif lunak, maka daya dukung ujung tiang sangat tergantung pada sifat
kepadatan lapisan tersebut.
2.7 Dasar Perencanaan Pondasi Tiang Pancang
Perencanaan pondasi tiang pancang dilakukan sesuai prosedur berikut ini
(Nakazawa,1989) :
a. Mula mula, setelah dilakukan pemeriksaan tanah di bawah permukaan,
penyelidikan disekeklilingnya dan penyelidikan terhadap bangunan disekitar
letak pondasi, maka diameter, jenis dan panjang tiang dapat diperkirakan.
b. Menghitung daya dukung tiang pancang tunggal yang diizinkan untuk tiang
pancang tunggal.
c. Bila daya dukung tiang pancang tunggal sudah diperkirakan, maka daya
dukung yang diizinkan untuk seluruh tiang harus diperiksa.
d. Menghitung reaksi yang didistribusikan kepada setiap tiang, juga
menetapkan jumlah tiang secara tepat.
e. Setelah beban pada kepala tiang dihitung, pembagian momen lentur dan
gaya geser pada tiang dalam arah yang lebih mendetail dan bagian – bagian
tiang dapat dilakukan.
f. Jika detail perencanaan tubuh tiang selesai, maka tumpuan harus diperiksa
terhadap reaksi pada kepala tiang.
18
Tabel 2.3. Nilai Faktor Kemanan untuk Bangunan
Jenis
Beban
Jembatan Jalan Raya Jembatan
Kereta Api
Konstruksi Dermaga
Tiang
Pendukung
Tiang
Geser
Tiang
Pendukung
Tiang
Geser
BT 3 4 3 > 2,5
BT-BS - - - -
Waktu
Gempa 2 3 1,5 >1,5 >2,0
(Sumber : Nakazawa,1989)
2.8 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang berdasarkan Data Lapangan
2.8.1 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil sondir
Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT)
seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini
test yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan test tersebut dapat dipercaya
dilapangan dengan pengukuran terus menerus dari permukaan tanah – tanah dasar.
CPT atau sondir ini dapat juga mengkalsifikasikan lapisan tanah dan dapat
memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan
pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan
kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum
pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang
pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
Qu = Qb + Qs = qb.Ab + f . As ……………. (2.1)
Dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
19
Qs = Kapasitas tahanan kulit
qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.
Ab = Luas di ujung Tiang.
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As = Luas kulit tiang pancang.
Perencanaan pondasi tiang pancang dengan sondir diklasifikasikan atas beberapa
metode, diantaranya :
a. Metode Aoki dan De alencar
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit
dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai
berikut :
qb = Fb
base)(qca …………………………………….(2.2)
dimana :
qca (base) = Perlawanan konus rata – rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D
dibawah ujung tiang dan Fb adalah factor empiric tahanan
ujung tiang tergantung tipe tiang.
Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :
F = qc (side) Fs
s …………………………..(2.3)
dimana :
qc (side) = Perlawanan konus rata – rata pada masing lapisan
sepanjang tiang.
20
Fs = Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe
tiang.
Fb = Faktor empirik tahan ujung tiang yang tergantung pada tipe
tiang.
Tabel 2.4. Faktor empirik Fb dan Fs
Tipe Tiang Pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0
Baja 1,75 3,5
Beton Pratekan 1,75 3,5
Sumber : Titi & Farsakh, 1999
Tabel 2.5. Nilai empirik untuk tipe tanah
Tipe Tanah αs
(%) Tipe Tanah
αs
(%) Tipe Tanah
αs
(%)
Pasir 1,4 Pasir
Berlanau 2,2
Lempung
Berpasir 2,4
Pasir
Kelanauan 2,0
Pasir
Berlanau
dengan
Lempung
2,8
Lempung
Berpasir
dengan
Lanau
2,8
Pasir
Kelanauan
dengan
Lempung
2,4 Lanau 3,0
Lempung
Berlanau
dengan Pasir
3,0
Pasir
Berlempung
dengan
Lanau
2,8
Lanau
Berlempung
dengan
Pasir
3,0 Lempung
Berlanau 4,0
Pasir
Berlempung 3,0
Lanau
Berlempung 3,4 Lempung 6,0
Sumber : Titi & Farsakh, 1999
Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 % , nilai αs untuk lanau = 3.0 % dan
nilai αs untuk lempung = 1,4 %.
21
b. Metode Langsung
Metode langsung dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya, Mayerhoff,
Tomlinson dan Begemann.
Daya dukung pondasi tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Qu = qc . Ap + JHL . Kt …………………………..(2.4)
dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung tiang pancang
Qc = Tahanan ujung sondir (perlawanan penetrasi konus pada
kedalaman yang ditinjau).
dapat digunakan faktor koreksi Meyerhoff :
qc 1 = Rata – rata PPK (qe) 8D diatas ujung tiang.
qc 2 = Rata – rata PPK (qe) 4D diatas ujung tiang.
JHL = Jumlah Hambatan Lekat.
Kt = Keliling tiang.
Ap = Luas Penampang tiang.
Daya dukung ijin pondasi tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Qu ijin = 5
.
3
. KtJHLApqc ……………………(2.5)
dimana :
Qu ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang pancang.
Qc = Tahanan ujung sondir dengan memakai faktor koreksi Begemann.
JHL = Jumlah Hambatan Lekat (total friction).
Kt = Keliling tiang.
Ap = Luas penampang tiang.
22
3 = Faktor keamanan untuk daya dukung tiang.
5 = Faktor keamanan untuk gesekan pada selimut tiang.
Dari hasil uji sondir ditunjukkan bahwa tahanan ujung sondir (harga tekan konus)
bervariasi terhadap kedalaman. Oleh sebab itu pengambilan harga qc untuk daya
dukung diujung tiang kurang tepat. Suatu rentang disekitar ujung tiang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan daya dukungnya.
Menurut Mayerhoff :
qp = qc → Untuk keperluan praktis
qp = (2/3-3/2) qc …….……………………..(2.6)
dimana :
qp = Tahanan ujung ultimate.
qc = Harga rata-rata tahanan ujung konus dalam daerah 2D dibawah
ujung tiang.
2.8.2 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil Standart Penetration
Test (SPT)
Berdasarkan data yang didapat dari pelaksanaan Standart Penetration Test yang
dilakukan dapat didesain suatu tipe pondasi dalam. Pada hal ini penulis hanya
membahas dengan menggunakan metode Mayerhof.
a. Metode Mayerhof
Pada tahun 1965, Mayerhof membandingkan hasil antara pengujian penetrasi
baku dan pengujian penetrasi statis. Berdasarkan perbandingan tersebut, mayerhof
23
menyimpulkan bahwa pergeseran dari penetrasi statis,penetrasi dinamis dan
penetrasi pengujian baku menunjukkan perubahan yang relative saa sesuai dengan
pertambahan kedalaman. Menurut Mayerhof, hubungan antara perlawanan statis
konus (qc) dengan jumlah pukulan per cm (N) seperti yang dinyatakan dengan
persamaan berikut :
qc = 4.N
dengan :
qc = Perlawanan statis konus (kg/cm2)
N = Jumlah pukulan per cm.
Rumusan berikut berlaku untuk tanah pasir halus. Berdasarkan data hasil uji SPT,
besarnya daya dukung batas tiang pada lapisan pasir dan lempung hanya
dinyatakan dengan rumus berikut :
1. Untuk tiang pancang beton kayu pada lapisan pasir
Qult = 𝑎𝑠 .𝑁′
5 Ap.40.N
2. Untuk tiang pancang baja pada lapisan pasir
Qult = 𝑎𝑠 .𝑁′
10 Ap.40.N
3. Untuk tiang pancang beton dan kayu pada lapisan lempung
Qult = 𝑎𝑠 .𝑁′
2𝑥5 Ap.40.N
4. Untuk tiang pancang baja pada lapisan lempung
Qult = 𝑎𝑠 .𝑁′
2𝑥10 Ap.40.N
Dengan :
Qult = Daya dukung batas (ton)
As = Keliling tiang (m)
24
Ap = Luas penampang ujung tiang (m²)
N’ = Nilai rata – rata N-SPT sepanjang tiang
N = Nilai rata – rata N-SPT berjarak 4D diatas ujung tiang sampai
ujung tiang.
Nilai pancang yang nilai perpindahannya kecil (Small Displacement) yaitu pipa
baja dan profil H, maka faktor friksinya harus dikalikan dengan 0,5.
Daya dukung batas untuk tiang bor (non displacement) pada tanah granural
biasanya diambil 1/2 -
1/3 dari daya dukung batas tiang pancang beton dan diambil
sekitar ¾ jika tiang bor tersebut tertanam pada tanah lempung.
2.9 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data
Laboratorium
2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Parameter Kuat
Geser Tanah
Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melalui beberapa percobaan akan
didapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c), serta nilai sudut geser
tanah (φ).
Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt
didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan perumusan
sebagai berikut :
a. Daya dukung ujung pondasi tiang pancang (end bearing).
● Untuk tanah kohesif :
25
Qp = Ap . cu . Nc* …………………………..(2.10)
Dimana :
Qp = Tahanan ujung per satuan luas (Ton).
Ap = Luas penampang tiang (m2).
cu = Koefisien Undrained (Ton/m2).
Nc*
= Faktor daya dukung tanah, untuk pondasi tiang pancang
Nc* = 9 (Whitaker and Cooke, 1996).
Untuk mencari nilai cu (koefisien undrained), dapat digunakan persamaan
dibawah ini :
α* - 0,21 + 0,25 .
cu
pa≤ 1 ……………………………(2.11)
Dimana :
α* = Faktor adhesi = 0,4
pa = Tekanan atmosfer = 1,508 ton/ft2
= 101,3 KN/m2
● Untuk tanah non-kohesif :
Qp = Ap . q’ (Nq* – 1) …………………..(2.10)
Dimana :
Qp = Tahanan ujung per satuan luas (Ton).
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2).
Nq* = Faktor daya dukung tanah.
Vesic (1967) mengusulkan korelasi antara φ dan Nq* seperti terlihat pada
gambar dibawah ini :
26
Gambar 2.2. Faktor Nq
* (Vesic, 1967)
b. Daya dukung selimut tiang pancang (skin friction)
Qs = fi . Li . p ………………..(2.12)
Dimana :
fi = Tahanan satuan selimut tiang pancang (ton/m2).
Li = Panjang lapisan tanah (m).
p = Keliling tiang (m)
Qs = Daya dukung selimut tiang (ton)
● Pada tanah kohesif :
f = αi* . cu ………………………………(2.13)
Dimana :
αi* = Faktor adhesi , 0,55 (Reese & Wright, 1977).
cu = Koefisien undrained (ton/m2).
27
● Pada tanah non – kohesif :
f = Ko . σv’ . tan δ ……………………….(2.14)
Dimana :
Ko = Koefisien tekanan tanah
= 1 – sin φ
σv’ = Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)
σv’ = γ . L’
L’ = 15 D
D = Diameter
δ = 0,8 . φ
2.10 Metode Perhitungan Daya Dukung Ujung (End Bearing Capacity)
Kapasitas maksimum tahanan ujung dari sebuah tiang pancang dapat dihitung
dengan menggunakan data pengujian laboratorium maupun data pengujian
penetrasi. Jika menggunakan data labratorium maka perhitungan kapasitas
ultimate tahanan ujung dapat menggunakan beberapa cara, yaitu :
1. Metode Meyerhoff
Untuk tanah pada umumnya, kapasitas daya dukung menurut Meyerhoff
adalah sebagai berikut :
Ppu = Ap (C . Nc + η . q’ . Nq) ...... (2.15)
Dimana :
Ppu = Kapasitas ultimate tahan ujung tiang (kg/cm2).
Ap = Luas penampang tiang pancang (cm2).
C = Kohesi tanah (kg/cm2).
28
Nc = Faktor kapasitas daya dukung, tergantung pada sudut geser
tanah (ϴ).
Nq = Faktor kapasitas daya dukung, tergantung pada harga L/B >
1 dan bergantung sudut geser tanah (ϴ).
q’ = Tegangan vertikal efektif pada titik tiang pancang (kg/cm2)
η = 1 untuk semua kecuali faktor – faktor Vesic (1975) dimana
η = 3
.21 Ko
Ko = Koefisien tanah dalam kondisi diam
= 1 – sin ϴ
Nc dan Nq menurut Meyerhoff dibedakan atas tiang pendek (short pile) dan
tiang panjang (long pile).
Faktor – faktor kapasitas daya dukung (Nc dan Nq) dapat dihitung
berdasarkan gambar 2.3.
29
Gambar 2.3. Grafik Daya Dukung Tanah Meyerhoff
2. Teori Terzaghi
Kapasitas daya dukung ujung tanah pondasi menurut Terzaghi seperti pada
persamaan berikut :
Qe = Ap (1,3.c.Nc + q.Nq.aq + B.NT.aT) .... (2.16)
Dimana :
Nc , Nq , Nγ = Koefisien daya dukung Terzaghi masing – masing
akibat kohesi, akibat kelebihan beban dan akibat
faktor bentuk Braja M Das, 1984 halaman 106).
T = Berat isi tanah dibawah ujung tiang (ton/m3)
30
Qe = Daya dukung ujung tiang (ton).
q = ∑ (T . h)
c = Kohesi tanah (Ton/m2)
aq , aT = Faktor bentuk penampang.
aq = 1 (tampang persegi dan bulat).
aT = 0,4 (tampang persegi)
aT = 0,3 (Tampang bulat)
Nilai – nilai faktor Nc , Nq , Nγ didapat dari gambar grafik 2.4 dibawah ini.
Gambar 2.4 Grafik hubungan Ø dan Nc, Nq, Nγ menurut Terzaghi (1943) (Sumber : Braja M.Das 1984)
Untuk memudahkan membaca grafik diatas, beberapa sumber menyajikan
nilai – nilai koefisien tersebut dalam bentuk tabel seperti di bawah ini :
31
Tabel 2.6 Koefisien daya dukung Terzaghi
Ø (deg) Nc Nq Nγ N’c N’q N’γ
0 5,7 1,0 0,0 5,7 1 0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1
3. Metode Vesic
Daya dukung ujung tiag yang diusulkan Vesic didasarkan atas teori
pembesaran rongga yang dijabatkan sebagai :
Ppu = Ap (c.Nc*+ γ0.Nq
*) .................(2.17)
Dimana :
Ap = Luas penampang tiang pancang (cm2).
C = Kohesi tanah (kg/cm2).
γ0 = qKo
.3
.21
Ko = 1 – sin ϴ
ϴ = Sudut geser tanah (°)
Nc*, Nq
* = Koefisien daya dukung Vesic
32
Nilai Nc*, Nq
* ditentukan oleh tabel 7 berdasarkan nilai ϴ dan Irr. Nilai Irr
(indek kegeran) beberapa jenis material tanah diperlihatkan pada tabel 8.
Tabel 2.7. Indek ketegaran tanah
Jenis Tanah Irr
Pasir 70 – 150
Lumpur dan lempung terdrainase 50 – 100
Lempung tak berdrainase 100 - 200
Sumber : Das, 1984
Penentuan nilai Irr biasanya diambil dari nilai tengah dari harga batasan
masing – masing jenis material tanah yang ditinjau.
Tabel 2.8. Harga koefisien daya dukung Vesic
Φ Irr 10 40 100 200 400
0 6,97
1,00
8,82
1,00
10,04
1,00
10,97
1,00
11,89
1,00
10 11,35
3,04
16,97
3,99
25,43
5,48
25,43
5,48
29,99
6,29
20 18,83
7,58
31,81
12,15
44,43
17,17
56,97
21,73
72,82
27,67
30 30,03
18,24
57,08
28,10
86,64
41,51
118,53
55,77
161,91
74,93
40 47,03
40,47
98,21
83,40
159,13
134,52
228,97
193,13
329,24
227,26
50 73,19
88,23
164,21
196,70
279,55
334,15
417,82
489,94
624,28
744,99 Sumber : Bowles,1988
2.11 Metode Perhitungan Daya Dukung Friksi (Friction Capacity)
Kapasitas daya dukung tiang dihitung dengan menggunakan kombinasi tahan total
dan tahanan efektif maupun tahanan efektif saja. Besarnya daya dukung friksi
33
tiang diperoleh berdasarkan nilai tahanan gesek antara tiang dengan tanah (fs)
sepanjang permukaan dinding tiang yang dirumuskan sebagai berikut :
Qs = as .
n
i 1
(fs . L) …………………..(2.18)
Dimana :
Qs = Daya dukung gesek tiang (Ton).
as = Keliling tiang dimana fs bekerja (m).
fs = Nilai tahanan gesek (Ton/m2).
n = Jumlah lapisan yang ditinjau.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya daya dukung
friksi yang bekerja pada dinding tiang pancang, yaitu :
1. Metode α – Tomlinson
Metode α diusulkan oleh Tomlinsn pada tahun 1971. Metode ini dapat
digunakan pada tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus atau tanah pada
umumnya. Menurut Tomlinson besarnya daya dukung friksi tiang dihitung
dengan :
Qs = As .
n
i 1
(αi . ci . hi + qi . Ki . tanδi) …. (2.19)
Dimana :
Qs = Daya dukung gesek tiang (Ton).
As = Keliling tiang dimana fs bekerja (m)
Ci = Nilai kohesi tanah yang ditinjau (Ton/m2).
qi = Tegangan efektif tanah (Ton/m2).
34
αi = Faktor adhesi yang merupakan fungsi dari kekuatan
geser tanah tak terdrainase yang tersaji pada tabel
2.9
Ki = Koefisien tekanan tanah lateral yang mempunyai
nilai antara Ko – 1,75.
Ko = (1 – sin ϴ)
δ = Sudut gesek dinding tiang (°).
OCR = Over Consolidated Ratio (qc/q).
qc = Tekanan sebelum konsolidasi (Ton/m2).
qo = Tekanan akibat kelebihan beban (Ton/m2).
Korelasi nilai α dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.5 Korelasi α - Tomlinson
35
2. Metode λ – Vijayvergiya & Focht
Vijayvergiya & Focht pada tahun 1972 menyajikan sebuah metode alternatif
untuk mendapatkan daya dukung friksi tiang pancang dalam lapisan
lempung. Metode yang diperkenalkan oleh Vijayvergiya & Focht ini disebut
Metode λ. Menurut metode ini besarnya daya dukung friksi tiang
dirumuskan sebagai :
Qs = As .
n
i 1
( λ i . qi . hi + 2 . λi .cui . hi) …. (2.20)
Dimana :
Qs = Daya dukung gesek tiang (Ton).
Ci = Nilai kohesi tanah yang ditinjau (Ton/m2).
qi = Tekanan vertikal lapisan tanah yang ditinjau
(Ton/m2).
λ i = Koefisien tanpa dimensi dari Vijayvergiya & Focht.
hi = Tinggi lapisan yang ditinjau (m).
cui = Kekuatan geser tak terdrainase (Ton/m2).
n = Jumlah lapisan.
Koefisien λ – Vijayvergiya & Foch dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
36
Gambar 2.6 Koefisien λ – Vijayvergiya & Foch
3. Metode β – Burland
Metode ini dihasilkan melalui analisis kembali data – data yang ada dan
dilengkapi dengan pengujian – pengujian yang dilakukan paling akhir.
Berdasarkan hal tersebut diusulkan bahwa korelasi pengujian beban dan
kapasitas tiang pancang hasil perhitungan yang lebih baik dapat ditentukan
dengan menggunakan parameter – parameter tegangan efektif. Persamaan
berikut dapat diterapkan pada semua tanah yang terkonsolidasi secara normal.
Qs = As .
n
i 1
( β i . qi . hi ) ……………… (2.21)
Dimana :
Qs = Daya dukung gesek tiang (ton).
β I = Ki.tan δi