bab ii tinjauan pustaka 2.1 pusat kegiatan belajar ... · serta model pengelolaan. ... c) program...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
2.1.1 Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Menurut Sihombing dan Gutama (2000) Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) merupakan suatu wadah dimana seluruh kegiatan belajar
masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi,
atau bakatnya yang dikelola dan diselenggarakan sendiri oleh masyarakat. PKBM
adalah sebagai wahana untuk mempersiapkan warga masyarakat agar bisa lebih
mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal meningkakan
pendapatannya. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta masalah-masalah pendidikan masyarakat serta kebutuhan akan pendidikan
masyarakat, definisi PKBM terus disempurnakan terutama dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan lembaga, sasaran, kondisi daerah
serta model pengelolaan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa PKBM adalah sebuah
lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta
diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di perkotaan maupun di
pedesaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar kepada seluruh
lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah PKBM berperan
sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai pengetahuan atau
keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana dan potensi yang ada di
9
sekitar lingkungannya (desa, kota), agar masyarakat memiliki keterampilan yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup.
Dibentuknya PKBM adalah sebagai pemicu dan bersifat sementara,
masyarakat sendirilah yang selanjutnya memiliki wewenang untuk
mengembangkannya, karena itulah pendekatan dalam program PKBM ini disebut
pendidikan berbasis masyarakat atau community-based education dengan harapan
dapat dijadikan pijakan dan titik permulaan bagi semua komponen pembangunan
untuk memberdayakan potensi-potensi yang ada di dalam masyarakat.
2.1.2 Tujuan dan Tugas-Tugas PKBM
Terdapat tiga tujuan penting dalam pengembangan PKBM: a)
memberdayakan masyarakat agar mampu mandiri (berdaya), b) meningkatkan
kualitas hidup masyarakat baik dari segi sosial maupun ekonomi, c) meningkatkan
kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi dilingkungannya sehingga
mampu memecahkan permasalahan tersebut. Sihombing (1999) menyebutkan
bahwa tujuan pelembagaan PKBM adalah untuk menggali, menumbuhkan,
mengembangkan, dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat itu
sendiri. Dalam arti memberdayakan seluruh potensi dan fasilitas pendidikan yang
ada di desa sebagai upaya membelajarkan masyarakat yang diarahkan untuk
mendukung pengentasan kemiskinan, dengan prinsip pengembangan dalam
rangka mewujudkan demokrasi bidang pendidikan. Pada sisi lain tujuan PKBM
adalah untuk lebih mendekatkan proses pelayanan pendidikan terutama proses
pelayanan pembelajaran yang dipadukan dengan berbagai tuntutan, masalah-
masalah yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat itu sendiri.
10
2.1.3 Fungsi PKBM
Peran serta masyarakat dalam pendidikan luar sekolah dapat dilakukan
melalui Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM). Melalui pendidikan yang dilakukan
di PKBM, masyarakat diharapkan dapat memberdayakan dirinya. Sihombing
(1999) menyebutkan secara tegas fungsi PKBM adalah: a) tempat pusaran
berbagai berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat, b) sebagai
sumber informasi yang andal bagi masyarakat membutuhkan keterampilan
fungsional, c) sebagai tempat tukar-menukar berbagai pengetahuan dan
keterampilan fungsional di antara warga masyarakat. Berdasar pada peran ideal
PKBM teridentifikasi beberapa fungsi-fungsi tersebut merupakan karakteristik
dasar yang harus menjadi acuan pengembangan kelembagaan PKBM sebagai
wadah learning society. Karakteristik tersebut masih menurut Sihombing (1999)
adalah sebagai berikut:
1) Tempat masyarakat belajar (learning society), PKBM merupakan tempat
masyarakat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan bermacam ragam
keterampilan fungsional sesuai dengan kebutuhannya, sehingga masyarakat
berdaya dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya.
2) Tempat tukar belajar (learning exchange), PKBM memiliki fungsi sebagai
tempat terjadi pertukaran berbagai informasi (pengalaman), ilmu pengetahuan
dan keterampilan antar warga belajar, sehingga antara warga belajar yang satu
dengan yang lainnya bisa saling mengisi. Sehingga setiap warga belajar
sangat dimungkinkan dapat berperan sebagai sumber belajar bagi warga
belajar lainnya (masyarakat lainnya).
3) Pusat pengetahuan dan informasi atau perpustakaan masyarakat, sebagai
perpustakaan masyarakat PKBM harus mampu berfungsi sebagai bank
11
informasi, artinya PKBM dapat dijadikan tempat menyimpan berbagai
informasi pengetahuan dan keterampilan secara aman dan kemudian
disalurkan kepada seluruh masyarakat atau warga belajar yang membutuhkan.
Disamping itu pula PKBM dapat berfungsi sebagai pengembang pengetahuan
dan keterampilan secara inovatif, melalui penelitian, pengkajian dan
pengembangan model.
4) Sebagai sentra pertemuan berbagai lapisan masyarakat, fungsi PKBM dalam
hal ini, tidak hanya berfungsi sebagai tempat pertemuan antara pengelola
dengan sumber belajar dan warga belajar serta dengan tokoh masyarakat atau
dengan berbagai lembaga (pemerintah dan swasta/LSM, ormas), akan tetapi
PKBM berfungsi sebagai tempat berkumpulnya seluruh komponen
masyarakat dalam berbagai bidang sesuai dengan kepentingan, masalah dan
kebutuhan masyarakat serta selaras dengan azas dan prinsip learning society
atau pengembangan pendidikan dan pembelajaran (life long learning dan life
long education).
5) Pusat penelitian masyarakat (community research centre) terutama dalam
pengembangan pendidikan nonformal. Pada bagian ini PKBM berfungsi
sebagai pusat pengkajian (studi, research) bagi pengembangan model-model
pendidikan nonformal pada tingkat kecamatan dan kabupaten. Dalam hal ini
PKBM dapat dijadikan tempat oleh masyarakat, kalangan akademisi, dll
sebagai tempat menggali, mengkaji, menelaah (menganalisa) berbagai
persoalan atau permasalahan dalam bidang pendidikan dan keterampilan
masyarakat, terutama program yang berkaitan dengan program-program yang
selaras dengan azas dan tujuan PKBM.
12
2.1.4 Prinsip Pengembangan Program PKBM
Beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
dan menyusun program PKBM antara lain adalah: a) program yang
dikembangkan PKBM harus meluas sehingga warga belajar memperoleh
kesempatan yang luas untuk mengembangkan pengalaman tentang pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan dengan etika, estetika, logika dan
kinestetika pada saat pembelajaran, b) program harus memiliki prinsip
keseimbangan (balanced) dimana setiap kompetensi yang dikembangkan dalam
program PKBM harus dicapai melalui alokasi waktu yang cukup untuk sebuah
proses pembelajaran yang efektif, c) program yang dikembangkan PKBM harus
relevan karena setiap program terkait dengan penyiapan warga belajar untuk
meningkatkan mutu kehidupan melalui kesempatan, pengalaman, dan latihan
dalam berperan dan bersikap secara bertanggung jawab dalam mewujudkan
kedewasaan berfikirnya, d) program yang dikembangkan PKBM harus mampu
mengedepankan konsep perbedaan (differentiated), prinsip ini merupakan upaya
pelayanan individual dimana warga belajar harus memahami: apa yang perlu
dipelajari; bagaimana berpikir, bagaimana belajar, dan berbuat untuk
mengembangkan potensi dan kebutuhan dirinya masing-masing secara optimal.
Untuk mendukung terlaksananya prinsip-prinsip tersebut, maka ada
beberapa hal yang perlu menjadi patokan pengembang PKBM meliputi: a)
kualitas sumberdaya manusia yang mengusung program, b) kemampuan bekerja
sama dengan pihak-pihak tertentu (masyarakat, pemerintah, dan sumber-sumber
lainnya), c) kemampuan (kualitas, kompetensi) sumber belajar (tutor, fasilitator)
terutama kesesuaian dengan program, d) warga belajar yang berminat dan butuh
13
dengan program yang dikembangkan, e) fasilitas pendukung program yang
representatif sesuai dengan kebutuhan program, f) partisipasi masyarakat dalam
pengembangan program, g) alat kontrol (supervisi monitoring, dan evaluasi)
program, h) daya dukung lain seperti model yang akan dikembangkan, materi,
modul, atau sumber lain yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan sasaran
didik, i) anggaran untuk mendukung program, j) pemeliharaan program agar
program tetap eksis, k) pengembangan program ke depan.
Sedangkan Sihombing dan Gutama (2000), menjelaskan bahwa beberapa
faktor penunjang keberhasilan pengembangan program PKBM meliputi: a)
kemampuan mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan masyarakat (warga
belajar), b) melayani kebutuhan dan minat warga belajar dalam kegiatan yang
bervariasi atau sesuai kebutuhan dan minatnya, c) memobilisasi sumberdaya yang
ada di masyarakat, d) membangun kemitraan dan kerjasama secara terbuka secara
terbuka dengan berbagai lembaga atau oranisasi, sehingga PKBM mampu
mengembangkan berbagai aktivitas pembangunan masyarakat yang sesuai dengan
kebutuhan lokal, e) memonitor perkembangan kegiatan serta keberhasilan
sehingga dijadikan dasar pengembangan program ke depan, f) mencatat berbagai
kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang dikelembagaan PKBM.
Langkah-langkah dalam penyusunan program PKBM dapat diikuti sebagai
berikut: a) merencanakan program kegiatan, b) menentukan dan menetapkan
berbagai sumber yang dibutuhkan baik sumber daya manusia, material maupun
finansial, c) melakukan sosialisasi program ke masyarakat dan pemerintah daerah,
d) menerima warga belajar, e) mencari kebutuhan warga belajar berkaitan dengan
materi yang dikembangkan dalam program, f) menetapkan kebutuhan materi
14
pembelajaran (program), g) menetapkan target dan tujuan program, h) menyusun
kurikulum dan materi pembelajaran, i) menjalankan program, j) melakukan
monitoring dan evaluasi program, k) mengembangkan program berdasarkan pada
hasil monitoring dan evaluasi. Bidang pendidikan merupakan program andalan
PKBM saat ini. Beberapa program pendidikan yang dikembangkan di antaranya
adalah:
1) Program keaksaraan fungsional
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan keaksaraan dasar
warga masyarakat yang masih buta aksara. Saat ini di Indonesia terdapat 5,2 juta
orang usia 10 sampai 44 tahun yang masih buta huruf, apabila ditambah dengan
anak yang putus sekolah (drop out) maka jumlah tersebut akan mencapai 6 juta
orang (Depdiknas, 2006). Olah karena itu sasaran dari kegiatan ini adalah
melayani warga masyarakat yang menyandang buta aksara berusia di antara 10
sampai 44 tahun, dengan prioritas usia antara 17 sampai 30 tahun. Materi
pembelajaran dan bahan atau sarana pembelajaran dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan dan mata pencaharian warga belajar. Perkembangan kemampuan dan
keterampilan warga belajar dicatat oleh tutor sebagai hasil evaluasi pembelajaran,
terutama berhubungan dengan mata pencahariannya, baik dalam bentuk tulisan
maupun perubahan tingkah laku warga belajar selama mengikuti (proses)
pembelajaran. Sangat dimungkinkan tidak ada tes khusus hasil belajar.
2) Pengembangan anak dini usia (early childhood)
Salah satu program yang dikembangkan di PKBM adalah program
pendidikan anak usia dini. Alasan dasar mengapa program ini dikembangkan
karena sampai saat ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat
15
rendah. Padahal, konsep pembangunan sumber daya manusia (SDM) justru
dimulai sejak masa usia dini. Rendahnya kualitas hasil pendidikan di Indonesia
selama ini cerminan rendahnya kualitas SDM Indonesia. Oleh sebab itu PKBM
memiliki kewajiban untuk mengembangkan program tersebut sejalan dengan
tujuan dan fungsi PKBM di tengah-tengah masyarakat.
3) Program kesetaraan (equivalency education)
Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia salah satunya
diakibatkan oleh tingginya angka putus sekolah, pada level pendidikan dasar dan
level pendidikan menengah. Pada tingkat Sekolah Dasar 25 persen dari jumlah
lulusannya tidak melanjutkan ke jenjang (level) yang lebih tinggi atau jenjang
SMP/Mts, begitu pula 50 persen lulusan SMP/Mts tidak melanjutkan ke jenjang
SMA/Ma. (Depdiknas 2006). Oleh karena permasalahan-permasalahan tersebut,
program kesetaraan merupakan program yang sangat vital dalam menjawab
permasalahan kualitas (mutu) sumber daya manusia. Sesuai dengan fungsi dan
peranannya PKBM sebagai pusat kegiatan pembelajaran masyarakat memiliki
peran penting dalam mengembangkan program-program kesetaraan di tengah-
tengah masyarakatnya. Program kesetaraan melingkupi program Kelompok
Belajar paket A setara SD/MI, Kelompok Belajar Paket B setara SMP/MTs dan
Kelompok Belajar Paket C SMA/MA.
4) Kelompok belajar usaha
Program kelompok belajar usaha (KBU) diperuntukkan bagi masyarakat
(warga belajar) yang minimal telah bebas buta aksara dan atau selesai program
kesetaraan. Juga masyarakat lainnya yang merasa perlu untuk meningkatkan dan
memperoleh pengetahuan serta keterampilan baru. Warga belajar dikelompok
16
belajar usaha dapat memilih berbagai alternatif jenis keterampilan dan jenis usaha
yang akan dikembangkan dalam kelompoknya sesuai dengan kebutuhan dan
minatnya.
5) Pengembangan program magang pada PKBM
Salah satu program yang teridentifikasi dikembangkan PKBM adalah
program magang. Dalam PKBM magang dibagi dalam dua kegiatan ada magang
individual dan ada magang kelompok. Magang individual adalah magang yang
dilakukan oleh satu orang warga belajar pada kegiatan-kegiatan pelatihan atau
keterampilan tertentu. Sedangkan magang kelompok adalah pemagangnya lebih
dari 1 orang biasanya 2 sampai dengan 5 orang. Jenis keterampilan yang
dimagangkan sangat bervariasi dan tergantung kebutuhan dan kesiapan warga
belajar serta kesiapan PKBM dalam meyiapkan program-program yang sesuai
dengan dunia industri. Sasaran magang adalah warga belajar yang minimal sudah
terbebas dari buta huruf atau telah menyelesaikan pendidikan dasar (Paket A dan
B, SD/MI, SMP/MTs) serta memiliki dasar keterampilan tertentu.
Program magang merupakan program khusus yang dikembangkan PKBM,
dan tidak semua PKBM menyelenggarakan program ini karena menuntut kesiapan
dan kerjasama dengan mitra (industri) atau bengkel kerja tertentu. Kegiatan
magang yang diselenggarakan PKBM umumnya disesuaikan dengan daerah
tertentu, seperti Bali, banyak warga belajar yang magang di galeri (lukisan),
perhotelan atau menjadi guide (pengantar), serta magang pada industri kerajinan
khas Bali seperti souvenir. Begitu pula di daerah lainnya seperti di Jawa Barat di
daerah Tasikmalaya dan Ciamis magang banyak dilakukan pada industri pakaian
17
khususnya border. Di Jawa Tengah magang keterampilan banyak dilakukan di
industri batik baik yang berskala kecil maupun menengah.
6) Kursus keterampilan
Beberapa jenis keterampilan yang teridentifikasi dan dikembangkan dalam
PKBM adalah: keterampilan komputer (software dan hardware), kursus
keterampilan bahasa (Inggris, tata busana, Mandarin, Arab dan lain-lainl). Kursus
mekanik otomotif, elektronika, perhotelan, tata busana, tata boga, tata kecantikan,
gunting rambut, akupuntur, memasak, pijat dan lain-lain. Program-program
tersebut dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mendukung profesi (profesional).
Program-program PKBM dikembangkan secara bervariasi dan tergantung
pada kebutuhan sasaran didik atau warga belajar. Jarang sekali ditemukan satu
PKBM yang mengembangkan lebih dari 4 program kegiatan, paling dominan 2
sampai 3 program kegiatan dengan sasaran yang bervariasi, baik dari usia maupun
latar belakang pendidikan dan ekonomi. Beberapa PKBM lebih banyak
mengembangkan program yang sesuai dengan program pemerintah khususnya
Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah atau program daerah seperti dari
Dinas Pendidikan (Sub Dinas PLS).
Beragam satuan pendidikan nonformal yang terdapat pada PKBM harus
menghadapi berbagai hambatan terkait dengan kinerja program-program yang
dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat, menurut
Sihombing (1999) dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai.
Misalnya, penilik Dikmas masih ada beberapa yang menangani lebih dari
18
satu kecamatan. Begitu pula dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh
untuk paket B setara SLTP, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan
orang tutor, kenyataannya baru dapat dipenuhi lima orang tutor untuk setiap
kelompok belajar.
2. Rasio modul untuk warga belajar program kesetaraan yang masih jauh dari
mencukupi. Rasio modul baru mencapai 1 : 3. Hal ini terjadi arena
pengadaan modul murni dari pemerintah.
3. Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran
pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran.
4. Kualitas hasil belajar sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat
keberhasilannya. Secara teoritis memang terdapat pembelajaran, tetapi
dalam pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan.
5. Lemahnya akurasi data tentang sasaran program.kondisi ini disebabkan
terbatasnya tenaga di lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas serta
sarana pendukung yang belum memadai.
6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dilaksanakan tepat
waktu.
2.2 Evaluasi program
Evaluasi oleh Gunardi (n.d) dalam modul mata kuliah Perencanaan
Evaluasi Partisipatif didefinisikan sebagai proses penaksiran nilai atau nilai
potensial yang berkelanjutan dan sistematik. Menurut Gunardi, evaluasi program
adalah suatu rangkaian yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat keberhasilan
program. Ada beragam evaluasi. Ditinjau dari substansi evaluasi, evaluasi dapat
19
dilakukan terhadap proses pelaksanaan kegiatan dan dapat pula dilakukan hasil
(tercapainya tujuan) pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi proses berarti
mempelajari apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanaan sesuai dengan rencana,
apa kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan, adakah tindakan yang
berbeda dari apa yang direncanakan, apakah tindakan yang berbeda ini berakibat
baik atau buruk. Dalam mengevaluasi hasil, pengukuran dapat dilakukan pada
aras:
a. Output, yaitu mempelajari apakah hasilnya sesuai dengan yang direncanakan;
misalnya berapa kali latihan dilakukan, berapa petani yang bisa dijangkau, dan
lain-lain.
b. Effect, yaitu melihat dampak pertama (atau kedua atau lebih) yang masih
dekat dengan output; misalnya berapa banyak pertambahan pengetahuan,
berapa tinggi perubahan keterampilan, berapa jauh perubahan sikap peserta
pelatihan.
c. Impact, yaitu mempelajari konsekuensi lebih lanjut dari effect, misalnya
adakah peningkatan produksi padi, atau adakah pertambahan penyerapan
tenaga kerja, atau adakah peningkatan pendapatan petani dan sebagainya.
Di bidang pendidikan, dikenal pula dua jenis lain dari evaluasi, yaitu:
a. Evaluasi formatif ; yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil yang
berupa perubahan perilaku sesudah setiap bagian seluruh pelajaran dilakukan.
b. Evaluasi sumatif ; yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil
berupa perubahan perilaku sesudah seluruh pelajaran diselesaikan.
Menurut waktu pelaksanaannya, evaluasi suatu proyek dikategorikan sebagai:
20
a. Evaluasi ex-ante, yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum suatu proyek
dilaksanakan, dengan maksud mengetahui apakah proyek itu layak dilakukan.
Evaluasi yang termasuk jenis ini antara lain adalah studi kelayakan, analisis
dampak lingkungan, dan sejenisnya.
b. Evaluasi ex-post, yaitu evaluasi yang dilakukan sesudah proyek dilaksanakan.
Evaluasi jenis ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan dan akibat dari
pelaksanaan proyek tersebut. Dengan demikian evaluasi ex-post ini dapat
dibagi lagi menjadi (a) evaluasi proyek sedang berjalan (on-going evaluation),
(b) evaluasi akhir proyek (terminal evaluation), dan (c) evaluasi dampak.
Evaluasi mempunyai beberapa tujuan. Dalam bidang pendidikan penyuluhan
pertanian, Gunardi (n.d) menyatakan ada enam maksud evaluasi, yaitu:
a. Menguji secara berkala pelaksanaan kegiatan, yang mengarahkan perbaikan
yang berkelanjutan
b. Memperjelas tujuan dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan
tertentu tercapai
c. Menjadi pengukur keefektifan metode penyuluhan
d. Menyediakan bukti tentang pentingnya program
e. Menyediakan bukti tentang keberhasilan, untuk memberikan rasa puas dan
kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program
f. Menyediakan data dan informasi untuk perencanaan.
Gunardi (n.d) menyatakan bahwa untuk melakukan evaluasi yang ilmiah, langkah-
langkahnya adalah:
a. Merumuskan tujuan; dimaksud untuk memerinci secara spesifik apa yang akan
dilihat dengan evaluasi yang bersangkutan
21
b. Merumuskan indikator dan data yang akan dikumpulkan. Indikator adalah
penunjuk suatu kegiatan atau keadaan. Data yang dikumpulkan merupakan
satuan yang dapat ditangkap pancaindra oleh pengamat yang melaksanakan
pengumpulan data.
c. Mengembangkan metode untuk mengumpulkan data. Mencakup penyiapan
instrument pengumpulan data, seperti pedoman wawancara, kuesioner, dan
sebagainya. Perlu pula ditentukan orang yang akan diwawancarai, peserta
diskusi kelompok terarah, lokasi, dan sebagainya.
d. Mengumpulkan data. Berkisar pada pengumpulan data dari berbagai pihak
melalui wawancara, pengamatan, dan diskusi.
e. Menganalisis data. Merupakan kegiatan memberi kode, skor dan nilai pada
data yang telah terkumpul. Pada saat ini, dilakukan perhitungan secara
sistematik, dan menafsirkan hasil perhitungan.
f. Menarik kesimpulan. Pada tahap ini dirumuskan kesimpulan yang tegas
setelah mempertimbangkan hubungan-hubungan dari berbagai hasil penafsiran
olahan perhitugan dan pengujian.
Tata urutan di atas dapat diterapkan pada evaluasi yang konvensional
maupun evaluasi partisipatif. Pada evaluasi konvensional, semua langkah evaluasi
di atas dilakukan oleh pihak luar dan biasanya dilakukan untuk kepentingan pihak
luar, terutama pihak proyek. Sebaliknya pada evaluasi partisipatif seluruh tahapan
di atas dilakukan oleh masyarakat, pihak luar hanya bertugas memfasilitasi proses
tersebut.
Sedangkan evaluasi program menurut Musa dalam Widiamega (2010)
adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang suatu keadaan objek
22
yang dilakukan secara terencana, sistematik, dengan arah dan tujuan yang jelas.
Secara umum evaluasi dapat diartikan sebagai upaya seksama untuk
mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menganalisa fakta, data, dan informasi
untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja, dan lain-lain mengenai
sesuatu yang kemudian dibuat kesimpulan sebagai proses bagi pengambilan
keputusan.
Fungsi evaluasi program di antaranya adalah:
1) Memberikan data dan informasi tentang pelaksanaan suatu program
2) Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program
3) Melakukan pengendalian pelaksanaan program
4) Memberi umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan program
Departemen Pertanian dikutip dalam Widiamega (2010) mengemukakan jenis
evaluasi untuk mengevaluasi program, yaitu:
1. Evaluasi input
Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input
program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana,
tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya yang perlu tersedia untuk
terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan
suatu proyek atau program
2. Evaluasi output
Evaluasi output adalah penilaian terhadap output-output yang dihasilkan oleh
program. Output adalah produk atau jasa tetentu yang diharapkan dapat
dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia untuk mencapai proyek
atau program. Contoh output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif),
23
perubahan sikap (aras afektif), kesediaan perilaku (aras konatif), dan
perubahan perilaku (aras psikomotorik).
Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah
kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaannya terhadap
suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berperilaku tertentu yang
perilakunya dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan
adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatan
sehari-hari sehingga membentuk suatu pola.
3. Evaluasi effect
Evaluasi effect adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari penggunaan
output-output program, sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari
perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai
muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuh biasanya baru
tampak setelah program berakhir.
4. Evaluasi impact (dampak)
Evaluasi impact adalah penilaian yang diperoleh dari efek proyek yang
merupakan kenyataan yang sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada
tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang. Evaluasi dampak
dapat dipertimbangkan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.
2.3 Komponen, dan Proses Program yang Dievaluasi dalam Pendidikan
Luar Sekolah
Evaluasi program adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan
penyajian data secara sistematis tentang program penidikan luar sekolah, sebagai
24
masukan bagi pengambilan alternative keputusan. Alternatif keputusan itu antara
lain untuk perhentian, perbaikan, modifikasi, perluasan, peningkatan, atau tindak
lanjut program pendidikan luar sekolah.
Secara rinci komponen, proses dan tujuan program pendidikan luar
sekolah yang sistemik menurut Sudjana (2006) adalah:
1. Masukan lingkungan (environmental input) meliputi lingkungan alam, sosial
budaya, dan kelembagaan. Lingkungan alam terdiri atas lingkungan alam
hayati dan lingkungan non hayati. Lingkungan sosial-budaya meliputi kondisi
kependudukan dengan berbagai potensinya seperti kebiasaan, tradisi, lapangan
pekerjaan, kebutuhan, ideologi dan aspirasi masyarakat. Lingkungan
kelembagaan terdiri atas instansi-instansi pemerintah, perusahaan, lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan
program.
2. Masukan sarana (instrumental input) terdiri atas kurikulum atau program
pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya.
3. Masukan individu ialah peserta didik yang terdiri atas warga belajar, peserta
pelatihan, peserta penyuluhan, pemagang, santri, dan sebagainya. Peserta didik
ini mempunyai karakteristik internal, yaitu atribut fisik, atribut psikis dan
fungsional. Atribut fisik berupa usia, jenis kelamin, kondisi panca indera, dan
lain-lain. Atribut psikis mencakup kesiapan belajar, motivsi, kemampuan
mental, dan struktur kognisi. Sedangkan atribut fungsional meliputi pekerjaan,
pendidikan, kesehatan dan status sosial ekonomi keluarga.
4. Proses pendidikan melalui pembelajaran (processes) adalah interaksi edukatif
antara seluruh masukan. Proses ini menyangkut pembelajaran, bimbingan atau
25
latihan. Proses pembelajaran yang perlu dievaluasi adalah interaksi edukasi
antara peserta didik dan pendidik. Oleh karena itu, perlu diketahui partisipasi
dan teknik pembelajaran yang digunakan.
5. Keluaran (output) adalah lulusan program pendidikan luar sekolah. Keluaran
yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas lulusan program setelah
mengalami proses pembelajaran. Kuantitas adalah jumlah lulusan yang
berhasil menyelesaikan proses pembelajaran sedangkan kualitas adalah
perubahan tingkah laku peserta didik atau lulusan meliputi ranah afeksi
(sikap), ranah kognisi (pengetahuan), dan ranah psikomotor (keterampilan).
6. Masukan lain (other input) adalah sumber-sumber atau daya dukung yang
memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar (keluaran) dalam
kehidupannya. Masukan lain ini dapat digolongkan ke dalam bidang bisnis,
pekerjaan, dan aktivitas kemasyarakatan.
7. Pengaruh (outcome) adalah dampak yang dialami peserta didik atau lulusan
setelah memperoleh dukungan dari masukan lain. Pengaruh ini dapat diukur
dalam tiga aspek kehidupan, yaitu peningkatan taraf atau atau kesejahteraan
hidup, upaya membelajarkan orang lain baik kepada perorangan, kelompok
dan atau komunitas, dan keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau
pembangunan masyarakat.
2.4 Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Pendidikan
Sebelum ini telah dilakukan beberapa penelitian-penelitian yang
berhubungan dengan program-program pendidikan. Seperti yang telah dilakukan
oleh Yuliantoro (2008) dalam tesisnya yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat
26
Melalui Kelompok Belajar Usaha (KBU) di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
yang mengkaji permasalahan yang menyebabkan kurang berkembangnya program
Kelompok Belajar Usaha (KBU) dalam penelitian ini kurang berkembang.
Menurut Yuliantoro (2008) kurang berkembangnya KBU dalam penelitian ini
adalah dikarenakan (1) kurangnya minat dan motivasi warga belajar dikarenakan
jenis keterampilan yang diajarkan kurang variatif. (2) pemasaran yang tidak
berkembang. (3) keterbatasan modal. (4) masih banyaknya warga miskin dan
pengangguran yang belum mengetahui tentang KBU.
Upaya pengembangan yang dilakukan KBU dalam penelitian Yuliantoro
(2008) adalah dengan menampung aspirasi warga belajar, pengelola dan instruktur
melalui diskusi. Selanjutnya, hasil diskusi tersebut disepakati untuk
mengembangkan KBU yang lebih aspiratif dan partisipatif yang melibatkan
seluruh stake holder dengan mengembangkan konsep good governance (tata
kelola pemerintahan yang baik).
Berbeda dengan penelitian Bakhtiar (2003) yang menggunakan kelulusan,
input dan peranan pihak sekolah sebagai indikator dan input dalam melakukan
evaluasi program pendidikan mutu pendidikan di SLTP 3 Bengkalis. Bakhtiar
(2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa permasalahan yang terjadi pada
SLTP 3 Bengkalis adalah dikarenakan kompetensi guru yang masih kurang,
pengadaan buku dan alat pelajaran yang kurang memadai, kurang optimalnya
peranan komite sekolah dan rendahnya peran serta masyarakat dalam peningkatan
mutu pendidikan di SLTPN 3 Bengkalis. Untuk menyelesaikan masalah tersebut,
Bakhtiar (2003) mengemukakan bahwa Focus Group Discusion (FGD)
merupakan pemecahan masalah untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.
27
Setelah menlakukan FGD, hasil FGD tersebut akan dijadikan pedoman dalam
meningkatkan mutu pendidikan di SLTPN 3 Bengkalis. Adapun hasil FGD yang
telah dilakukan adalah dengan melakukan program peningkatan mutu manajemen
pendidikan yang akan dilaksanakan secara partisipatif oleh komite sekolah dan
masyarakat naik secara langsung maupun tidak langsung.
Haryati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Keefektifan Pembelajaran Kejar Paket B Setara SLTP
menemukan bahwa terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi keefektifan pembelajaran kejar Paket B. Faktor internal yang
berhubungan dengan keefektifan adalah status sosial ekonomi warga belajar.
Sedangkan faktor eksternal yang memiliki hubungan nyata degan keefektifan
pembelajaran kejar Paket B adalah tersebut adalah materi, kualitas pengajar,
intensitas pengajaran, dorongan orang tua, dan peluang kerja.
2.5 Kerangka Pemikiran
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan salah satu jalur pendidikan
nonformal disamping pendidikan formal di sekolah. Adanya istilah belajar
sepanjang hayat yang pada intinya menekankan bahwa tidak pernah ada kata
terlambat bagi seseorang untuk belajar serta didasari adanya permasalahan
pendidikan, maka pemerintah merintis sebuah wadah untuk menampung kegiatan
belajar masyarakat untuk jalur nonformal yang diberi nama Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM).
Beragam program dikembangkan oleh PKBM, salah satunya adalah
program kesetaraan (Paket A, B, dan C). Terkait dengan rendahnya angka
partisipasi sekolah pada usia sekolah menengah maka penelitian ini akan
28
mengkaji lebih lanjut program kesetaraan Paket C. Secara umum, PKBM terbagi
menjadi dua tipe, yaitu: PKBM negeri dan PKBM swasta. Sesuai dengan peranan
PKBM sebagai jawaban pemerintah atas masalah pendidikan yang terjadi maka
dalam penelitian ini tipe PKBM yang dikaji adalah PKBM negeri.
Evaluasi program menurut Sudjana (2006) dapat didefinisikan sebagai
kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan
menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Sudjana (2006)
juga menyebutkan komponen yang merupakan unsur-unsur terpenting dalam
mengevaluasi Pendidikan Luar Sekolah. Unsur-unsur tersebut adalah: (a) masukan
individu, (b) masukan lingkungan, (c) masukan sarana, (d) keluaran (output), (e)
masukan lain, dan (f) pengaruh (outcome). Namun dalam penelitian kali ini
peneliti hanya akan mengevaluasi sampai keluaran (output) dikarenakan batasan
waktu yang dimiliki peneliti tidak memungkinkan untuk meneliti lebih jauh.
Peranan yang dikaji pada penelitian ini adalah keberhasilan PKBM Negeri
17 dalam mengembangkan karakteristik dasar bagi pengembangan PKBM sebagai
wadah belajar masyarakat. Karakteristik yang dasar yang harus dikembangkan
oleh PKBM sebagai wadah belajar masyarakat adalah PKBM sebagai tempat
belajar, PKBM sebagai tempat tukar belajar bagi sesama warga belajar, PKBM
sebagai sentra bertemunya segala lapisan masyarakat untuk saling bertukar ilmu,
PKBM sebagai sumber pertukaran informasi bagi sesama warga belajar dan
PKBM sebagai pusat penelitian masyarakat terkait dengan pendidikan nonformal.
Selain itu, penelitian ini juga mengevaluasi keberhasilan program Paket
Cpada PKBM Negeri 17 dengan menghubungkan antara masukan, proses dan
keluaran yang dimiliki oleh PKBM ini. Unsur-unsur yang dimiliki oleh masukan
dan proses akan dikaitkan dengan keluaran yang keberhasilannya ditandai oleh
tingkat pengetahuan dan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan.
29
Evaluasi akan dimulai dengan memasukkan faktor-faktor input yang
dibagi kedalam tiga masukan yaitu masukan individu, masukan lingkungan dan
masukan sarana. Masukan individu dibagi ke dalam empat sub variabel, yaitu
usia, jenis kelamin, kondisi sosial-ekonomi, dan motivasi warga belajar. Masukan
lingkungan adalah dukungan keluarga, dukungan lingkungan pergaulan serta
lokasi pembelajaran. Sedangkan masukan sarana adalah kualitas pengajar yang
disediakan oleh PKBM.
Selanjutnya peneliti akan mengevaluasi proses pembelajaran yang akan
diukur melalui interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Menurut Sudjana
(2006) interaksi ini menyangkut kehadiran peserta didik, serta keaktifan peserta
baik di dalam maupun di luar kelas. Setelah itu, peneliti akan mencoba mengkaji
keluaran (output) yang diterima oleh peserta didik. Keluaran yang dapat
dievaluasi menurut Sudjana (2006) ada dua, yaitu kuantitas dan kualitas lulusan.
Namun dalam penelitian ini hanya membahas kualitas peserta didik dilihat dari
pengetahuan, yang akan dilihat berdasarkan nilai ujian, dan sikap terhadap
keberlanjutan pendidikan.
Variabel-variabel yang dievaluasi pada penelitian ini merupakan variabel-
variabel yang sebelumnya sudah pernah digunakan oleh peneliti lain.
Digunakannya kembali variabel-variabel yang pernah digunakan oleh peneliti lain
dalam penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan yang
terdapat pada PKBM Negeri 17 yang didominasi masyarakat putus sekolah dan
nelayan urban dengan PKBM lain yang berbeda komunitas.
30
MASUKAN
PROSES KELUARAN
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Evaluasi Pendidikan Program Kesetaraan Paket C
30
PROSES
- Tingkat kehadiran
- Tingkat keaktifan
Faktor Individu
- Usia
- Jenis kelamin
‐ Tingkat sosial ekonomi
‐ Motivasi
OUTPUT
‐ Tinkat pengetahuan
‐ Sikap terhadap keberlanjutan pendidikan
Faktor Sarana
‐ Kualitas pengajar
Faktor Lingkungan
‐ Tingkat dukungan keluarga
‐ Tingkat dukungan pergaulan
‐ Jarak lokasi pembelajaran
31
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
1. Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat kehadiran
2. Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tingkat
kehadiran
3. Diduga terdapat hubungan nyata antara sosial ekonomi dengan tingkat
kehadiran
4. Diduga terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan tingkat kehadiran
5. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat dukungan keluarga dengan
tingkat kehadiran
6. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat dukungan lingkungan
pergaulan dengan tingkat kehadiran
7. Diduga terdapat hubungan nyata antara jarak lokasi pembelajaran dengan
tingkat kehadiran
8. Diduga terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat
kehadiran
9. Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat keaktifan
10. Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tingkat
keaktifan
11. Diduga terdapat hubungan nyata antara sosial ekonomi dengan tingkat
keaktifan
12. Diduga terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan tingkat keaktifan
13. Diduga terdapat hubungan nyata antara dukungan keluarga dengan tingkat
keaktifan
14. Diduga terdapat hubungan nyata antara lingkungan pergaulan dengan tingkat
keaktifan
32
15. Diduga terdapat hubungan nyata antara lokasi pembelajaran dengan tingkat
keaktifan
16. Diduga terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat
keaktifan
17. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat kehadiran dengan tingkat
pengetahuan
18. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat keaktifan dengan tingkat
pengetahuan
19. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat kehadiran dengan sikap
terhadap keberlanjutan pendidikan
20. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat keaktifan dengan sikap
terhadap keberlanjutan pendidikan
2.7 Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa definisi operasional yang digunakan
untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang ditetapkan dalam
mengukur variabel, sehingga pengukuran tehadap variabel dapat dilakukan secara
jelas dan terukur. Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut
(I) Masukan
1. Faktor individu
Faktor individu merupakan karakter internal peserta didik, karakter
internal tersebut meliputi usia, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi dan motivasi
peserta.
1. Usia merupakan lamanya tahun selama warga belajar hidup yang di hitung
sejak lahir sampai menjadi responden dalam penelitian ini (tahun). Usia
33
warga belajar dikategorikan menjadi dua, yaitu: rendah < 20 tahun, dan tinggi
≥20 tahun.
2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin warga belajar yang dikategorikan 1= laki-
laki dan 2= perempuan.
3. Sosial ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi warga belajar yang terdiri atas
gabungan beberapa jenis pertanyaan seputar kondisi ekonomi dan sosial.
Gabungan pertanyaan ini akan menghasilkan jumlah skor paling tinggi 24 dan
paling rendah 0. Kemudian berdasarkan jumlah skor gabungan tersebut maka
data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: rendah < 12
dan tinggi ≥ 12
4. Motivasi adalah dorongan yang timbul dalam diri warga belajar yang disadari
karena adanya kebutuhan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk
mengukur motivasi, peneliti mengajukan pernyataan yang dipilih oleh warga
belajar berdasarkan tingkat persetujuan masing-masing warga belajar. Setiap
pernyataan memiliki lima skala dari yang Sangat Tidak Setuju, skor=1 hingga
Sangat Setuju, skor=5. Motivasi warga belajar dikategorikan menjadi dua,
yaitu; rendah< 55 dan tinggi ≥55
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan karakteristik eksternal peserta didik
berkaitan dengan lingkungan kehidupan peserta didik meliputi dukungan
keluarga, lingkungan pergaulan, serta lokasi pembelajaran.
1. Tingkat dukungan keluarga adalah dorongan yang diberikan anggota keluarga
terhadap warga belajar untuk mengikuti paket C. Dorongan dapat berupa
biaya, motivasi, semangat, dan perhatian. Pertanyaan ini menggunakan
34
pengukuran ordinal dengan memberikan pernyataan berskala, dengan nilai
sangat tidak setuju skor=1 hingga sangat setuju skor=5. Tingkat dukungan
keluarga dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah< 34 dan tinggi ≥ 34
2. Tingkat dukungan lingkungan pergaulan adalah dukungan dan dorongan yang
didapat oleh peserta didik dari lingkungan pergaulannya. Pertanyaan untuk
mengukur variabel ini meliputi jumlah teman yang sebelumnya pernah
mengikuti Paket C, tanggapan teman-teman dan tindakan apa yang dilakukan
oleh teman warga belajar jika mereka mendukung. Tingkat dukungan
lingkungan pergaulan dikategorikan menjadi dua, yaitu: rendah≤ 6 dan
tinggi> 6
3. Jarak lokasi pembelajaran adalah jarak antara tempat tinggal peserta didik
dengan tempat dimana proses belajar mengajar berlangsung. Pertanyaan
mengenai lokasi pembelajaran meliputi jarak antara rumah peserta didik
dengan lokasi pembelajaran, alat transportasi yang digunakan peserta didik
dan besarnya ongkos yang dikeluarkan oleh peserta didik. Skor tertinggi
untuk variabel ini adalah 10. Jarak lokasi pembelajaran dibagi menjadi dua
kategori, yaitu: dekat< 7 dan jauh≥ 7.
3. Faktor Sarana
Faktor sarana adalah sarana maupun prasarana yang tersedia di dalam
Kelompok Belajar Paket C. Dalam hal ini yang dinilai hanyalah kualitas pengajar
karena minimnya sarana yang terdapat di PKBM ini.
1. Kualitas pengajar adalah kemampuan tutor untuk menjalankan tugas dan
peranannya sebagai pengajar. Kualitas pengajar ini dinilai oleh responden
berdasarkan kedisplinan tutor, penguasaan materi, cara mengajar, dan motivasi
35
terhadap siswa. Kualitas pengajar diukur kepada masing-masing tutor dengan
menggunakan skala ordinal dengan skala sangat tidak setuju, skor=1 sampai
sangat setuju, skor=5. Kualitas pengajar dikategorikan menjadi dua, yaitu;
rendah< 86 dan tinggi ≥ 86
(II) PROSES
1. Tingkat kehadiran
Kehadiran adalah jumlah total kehadiran peserta selama 6 bulan terakhir
selama proses pembelajaran berlangsung. Untukmendapatkan data yang lebih
valid, selain menanyakan kepada responden, peneliti juga menggunakan absen
dari sekretariat. Dari keseluruhan pertemuan dalam 6 bulan terdapat 90 kali
pertemuan, namun pada prakteknya paling banyak peserta yang datang hanya 60
kali dalam 6 bulan. Berdasarkan itu maka peneliti merumuskan bahwa tingkat
kehadiran dikategorikan rendah jika responden memiliki total kehadiran 30
kebawah dan dikategorikan tinggi jika responden memiliki kehadiran diatas 30
kali dalam 6 bulan terakhir
2. Tingkat keaktifan
Keaktifan adalah intensitas peserta didik dalam bertanya, berdiskusi,
mengerjakan tugas yang diberikan oleh tutor maupun sesama peserta didik yang
dilakukan di dalam proses pembelajaran maupun di luar jam pembelajaran.
Pertanyaan untuk mengukur variabel ini menggunakan jenis pertanyaan ordinal
dengan skala nilai 1-5. Tidak pernah, skor=1 sampai Selalu, skor=5. Berdasarkan
rata-rata total dari jawaban setiap responden, diperoleh hasil sebesar 43,5.
36
Berdasarkan hasil rata-rata tersebut, maka peneliti mengkategorikan tingkat
keaktifan menjadi tinggi dan rendah. Rendah < 43 dan tinggi ≥ 43
(III) OUTPUT
1. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil evaluasi dari nilai hasil ujian sebagai bukti
adanya peningkatan pengetahuan. Indikator yang digunakan adalah nilai hasil
ujian mereka yang meliputi dua mata pelajaran UAN (Matematika dan Bahasa
Inggris) dan dua mata pelajaran UAS (Pkn dan Geografi). Tingkat pengetahuan
dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah < 26 dan tinggi ≥ 26
2. Sikap terhadap keberlanjutan pendidikan
Sikap adalah perubahan pola pikir, perasaan, nilai, dan dorongan yang
terpancar dari perilaku terhadap keinginan melanjutkan pendidikan ke tingkat
yang lebih tinggi. Variabel ini diukur menggunakan skala ordinal dengan skala
sangat tidak setuju, skor=1 sampai sangat setuju, skor=5. Berdasarkan nilai
tersebut didapatkan hasil rata-rata total dari seluruh responden sebesar 46.
Berdasarkan jumlah rata-rata tersebut, maka peneliti mengkategorikan sikap
terhadap keberlanjutan menjadi tinggi dan rendah. Rendah <46 dan tinggi ≥ 46