bab ii tinjauan pustaka 2.1 pola asuh 2.1.1...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Asuh
2.1.1 Definisi Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata, yaitu: pola dan asuh. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), pola berarti corak, model,
sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata
asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu; melatih, dan sebagainya), dan memimpin
(mengepalai, dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.
Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara
perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli
mengatakan bahwa pengasuhan anak (child rearing) adalah bagian
penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi
masyarakat yang baik (Fine dalam Wahyuning et al. 2003). Terlihat
bahwa pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang
diterapkan pengasuh terhadap anak berupa suatu proses interaksi
antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi
tersebut mencakup perawatan seperti mendorong keberhasilan dan
melindungi, sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang
diterima oleh masyarakat, maupun mencukupi kebutuhan makan
(Wahyuning et al. 2003).
11
Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak
hanya bagi daya tahan anak tetapi juga mengoptimalkan
perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya kondisi
kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi
anak secara keseluruhan. Sebaliknya, jika pengasuhan anak
kurang memadai, terutama terjaminnya makanan dan kesehatan
anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak
menderita kurang gizi (Masithah et al. 2005).
Pola asuh merupakan faktor yang erat kaitannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Masa anak usia balita
adalah dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan
dan gizi dalam jumlah yang cukup memadai. Kekurangan gizi pada
masa ini dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang secara
fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan
bibawa terus sampai dewasa. Masa anak usia 12 – 59 bulan (balita)
adalah masa anak-anak yang tergantung pada perawatan dan
pengasuhan ibunya. Oleh karena itu pengasuh kesehatan dan
makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk
perkembangan anak (Santosa & Ranti,2005).
Pola asuh yang terkait dengan pemenuhan nutrisi
diklasifikasikan oleh Engle et al. (1997), yaitu : riwayat pemenuhan
nutrisi saat hamil, pemberian ASI-eksklusif, pemberian makanan
12
pendamping ASI (MP-ASI), stimulasi psikososial, persiapan dan
penyimpanan makanan, penerapan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) rumah tangga, dan perawatan anak sakit.
2.1.2 Peran Ibu dan Dukungan Keluarga dalam Pemenuhan
Nutrisi Anak
Menurut Brooks dalam Mirayanti (2012), khususnya dalam
pemenuhan nutrisi, orang tua baik ayah maupun ibu diharapkan
bekerja sama dalam memberikan nutrisi yang sehat sesuai tumbuh
kembang anak dan membantu anak dalam menggembangkan
kebiasaan makan yang sehat. Membuat jam makan tetap dan rutin
tersebut menjadi suatu hal yang menyenangkan. Duduk dan makan
bersama dengan perbicangan tanpa disertai televisi dapat
memberikan manfaat fisik dan psikologis bagi anak. Anak dapat
makan sesuai porsinya dan merasa aman secara emosional. Dalam
pemenuhan nutrisi orang tua juga memiliki peran dalam
mencontohkan anak untuk mengkonsumsi makanan sehat.
Menurut Sunarti (1989), wanita yang berstatus sebagai ibu
rumah tangga memiliki peran ganda dalam keluarga, terutama jika
memiliki aktivitas di luar rumah seperti bekerja ataupun melakukan
aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita yang bekerja di luar
rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak terlalu
memperhatikan keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan
dalam jumlah atau banyaknya makanan. Sedangkan gizi
13
mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan bagi
pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak.
Selama bekerja ibu cenderung mempercayakan anak mereka
diawasi oleh anggota keluarga lainnya yang biasanya adalah
nenek, saudara perempuan atau anak yang sudah besar bahkan
orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya.
2.2 Nutrisi Anak
2.2.1 Kebutuhan Nutrisi Anak Usia 1 – 5 Tahun
Zat gizi merupakan unsur yang paling penting dalam nutrisi,
mengingat zat gizi tersebut dapat memberikan fungsi tersendiri bagi
nutrisi. Kebutuhan nutrisi tidak akan berfungsi secara optimal kalau
tidak mengandung beberapa zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, demikian juga zat gizi yang cukup pada
kebutuhan nutrisi akan memberikan nilai yang optimal. Ada
beberapa komponen zat gizi seperti karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, air dan mineral yang dibutuhkan pada nutrisi bayi dan anak
yang jumlahnya berbeda untuk setiap usia. Secara umum gizi
dibagi menjadi dua golongan , yaitu golongan makro dan golongan
mikro. Zat golongan makro terdiri atas kalori (berasal dari
karbohidrat, lemak dan protein) dan H2O (air), sedangkan zat gizi
golongan mikro terdiri atas vitamin dan mineral (Behrman dalam
Hidayat, 2008).
14
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang tersedia
dengan mudah di setiap makanan. Karbohidrat harus
tersedia dalam jumlah yang cukup sebab kekurangan
karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada dapat
menyebabkan terjadinya kelaparan dan berat badan
menurun. Demikian sebaliknya, apabila jumlah kalori yang
tersedia atau berasal dari karbohidrat dengan jumlah yang
tinggi dapat menyebabkan terjadi peningkatan berat badan
(obesitas). Jumlah karbohidrat yang cukup dapat diperoleh
dari susu, padi-padian, buah-buahan, sukrosa, sirup,
tepung, dan sayur-sayuran.
b. Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang berperan dalam
pengangkut vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak.
Komponen lemak terdiri atas lemak alamiah 95%
(diantaranya trigliserida, dan gliserol), sedangkan 2% adalah
asam lemak bebas (diantaranya monogliserida, digliserida,
kolesterol, serta fosfolipid termasuk lesitin, sefalin,
sfingomielin, dan serebrosid). Lemak merupak sumber yang
kaya akan energi dan pelindung organ tubuh terhadap suhu,
seperti pembuluh darah, saraf, organ, dan lain-lain. Lemak
juga dapat membantu memberikan rasa kenyang
15
(penundaan pengosongan lambung). Komponen lemak
dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah yang cukup sebab
kekurangan lemak akan menyebabkan terjadinya perubahan
kulit, khususnya asam linoleat yang rendah dan berat badan
kurang. Namun, apabila jumlah lemak dalam anak
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
hiperlipidemia, hiperkolestrol, penyumbatan pembuluh
darah, dan lain-lain. Jumlah lemak yang cukup dapat
diperoleh dari susu, mentega, kuning telur, daging, ikan,
keju, kacang-kacangan, dan minyak sayur (Pudjiadi dalam
Hidayat, 2008).
Tabel 2.1 Kebutuhan energi per hari
Usia
(bulan)
Berat badan
(kg)
Tinggi badan
(cm) Energi (Kkal)
0 – 6 6 80 550
7 – 12 8,5 71 650
13 – 36 12 90 1000
37 – 72 18 110 1550
(Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2004)
c. Protein
Protein merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam
pembentukan protoplasma sel. Selain itu, tersedianya
protein dalam jumlah yang cukup penting untuk
pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan sebagai
larutan untuk menjaga keseimbangan osmotik plasma.
Protein ini terdiri atas 24 asam amino, diantaranya 9 asam
16
amino esensial (seperti treonin, valin, leusin, isoleusin, lisin,
triptofan, fenilalanin, metionin, dan histidin) dan selebihnya
asam amino nonesensial. Protein tersebut dalam tubuh
harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Jika jumlahnya
berlebih atau tinggi dapat memperburuk insufisiensi ginjal.
Demikian juga jika jumlahnya kurang, maka dapat
menyebabkan kwasiokor dan marasmus. Kwasiokor terjadi
apabila apabila kekurangan protein dan marasmus
merupakan kekurangan protein dan kalori. Komponen zat
gizi protein dapat diperoleh dari susu, telur, daging, ikan,
unggas, keju, kedelai, kacang, buncis, dan padi-padian
(Pudjiadi dalam Hidayat, 2008).
Tabel 2.2 Kebutuhan Protein per hari (per Kg BB)
Usia
(bulan)
Berat badan
(kg)
Tinggi badan
(cm) Protein (gr)
0 – 6 6 80 10
7 – 12 8,5 71 18
13 – 36 12 90 25
37 – 72 18 110 39
(Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2004)
d. Air
Air merupakan kebutuhan nutrisi yang sangat penting,
mengingat kebutuhan air pada bayi relatif tinggi, yaitu
sebesar 75 – 80% dari berat badan dibadingkan dengan
orang dewasa yang hanya 55 – 60%. Air bagi tubuh dapat
berfungsi sebagai pelarut untuk pertukaran seluler, sebagai
17
medium untuk ion, transpor nutrien dan produk buangan,
serta pengatur suhu tubuh. Sumber air dapat diperoleh dari
air dan semua makanan (Pudjiadi dalam Hidayat, 2008).
Tabel 2.3 Kebutuhan cairan bayi dan anak
Usia
Rata-rata
Berat badan
(kg)
Jumlah air
dalam 24 jam
(ml)
Jumlah air
per Kilogram
Berat badan
dalam 24 jam
(ml)
3 hari 3,0 250-300 80-100
10 hari 3,2 400-500 125-150
3 bulan 5,4 750-850 140-160
6 bulan 7,3 950-1100 130-155
9 bulan 8,6 1100-1250 125-145
1 tahun 9,5 1150-1300 120-135
2 tahun 11,8 1350-1500 115-125
4 tahun 16,2 1600-1800 100-100
6 tahun 20,0 1800-2000 90-100
(Sumber: Behrman, 2000)
e. Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang digunakan untuk
mengatalisasi metabolisme sel yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta pertahanan tubuh
anak. Vitamin yang dibutuhkan tubuh antara lain sebagai
berikut:
Vitamin A (retinol) harus tersedia dalam jumlah yang
cukup. Vitamin A mempunyai pengaruh dalam
kemampuan fungsi mata, pertumbuhan tulang dan
gigi, serta pembentukan maturasi epitel. Vitamin ini
dapat diperoleh dari hati, minyak ikan, susu, kuning
18
telur, margarin, tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran,
dan buah-buahan.
Vitamin B komplek (tiamin) merupakan vitamin yang
larut dalam air, namun tidak larut dalam lemak.
Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan penyakit
beri-beri, kelelahan, anoreksia, konstipasi, nyeri
kepala, insomnia, takikardi, edema, dan peningkatan
kadarasam piruvat dalam darah. Kebutuhan vitamin
ini dapat diperoleh dari susu, padi, biji-bijian, kacang,
dan lain-lain.
Vitamin B2 (riboflavin) merupakan vitamin yang
sedikit larut dalam air. Vitamin ini harus tersedia
dalam jumlah yang cukup karena jika tidak akan
menyebabkan fotofobia, penglihatan kabur, dan
gagal dalam pertumbuhan. Vitamin ini dapat
diperoleh dari susu, keju, hati daging, telur, ikan,
sayur-sayuran hijau, dan padi.
Vitamin B12 (sianokobalamin) merupakan vitamin
yang sedikit larut dalam air. Vitamin ini sangat baik
untuk maturasi sel darah merah dalam sumsum
tulang. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan
anemia. Vitamin ini dapat diperoleh dari daging
organ, ikan, telur, susu, dan keju.
19
Vitamin C (asam askorbat) merupakan vitamin yang
larut dalam air yang mudah dioksidasi dan
dipercepat oleh panas atau cahaya. Kekurangan
vitamin ini dapat mengakibatkan lamanya proses
penyembuhan luka. Vitamin ini dapat diperoleh dari
tomat, semangka, kubis, dan sayur-sayuran hujau.
Vitamin D merupakan vitamin yang dapat larut dalam
lemak dan akan stabil dalam suasana panas.
Vitamin ini selain berguna untuk mengatur
penyerapan serta pengendapan kalium dan fosfor
dengan memengaruhi permeabilitas membran usus
juga mengatur kadar alkalin fosfatase serum.
Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan osteomalasia. Vitamin
ini dapat diperoleh dari susu, margarin, minyak ikan,
sinar matahari, dan sumber ultraviolet lainnya.
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam
lemak dan tidak stabil terhadap sinar ultraviolet.
Vitamin E berfungsi untuk meminimalkan oksidasi
karoten, vitamin A, dan asam linoleat; di samping
menstabilkan membran sel. Apabila kekurangan
vitamin ini dapat menyebabkan hemolisis sel darah
merahpada bayi prematur dan kehilangan keutuhan
20
sel saraf. Vitamin E ini dapat dapat diperoleh dari
minyak, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Vitamin K merupakan vitamin yang larut dalam
lemak yang berfungsi untuk pembentukan protombin,
faktor koagulasi II, VII, IX, dan X yang harus tersedia
dalam tubuh dalam jumlah yang cukup. Kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan dan
metabolisme tulang yang tidak stabil. Vitamin ini
tersedia dalam sayur-sayuran hijau, daging dan hati
(Pudjiadi dalam Hidayat, 2008).
Tabel 2.4 Kebutuhan vitamin per hari
Usia BB (kg)
TB (cm)
Vit.A (RE)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
B12 (mg)
Vit. C
(mg)
0-6 bln
6 80 375 0,3 0,3 2 0,4 40
7-12 bln
8,5 71 400 0,4 0,4 4 0,5 40
1-3 th
12 90 400 0,5 0,5 6 0,9 40
4-6 th
18 110 450 0,6 0,6 8 5,0 45
(Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2004)
f. Mineral
Mineral merupakan komponen zat gizi yang tersedia dalam
kelompok mikro, yaitu mencakup kalsium, klorida, kromium,
kobalt, tembaga, fluorin, iodium, zat besi, magnesium,
mangan, fosfor, kalium, natrium, sulfur, dan seng.
21
2.2.2 Dampak Nutrisi pada Tumbuh-Kembang Anak
Pemberian nutrisi pada anak tidak semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan fisik atau fisiologi anak, tetapi juga
berdampak pada aspek psikodinamika, perkembangan psikososial,
dan maturasi organik. Berikut ini akan diuraikan dampak nutrisi
pada aspek–aspek tersebut:
a. Dampak psikologis
Psikodinamika (Freud)
Pada anak usia bayi, pemenuhan kebutuhan yang
utama adalah kebutuhan dasar melalui oral. Fase oral
berhasil dilalui apabila anak mendapatkan kepuasan
dalam pemenuhan kebutuhan oral saat makan dan
minum. Kebutuhan makn dan minum anak dipenuhi
lingkungan, khususnya ibu, baik berupa air susu ibu
(ASI) pada saat menyusui maupun makanan lumat.
Dampak psikodinamika yang diperoleh bayi adalah
kepuasaan karena terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kehangatan saat pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
Psikososial (Erikson)
Fase awal dari pertumbuhan dan perkembangan anak
menurut pendekatan psikososial adalah tercapainya
rasa percaya dan tidak percaya sebagai kegagalan
dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Makanan dapat
22
merupakan stimulus yang dapat meringankan rasa lapar
anak, dan memuaskan yang konsisten terhadap rasa
lapar dapat mempengaruhi kepercayaan anak pada
lingkungannnya, terutama pada keluarga.
Maturasi organic (Piaget)
Perkembangan organik yang dialami anak melalui
makanan adalah pengalaman mendapatkan beberapa
sensoris, seperti rasa atau pengecapan, penciuman,
pergerakan, dan perabaan. Dengan demikian dikenalkan
berbagai macam makanan, anak akan kaya dengan
berbagai macam rasa, demikian juga dengan bertambah
kayanya penciuman melalui bahan makanan.
Selain itu, dengan makanan anak akan dapat
meningkatkan keterampilan, seperti memegang botol
susu, memegang cangkir, sendok, dan keterampilan
koordinasi gerakan seperti menyuap dan menyendok
makanan.
b. Dampak fisiologis
Dampak nutrisi pada anak yang terlihat jelas adalah
terhadap pertumbuhan fisik anak. Selama intrauterine (di
dalam uterus), asupan nutrisi yang adekuat pada ibu
berdampak tidak hanya pada kesehatan ibu, tetapi lebih
pada pertumbuhan janin. Dengan asupan nutrisi yang
23
adekuat, dari hari ke hari kehamilan ibu bertambah besar
dan sejalan dengan itu janin tumbuh dan berkembang
sampai pada usia kehamilan yang matang, maka janin siap
dilahirkan dengan berat badan, panjang badan dan
pertumbuhan organ fisik lainnya yang normal.
Terutama pada trimester ke pertama pada saat terjadi
pertumbuhan otak, asupan nutrisi yang adekuat terutama
protein akan mempengaruhi petumbuhan otak. Sebaliknya,
apabila ibu tidak mendapt asupan gizi yang adekuat, bayi
dapat lahir dengan berat badan rendah. Diet atau
pembatasan makanan pada ibu selama masa kehamilan
akan menurunkan berat badan bayi. Begitu juga setelah
anak dilahirkan, asupan nutrisi yang tepat untuk bayi,
toddler, prasekolah, usia sekolah, dan remaja akan sangat
mempengaruhipada pertumbuhan fisik mereka, yaitu anak
akan bertambat berat dan bertambah tinggi atau meningkat
secara kuantitas (Supartini, 2000).
2.3 Status Gizi Anak
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari mutriture
dalam bentuk variabel tertentu. Sebagai contoh: gizi kurang
merupakan keadaan tidak seimbangnya konsumsi makanan dalam
tubuh seseorang. Status gizi yaitu keadaan kesehatan individu-
24
individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajad kebutuhan
fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan
dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri
(Anggraeni & Indrarti, 2010).
Berdasarkan Riskesdas (2013), kecenderungan prevalensi
status gizi anak balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U, dan
BB/TB, terlihat prevalensi gizi buruk dan kurang meningkat dari
tahun 2007 ke tahun 2013. Prevalensi sangat pendek turun 0,8%
dari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek naik 1,2% dari tahun
2007. Prevalensi sangat kurus turun 0,9% tahun 2007. Prevalensi
kurus turun 0,6% dari tahun 2007. Prevalensi gemuk turun 2,1%
dari tahun 2010 dan turun 0,3% dari tahun 2007.
Kecenderungan prevalensi status gizi gabungan indikator
TB/U dan BB/TB secara nasional. Berdasarkan Riskesdas 2007,
2010, dan 2013 terlihat adanya kecenderungan meningkatnya
prevalensi anak balita pendek-kurus, meningkatnya anak balita
pendek-normal (2,1%) dan normal-gemuk (0,3%) dari tahun 2010.
Sebaliknya, ada kecenderungan penurunan prevalensi pendek-
gemuk (0,8%), normal-kurus (1,5%), dan normal-normal (0,5%) dari
tahun 2010.
2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak
Menurut UNICEF (1990), terdapat dua faktor utama yang
menjadi penyebab kekurangan gizi pada balita yaitu: 1) Penyebab
25
langsung, faktor utama kekurangan gizi pada balita adalah
kurangnya asupan makanan yang bergizi bagi tubuh balik secara
kualitas maupun kuantitas. Selain itu, adanya penyakit infeksi yang
sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan gizi balita, 2)
Penyebab tidak langsung, faktor lain yang berpengaruh pada status
gizi balita seperti ketersediaan pangan dalam keluarga serta
pelayanan kesehatan, sanitasi lingungan serta pola asuh.
Engle et al. (1997) menambahkan faktor ketersediaan
sumber daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu,
pendapatan keluarga, pola pengasuhan, sanitasi dan penyehatan
rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayan sebagai faktor
yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan yang berkontribusi
dalam status gizi anak salah satunya adalah pola asuh makan.
2.3.2 Penilaian Status Gizi
Di Indonesia cara yang paling umum dan sering digunakan
untuk menilai status gizi adalah antropometri, karena lebih praktis
dan mudah dilakukan. Secara umum, antropometri berarti ukuran
tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks yang berkaitan dengan variabel lain.
Variabel tersebut sebagi berikut:
26
a. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan
status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan
berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah
adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab
itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.
Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan
adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam
bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak
diperhitungkan (Depkes, 2004).
b. Berat badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan
tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan
yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun
konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini
dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam
melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
27
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan
gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak
digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran,
hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias,
1990).
c. Tinggi badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi
pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan
kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan
keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada
masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk
Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga
indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan)
jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang
lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali.
Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,
kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun
(Depkes, 2004).
28
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Indikator
antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi balita
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar
lengan atas menurut umur (LLA/U).
Dalam pengukuran antropometri yang sering digunakan
adalah BB/U karena mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dan
lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengatur
status gizi akut dan kronis, berat badan dapat berfluktuasi. Sangat
sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat
mendeteksi kegemukan (over weight) (Khoiri dalam Anggraeni &
Indrarti, 2010).
Penentuan klasifikasi status gizi dapat dihitung
menggunakan Z-score atau Standar Deviasi unit (SD). Dengan
rumus :
Nilai individu subjek – Nilai median baku rujukan
Nilai simpangan baku rujukan
Z-score =
29
Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
No Indeks yang
dipakai Batas
Pengelompokan Sebutan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
(Sumber: Depkes RI 2004)
2.4 Kerangka konseptual
Pola asuh pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dalam
penelitian ini meliputi: persiapan dan penyimpanan makanan, peran
keluarga dalam mempertahankan asupan nutrisi anak, dan
kemapuan ibu dalam memilih makanan yang sehat sesuai dengan
daya beli keluarga. Penghitungan status gizi ditentukan dengan
berat badan terhadap umur berdasarkan acuan tabel Z score.
Kerangka konseptual penelitian sebagiai berikut:
30
Pola asuh :
1. Persiapan dan penyimpanan
makanan
2. Peran keluarga dalam
mempertahankan asupan
nutrisi anak
3. Kemampuan ibu dalam
memilih makanan yang sehat
sesuai dengan daya beli
Status
gizi balita
Variabel dependen
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
2.5 Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis yang dirumuskan oleh
peneliti, yaitu:
Ho : Tidak ada hubungan pola asuh ibu bekerja/ibu tidak bekerja
dalam pemenuhan nutrisi dengan status gizi anak usia 1 – 5 tahun.
Ha : Ada hubungan pola asuh ibu bekerja/ibu tidak bekerja dalam
pemenuhan nutrisi dengan status gizi anak usia 1 – 5 tahun.
Variabel independen