bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep dasar pengetahuan 2.1.1 ... bab ii.pdf · 2.1 konsep dasar...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan (knowledge) adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan panca inderanya, yang sangat berbeda dengan kepercayaan
(belief), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru
(misinformation). Perilaku yang dilandasi oleh pengetahuan akan lebih bertahan
lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, karena perilaku ini
terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang mengharuskan seseorang untuk
bertindak (Mubarak, 2006).
Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan adalah hasil tahu diri manusia
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yang terdiri dari
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata.
Dari beberapa pengertian oleh para ahli yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan pengetahuan adalah hasil interaksi dari penginderaan tubuh manusia
terhadap suatu objek, baik itu diperoleh melalui indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, peraba, maupun perasa yang memiliki suatu kebenaran, makna, dan
kesan tertentu dimana dari hasil yang diperoleh akan terbentuk sebuah perilaku
yang berlandaskan pengetahuan.
9
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut Notoatmojo
(2007), diantaranya:
1. Tahu (know)
Cara mengukur bahwa seseorang mengetahui sesuatu dilihat dari
kemampuannya menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
2. Memahami (comprehension)
Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi yaitu kemampuan untuk menerapkan materi yang telah dipelajari
ke dalam situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum,
rumus, metode dalam situasi nyata.
4. Analisis (analysis)
Ukuran kemampuan analisis adalah dapat menggambarkan, membuat
bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan
dapat membedakan pengertian psikologis dan fisiologis.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis merujuk pada kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi sebelumnya yang telah ada.
10
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap materi atau objek. Penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang
telah ada atau kriteria yang ditentukan sendiri.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
1. Umur
Bertambahnya umur maka bertambah pula pengalaman yang dimiliki oleh
seseorang sehingga pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah. Namun,
pertambahan umur seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan pertambahan
pengetahuan, artinya tidak selalu dengan bertambahnya umur seseorang,
pengetahuannya juga ikut bertambah. Ketika seseorang sudah memasuki usia
lanjut yaitu lebih dari 60 tahun menurut WHO dan 65 tahun menurut Depkes RI,
maka sudah terjadi berbagai penurunan fungsi dalam tubuh orang tersebut
termasuk produktivitas dan intelegensia sehingga secara tidak langsung
pengetahuan orang tersebut juga akan menurun (Utama, 2006).
2. Pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erich
dalam Mubarak, 2006).
3. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah orang
tersebut menerima informasi, sehingga semakin banyak juga pengetahuan yang
11
dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2006).
4. Informasi
Apabila seseorang benyak memperoleh informasi maka ia cenderung
mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo, 2010).
5. Minat
Seseorang yang berminat pada suatu obyek maka akan cenderung merasa
senang bila berkecimpung di dalam obyek tersebut sehingga cenderung akan
memperhatikan perhatian yang besar terhadap obyek. Perhatian yang diberikan
tersebut dapat diwujudkan dengan rasa ingin tahu dan mempelajari obyek
tersebut.
6. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulangi kembali
pengetahuan yang diperoleh memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu
(Notoatmodjo, 2010).
7. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut (Notoatmodjo, 2010).
12
2.1.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang
bersangkutan mengungkap akan hal-hal yang diketahuinya dalam bentuk atau
jawaban baik lisan maupun tulisan (Efendi dan Makhfudli, 2009). Pertanyaan
(test) yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum
dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Pertanyaan subjektif
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk
pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilaian, sehingga cara
menilainya akan berbeda-beda.
2. Pertanyaan objektif
Pertanyaan pilihan ganda, menjodohkan, benar atau salah, disebut
pertanyaan objektif karena pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti oleh
penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas.
Pengukuran tingkat pengetahuan menurut Nursalam (2013), terdiri dari:
a. Baik, jika 76-100 % pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
b. Cukup, jika 56-75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
c. Kurang, jika <56% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
2.1.5 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), cara memperoleh pengetahuan
dikelompokkan menjadi dua, diantaranya:
13
1. Cara memperoleh kebenaran nonilmiah
a. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup
lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang
metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau
tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah
yang dihadapi.
b. Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak
disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah
penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926.
c. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan
seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan
juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik
pemerintah, tokoh agama, maupuan ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya
mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.
d. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan yang dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
14
yang telah diperoleh sebelumnya dalam memecahkan suatu permasalahan
yang dihadapi di masa lalu.
e. Cara akal sehat
Akal sehat atau common sense terkadang dapat menemukan teori
atau kebenaran. Terdapat metode seperti pemberian hadiah dan hukuman
(reward and punishment) yang masih dianut oleh banyak orang untuk
mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.
f. Kebenaran melalui wahyu
Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari
Tuhan melalui manifestasinya. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini
oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah
kebenaran tersebut rasional atau tidak.
g. Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh dengan cepat oleh manusia
melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau
berpikir. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau
suara hati atau bisikan hati.
h. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan, cara berpikir seseorang
pun ikut berkembang, dimana seseorang telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
15
i. Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Proses
berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indera atau hal-hal yang
nyata, maka dapat dinyatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang
konkrit menuju hal yang abstrak.
j. Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
umum ke khusus. Contohnya, sesuatu yang dianggap benar secara umum
pada suatu kelas tertentu juga berlaku kebenarannya pada semua peristiwa
yang terjadi pada setiap hal yang termasuk dalam kelas tersebut.
2. Cara Ilmiah dalam memperoleh Pengetahuan
Sebuah cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan yang
lebih sistematis, logis, dan ilmiah, disebut metode penelitian ilmiah atau lebih
dikenal dengan istilah metodologi penelitian (research methodology). Dalam
memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung,
dan membuat catatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang
diteliti. Pencatatan yang dilakukan mencakup tiga hal pokok, yaitu:
a. Segala sesuatu yang positif, yaitu gejala tertentu yang muncul pada saat
dilakukan pengamatan
b. Segala sesuatu yang negatif, yaitu gejala tertentu yang tidak muncul pada
saat dilakukan pengamatan
16
c. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang
berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.
2.1.6 Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia
Perilaku kesehatan dapat terwujud karena terdapat beberapa faktor yang
menstimulasi, salah satunya oleh pengetahuan. Apabila ibu hamil mengetahui,
memahami akibat dari anemia, dan cara mencegah anemia, maka ibu hamil
tersebut akan memiliki perilaku kesehatan yang baik dengan harapan dapat
terhindar dari berbagai akibat atau risiko dari terjadinya anemia kehamilan.
Perilaku kesehatan yang demikian berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu
hamil (Purbadewi dan Ulvie, 2013).
2.2 Konsep Dasar Perilaku
2.2.1 Pengertian
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan
baik disadari maupun tidak dan merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling
berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010).
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung (Sunaryo, 2004).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah
semua kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup termasuk manusia
17
terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan memiliki
frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari ataupun tidak dan merupakan
kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green (dalam Maulana, 2009), perilaku ditentukan
oleh tiga faktor utama, yakni:
1. Faktor pendorong (predisposing factors)
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai
tradisi, dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya:
Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat
pembuangan sampah, tempat olah raga, dan sebagainya.
3. Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang
meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya.
Menurut Sunaryo (2004), faktor yang mempengaruhi perilaku dibedakan
menjadi 2, yaitu:
18
1. Faktor genetik atau faktor endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk
kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup. Faktor genetik yang berasal
dari dalam individu (endogen), diantaranya jenis ras, jenis kelamin, sifat fisik,
sifat kepribadian, bakat pembawaan, intelegensi, dan pengetahuan.
2. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu
Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor lingkungan, pendidikan, agama,
sosial ekonomi, dan kebudayaan.
2.2.3 Bentuk Perilaku
Menurut Wawan dan Dewi (2010), respon yang perilaku berbentuk dua macam,
yaitu:
1. Bentuk pasif
Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya
berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
2. Bentuk aktif
Dalam bentuk aktif, sebuah perilaku dapat diamati atau diobservasi dengan
jelas secara langsung. Misalnya seperti contoh diatas ibu hamil sudah mau untuk
mengonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak zat besi untuk mencegah
terjadinya anemia saat kehamilan.
19
2.2.4 Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung
dilakukan dengan pengamatan (observasi) yaitu mengamati tindakan yang
dilakukan oleh subjek. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode
mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan
berhubungan dengan suatu hal yang ingin diketahui (Notoatmodjo, 2010).
2.3 Ibu Hamil
2.3.1 Pengertian
Ibu hamil adalah seorang wanita yang membawa embrio atau fetus
didalam tubuhnya (Danarti, 2010). Sedangkan menurut Kusmiyati (2009), ibu
hamil adalah seseorang yang mengalami perubahan terutama pada alat kandungan
dan juga organ lainnya. Seorang wanita dikatakan hamil dan mengandung janin
saat terjadi pembuahan sel telur oleh spermatozoa dalam rahim.
Jadi, ibu hamil adalah seseorang yang mengalami pembuahan atau
pembentukan fetus di dalam rahimnya sehingga terjadi perubahan bentuk alat
kandungan dan organ-organ tubuh lainnya.
2.3.2 Kehamilan
Kehamilan adalah suatu kondisi dimana seorang wanita memiliki janin
yang tumbuh dalam rahimnya. Waktu hamil pada manusia sekitar 40 minggu atau
20
9 bulan yang dihitung saat awal periode menstruasi terakhir hingga
melahirkan (Manuaba, 2008). Pada akhir kehamilan, ibu dan janin
mempersiapkan diri untuk menghadapi proses persalinan. Janin mulai tumbuh dan
berkembang pada masa ini menghadapi kehidupan diluar rahim. Persalinan dan
kelahiran adalah fase akhir dari kehamilan dan fase awal dimulainya kehidupan
baru di luar rahim bagi bayi baru lahir (Bobak, dkk, 2005).
2.3.3 Proses Kehamilan
Suatu kehamilan dapat terbentuk oleh karena adanya spermatozoa, ovum,
pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Ovum yang
dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen-mikrofilamen fimbria
infundibulum tuba kearah ostium tuba abdominalis, dan disalurkan terus ke arah
medial. Kemudian jutaan spermatozoa menuju forniks vagina dan disekitar porsio
pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat berlanjut ke
kavum uteri dan tuba, dan hanya sedikit spermatozoa yang dapat sampai ke bagian
ampula tuba dimana spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk
dibuahi, dan hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemampuan untuk
membuahi. Untuk mencapai ovum, sperma harus melewati korona radiata (lapisan
sel diluar ovum) dan zona pelusida. Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus
membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk proses
pembelahan selanjutnya (pembelahan mieosis kedua) sesudah anafase kemudian
timbul telofase dan benda kutub (polar body) kedua menuju ruang perivitelina.
Ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid. Pronukleus
21
spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang haploid. Kedua
pronukleus saling mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan
genetik dari perempuan dan laki-laki (Prawirohardjo, 2008).
Beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah proses pembelahan
zigot. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula, lalu disalurkan ke pars ismika
dan pars interstisial tuba dan disalurkan kearah kavum uteri oleh arus serta getaran
silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Selanjutnya, hasil konsepsi
mencapai stadium blastokista, dan berkembang menjadi janin dan trofoblas akan
berkembang menjadi plasenta. Sejak tropoblas terbentuk, produksi hormon human
chorionic gonadotropin (hCG) dimulai. hCG adalah suatu hormon yang
memastikan bahwa endometrium akan menerima (resesif) dalam proses
implantasi embrio (Prawirohardjo, 2008).
Setelah proses implantasi selesai, maka pada tahap selanjutnya akan
terbentuk amnion dan cairan amnion. Amnion aktif secara metabolis, terlihat
dalam transpor air dan zat terlarut untuk mempertahankan homeostatis cairan
amnion, dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif menarik, termasuk peptide
vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitoin. Cairan amnion normalnya jernih dan
menumpuk di dalam rongga amnion akan meningkat jumlahnya seiring dengan
perkembangan kehamilan sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume
cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Cairan amnion ini berfungsi
sebagai bantalan bagi janin, yang kemungkinan perkembangan sistem
muskuloskletal dan melindungi pertahanan suhu dan memiliki fungsi nutrisi yang
minimal (Cunningham, 2006).
22
2.3.4 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Beberapa kebutuhan gizi yang harus terpenuhi selama menjalani masa
kehamilan menurut Morris (2013), yaitu:
1. Kalori
Asupan kalori pada trimester pertama sama besarnya dengan wanita yang
tidak hamil, yaitu sebesar 25-30 kal/kg berat badan. Selama trimester kedua dan
ketiga, ibu hamil membutuhkan tambahan 350-400 kal/hari.
2. Protein
Kebutuhan protein meningkat saat masa kehamilan karena adanya
pertumbuhan jaringan maternal dan pertumbuhan jaringan janin yang cepat.
Selain kacang-kacangan dan daging, kedelai, beras, atau susu almond merupakan
sumber protein yang baik. Dietary Reference Intakes (DRI) Departemen Pertanian
Amerika Serikat menganjurkan asupan 71 gram protein per hari bagi ibu hamil
dan menyusui.
3. Serat
Terjadi peningkatan risiko konstipasi pada ibu hamil akibat dari
penggunaan tablet zat besi dan penurunan aktivitas sehingga dianjurkan untuk
mengatur diet yang mengandung 25-30 gram serat per hari. Selain itu asupan
cairan yang dikonsumsi per hari juga harus ditingkatkan karena konsumsi serat
meningkat.
4. Vitamin dan mineral
Menurut Kristiyanasari (2010), sebagian besar suplemen prenatal
mengandung berbagai jenis vitamin dan mineral, sehingga diet yang dikonsumsi
23
juga harus mengandung zat besi, asam folat, vitamin larut lemak (A, D, E, dan K);
vitamin B; dan vitamin C yang tinggi.
Menurut Morris (2013), vitamin yang larut dalam lemak diantaranya:
a. Vitamin A
Vitamin A dari ibu dibutuhkan oleh janin yaitu kurang dari 25 mg/hari,
sedangkan vitamin A yang dibutuhkan pada trimester tiga yaitu berkisar 200
mg/hari. Vitamin A berfungsi untuk membantu proses pertumbuhan sel dan
jaringan tulang, mata, rambut, kulit, dan organ dalam, dan fungsi rahim.
Sumbernya adalah kuning telur, ikan, dan hati.
b. Vitamin D
Kebutuhan vitamin D selama kehamilan belum diketahui secara pasti,
namun diperkirakan sebesar 10 mg/hari, sedangkan RDA (Recommended Daily
Allowance atau Asupan Harian yang Disarankan) menganjurkan 5 mg/hari untuk
wanita hamil pada usia 25 tahun atau lebih.
c. Vitamin E
Vitamin E mulai diakumulasikan oleh fetus pada akhir minggu ke 8-10
usia gestasi, ketika terjadi peningkatan akumulasi lemak. Untuk tetap menjaga
pertumbuhan dan perkembangan fetus yang baik diperlukan RDA vitamin E yaitu
sebanyak 2 mg/hari. Untuk ibu hamil, kebutuhan akan vitamin E sebesar 15 mg
(22.5 IU).
d. Vitamin K
Vitamin K belum terlalu optimal fungsinya pada masa kehamilan.
24
Menurut Morris (2013), vitamin yang larut dalam air diantaranya:
a. Vitamin C
Ibu hamil membutuhkan vitamin C sebanyak 70 mg/hari. Asupan vitamin
C dapat mencegah anemia, berperan dalam proses penyembuhan luka,
membangun kekuatan plasenta, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
dan stress, serta membantu penyerapan zat besi. Sumber vitamin C adalah buah
dan sayuran segar, antara lain jeruk, kiwi, papaya, bayam, kol, brokoli, dan tomat.
b. Vitamin B6
Vitamin B6 dibutuhkan oleh tubuh untuk mengatasi mual dan muntah.
c. Asam Folat
RDA folat untuk wanita hamil yaitu 400 mg/hari. Sumber asam folat
meliputi kacang polong, buncis, sayur hijau, dan brokoli.
Selain vitamin, mineral juga diperlukan oleh ibu hamil selama
pertumbuhan janin dalam perut. Beberapa mineral tersebut diantaranya:
a. Kalsium
Pada usia kehamilan 20 minggu, penyaluran kalsium dari ibu ke fetus
mencapai 50 mg/hari dan mencapai puncaknya apabila mendekati kelahiran yaitu
330 mg/hari. Kalsium pada fetus digunakan untuk pembentukan tulang. RDA
untuk kalsium selama adalah 1000 mg per hari bagi ibu hamil berusia 19-50
tahun. Sedangkan untuk ibu hamil yang berumur dibawah 19 tahun dianjurkan
mengonsumsi kalsium 1300 mg per hari. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan
tulang dan bakal gigi janin yang dimulai sejak usia kehamilan 8 minggu. Sumber
25
kalsium diantaranya, susu dan produk susu seperti keju, yoghurt, teri, dan kacang-
kacangan.
b. Magnesium
Konsentrasi magnesium meningkat selama kehamilan dengan RDA 320
mg dan 50% dari magnesium diserap oleh tubuh ibu. Magnesium dibutuhkan
untuk mendukung pertumbuhan dari jaringan lunak.
c. Phospor
RDA phosphor pada wanita hamil sama dengan wanita yang tidak hamil
yaitu 1250 mg/hari untuk wanita yang hamil dibawah 19 tahun, dan 700 mg/hari
untuk wanita yang lebih dari 19 tahun.
d. Seng
RDA seng pada wanita hamil mencapai 15 mg/hari. Selama kehamilan dan
menyusui, kebutuhan seng meningkat sebesar 50%.
e. Sodium
Selama kehamilan, kebutuhan sodium yang diperlukan sebesar 5000-
10000 mEq/hari sehubungan dengan terjadinya peningkatan volume darah
maternal.
f. Zat Besi
Kebutuhan zat besi ibu naik dari 18 mg/hari menjadi 30-60 mg/hari.
Sumber-sumber zat besi antara lain daging merah, ikan, kuning telur, sayuran
berwarna hijau, tempe, roti, dan sereal. Kebutuhan zat besi selama kehamilan
tidak dapat terpenuhi hanya dari diet mengingat sebagian besar wanita memiliki
simpanan besi yang rendah bahkan sebelum kehamilan. Suplemen zat besi
26
biasanya diberikan dan wajib dikonsumsi selang 1-2 jam dengan suplemen
kalsium. Selama trimester I dan II, anemia defisiensi zat besi meningkatkan risiko
persalinan premature, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan kematian bayi
(Gautam, Saha, Sekhri, dan Saha, 2008).
5. Cairan
Asupan cairan yang cukup diperlukan selama kehamilan untuk
menurunkan risiko konstipasi dan infeksi saluran kemih. Ibu hamil
direkomendasikan minum 8 hingga 10 gelas air putih.
6. Asam lemak Omega-3
Asam dokosaheksanoat (DHA) dan asam arakidonat (AA) penting untuk
perkembangan sistem saraf pusat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa suplementasi asam lemak
polyunsaturated n-3 rantai sangat panjang selama kehamilan dan masa menyusui
meningkatkan kecerdasan anak pada usia 4 tahun. Sumber utama DHA adalah
ikan berlemak. Ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi dua sampai tiga porsi
ikan per minggu. Namun, Food and Drug Administration mengeluarkan
peringatan bagi ibu hamil untuk tidak makan ikan tertentu yang sudah terpajan
merkuri dan polychlorinated biphenyl (PCB), yang berpotensi membahayakan
janin (U.S. Environmental Protection Agency, 2004).
27
2.3.5 Dampak Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil
Kekurangan zat gizi pada ibu hamil dapat menimbulkan masalah baik pada
ibu maupun janin (Kristiyanasari, 2010). Adapun masalah yang dapat terjadi,
antara lain:
1. Terhadap ibu
Gizi yang tidak tercukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan
komplikasi pada ibu antara lain: anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak
bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
2. Terhadap persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
3. Terhadap janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir meninggal, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intrapartum (kematian bayi
dalam kandungan), bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
Kekurangan gizi selama masa kehamilan akan memberi dampak jangka
panjang bagi pertubuhan anak. Kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak
usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan
motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi
dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan
28
kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar (Kodyat,
Thaha, dan Minarto, 1998).
Dari penjelasan oleh para ahli, dampak kekurangan gizi pada ibu hamil
dapat terjadi pada ibu hamil, pada persalinan, dan pada janin dalam kandungan.
Efek jangka panjang dapat timbul dari kondisi kekurangan gizi tersebut,
diantaranya keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan
gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat
berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan
kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar anak ketika
telah memasuki usia sekolah.
2.4 Anemia Dalam Kehamilan
2.4.1 Pengertian
Anemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan jumlah
eritrosit atau disfungsi eritrosit (sel darah merah) bersifat akut maupun kronis
yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kehilangan eritrosit tanpa
destruksi eritrosit, defisiensi produksi eritrosit, dan peningkatan destruksi eritrosit
melebihi produksi (Chang, Daly, dan Elliott, 2009).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar kurang dari 10,5 gr% pada
trimester II sedangkan untuk ibu yang tidak hamil kadar hemoglobinnya 12 gr%
(Saifuddin, 2007).
29
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa anemia
adalah suatu kelainan sel darah merah (eritrosit) yang produksinya berkurang
(dibawah jumlah normal pada umumnya) yang dapat bersifat akut dan kronis.
Dalam kondisi hamil, anemia dapat terjadi pada trimester I sampai III, dengan
klasifikasi kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III dan kurang
dari 10,5 gr% pada trimester II.
2.4.2 Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Manuaba (2008) adalah
sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan zat besi untuk wanita hamil, wanita tidak hamil dan dalam fase
laktasi yang dianjurkan adalah dengan pemberian tablet besi.
2. Anemia Megaloblastik
Anemia Megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh karena
kekurangan asam folik, dan jarang terjadi karena kekurangan vitamin B12.
3. Anemia Hipoplastik
Anemia Hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan
fungsi eksternal dan pemeriksaan retikulosi.
30
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran atau
pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama
adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ
vital.
Menurut Prawirohardjo (2009), penyebab terbanyak anemia dalam
kehamilan adalah defisiensi zat besi dan perdarahan akut. Ibu hamil cenderung
mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilannya karena pada masa
tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan
bulan pertama sesudah lahir. Pada awal kehamilan, zat besi yang dibutuhkan
sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin yang masih lambat.
Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh ibu akan
meningkat 35%. Hal ini terjadi karena ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen
lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat
besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga
persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau 2-3 mg besi
per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil.
31
2.5 Anemia Defisiensi Besi (ADB)
2.5.1 Pengertian
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat menurunnya
jumlah besi total dalam tubuh sehingga cadangan besi untuk eritropoesis
berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum
menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferrin
menurun, dan cadangan besi sumsum tulang negatif atau ferritin menurun serta
adanya respon terhadap pengobatan tablet besi (Ani, 2013).
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,
yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi
transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang
menurun (Abdulmuthalib, 2009).
2.5.2 Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan besi, faktor nutrisi,
peningkatan kebutuhan zat besi, serta gangguan absorbsi besi. Kehilangan besi
dapat diakibatkan oleh kehilangan darah. Kehilangan darah dapat terjadi karena
perdarahan menahun yang bersumber dari saluran cerna, yaitu akibat dari tukak
peptik, karsinoma lambung, kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang. Faktor nutrisi yang dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi
besi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan dan kualitas besi yang
tidak baik. Hal ini berhubungan dengan makanan yang banyak mengandung serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging. Dilihat dari segi etiopatogenesis, pokok
32
penyebab anemia defisiensi besi adalah adanya ketidakseimbangan antara
masukan besi melalui absorpsi usus dengan jumlah besi yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk mengimbangi kehilangan besi fisiologis atau patologis, juga
kebutuhan akibat pembentukan jaringan (Ani, 2013).
2.5.3 Gejala Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):
1. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
2. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
3. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
2.5.4 Efek Anemia Defisiensi Besi Terhadap Ibu dan Janin
Anemia defisiensi besi mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan ibu
maupun janinnya antara lain risiko prematuritas, peningkatan morbiditas dan
mortalitas fetomaternal. Menurut Allen (2007), perkembangan plasenta, berat
badan lahir rendah (BBLR) dan prematuritas kesakitan dan kematian wanita
hamil, kesehatan bayi, hipoksia dan stress merupakan efek negatif dari anemia
defisiensi besi (ADB) pada wanita hamil.
33
Anemia dan kekurangan besi selama kehamilan juga mempengaruhi
lebarnya plasenta dan besarnya rasio antara berat plasenta dan berat badan lahir.
Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya hubungan negatif antara kadar
hemoglobin wanita hamil dengan derajat human chorionic gonadotropin (hCG)
dan human placental lactogen (hPL). Hormon hCG dan hPL diketahui sebagai
faktor yang mempengaruhi ukuran plasenta. Semakin tinggi kadar hormon hCG
dan hPL maka semakin rendah konsentrasi hemoglobin pada wanita hamil.
Rendahnya konsentrasi hemoglobin pada wanita hamil akan menyebabkan
rendahnya kandungan oksigen pada darah ibu dimana kondisi ini akan
mempengaruhi perkembangan plasenta. Berat plasenta pada wanita hamil dengan
anemia lebih tinggi dibandingkan dengan plasenta wanita hamil yang tidak
anemia, sebagai respon terhadap hipoksia. Dalam kondisi hipoksia, bilus plasenta
sedikit, membran vilus lebih tipis untuk menjaga kemampuan difusi (Upadhyaha,
Mishra, Ajmera, dan Sharma, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hormon hCG dan hPL memegang peranan
penting dalam peredaran oksigen pada darah ibu hamil. Hemoglobin
mempengaruhi hormon-hormon tersebut. Konsentrasi hemoglobin yang rendah
akan menyebabkan rendahnya kandungan oksigen yang selanjutnya kondisi ini
akan mempengaruhi perkembangan plasenta menjadi lebih besar sebagai suatu
respon hipoksia.
34
2.6 Pemenuhan Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil
2.6.1 Pengertian
Zat besi adalah sebuah nutrien esensial yang diperlukan oleh setiap
manusia. Besi dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembawa oksigen dan
elektron, serta sebagai katalisator untuk oksigenasi, hidroksilasi, dan proses
metabolik lain melalui kemampuannya berubah bentuk antara fero (Fe++
) dan fase
oksidasi Fe+++
(Ani, 2013).
Menurut Charlish dan Kim Davies (2005), zat besi merupakan nutrisi yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk hemoglobin yang bertugas untuk
mendistribusikan oksigen ke dalam sel-sel darah merah. Jumlah total besi dalam
tubuh rata-rata 4-5 gram dan sebanyak 65% dijumpai dalam bentuk hemoglobin.
Sekitar 4% dalam bentuk myoglobin, 1% dalam bentuk macam-macam senyawa
heme yang meningkatkan oksidasi intraseluler, 0,1% bergabung dengan protein
transferrin dalam plasma darah dan 15-30% terutama disimpan dalam sistem
retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk ferritin (Guyton
dan Hall, 2007).
Jadi, zat besi adalah suatu nutrisi esensial yang diperlukan oleh seluruh
organ-organ tubuh sebagai pembentuk hemoglobin yang bertugas
mendistribusikan oksigen ke sel darah merah.
2.6.2 Fungsi Zat Besi
Zat besi mempunyai fungsi yaitu untuk pembentukan hemoglobin,
mineral, dan pembentukan enzim. Hemoglobin bertindak sebagai unit pembawa
35
Makanan Usus
halus
1 mg
Tinja 9 mg
Fe
10 mg
Fe dalam darah Hati
(Turn over 35
mg)
Disimpan sebagai Feritin, 1
mg
Sumsum tulang
Hemoglobin
Hilang bersama
menstruasi
34 mg
Seluruh
jaringan
Sel-sel mati
Dikeluarkan melalui kulit,
sal. pencernaan dan air seni 1
mg
oksigen dari paru-paru ke sel-sel membawa CO2 kembali ke paru-paru. Defisiensi
besi dapat menyebabkan cadangan zat besi dalam darah menurun sehingga
pembentukan sel darah merah terganggu yang mengakibatkan pembentukan kadar
hemoglobin rendah atau dibawah normal. Dalam metabolisme energi di dalam
setiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron yang
berperan dalam langkah-langkah akhir metabolism energi (Yanuarti, 2014).
2.6.3 Metabolisme Zat Besi
Untuk mencegah terjadinya anemia, maka keseimbangan zat besi didalam tubuh
perlu dipertahankan. Keseimbangan dalam hal ini diartikan bahwa jumlah zat besi
yang dikeluarkan dari dalam tubuh sama dengan jumlah besi yang diperoleh tubuh
dari
bahan makanan. Berikut
merupakan skema metabolisme zat besi dalam
tubuh.
36
Gambar 1. Metabolisme zat besi
Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya
harus didapatkan dari makanan dengan kandungan 10 mg, sebagian besar yaitu
sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel-sel darah merah, yang kemudian
disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk
pembentukan sel-sel darah merah yang baru. Hanya 1 mg zat besi dari
penghancuran sel-sel darah merah yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit,
saluran pencernaan dan air kencing. Sebesar 9 mg dikeluarkan melalui feses
(Guyton dan Hall, 2007).
2.6.4 Komposisi Zat Besi Dalam Tubuh
Jumlah zat besi dalam tubuh berkisar antara 3-5 gram tergantung dari jenis
kelamin, berat badan, dan hemoglobin. Besi didalam tubuh terdapat dalam
hemoglobin sebanyak 1,5-3 gram, dan sisanya terdapat didalam plasma dan
jaringan. Di dalam plasma, besi terikat dengan protein yang disebut dengan
transferrin sebanyak 3-4 gram, sedangkan didalam jaringan berada dalam suatu
status esensial (nonavailable) dan bukan esensial (available). Zat besi yang
disimpan sebagai reserve ini, berbentuk ferritin dan hemosiderin, terdapat dalam
hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam
jumlah banyak, misalnya pada wanita hamil, menstruasi, anak yang sedang
tumbuh, jumlah reserve biasanya rendah (Almatsier, 2010).
37
2.6.5 Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil
Sekitar 95% kasus anemia selama kehamilan adalah karena kekurangan zat
besi (anemia defisiensi besi). Penyebab umum anemia ini karena asupan makanan
yang tidak memadai, kondisi kehamilan sebelumnya, dan kehilangan zat besi saat
haid (Proverawati, 2011). Kebutuhan akan zat-zat selama kehamilan meningkat,
peningkatan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh
(pertumbuhan janin memerlukan banyak darah zat besi, pertumbuhan plasenta dan
peningkatan volume darah ibu, jumlahnya enzim 1000mg selama hamil.
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada trimester dua dan tiga yaitu sekitar 6,3
mg perhari. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ini dapat diambil dari cadangan
zat besi dan peningkatan adaptif penyerapan zat besi melalui saluran cerna.
Apabila cadangan zat besi sangat sedikit atau tidak ada sama sekali sedangkan
kandungan dan serapan zat besi dari makanan sedikit, maka pemberian suplemen
sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil (Arisman, 2007).
Kebutuhan zat besi menurut Waryana (2010) adalah sebagai berikut:
1. Trimester I: Kebutuhan zat besi ± 1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah
2. Trimester II: Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan konseptus 115 mg
3. Trimester III: Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan konseptus 223mg.
38
2.6.6 Program Pemenuhan Kebutuhan Zat Besi
Menurut Ani (2013), program intervensi untuk menanggulangi ataupun
mencegah kekurangan zat besi terdiri atas diet tinggi zat besi, fortifikasi makanan,
suplementasi, dan perbaikan status kesehatan.
1. Peningkatan konsumsi makanan kaya gizi
Untuk menanggulangi masalah anemia defisiensi besi melalui peningkatan
asupan makanan dapat diupayakan dengan mengonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat besi tinggi dan/atau meningkatkan konsumsi bahan makanan
yang bersifat meningkatkan absorpsi zat besi. Bahan-bahan makanan yang
kaya zat besi antara lain daging ternak, unggas, ikan, sayur-sayuran berwarna
hijau, buah-buahan, kacang-kacangan, tuna salmon, almond, telur, serta
kacang-kacangan. Sedangkan bahan makanan yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi antara lain buah-buahan, sayur-sayuran yang kaya akan
vitamin A, C serta asam folat.
2. Mengelola faktor pendorong dan penghambat absorpsi besi
Perbaikan dalam persiapan dan metode memasak serta memodifikasi pola
konsumsi untuk meningkatkan faktor pendorong zat gizi yang tersedia dan
meningkatkan ambilan besi dalam tubuh. Disamping itu, terdapat pula
beberapa bahan makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti pitrat
dan tannin yang banyak terdapat pada beberapa buah dan sayuran. Kalsium
juga menghambat penyerapan zat besi sehingga disarankan untuk mengatasi
efek negatif kalsium dengan meningkatkan asupan besi, meningkatkan
39
bioavailabilitas, dan memastikan makanan kaya besi terdapat dalam makanan
yang dikonsumsi.
3. Fortifikasi makanan
Fortifikasi makanan adalah penambahan zat gizi pada makanan dengan kadar
yang lebih tinggi dari kadar aslinya. Fortifikasi makanan memiliki peran
penting dalam memenuhi zat besi folat, iodium, dan zink sehingga perlu
direkomendasikan jika besi diet tidak mencukupi atau diet zat besi harian
rendah bioavailabilitas, terutama pada masyarakat di negara berkembang yang
sebagian besar penduduknya berada pada status ekonomi rendah. Contoh
makanan yang telah difortifikasi adalah tepung, jagung, nasi, garam, gula, roti,
bubuk cuury, kecap ikan, dan sale kacang. Walaupun makanan telah
difortifikasi dengan besi, konsumsi faktor pendorong penyerapan zat besi
seharusnya selalu dipromosikan untuk mendapatkan manfaat yang terbaik dari
makanan yang dikonsumsi.
4. Suplementasi besi
Sumber besi tubuh terdiri atas besi diet dan suplementasi. Besarnya
suplementasi zat besi pada kelompok wanita prahamil dan wanita hamil
disesuaikan dengan kebutuhan. Peningkatan hemoglobin, hematokrit, mean
cospuscular volume (MCV), ferritin serum, dan saturasi transferrin biasanya
terjadi dalam 3 bulan kehamilan. Tablet besi disarankan diberikan 30 mg/hari
untuk semua wanita hamil tanpa memandang status besi. Hal ini didasarkan
atas menfaatnya bagi kesehatan ibu dan anak serta kesulitan dan biaya yang
diperlukan untuk menetapkan diagnosis defisiensi besi selama kehamilan.
40
Dosis 30 mg/hari diberikan karena alasan efisiensi absorpsi besi menurun pada
dosis yang lebih tinggi. Dengan dosis tersebut diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan besi 6 mg yang terabsorpsi per hari. Untuk di Indonesia,
Departemen Kesehatan menyarankan pemberian tablet zat besi pada semua
wanita hamil sekitar 60 mg/hari selama 90 hari. Suplementasi harus diberikan
pada trimester II dan III, saat efisiensi absorpsi meningkat dan risiko
terjadinya mual muntah berkurang.
2.6.7 Pengukuran Perilaku Pemenuhan Zat Besi
Menurut Supariasa, Bakri, dan Fajar (2001), terdapat beberapa metode
pengukuran konsumsi makanan untuk individu, salah satunya metode frekuensi
makanan (Food Frequency). Metode ini digunakan untuk memperoleh data
tentang frekuensi sejumlah bahan makanan selama periode tertentu seperti hari,
minggu, bulan, atau tahun. Food Frequency Questionaire memuat tentang daftar
bahan makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut dalam periode
tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang
dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden. Terdapat dua jenis
Food Frequency Questionaire, yaitu:
1. Qualitative Food Frequency Questionaire. Metode ini sifatnya spesifik (fokus
pada kelompok-kelompok makanan tertentu, atau makanan yang dikonsumsi
secara berkala) atau luas (memungkinkan perkiraan jumlah asupan makanan
dan keragaman makanan). Frekuensi penggunaannya dalam harian, mingguan,
bulanan, dan tahunan.
41
2. Semi Quantitative Food Frequency Questionaire (SQ FFQ). Metode ini
adalah FFQ Kualitatif dengan penambahan perkiraan sebagai ukuran porsi
seperti standar atau kecil, sedang, dan besar (sesuai dengan URT). Modifikasi
ini memungkinkan penurunan energi dan asupan gizi yang dipilih.
Langkah-langkah dalam menggunakan Food Frequency Questionaire, yaitu:
1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia
pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.
2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan
terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu
selama periode tertentu.