bab ii tinjauan pustakarepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/bab ii.pdf · bab ii tinjauan...
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/1.jpg)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi
BPH”. Pada bab ini juga disajikan materi sebagai berikut: konsep BPH, konsep
nyeri pada post operasi BPH, dan asuhan keperawatan post operasi BPH dengan
masalah nyeri.
2.1 Konsep BPH
2.1.1 Definisi BPH
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra
(Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi
patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50
tahun ( Prabowo dkk, 2014 ).
Gambar 2.1 BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
![Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/2.jpg)
7
2.1.2 Tanda dan Gejala BPH
Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai
dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b.Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat
terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
2.1.3 Klasifikasi BPH
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ), klasifikasi BPH
meliputi :
a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi
pengobatan konservatif.
![Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/3.jpg)
8
b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection /
TUR ).
c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan
pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal.
d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari
retensi urine total dengan pemasangan kateter.
2.1.4 Etiologi BPH
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan
hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma
pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
![Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/4.jpg)
9
4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi BPH.
2.1.5 Komplikasi
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :
a) Aterosclerosis
b) Infark jantung
c) Impoten
d) Haemoragik post operasi
e) Fistula
f) Struktur pasca operasi dan inconentia urin
g) Infeksi
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
![Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/5.jpg)
10
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat
kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu
insisi dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di
banding [endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih
rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan
kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar
prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati
banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di
lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan
dengan arus listrik.
![Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/6.jpg)
11
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus
sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam
rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan
atau hematuria (prabowo dkk, 2014).
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan
internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen
dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi.
Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk
![Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/7.jpg)
12
mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan
menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.
2.1.8 Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,
dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena
produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah
yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat
mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga
mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin
meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
![Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/8.jpg)
13
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif
tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan
yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP
(Joyce, 2014) .
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan
alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga
mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi
munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012)
![Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/9.jpg)
14
2.1.9 Pathway
Bagan 2.1 Pathway BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia ) Prabowo, dkk. 2014
Faktor usia
(usia lanjut)
Perubahan keseimbangan
hormon testosterone dan
esterogen
memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat
BPH
Tindakan pembedahan
Trauma bekas resectocopy
Saraf eferen
memberi respon
Nyeri akut
Rangsangan saraf
Diameter kecil
Kadar esterogen meningkat Kadar testosteron
menurun
Poliferasi sel prostat
Hiperplasia sel prostat
![Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/10.jpg)
15
2.2 Konsep Nyeri Akut
2.2.1 Definisi nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi ringan sampai berat dan berlangsung dalam waktu beberapa detik
hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).
2.2.2 Penyebab nyeri Akut
Nyeri akut sebagian terbesar, di akibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri.
Nyeri ini awalnya datang tiba-tiba dan biasanya. Nyeri akut biasanya sejalan
dengan terjadinya penyembuhan. Apabila nyeri akut tidak diatasi secara
adekuat mempunyai efek nyeri yang dapat membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang disebabkannya seperti mempengaruhi system
pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik
(Ardiansyah, Muhammad 2012).
2.2.3 Klasifikasi nyeri akut
1. Nyeri berdasarkan lokasi atau sumber
a. Nyeri somatic supervisial (kulit)
b. Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur super visial kulit dan
jaringan subkutis.
c. Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot
tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri.
d. Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ
tubuh.
![Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/11.jpg)
16
e. Nyeri alih, nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh teapi
dirasakan terletak di daerah lain.
f. Nyeri neuropatik system syaraf secara normal menyalurkan
rangsangan yang merugikan dari system syaraf tepi (SST) ke system
syaraf pusat (SSP) menimbulkan nyeri.
2. Alat ukur Nyeri
a. Intensitas nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri dengan subjektif
dan individu, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat-sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan menggunakan :
1) Visual analoge scale (VAS).
Gambar 2.1 Skala nyeri Visual Analog Scale (VAS) (Andarmoyo,
2013)
Keterangan :
0-1 : Perasaan tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan.
4-7 :Nyeri sedang.
![Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/12.jpg)
17
7-9: Nyeri yang berat.
10 : Nyeri yang sangat hebat.
VAS adalah garis lurus sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung
kiri menandakan “tidak ada nyeri ” dan ujung kanan menandakan “nyeri
yang paling buruk”. VAS merupakan pengukuran yang lebih sensitif
karena dapat mengidentifikasi setiap titik (Smeltzer, 2002 didalam
Andarmoyo, 2013)
2) Skala Numerik
Gambar 2.3 Skala nyeri numerik (Andarmoyo, 2013)
Mengandung nilai 1 – 10 yang bisa direpresentasikan dalam format verbal
maupun grafik. Klien harus diberikan penjelasan nilai terendah dan
tertinggi dari skor nyeri (Andarmoyo,2013).
3. Nyeri berdasarkan karakteristik
Menurut Judha (2012) yang terdiri dari :
Provocate / Paliatif (P), penyebab terjadinya nyeri dari klien, hal yang
membuat nyerinya lebih baik, dalam hal ini perlu dipertimbangkan
bagian-bagian tubuh mana yang mengalami cedera termasuk
menghubungkan antara nyeri yang diderita dengan factor psikologisnya,
karena biasanya terjadinya nyeri hebat karena dari factor psikologis
bukan dari lukanya.
![Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/13.jpg)
18
Quality(Q)kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang
diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan
kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial,
atau bahkan seperti di gencet.
Region(R), untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita
untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak
nyaman. Untuk melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga
kesehatan meminta penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya
minimal sampai kearah nyeri yang sangat. Namun hal ini akan sulit
dilakukan apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar atau difuse.
Severe(S), tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang
dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri,
kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala yang sifatnya
kuantitas.
Time(T), tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan
rangkaian nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri,
berapa lama menderita, seberapa sering untuk kambuh dll.
2.2.4 Penatalaksanaan nyeri pasca bedah
1. Farmakologis
a. Analgesik: yang diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada
umumnya menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2013).
Golongan non opioid yang sering diberikan adalah acetaminophen atau
![Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/14.jpg)
19
non steroidal anti-inflamantory drugs (NSAIDs) dan digunakan untuk
menghilangkan nyeri ringan atau sedang.
b. Terapi simptomatis : pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik
inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih
akan lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu
menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan
turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostatakan mengecil
(Prabowo, 2014).
2. Non farmakologis :
Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat dilakukan
dengan mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi
nonfarmakologis seperti distraksi dan relaksasi.
a. Relaksasi merupakan terapi perilaku-kognitif pada intervensi
nonfarmakologis yang dapat mengubah persepsi pasien tentang
nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi pasien rasa
pengendalian yang lebih besar terhadap nyeri. Relaksasi akan
menimbulkan respon fisiologis seperti penurunan denyut nadi,
penurunan konsumsi oksigen, penurunan kecepatan pernapasan,
penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan otot. Selain itu,
relaksasi akan berdampak terhadap respon psikologis yaitu
menurunkan stress, kecemasan, depresi dan penerimaan terhadap
kontrol nyeri pasca bedah (Prabowo, 2014).
![Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/15.jpg)
20
b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain
sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prabowo, 2014).
2.3 Konsep Dewasa
2.3.1 Pengertian
Dewasa adalah : masa-masa terjadi perubahan-perubahan dalam hal: fungsi
tubuh, minat, sikap, dan tingkah laku social terutama mempunyai tanggung
jawab terhadap perbuatan-perbuatannya (Sujarwo, 2013).
2.3.2 Klasifikasi dewasa
Menurut Handayani, 2009 :
a) Masa dewasa muda (18-25 tahun)
b) Masa dewasa awal (25-40 tahun)
c) Masa dewasa tengah (40-65 tahun)
d) Masa dewasa akhir (65-75 tahun)
e) Masa dewasa lanjut (65-75 tahun)
Menurut WHO 2016 klasifikasi lansia meliputi :
a) Usia pertengahan / Middle age : 45-59 tahun
b) Lanjut usia / elderly : 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua / old : 75-90 tahun
d) Usia sangat tua / very old : diatas 90 tahun
![Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/16.jpg)
21
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi BPH
2.4.1 Pengkajian
1. Anamnese :
a. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami
BPH yang sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy
clevo, 2012)
b. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul
keluhan nyeri, sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri
(provocative/ paliative), rasa nyeri yang dirasakan (quality),
keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama, (time)
(Judha, dkk. 2012)
c. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH
dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain:
hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca
miksi, frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).
d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang
pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan
faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014)
2. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)
a. Vital sign (tanda vital)
1) Pemeriksaan temperature dalam batas normal
2) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR
(Ackley, 2011)
3) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi
![Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/17.jpg)
22
4) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan
darah (Prabowo,2014).
2.4.2 Pemeriksaan fisik ( head to toe )
1) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz Alimul,
2009).
2) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut,
warna bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat jumlah
gigi, adanya karies gigi atau tidak (Aziz Alimul, 2009).
3) Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada
kalenjar tiroid, kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan menelan
klien, adanya peningkatan vena jugularis (Aziz Alimul, 2009)
4) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah
ada suara nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)
5) Abdomen
Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:
a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9 regio
abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine
b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin dan
sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis dan pyelonefrosis.
6) Genetalia
a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter dan
biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan, sehingga
![Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/18.jpg)
23
terdapat bekuan darah pada kateter. Dan dilakukan tindakan spolling
dengan Ns 0,9% / PZ, ini tergantung dari warna urine yang keluar.
Bila urine sudah jernih spolling dapat dihentikan dan pipa spolling di
lepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)
b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya
kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus,
striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis, maupun epididimitis
(Prabowo, 2014).
7) Ekstermitas
Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan
mengalami penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014).
2.4.3 Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, zat kimia, fisik dan
psikologis) (Ackley, 2011).
2.4.4 Batasan karakteristik
Menurut Prabowo (2012) batasan karakteristik meliputi:
1) Perubahan selera makan.
2) Perilaku distraksi
3) Gangguan tidur
4) Tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan mengalami
peningkatan (Ackley, 2011)
5) Mengekspresikan perilaku nyeri (Ackley, 2011)
6) Melindungi area nyeri dan fokus menyempit (gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses pikir, penurunan interaksi) (Ackley, 2011)
![Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/19.jpg)
24
7) Melaporkan nyeri secara verbal (Ackley, 2011)
2.4.5 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (biologis, kimiawi, fisik, psycohologis)(Ackley, 2011)
2.4.6 Intervensi nyeri akut pada klien post operasi BPH
2.1 Tabel intervensi keperawatan post operasi BPH (Beningn Prostatic
Hypertrophy)
Tujuan Kritreria Hasil Intervensi Rasional
Diharapkan
nyeri
berkurang
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3×24
jam.
a) Skala nyeri
berkurang
b) Tanda vital dalam
rentang normal
TD:100-140 / 60-90
mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36 -37,5 °C
RR: 16-24x/menit
c) Dapat
mengidentifikasi
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri) ketika
berlangsung
d) Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi
seperti teknik
distraksi dan
relaksasi, kompres
hangat, imajinasi
terbimbing, dan
hypnosis diri untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
e) Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Menurut Ackley 2011 :
1) Kaji nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.
2) Kaji skala nyeri dengan
pengkajian PQRST.
3) Berikan klien posisi nyaman
pada waktu istirahat ataupun
tidur.
4) Kaji tanda-tanda
pembengkakan pada daerah
post operasi.
5) Monitor tanda-tanda vital.
1) Penilaian
reguler
terhadap klien
sangat penting
untuk rencana
manajemen
nyeri.
2) Penilaian
nyeri dapat
diandalkan
sebagai
ukuran tingkat
intensitas
nyeri
3) Imobilisasi
sangat di
perlukan
untuk
membatasi
nyeri.
4) Mengkaji
tandapembeng
-kakan sangat
penting untuk
mengetahui
ada tidaknya
infeksi.
5) Dengan
memonitor tanda-
tanda vital dapat
mengetahui
perubahan tanda-
tanda vital klien
untuk
menentukan
![Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/20.jpg)
25
f) Tidak terdapat
gangguan
konsentrasi
g) Klien tidak terbangun
karena nyeri
h) Wajah menjadi segar
dan tidak meringis
kesakitan
i) Tidak takut terjadinya
cidera
6) Observasi reaksi non verbal
dari ketidaknyamanan dan
gunakan komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman
nyeri klien.
7) Ajarkan teknik relaksasi seperti
nafas dalam dan tehnik
distraksi seperti menonton tv,
mendengarkan music, atau hal
kesukaan klien untuk
mengalihkan perhatian nyeri
klien.
8) Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
9) Kolaborasi dengan tim medis
lain dalam pemberian
analgesic.
terapi yang akan
dilakukan
selanjutnya
6) Informasi ini
membantu untuk
mengidentifikasi
kemungkinan
faktor-faktor
yang dapat
mempengaruhi
intensitas nyeri
7) Strategi
perilaku mandiri
dapat
mengembalikan
rasa kontrol diri,
kemanjuran
pribadi, dan
pertanggung
jawaban aktif
dalam
perawatannya
sendiri.
8) Salah satu
langkah
terpenting
menuju
peningkatan
kontrol rasa sakit
adalah suasana
tenang.
9) Bekerja
sebagai anti
inflamasi dan
efek analgesic
ringan dalam
mengurangi
kekakuan dan
meningkatkan
mobilitas
![Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/21.jpg)
26
2.4.6 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang dibuat
diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi, seharusnya
menerima laporan tindakan dari perawat shift sebelumnya hal-hal tersebut
merupakan kunci dari efisiensi kerja pertukaran shift (Deswani, 2009).
2.4.7 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil.
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok (Deswani,
2009). Evaluasi keperawatan pada post operasi BPH meliputi:
a) Skala nyeri berkurang.
b) Tanda vital dalam rentang normal :
TD : 100-140 / 60- 90 mmHg
N : 60-100x/menit
S : 36,5 -37,5 °C
RR : 16-24x/menit
c) Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
ketika berlangsung.
d) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi seperti tehnik distraksi dan relaksasi, kompres
hangat, imajinasi terbimbing, dan hypnosis diri untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
e) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
![Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022071022/5fd6a1d1dc357503ac4e7cc1/html5/thumbnails/22.jpg)
27
f) Tidak terdapat gangguan konsentrasi.
g) Menyatakan kenyamanan
h) Klien tidak terbangun karena nyeri.
i) Wajah menjadi segar dan tidak meringis kesakitan.
j) Tidak takut terjadinya cidera