bab ii tinjauan pustakarepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/bab ii.pdf · bab ii tinjauan...

22
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi BPH”. Pada bab ini juga disajikan materi sebagai berikut: konsep BPH, konsep nyeri pada post operasi BPH, dan asuhan keperawatan post operasi BPH dengan masalah nyeri. 2.1 Konsep BPH 2.1.1 Definisi BPH BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk, 2014 ). Gambar 2.1 BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

Upload: others

Post on 24-Aug-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

BPH”. Pada bab ini juga disajikan materi sebagai berikut: konsep BPH, konsep

nyeri pada post operasi BPH, dan asuhan keperawatan post operasi BPH dengan

masalah nyeri.

2.1 Konsep BPH

2.1.1 Definisi BPH

BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar

prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung

kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra

(Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel

dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi

patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50

tahun ( Prabowo dkk, 2014 ).

Gambar 2.1 BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

7

2.1.2 Tanda dan Gejala BPH

Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:

1. Gejala obstruktif

a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai

dengan mengejan.

b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan

oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan

intra vesika sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran

destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum

puas.

2. Gejala iritasi

a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.

b.Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat

terjadi pada malam dan siang hari.

c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

2.1.3 Klasifikasi BPH

Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ), klasifikasi BPH

meliputi :

a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi

pengobatan konservatif.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

8

b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya

dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection /

TUR ).

c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan

prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan

pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal.

d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari

retensi urine total dengan pemasangan kateter.

2.1.4 Etiologi BPH

Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:

1. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan

epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.

2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron

Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses

penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan

hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma

pada prostat.

3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat

peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor

dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan

hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

9

4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem sel

Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan

memicu terjadi BPH.

2.1.5 Komplikasi

Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :

a) Aterosclerosis

b) Infark jantung

c) Impoten

d) Haemoragik post operasi

e) Fistula

f) Struktur pasca operasi dan inconentia urin

g) Infeksi

2.1.6 Penatalaksanaan

Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :

1. Terapi medikamentosa

a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.

b. Penghambat enzim, misalnya finasteride

c. Fitoterapi, misalnya eviprostat

2. Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya

gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

10

a. Prostatektomi

1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat

kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat

kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.

2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu

insisi dalam perineum.

3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di

banding [endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih

rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan

kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.

b. Insisi prostat transurethral (TUIP)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan

instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar

prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati

banyak kasus dalam BPH.

c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)

Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan

endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di

lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan

dengan arus listrik.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

11

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :

1. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus

sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam

rectum dan prostat.

2. Ultrasonografi (USG)

Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga

keadaan buli-buli termasuk residual urine.

3. Urinalisis dan kultur urine

Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red

Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan

atau hematuria (prabowo dkk, 2014).

4. DPL (Deep Peritoneal Lavage)

Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan

internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen

dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.

5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin

Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai

data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.

6. PA(Patologi Anatomi)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi.

Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

12

mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan

menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.

2.1.8 Patofisiologi

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,

dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena

produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi

konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.

Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel

kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron

(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah

yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat

untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat

mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga

mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.

Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat

mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan

tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini

menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan

struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran

kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang

dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin

meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

13

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif

tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan

yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP

(Joyce, 2014) .

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop

dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan

alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.

Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga

mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi

munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

14

2.1.9 Pathway

Bagan 2.1 Pathway BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia ) Prabowo, dkk. 2014

Faktor usia

(usia lanjut)

Perubahan keseimbangan

hormon testosterone dan

esterogen

memacu m-RNA di dalam sel-sel

kelenjar prostat

BPH

Tindakan pembedahan

Trauma bekas resectocopy

Saraf eferen

memberi respon

Nyeri akut

Rangsangan saraf

Diameter kecil

Kadar esterogen meningkat Kadar testosteron

menurun

Poliferasi sel prostat

Hiperplasia sel prostat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

15

2.2 Konsep Nyeri Akut

2.2.1 Definisi nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau

intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang

bervariasi ringan sampai berat dan berlangsung dalam waktu beberapa detik

hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).

2.2.2 Penyebab nyeri Akut

Nyeri akut sebagian terbesar, di akibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri.

Nyeri ini awalnya datang tiba-tiba dan biasanya. Nyeri akut biasanya sejalan

dengan terjadinya penyembuhan. Apabila nyeri akut tidak diatasi secara

adekuat mempunyai efek nyeri yang dapat membahayakan diluar

ketidaknyamanan yang disebabkannya seperti mempengaruhi system

pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik

(Ardiansyah, Muhammad 2012).

2.2.3 Klasifikasi nyeri akut

1. Nyeri berdasarkan lokasi atau sumber

a. Nyeri somatic supervisial (kulit)

b. Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur super visial kulit dan

jaringan subkutis.

c. Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot

tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri.

d. Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ

tubuh.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

16

e. Nyeri alih, nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh teapi

dirasakan terletak di daerah lain.

f. Nyeri neuropatik system syaraf secara normal menyalurkan

rangsangan yang merugikan dari system syaraf tepi (SST) ke system

syaraf pusat (SSP) menimbulkan nyeri.

2. Alat ukur Nyeri

a. Intensitas nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri dengan subjektif

dan individu, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat-sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan menggunakan :

1) Visual analoge scale (VAS).

Gambar 2.1 Skala nyeri Visual Analog Scale (VAS) (Andarmoyo,

2013)

Keterangan :

0-1 : Perasaan tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan.

4-7 :Nyeri sedang.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

17

7-9: Nyeri yang berat.

10 : Nyeri yang sangat hebat.

VAS adalah garis lurus sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung

kiri menandakan “tidak ada nyeri ” dan ujung kanan menandakan “nyeri

yang paling buruk”. VAS merupakan pengukuran yang lebih sensitif

karena dapat mengidentifikasi setiap titik (Smeltzer, 2002 didalam

Andarmoyo, 2013)

2) Skala Numerik

Gambar 2.3 Skala nyeri numerik (Andarmoyo, 2013)

Mengandung nilai 1 – 10 yang bisa direpresentasikan dalam format verbal

maupun grafik. Klien harus diberikan penjelasan nilai terendah dan

tertinggi dari skor nyeri (Andarmoyo,2013).

3. Nyeri berdasarkan karakteristik

Menurut Judha (2012) yang terdiri dari :

Provocate / Paliatif (P), penyebab terjadinya nyeri dari klien, hal yang

membuat nyerinya lebih baik, dalam hal ini perlu dipertimbangkan

bagian-bagian tubuh mana yang mengalami cedera termasuk

menghubungkan antara nyeri yang diderita dengan factor psikologisnya,

karena biasanya terjadinya nyeri hebat karena dari factor psikologis

bukan dari lukanya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

18

Quality(Q)kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang

diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan

kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial,

atau bahkan seperti di gencet.

Region(R), untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita

untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak

nyaman. Untuk melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga

kesehatan meminta penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya

minimal sampai kearah nyeri yang sangat. Namun hal ini akan sulit

dilakukan apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar atau difuse.

Severe(S), tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang

dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri,

kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala yang sifatnya

kuantitas.

Time(T), tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan

rangkaian nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri,

berapa lama menderita, seberapa sering untuk kambuh dll.

2.2.4 Penatalaksanaan nyeri pasca bedah

1. Farmakologis

a. Analgesik: yang diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada

umumnya menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2013).

Golongan non opioid yang sering diberikan adalah acetaminophen atau

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

19

non steroidal anti-inflamantory drugs (NSAIDs) dan digunakan untuk

menghilangkan nyeri ringan atau sedang.

b. Terapi simptomatis : pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik

inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih

akan lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu

menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan

turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostatakan mengecil

(Prabowo, 2014).

2. Non farmakologis :

Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat dilakukan

dengan mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi

nonfarmakologis seperti distraksi dan relaksasi.

a. Relaksasi merupakan terapi perilaku-kognitif pada intervensi

nonfarmakologis yang dapat mengubah persepsi pasien tentang

nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi pasien rasa

pengendalian yang lebih besar terhadap nyeri. Relaksasi akan

menimbulkan respon fisiologis seperti penurunan denyut nadi,

penurunan konsumsi oksigen, penurunan kecepatan pernapasan,

penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan otot. Selain itu,

relaksasi akan berdampak terhadap respon psikologis yaitu

menurunkan stress, kecemasan, depresi dan penerimaan terhadap

kontrol nyeri pasca bedah (Prabowo, 2014).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

20

b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain

sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prabowo, 2014).

2.3 Konsep Dewasa

2.3.1 Pengertian

Dewasa adalah : masa-masa terjadi perubahan-perubahan dalam hal: fungsi

tubuh, minat, sikap, dan tingkah laku social terutama mempunyai tanggung

jawab terhadap perbuatan-perbuatannya (Sujarwo, 2013).

2.3.2 Klasifikasi dewasa

Menurut Handayani, 2009 :

a) Masa dewasa muda (18-25 tahun)

b) Masa dewasa awal (25-40 tahun)

c) Masa dewasa tengah (40-65 tahun)

d) Masa dewasa akhir (65-75 tahun)

e) Masa dewasa lanjut (65-75 tahun)

Menurut WHO 2016 klasifikasi lansia meliputi :

a) Usia pertengahan / Middle age : 45-59 tahun

b) Lanjut usia / elderly : 60-74 tahun

c) Lanjut usia tua / old : 75-90 tahun

d) Usia sangat tua / very old : diatas 90 tahun

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

21

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi BPH

2.4.1 Pengkajian

1. Anamnese :

a. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami

BPH yang sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy

clevo, 2012)

b. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul

keluhan nyeri, sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri

(provocative/ paliative), rasa nyeri yang dirasakan (quality),

keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama, (time)

(Judha, dkk. 2012)

c. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH

dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain:

hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca

miksi, frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).

d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang

pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan

faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014)

2. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)

a. Vital sign (tanda vital)

1) Pemeriksaan temperature dalam batas normal

2) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR

(Ackley, 2011)

3) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

22

4) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan

darah (Prabowo,2014).

2.4.2 Pemeriksaan fisik ( head to toe )

1) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz Alimul,

2009).

2) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut,

warna bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat jumlah

gigi, adanya karies gigi atau tidak (Aziz Alimul, 2009).

3) Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada

kalenjar tiroid, kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan menelan

klien, adanya peningkatan vena jugularis (Aziz Alimul, 2009)

4) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah

ada suara nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)

5) Abdomen

Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:

a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9 regio

abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine

b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin dan

sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya

hidronefrosis dan pyelonefrosis.

6) Genetalia

a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter dan

biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan, sehingga

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

23

terdapat bekuan darah pada kateter. Dan dilakukan tindakan spolling

dengan Ns 0,9% / PZ, ini tergantung dari warna urine yang keluar.

Bila urine sudah jernih spolling dapat dihentikan dan pipa spolling di

lepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)

b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya

kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus,

striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis, maupun epididimitis

(Prabowo, 2014).

7) Ekstermitas

Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan

mengalami penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014).

2.4.3 Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, zat kimia, fisik dan

psikologis) (Ackley, 2011).

2.4.4 Batasan karakteristik

Menurut Prabowo (2012) batasan karakteristik meliputi:

1) Perubahan selera makan.

2) Perilaku distraksi

3) Gangguan tidur

4) Tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan mengalami

peningkatan (Ackley, 2011)

5) Mengekspresikan perilaku nyeri (Ackley, 2011)

6) Melindungi area nyeri dan fokus menyempit (gangguan persepsi nyeri,

hambatan proses pikir, penurunan interaksi) (Ackley, 2011)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

24

7) Melaporkan nyeri secara verbal (Ackley, 2011)

2.4.5 Faktor yang berhubungan

Agen cedera (biologis, kimiawi, fisik, psycohologis)(Ackley, 2011)

2.4.6 Intervensi nyeri akut pada klien post operasi BPH

2.1 Tabel intervensi keperawatan post operasi BPH (Beningn Prostatic

Hypertrophy)

Tujuan Kritreria Hasil Intervensi Rasional

Diharapkan

nyeri

berkurang

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3×24

jam.

a) Skala nyeri

berkurang

b) Tanda vital dalam

rentang normal

TD:100-140 / 60-90

mmHg

N : 60-100x/menit

S : 36 -37,5 °C

RR: 16-24x/menit

c) Dapat

mengidentifikasi

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda

nyeri) ketika

berlangsung

d) Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu

menggunakan teknik

nonfarmakologi

seperti teknik

distraksi dan

relaksasi, kompres

hangat, imajinasi

terbimbing, dan

hypnosis diri untuk

mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

e) Melaporkan bahwa

nyeri berkurang

dengan

menggunakan

manajemen nyeri

Menurut Ackley 2011 :

1) Kaji nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas dan

faktor presipitasi.

2) Kaji skala nyeri dengan

pengkajian PQRST.

3) Berikan klien posisi nyaman

pada waktu istirahat ataupun

tidur.

4) Kaji tanda-tanda

pembengkakan pada daerah

post operasi.

5) Monitor tanda-tanda vital.

1) Penilaian

reguler

terhadap klien

sangat penting

untuk rencana

manajemen

nyeri.

2) Penilaian

nyeri dapat

diandalkan

sebagai

ukuran tingkat

intensitas

nyeri

3) Imobilisasi

sangat di

perlukan

untuk

membatasi

nyeri.

4) Mengkaji

tandapembeng

-kakan sangat

penting untuk

mengetahui

ada tidaknya

infeksi.

5) Dengan

memonitor tanda-

tanda vital dapat

mengetahui

perubahan tanda-

tanda vital klien

untuk

menentukan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

25

f) Tidak terdapat

gangguan

konsentrasi

g) Klien tidak terbangun

karena nyeri

h) Wajah menjadi segar

dan tidak meringis

kesakitan

i) Tidak takut terjadinya

cidera

6) Observasi reaksi non verbal

dari ketidaknyamanan dan

gunakan komunikasi terapeutik

untuk mengetahui pengalaman

nyeri klien.

7) Ajarkan teknik relaksasi seperti

nafas dalam dan tehnik

distraksi seperti menonton tv,

mendengarkan music, atau hal

kesukaan klien untuk

mengalihkan perhatian nyeri

klien.

8) Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan.

9) Kolaborasi dengan tim medis

lain dalam pemberian

analgesic.

terapi yang akan

dilakukan

selanjutnya

6) Informasi ini

membantu untuk

mengidentifikasi

kemungkinan

faktor-faktor

yang dapat

mempengaruhi

intensitas nyeri

7) Strategi

perilaku mandiri

dapat

mengembalikan

rasa kontrol diri,

kemanjuran

pribadi, dan

pertanggung

jawaban aktif

dalam

perawatannya

sendiri.

8) Salah satu

langkah

terpenting

menuju

peningkatan

kontrol rasa sakit

adalah suasana

tenang.

9) Bekerja

sebagai anti

inflamasi dan

efek analgesic

ringan dalam

mengurangi

kekakuan dan

meningkatkan

mobilitas

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

26

2.4.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang dibuat

diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi, seharusnya

menerima laporan tindakan dari perawat shift sebelumnya hal-hal tersebut

merupakan kunci dari efisiensi kerja pertukaran shift (Deswani, 2009).

2.4.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil.

Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok (Deswani,

2009). Evaluasi keperawatan pada post operasi BPH meliputi:

a) Skala nyeri berkurang.

b) Tanda vital dalam rentang normal :

TD : 100-140 / 60- 90 mmHg

N : 60-100x/menit

S : 36,5 -37,5 °C

RR : 16-24x/menit

c) Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

ketika berlangsung.

d) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi seperti tehnik distraksi dan relaksasi, kompres

hangat, imajinasi terbimbing, dan hypnosis diri untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

e) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.stikespantiwaluya.ac.id/166/1/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi

27

f) Tidak terdapat gangguan konsentrasi.

g) Menyatakan kenyamanan

h) Klien tidak terbangun karena nyeri.

i) Wajah menjadi segar dan tidak meringis kesakitan.

j) Tidak takut terjadinya cidera