bab ii tinjauan pustakarepository.poltekkes-tjk.ac.id/1037/5/bab ii.pdf · 2020. 1. 8. · bab ii...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Stroke non hemorogik terjadi bila suplai darah ke otak terhambat atau
terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah (Junaidi, 2011). Stroke non hemorogik terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak
berkurang. Hal ini disebabkan karena obstruksi total atau sebagian
pembuluh darah otak (Tarwoto, 2013).
2. Etiologi
Menurut Tarwoto (2013) penyebab stroke non hemorogik ada 4 yaitu:
a. Trombosis merupakan pembentukan bekuan atau gumpalan di arteri yang
menyebabkan penyumbatan sehingga mengakibatkan terganggunya
aliran darah ke otak. Hambatan aliran darah ke otak menyebabkan
jaringan otak kekurangan oksigen atau hipoksia kemudian menjadi
iskemik dan berakhir pada infrak.
b. Emboli merupakan benda asing yang berada pada pembuluh darah
sehingga dapat menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah otak.
Sumber emboli diantara nya udara, tumor, lemak.
c. Hipoperfusi sistemik disebabkan menurunnya tekanan arteri misalnya:
karena cardiac arrest, embolis pulmonal, miokardiak infrak, aritmia,
syok hipovolemik.
d. Penyempitan lumen arteri, dapat terjadi karena infeksi atau proses
peradangan.
7
3. Patofisiologi Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh darah
yang mendasarinya. patologi utama termasuk hipertensi, aterosklerosis.
Stroke iskemik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh oklusi cepat dan
mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu.
Jaringan otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60 sampai 90
detik akan menurun fungsinya.
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak berkurang karena
sumbatan sehingga oksigen yang sampai ke otak juga berkurang atau tidak
ada tergantung berat ringan nya aliran darah yang tersumbat. Sumbatan oleh
kerak (plak) arterosklerosis, trombus (pecahan bekuan darah/plak), emboli
(udara, lemak) pada arteri otak yang bersangkutan, merupakan sumbernya.
Iskemik otak terjadi bila aliran darah ke otak kurang dari 20 ml per 100
gram otak per menit (Junaidi, 2011).
Trombus atau penyumbatan seperti arterosklerasis menyebabkan iskemia
pada jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya
akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di
daerah sirkulasi lain dalam sistem peredaran darah yang biasa terjadi di
dalam jantung, dapat pula mengganggu sistem sirkulasi otak (Fanning dkk,
2014) dalam Haryono (2019).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah otak terbagi
menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan daerah
penubra. Daerah inti adalah daerah yang atau bagian otak yang memiliki
aliran darah kurang kurang dari 10cc/100 g jaringan otak tiap menit. Daerah
ini beresiko menjadi nekrosis dalam hitungan menit. daerah penubra adalah
daerah otak yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik dari
pada daerah inti karena daerah ini masih mendapat suplai perfusi dari
pembuluh darah lainnya (Gupta dkk, 2016) dalam Haryono (2019).
8
Bagan 2.1 Stroke Non Hemorogik
Sumber: Haryono & Utami, 2019
- Faktor pencetus hipertensi, DM, penyakit jantung
- merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik
- faktor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah
Gula darah yang berlebih
Penimbunan lemak/ kolesterol yang meningkat dalam darah darrdarah
Penyumbatan/trombus arterisclerosis
Penyempitanpembuluh darah
Aliran darah lambat Trombus serebral Mengikuti
aliran darah
Stroke non hemorogik
Entrosit bergumpal
Endotil rusak emboli
Cairan plasma hilang Proses metabolisme dalam otak terganggu
Edema serebral Gangguan perfusi jaringan serebral
Penurunan suplai darah & o2 ke otak Peningkatan TIK
Arteri carotis inlema
Arteri vetebra basilasris
Arteri ceribri media
Penurunan fungsi N.X, N. IIX
Kerusakan N.I, N.II, N. IV, N.XII
Disfungsi N.XI Kerusakan nervus N.VII, N.IX, N.XII
Disfungsi N.XI
hemiparesis Proses menelan tidak efektif Kerusakan
integritas kulit
Perubahan ketajaman sensori, penglihatan dan pengecapan
Kehilangan fungsi tonus otot
Kelemahan anggota gerak
Dislagia Hambatan mobilitas fisik Ketidakseimbangan
nutrisi
Hambatan komunikasi verbal
9
4. Tanda Dan Gejala
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan karusakan otak dalam beberapa menit. Stroke bisa menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah
luasnya jaringan otak yang mati perkembangan penyakit biasanya (tetapi
tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang
mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan.
Menurut Junaidi (2011) gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak
yang terkena:
a. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh.
b. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
c. Hilangnya sebagaian penglihatan atau pendengaran
d. Penglihatan ganda
e. Kepala terasa pusing
f. Bicara tidak jelas
g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
h. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
i. Ketidakseimbangan dan terjatuh
j. Pingsan
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tarwoto (2013), pemeriksaan penunjang yaitu:
a. Pemeriksaan Diagnostik 1) Radiologi
a) CT Scan: mengetahui area infrak, edema, hematoma, struktur dan
sistem ventrikel otak.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang
mengalami infrak, hemorogik, malformasi arteriovena.
c) Elekro Encephalografi (EEG): Mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi atau spesifik
10
d) Angiografi Serebral: Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan,obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur.
e) Sinar X tengkorak: Mengetahui adanya kalsifikasi karotis interna
pada trombosis cerebral.
f) Pungsi Lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal, jika tekanan
meningkat dan cairan mengandung darah menunjukan hemorogik
subarachnoid atau perdarahan intrakranial. Kontra idikasi pada
peningkatan tekanan intrakranial.
g) Elektro Kardiogra: Mengetahui adanya kelainan jantung yang juga
menjadi faktor penyebab stroke.
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit, LED
b) Pemeriksaan gula darah sewaktu
c) Kolesterol, Lipid
d) Asam urat
e) Elektrolit
f) Masa pembekuan dan masa perdarahan.
6. Komplikasi
Menurut Tarwoto (2013) komplikasi stroke sebagai berikut:
1. Fase akut
a. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak pada area otak
yang infrak atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka terjadi
gangguan perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak.
Tidak adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia
jaringan otak.
b. Edema serebri
Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik
maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut
dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan
11
sehingga cairan interstesial akan perpindah ke ekstraseluler sehingga
terjadi edema jaringan otak.
c. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Adanya perdarahan atau edema otak akan meningkatkan tekanan
intrakranial ditandai dengan gangguan sensorik, nyeri kepala,
gangguan kesadaran.
d. Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran sangat rentang terhadap
adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan.
B. Konsep kebutuhan dasar manusia
1. Teori konsep kebutuhan dasar manusia
Menurut Mubarak & Chayatin (2008), kebutuhan dasar manusia merupakan
sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan Menurut
Abraham Maslow manusia mempunyai lima dasar kebutuhan yang dikenal
dengan “Hirarki Maslow”. Kebutuhan dasar maslow disusun berdasarkan
kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu penting, adapun
kebutuhan yang dimaksud meliputi :
1. Kebutuhan fisiologi
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan
3. rasa cinta dan kasih
4. Harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Berdasarkan teori Maslow, kasus Stroke Non Hemorogik pada pasien
kelolaan mengalami gangguan kebutuhan dasar Rasa Nyaman yang
disebabkan oleh Nyeri Akut. Kebutuhan Rasa Nyaman adalah suatu keadaan
bebas dari cedera fisik dan psikologis manusia yang harus dipenuhi.
Sementara perlindungan psikologis meliputi perlindungan atas ancaman
dari pengalaman yang baru dan asing dan bebas dari nyeri atau rasa
ketidaknyamanan (Saputra, 2013).
12
Bentuk nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut yaitu nyeri yang timbul
secara mendadak dan cepat menghilang sedangkan nyeri kronik adalah nyeri
yang berlangsung berkepanjangan, berulang atau menetap, selama lebih
enam bulan dan sumber nyeri tidak dapat diketahui (Saputra, 2013).
C. Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang
sistematis dan rasional. Metode pemberian asuhan keperawatan yang
terorganisir dan sistematis, berfokus pada respon yang unik dari individu
terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potenensial (Suarni & Apriyani,
2017).
1. Pengkajian
Menurut Wijaya & Yessie (2013), pengkajian meliputi identitas klien,
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
keluarga.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku, tanggal dan jam masuk RS, No. MR, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat hipertensi, riwayat penyakit kardiovaskuler misalnya embolisme
serebral, riwayat tinggi kolesterol, obesitas, riwayat diabetes militus,
riwayat aterosklerosis, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang
disertai hipertensi.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga
d. Aktivitas/istirahat
Klien merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplagia), merasa mudah lelah,
susah beristirahat (nyeri), gangguan tonus otot , dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
e. Sirkulasi
13
Adanya penyakit jantung (reumatik, endokarditis, polistemia, riwayat
hipotensi postural), hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme,
frekuensi nadi dapat bervariasi karena ketidakefektifan fungsi atau
keadaan jantung.
f. Integritas Ego
Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa, emosi labil, ketidaksiapan
untuk makan sendiri dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (seperti; inkontenensia urin, anuria) distensi
abdomen, bising usus (-)
h. Makanan/cairan
Nafsu makan hilang, mual, muntah pada fase akut (peningkatan TIK)
kehilangan sensasi rasa, disfagia, riwayat diabetes militus, peningkatan
lemak dalam darah, kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum
dan faringeal) obesitas
i. Neurosensori
Adanya pusing, sakit kepala berat, kelemahan, kesemutan, kebas pada
sisi terkena seperti mati/lumpuh, penglihatan menurun, hilangnya
rangsangan sensori, gangguan rasa pengecapan dan penciuman,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan memori, kelemahan pada bagian
ekstremitas, gangguan fungsi bahasa (Afasia), kehilangan kemampuan
pendengaran..
j. Nyaman/nyeri
Nyeri kepala, gelisah, ketegangan pada otot
k. Pernafasan
Merokok, ketidakmampuan menelan, batuk, hambatan jalan nafas,
pernafasan sulit, suara nafas terdengar rochi.
l. Keamanan
Masalah penglihatan, gangguan berespon terhadap panas dan dingin,
gangguan regulasi tubuh, tidak mandiri, tidak sadar/kurang kesadaran diri
m. Interaksi sosial
Masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi
14
n. Pengkajian saraf kranial
Tucker (1998) menyatakan dalam buku Ariani (2013) pemeriksaan ini
meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
1) Saraf olfaktorius (N. I) : pemeriksaan penciuman
2) Saraf optikus (N. II) : ketajaman penglihatan, lapang pandang
3) Saraf okulomutorius (N. III) : refleks pupil, otot okular, eksternal
termasuk gerakan ke atas, kebawah dan medial, kerusakan akan
menyebabkan otosis dilatasi pupil.
4) Saraf troklearis (N. IV) : gerakan okular menyebabkan
ketidakmampuan melihat kebawah dan ke samping.
5) Saraf trigeminus (N.V) : fungsi sensorik, reflek kornea, kulit wajah
dan dahi, mukosa hidung dan mulut, fungsi motorik, reflek rahang.
6) Saraf abdusen (N.VI) : gerakan okular, kerusakan akan
menyebabkan ketidakmapuan kebawah dan kesamping.
7) Saraf fasialis (N. VII) : fungsi motorik wajah bagian atas dan bawah,
kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah dan porosis.
8) Saraf akustikus (N. VIII) : tes saraf koklear, pendengaran, konduksi
udara dan tulang, kerusakan akan menyebabkan tinitus atau kurang
pendengaran atau ketulian.
9) Saraf glosofaringeus (N. IX) : fungsi motorik, reflek gangguan
faringeal, atau menelan.
10) Saraf vagus (N. X) : bicara
11) Saraf asesorius (N. XI) : kekuatan otot trapezius dan
sternokleidomastoid, kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan
mengangkat bahu.
12) Saraf hipoglosus (N. XII) : fungsi motorik lidah, kerusakan akan
menyebabkan ketidakmampuan menjulurkan dan menggerakan
lidah.
a. Pemeriksaan lobus serebral
Beberapa fungsi luhur serebral merupakan integritas dari seluruh otak
yang terdiri dari tingkat kesadaran, kekuatan otot, penilaian kesadaran,
penilaian aktivitas (Ariani, 2013).
15
Tabel 2.1 Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran Nilai GCS Keterangan
Composmentis 15-14 Saat ditanya berespon baik
Apatis 13-12 Mudah mengantuk dan
dibangunkan
Delirium 11-10 Merasa gelisah, hingga
meronta-ronta
Samnolen 9-7 Kondisi mengantuk tetapi
bisa di bangunkan dengan
rangsangan
Sopor 6-4 Kondisi mengantuk berat
dan hanya bisa
dibangunkan dengan
rangsangan kasar
Coma 3 Kondisi penurunan tingkat
kesadaran
Tabel 2.2 Skala kekuatan otot
Skala Keterangan
0 Tidak ada kontraksi otot
1 Ada tanda kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan
2 Otot bergerak tetapi tidak bisa menahan gravitasi
3 Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak
dapat melawan tahanan otot pemeriksaan
4 Mampu berkontraksi dan menggerakan tubuh
melawan tahanan
5 Kekuatan otot dan regangan normal
16
Tabel 2.3 Penilaian Kesadaran
Tindakan Respon Skor
Respon Mata
Membuka mata spontan
Mata terbuka ketika diberi rangsang suara
Mata terbuka jika diberi rangsangan nyeri
Tidak ada respon
4
3
2
1
Respon verbal
Orientasi baik
Pasien bingung, berbicara meracu
Mengucapkan kata-kata tapi bukan kalimat
Pasien hanya mengerang
Tidak ada respon
5
4
3
2
1
Respon Motorik
Sesuai dengan perintah
Dapat melokalisir nyeri
Menepih saat diberi rangsangan
Gerakan fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak ada respon
Total Skor
6
5
4
3
2
1
15
17
Tabel 2.4 Penilaian aktivitas
Keterangan Skor
Mandiri keseluruhan tanpa dibantu orang 0
Memerlukan alat bantu 1
Memerlukan bantuan minimal 2
Memerlukan bantuan dan pengawasan 3
Memerlukan pengawasan keseluruhan 4
Memerlukan bantuan total 5
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya baik yang berlangsung
aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Respon klien terhadap kondisi
yang terjadi selama rentang kehidupannya di mulai dari fase pembuahan
hingga ajal atau meninggal yang membutuhkan diagnosa keperawatan
dan dapat di atasi dan di ubah dengan intervensi keperawatan (PPNI,
2016).
Menurut Widagdo (2008) diagnosa yang muncul pada stroke non
hemorogik sebagai berikut:
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis/plagia
2. Defisit nutris berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan dan
turunya nafsu makan
3. Gangguan komunikasi verbal gangguan dengan afasia, perubahan pola
pikir
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai darah serebral
18
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana keperawatan atau NIC ( Nursing Intervention Classification)
adalah semua penanganan yang didasarkan pada penilaian dan keilmuan
pada tatanan klinik, dimana perawat melakukan tindakan untuk
meningkatkan hasil /outcome klien (Buluchek, 2013).
Tabel 2.5 Rencana Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Nursing Outcomes Classification (NOC)
Nursing Interventions Classification (NIC)
1 2 3 4
1
Gangguan
mobilitas fisik
Berhubungan
dengan
hemiparesis/
plagia
Pergerakan (0208)
1. Klien berdiri dengan
Keseimbangan (5)
2. Klien berjalan dengan
mudah (5)
Ambulasi (0200)
1. Klien mampu menompang
berat badan (5)
2. Mampu berjalan dengan
langkah yang efektif (5)
3. Mampu berjalan dengan
kecepatan pelan (5)
Peningkatan Mekanika
Tubuh ( 0140)
1. Kaji komitmen pasien
untuk belajar dan
menggunakan
postur tubuh yang
benar
2. Kaji pemahaman
pasien mengenai
mekanika tubuh dan
latihan
(mendemostrasikan
kembali teknik
melakukan
aktivitas/latihan yang
benar)
3. Edukasi pasien
tentang
pentingnya postur
tubuh yang benar
untuk mencegah
kelelahan, ketegangan
atau injuri
19
1
2
3
4
4. Edukasi pasien
mengenal bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanikan
tubuh untuk mencegah
injuri saat melakukan
berbagai aktivitas
5. Bantu pasien untuk
menghindari duduk
dalam posisi yang
sama dalam jangka
waktu yang lama
6. Instruksikan pasien
untuk menggerakan
kaki terlebih dahulu
kemudian badan
ketika memulai
berjalan dari posisi
berdiri.
7. Bantu pasien untuk
memilih aktivitas
pemanasan sebelum
memulai latihan atau
memulai pekerjaan
yang tidak dilakukan
secara rutin
sebelumnya
8. Edukasi pasien dan
keluarga frekuensi dan
jumlah pengulangan
dari setiap latihan
20
1 2 3 4
9. Monitor perbaikan
postur tubuh pasien
10. Kaji kesadaran pasien
tentang abnormalitas
muskuluskeletal nya
dan efek yang
mungkin timbul pada
jaringan otot
Terapi Ambulasi (0221)
1. Bantu pasien untuk
menggunakan alas
kaki yang
memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan
mencegah cedera
2. Bantu pasien untuk
duduk disisi tempat
tidur untuk
memfasilitasi
penyesuain sikap
tubuh
3. Konsultasikan pada
ahli terapi fisik
mengenai rencana
ambulasi, sesuai
kebutuhan
4. Instruksikan pasien
untuk memposisikan
diri sepanjang proses
pemindahan
5. Bantu pasien untuk
perpindahan, sesuai
dengan kebutuhan
21
1 2 3 4
2
Defisit nutrisi
kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
disfagia,
kesulitan
menelan dan
turunya nafsu
makan
Asupan Makanan (1004)
1. Klien asupan gizi klien
tercukupi (5)
2. Klien dapat menghabiskan
porsi makanan yang
disediakan (5)
3. Klien banyak
mengkonsumsi Asupan
cairan (5
4. Klien tidak kehilangan
berat badan (5)
6. Terapkan atau
sediakan alat bantu
jalan (tongkat, walker,
kursi roda) untuk
ambulasi, jika pasien
tidak stabil
Bantu pasien dengan
ambulasi awal dan
jika perlu
7. Instruksikan pasien
mengenai
Pemindahan dan
tehnik ambulasi yang
aman
8. Monitor penggunaan
Kruk dan alat bantu
Jalan lainnya
9. Bantu pasien untuk
berdiri dan ambulasi
dengan jarak tertentu
10. Dorong ambulasi
independen dalam
batas aman
Manajemen Nutrisi
(1100)
1. Tentukan status gizi
pasien dan
kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang
dimiliki pasien
22
1
2
3
4
3. Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi (membahas
pedoman diet dan
piramida makanan)
4. Tentukan jumlah
kalori dan jenis
Nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
5. Berikan pilihan
makanan sambil
menawarkan
Bimbingan terhadap
pilihan makanan yang
yang lebih sehat jika
diperlukan
6. Lakukan atau bantu
pasien dalam
perawatan mulut
sebelum makan
7. Pastikan makanan
disajikan dengan cara
yang menarik dan
pada suhu yang paling
cocok untuk konsumsi
secara optimal
8. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan terjadinya
penurunan dan
kenaikan berat badan
23
1 2 3 4
9. Anjurkan pasien
untuk memantau
kalori dan intake
makanan
3 Gangguan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
afasia,
perubahan
pola pikir
Komunikasi (0902)
1. Klien mampu
menggunakan bahasa
tertulis (5)
2. Klien mampu
menggunakan bahasa lisan
(4)
3. Klien mampu
menggunakan gambar (5)
4. Klien mampu
menggunakan bahasa
isyarat (4)
5. Klien mampu
menggunakan bahasa non
verbal (4)
Peningkatan
komunikasi kurang
bicara (4976)
1. Monitor kecepatan
bicara, tekanan,
kuantitas,
volume dan diksi
2. Monitor proses
kognitif, anatomis dan
fisiologis dengan
kemampuan berbicara
(misalnya; memori,
pendengaran dan
bahasa)
3. Sediakan metode
alternatif
berkomunikasi dengan
berbicara, misalnya
dengan menulis atau
bahasa non verbal
4. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
untuk menjamin
akurasi
5. Intruksikan pasien
untuk berbicara pelan
6. Kolaborasi
bersama keluarga dan
24
1 2 3 4
ahli untuk
mengembangkan
rencana agar bisa
berkomunikasi secara
aktif
7. Pertahankan kontak
mata dengan pasien
saat berkomunikasi
8. Gunakan kata-kata
sederhana secara
bertahap dengan
bahasa tubuh
9. Berikan respon
terhadap prilaku non
verbal
10. Sampaikan kepada
klien bahwa staf
memahami dan empati
terhadap masalah
komunikasi
25
1 2 3 4
4
Gangguan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan
dengan tidak
adekuatnya
suplai darah
serebral
Perfusi jaringan perifer
(0406)
1. Nilai tekanan darah normal
(4)
2. Klien tidak merasakan
Sakit kepala (4)
3. Penurunan tingkat
kesadaran (5)
Manajemen edema
serebral (2540)
1. Monitor adanya
kebingungan, keluhan
pusing, pingsan
Monitor tanda-tanda
vital
3. Monitor TIK
4. Rencanakan asuhan
keperawatan untuk
memberikan periode
istirahat
5. Posisikan tinggi
kepala tempat tidur 30
derajat atau lebih
6. Batasi cairan
7. Lakukan latihan ROM
8. Lakukan tindakan
pencegahan terjadinya
Kejang
26
1
2
3 4
Monitor tekanan
intrakranial (TIK)
(2590)
1. Cek sistem lampu
diperangkat alat medis
2. Atur alarm pemantau
3. Rekam pembacaan
tekanan TIK
4. Monitor kualitas dan
karakteristik
Gelombang TIK
5. Monitor tekanan
aliran darah otak
6. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
gejala kaku kuduk
7. Berikan antibiotik
8. Letakan kepala dan
Berikan antibiotik
9. Letakan kepala dan
leher dalam posisi
netral, hindari fleksi
pinggang yang
berlebihan
10. Sesuaikan kepala
tempat tidur 30◦ untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
27
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Suarni & Apriyani: 2017). a. Tahap persiapan:
1) Mengenali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan
profesional pada diri sendiri.
2) Memahami rencana keperawatan secara baik.
3) Menguasai keterampilan teknis keperawatan
4) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
5) Mengetahui sumber daya yang diperlukan
6) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam
pelayanan keperawatan
7) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur
keberhasilan
8) Memahami efek samping dan komplikasi yang akan muncul
9) Penampilan perawat harus meyakinkan
b. Tahap pelaksanaan
1) Mengkomunikasikan atau menginformasikan kepada klien tentang
keputusan tindakan keperawatan yang aksn dilakukan oleh perawat
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan
terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh perawat
3) Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan yang diberikan oleh perawat
4) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan
adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa
amam, privacy, kondisi klien, respon klien terhadap tindakan yang
telah diberikan.
c. Tahap terminasi
28
1) Terus memperhatikan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan
2) Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan
3) Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi
4) Lakukan pendokumentasi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
kesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan (Suarni & Apriyani, 2017).
a. Tujuan dari evaluasi
1) Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
2) Untuk menilai efektifitas, efesien, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan
3) Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
4) Mendaapatkan umpan balik
5) Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam
pelaksanaan keperawatan
6) Ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a) Masalah teratasi, jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
b) Masalah sebagian teratasi, jika klien menunjukan perubahan
sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan
c) Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukan perubahan
dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah / diagnosa keperawatan baru.
29
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa
ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objektive
adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, masalah tidak teratasi.