bab ii tinjauan pustakarepository.unigoro.ac.id/280/2/bab ii.pdf · 2019. 12. 31. · 12 bab ii...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Arsyad (2010), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan Gross
Domestik Bruto (GDB) dan Gross National Bruto (GNP) tanpa memandang
kenaikan itu lebih besar ataupun lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk,
dan terjadi perbaikan struktur ekonomi atau sistem kelembagaan.
Menurut Simon Kuznents, pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan
kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk
menyediakan berbagai barang ekonomi bagi penduduknya. Kenaikan kapasitas ini
sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
kelembagaan dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
Dari definisi tersebut berarti terdapat tiga komponen pokok dalam
pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut :
1. Kenaikan output secara berkesinambungan yaitu perwujudan dari
pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis
barang tersebut sendiri adalah tanda kematangan ekonomi di suatu negara.
2. Perkembangan teknologi yaitu dasar atau prakondisi bagi berlangsungnya
pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.
13
3. Dapat mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi
baru, perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan
ideologi. Inovasi dalam bidang teknologi harus disesuaikan dengan inovasi
didalam bidang sosial.
Di negara maju, ada beberapa tekanan untuk menggeser orientasi pada
pertumbuhan ekonomi menuju upaya yang lebih memperhatikan kualitas hidup
(quality of life). Sementara itu, yang menjadi perhatian utama adalah Negara
sedang Berkembang (NSB) tentang masalah pertumbuhan versus distribusi
pendapatan. Sebagian orang merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi
telah gagal untuk menghilangkan bahkan mengurangi luasnya kemiskinan
absolute di NSB karena tingkat pengangguran meningkat di daerah pedesaan dan
perkotaan. Proses penetasan ke bawah (trickle down effect) dari manfaat
pertumbuhan ekonomi bagi orang miskin tidak terjadi (Arsyad, 2010).
Laju pertumbuhan PDRB memperlihatkan proses kenaikan output perkapita
dalam jangka panjang. Penekanan pada “proses”, karena mengandung unsur
dinamis, perubahan atau perkembangan. Biasanya pemahaman indikator
pertumbuhan ekonomi diihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan.
Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan ekonomi yang
diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik
dapat dinilai efektifitasnya.
14
Pertumbuhan ekonomi adalah masalah perekonomian jangka panjang dan
bisa menjadi kenyataan yang selalu dialami suatu bangsa termasuk Indonesia.
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, perkembangan ekonomi menimbulkan dua
efek penting, yakni kemakmuran atau taraf hidup masyarakat meningkat dan
penciptaan kesempatan kerja baru karena semakin banyaknya pertambahan
jumlah penduduk.
2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Proses pertumbuhan ekonomi jangka panjang secara sistematis adalah
pengembangan-pengembangan hak milik, spesialisasi, pembagian kerja
yaitu faktor yang terjalin dalam proses pertumbuhan ekonomi secara historis
dan laju perkembangan perekonomian masyarakat bergerak mulai dari
masyarakat tradisional sampai masyarakat kapitalis. Menurut Adam Smith
proses pertumbuhan ekonomi dibedakan dalam dua aspek utama yaitu
pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (Arsyad, 2010).
Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga yaitu:
(1) Sumber daya alam merupakan wadah paling mendasar dari kegiatan
produksi masyarakat yang mana jumlah sumber daya alam yang
tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan ekonomi.
(2) Sumber daya insasi (jumlah penduduk) adalah peran pasif dalam
proses pertumbuhan output, misalnya jumlah penduduk menyesuaikan
kebutuhan akan tenaga kerja.
15
(3) Stok modal adalah unsur produksi yang menentukan tingkat
pertumbuhan output.
Menurut Adam Smith pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu
pada pertambahan penduduk. Dengan adanya pertambahan penduduk maka
akan terdapat pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith ini tertuang
dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations.
Menurut David Ricardo faktor pertumbuhan penduduk yang semakin
besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan
jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan
upah menurun akibatnya upah hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf
hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan. Teori
David Ricardo dituangkan dalam bukunya yang berjudul “The Principles of
Political and Taxation”.
2. Teori Pertumbuhan Rostow
Teori pertumbuhan ekonomi Rostow dalam bukunya yang berjudul
The Stages of Economic Growth menyatakan bahwa pertumbuhan
perekonomian suatu negara menjadi lima tahapan :
a) Tahap masyarakat tradisional (The Traditional Society)
Merupakan masyarakat yang mempunyai struktur perkembangan
dalam fungsi-fungsi produksi terbatas.
16
Belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern
Terdapat suatu batas tingkat output perkapita yang dapat dicapai.
b) Tahap masyarakat pra kondisi untuk periode lepas landas (the
preconditions for take off)
Merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi dimana masyarakat
sedang berada dalam proses transisi.
Sudah mulai penerapan ilmu pengetahuan modern kedalam
fungsi-fungsi produksi baru, baik di bidang pertanian maupun di
bidang industri.
c) Tahap lepas landas (The take off)
Merupakan interval waktu yang diperlukan untuk mendobrak
penghalang-penghalang pada pertumbuhan yang berkelanjutan.
Kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi diperluas.
Tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi meningkat
Investasi efektif serta tabungan yang bersifat produktif meningkat
atau lebih dari jumlah pendapatan nasional.
Indusri-industri baru berkembang cepat dan industri sudah
mengalami ekspansi dengan cepat.
d) Tahap gerak menuju kedewasaan (Maturity)
Merupakan perkembangan terus menerus dimana perekonomian
tumbuh secara teratur serta lapangan usaha bertambah luas
dengan penerapan teknologi modern.
17
Investasi efektif serta tabungan meningkat dari 10 % hingga 20 %
dari pendapatan nasional dan investasi ini berlangsung secara
cepat.
Output dapat melampaui pertambahan jumlah penduduk.
Barang-barang yang dulunya impor, kini sudah dapat dihasilkan
sendiri.
Tingkat perekonomian menunjukkan kapasitas bergerak melalui
kekuatan industri pada masa take off dengan penerapan teknologi
modern.
e) Tahap konsumsi masyarakat tinggi (high mass consumption)
Sektor industri merupakan sektor yang memimpin (leading
sector) bergerak ke arah produksi barang-barang konsumsi tahan
lama dan jasa-jasa.
Pendapatan riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian
besar masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang melampaui
kebutuhan bahan pangan dasar, sandang dan pangan.
Kesempatan kerja penuh sehingga pendapatan nasional tinggi.
Pendapatan nasional tinggi daat memenuhu tingkat konsumsi
tinggi.
18
3. Teori Pertumbuhan Mahzab Keynesian
Setiap perekonomian dapat menyisihkan sebagian proporsi tertentu
dari pendapatan nasionalnya untuk mengganti barang-barang modal.
Menurut Harrod Domar, Agar dapat meningkatkan laju perekonomian
diperlukan investasi untuk tambahan modal (Arsyad, 2010).
4. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Setiap upaya untuk tinggal landas mengharuskan adanya mobilisasi
tabungan dan luar negeri untuk menciptakan investasi yang cukup, untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Menurut Sadono Sukirno, teori
pertumbuhan Harrod-Domar mengatakan bahwa sebagai akibat investasi
yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang
modal dalam perekonomian akan bertambah.
Menurut Harrod-Domar pada hakekatnya investasi untuk
menunjukkan syarat yang diperlukan agar terjadi pertumbuhan yang mantap
atau Steady Growth yang didefinisikan sebagai pertumbuhan yang
menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal yang berlaku dalam
perekonomian (Sadono Sukirno). Intinya pertumbuhan Harrod-Domar
adalah suatu realisasi jangka pendek antara peningkatan investasi
(pembentukan kapital) dan pertumbuhan ekonomi.
Teori Harrod-Domar memperlihatkan kedua fungsi dari pembentukan
modal dalam kegiatan ekonomi. Secara teori, pembentukan modal
dipandang sebagai pengeluaran untuk menambah kesanggupan suatu
19
perekonomian dalam menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran
yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Artinya
apabila pada masa tertentu dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka
perekonomian tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk
menghasilkan barang, selain itu Harrod-Domar mengungkapkan bahwa
pertambahan dalam kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan
menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional.
Dengan demikian, walaupun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan
nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan tercipta,
apabila pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan dibandingkan masa
sebelumnya.
Teori Harrod-Domar menggunakan beberapa tahap pemisalan yaitu:
1) Pada tahap permulaan perekonomian mencapai tingkat kesempatan
kerja penuh dan alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat
sepenuhnya dipergunakan.
2) Perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan
sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri
tidak termasuk.
3) Besarnya tabungan masyarakat merupakan proporsionil pendapatan
nasional dan keadaan tersebut berarti bahwa fungsi tabungan dinilai
dari titik nol.
4) Kecondongan menabung batas besarnya tetap dan perbandingan
diantara modal dengan jumlah produksi disebut rasio modal produksi
20
(Capital Output Ratio) dan perbandingan antara pertambahan modal
dengan jumlah pertambahan produksi disebut rasio pertambahan modal
produksi (Incremental Capital Output Ratio).
Inti dari teori Harrod-Domar adalah penanaman modal yang dilakukan
masyarakat dalam waktu tertentu digunakan untuk dua tujuan. Pertama,
untuk mengganti alat-alat modal yang tidak dapat digunakan lagi. Kedua,
untuk memperbesar jumlah alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat.
5. Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory)
Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis
pertumbuhan bersifat terikat, pertumbuhan ekonomi adalah hasil dari sistem
ekonomi. Teori ini beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan
sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi adalah
hal terikat, pertumbuhan adalah bagian dari keputusan pelaku-pelaku
ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Menurut Romer, peran
modal lebih besar dari sekedar bagian pendapatan apabila modal yang
tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia.
Menurut Mankiw, Akumulasi modal adalah sumber utama
pertumbuhan ekonomi. Definisi modal atau kapital diperluas dengan
memasukkan model ilmu pengetahuan dan model sumber daya manusia.
Perubahan teknologi bukan berasal dari luar model atau bebas tapi teknologi
adalah bagian dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan
21
terikat, peran investasi dalam modal fisik dan modal manusia turut
menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan dan investasi
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
6. Teori Pertumbuhan Neo Klasik
Menurut Todaro (2006) model pertumbuhan Neo Klasik berpegang
pada skala hasil yang terus berkurang dari input tenaga kerja, modal dan
kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan tinggi rendahnya pertumbuhan
itu sendiri.
Menurut Robert Solow pertumbuhan ekonomi adalah rangkaian
kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal. Pemakaian
teknologi modern dan hasil output. Oleh sebab itu, pertumbuhan penduduk
harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif.
7. Teori Pertumbuhan Endogen
Menurut Todaro (2006) model pertumbuhan tersebut menjelaskan
keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara
negara maju dan negara berkembang. Teori tersebut mencoba
mengidentifikasi dan menganalisis faktor apa yang mempengaruhi proses
pertumbuhan ekonomi yang berasal dari sistem ekonomi itu sendiri. Faktor
utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pendapatan
22
perkapita antar negara adalah karena adanya fiskal, modal insan, dan
infrastruktur (Arsyad, 2010).
Menurut Werner Sombart pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu:
1) Masa perekonomian tertutup
Pada masa ini, kegiatan manusia adalah untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai
produsen sekaligus konsumen sehingga tida terjadi pertukaran barang
dan jasa.
Masa perekonomian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya sendiri
Setiap individu sebagai produsen dan sekaligus sebagai konsumen
Belum adanya pertukaran barang dan jasa
2) Masa kerajinan dan pertukangan
Kebutuhan manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif akibat adanya perkembangan peradaban.
Peningkatan kebutuhan tidak dapat dipenuhi sendiri karena diperlukan
pembagian kerja sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembagian
kerja menimbulkan pertukaran barang dan jasa yang bertujuan untuk
mencari keuntungan.
Ciri-ciri masa kerajinan dan pertukangan yaitu:
Meningkatnya kebutuhan manusia
23
Adanya pembagian tugas sesuai keahlian
Timbulnya pertukaran barang dan jasa
Pertukaran belum didasari profit motive
3) Masa kapitalis
Pada masa kapitalis muncul kaum pemilik modal. Kaum kapitalis
memerlukan para pekerja (buruh) untuk menjalankan usahanya.
Produksi kaum kapitalis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan saja,
tetapi bertujuan untuk mencari laba.
Werner Sombart masa kapitalis dibagi menjadi empat masa yaitu:
Tingkat prakapitalis
Masa ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Kehidupan masyarakat masih statis
b) Bersifat kekeluargaan
c) Bertumpu pada sektor pertanian
d) Bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri
e) Hidup secara berkelompok
Tingkat kapitalis
Masa ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Kehidupan masyarakat sudah dinamis
b) Bersifat individual
c) Adanya pembagian pekerjaan
d) Terjadi pertukaran untuk mencari keuntungan.
24
Tingkat kapitalisme raya
Masa ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Usahanya semata-mata mencari keuntungan
b) Munculnya kaum kapitalis yang mempunyai alat produksi
c) Produksi dilakukan secara masal denga alat modern
d) Perdagangan mengarah pada persaingan monopoli
e) Dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan dan
buruh
Tingkat kapitalisme akhir
Masa ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Munculnya aliran sosialisme
b) Adanya campur tangan pemerintah
c) Mengutamakan kepentingan bersama
2.1.2 Fluktuasi Ekonomi
Fluktuasi ekonomi merupakan kenaikan atau penurunan aktivitas
ekonomi secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan jangka panjang
dari ekonomi.fluktuasi atau business cycle (siklus bisnis), bervariasi dalam
intensitas jangka waktunya. Kenaikan dan penurunan meliputi negara
bahkan dunia dalam mempengaruhi seluruh dimensi dari kegiatan ekonomi.
Dalam perkembangan teori tentang fluktuasi ekonomi, dunia ekonomi
dihadapkan oleh dua pandangan berbeda dalam menjelaskan terjadinya
fluktuasi output dan kesempatan kerja jangka pendek.
25
Teori tentang fluktuasi ekonomi adalah teori Real Business Cycle ,
teori Business cycle Keynesian dan teori Business Cycle Moneter.
1. Teori Real Business Cycle
Menurut Mankiw, teori Real Business Cycle memberi kontribusi
penting dalam ilmu ekonomi dengan memberi sudut pandang baru berbeda
dalam mengkaji fluktuasi jangka dari output dan kesempatan kerja dapat
dijelaskan menggunakan substitusi tenaga kerja antar waktu.
Teori fluktuasi dianggap perubahan dalam tingkat output alami atau
keseimbangan dalam mempertahankan model klasik sebagai acuan. Teori
ini mengasumsikan bahwa harga dan upah itu fleksibel. Dengan asumsi
complete price flexibility, teori ini menganut classical dichotomy dimana
variabel-variabel nominal seperti pergerakan uang dan tingkat harga tidak
mempengaruhi variabel di sektor riil seperti output dan pengangguran.
Teori ini menyatakan bahwa pergerakan di sektor riil disebabkan oleh
faktor alami. Seperti terjadinya technological shock membuat
produktivitas meningkat kemudian berakhir pada perekonomian yang
semakin meningkat. Oleh sebab itu, semua fluktuasi di sektor riil seperti
pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan
investasi adalah hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan
dalam perekonomian.
Selama resesi atau kemunduran teknologi dan output, insentif untuk
bekerja menurun sebab teknologi produksi menurun. Asumsi lain juga
26
penting dalam teori ini yaitu netralitas uang dalam perekonomian. Hal ini
berlaku untuk jangka pendek, yang mana kebijakan moneter tidak
mempengaruhi variabel-variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja.
2. Teori Business Cycle Keynesian
Menurut Mankiw teori Real Business Cycle pada umumnya berasal
dari aliran Keynesian. Mereka percaya bahwa fluktuasi output dan
kesempatan kerja jangka pendek disebabkan terjadinya fluktuasi dalam
permintaan agregat akibat lambatnya upah dan harga menyesuaikan
dengan kondisi ekonomi yang berubah. Teori ini percaya bahwa upah dan
harga bersifat kaku atau sulit berubah, sehingga peranan pemerintah dalam
kebijakan fiskal dan moneter diperlukan untuk menstabilkan
perekonomian. Sebab teori ini dibangun atas model permintaan dan
penawaran agregat tradisional, maka perubahan harga dari biaya kecil akan
memiliki dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas
permintaan agregat. Teori ini telah masuk pada guncangan sisi penawaran,
ketidakstabilan moneter dengan guncangan terhadap permintaan uang
dalam modelnya. Teori Keynesian menekankan pada pentingnya
ketidakstabilan agregat sebab terjadinya fluktuasi makroekonomi.
3. Teori Business Cycle Moneter
Teori business cycle moneter menekankan pada pentingnya
guncangan permintaan, khususnya fluktuasi ekonomi, akan tetapi dalam
27
jangka pendek. Dengan business cycle moneter dan keynesian, uang
mempengaruhi output sedangkan teori real business cycle menyatakan
bahwa output mempengaruhi uang.
2.1.3 Faktor Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Raharja dan Manurung (2008:136-137) faktor pendukung yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara yaitu sebagai berikut :
1. Barang Modal
Ekonomi akan tumbuh, bilamana stok barang modal ditambah.
Penambahan stok barang modal dilakukan melalui investasi. Oleh sebab itu
upaya pokok untuk meningkatkan investasi yaitu untuk menangani faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat investasi. Pertumbuhan ekonomi
memungkinkan bila investasi neto lebih besar daripada nol. Karena, bila
investasi neto sama dengan nol, perekonomian dapat produksi pada tingkat
sebelumnya. Tetapi, akan lebih baik jika penambahan kualitas barang modal
disertai peningkatan kualitas.
2. Tenaga Kerja
Saat ini, khususnya di Negara Sedang Berkembang (NSB), tenaga
kerja adalah faktor produksi yang sangat dominan. Penambahan tenaga
kerja pada umumnya berpengaruh terhadap peningkatan output. Yang
menjadi persoalan yaitu sampai berapa banyak penambahan tenaga kerja
yang akan terus meningkatkan output. Hal tersebut sangat tergantung pada
28
seberapa cepat terjadinya The Law of Diminishing Return (TLDR).
Sedangkan cepat atau lambatnya proses TLDR ditentukan oleh kualitas
SDM dan keterkaitannya dengan kemajuan teknologi produksi. Selama ada
sinergi antara tenaga kerja dan teknologi, penambahan tenaga kerja dapat
memacu pertumbuhan ekonomi.
3. Teknologi
Penggunaan teknologi yang tinggi dapat memacu pertumbuhan
ekonomi, bilaa hanya dilihat dari peningkatan output. Namun ada trade off
antara kemajuan teknologi dan kesempatan kerja. Lebih dari itu, kemajuan
teknologi semakin memperbesar ketimpangan ekonomi antar bangsa,
utamanya bangsa-bangsa maju serta dunia ketiga atau Negara Sedang
Berkembang (NSB).
4. Uang
Didalam perekonomian modern, uang memegang peranan dari fungsi
sentral. Tidak mengherankan lagi banyak uang digunakan dalam proses
produksi, semakin besar output yang dihasilkan. Tetapi dengan jumlah uang
yang sama, dapat dihasilkan output lebih besar jika penggunaannya efisien.
Bila terdapat perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki cukup uang,
namun memiliki prospek yang baik maka banyak bank atau lembaga
keuangan yang mau membantu, misalnya memberikan kredit. Hanya minat
meminjam, sangat tergantung dari besar kecilnya biaya yang akan
29
dikeluarkan, terutama bunga pinjaman. Sedangkan bunga pinjaman dapat
ditekan, jika sistem keuangan berjalan efisien.
2.2 Ketimpangan Pendapatan
Menurut Dumairy ketimpangan distribusi pendapatan nasional adalah
mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara dikalangan
penduduknya.
2.2.1 Faktor Penyebab Ketimpangan Pendapatan
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin
Arsyad) ada 8 hal yang dapat menyebabkan ketimpangan distribusi di
Negara Sedang Berkembang :
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat mengakibatkan
menurunnya pendapatan perkapita.
2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
3. Ketidakmerataan pembangunan antara daerah.
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat
modal, sehingga persentase pendapatan modal kerja tambahan besar
dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja,
sehingga pengangguran bertambah.
5. Rendahnya mobilitas sosial.
30
6. Pelaksanaan kebijakan industry substitusi impor yang
mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industry untuk
melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
7. Memburuknya nilai tukar bagi Negara Sedang Berkembang (NSB)
dalam perdagangan dengan Negara-negara maju, sebagai akibat
ketidak elastisan permintaan negara maju terhadap barang- ekspor
NSB.
8. Hancurnya industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri
rumah tangga, dan lain-lain.
Michael P Todaro dalam bukunya Pembangunan Ekonomi menjelaskan
bahwa pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu
multidimensional mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,
sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar ekselerasi
perumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan
kemiskinan.
Menurut Todaro dan Smith (2004) Para ekonom umumnya membedakan
dua ukuran pokok distribusi pendapatan, keduanya digunakan untuk tujuan
analisis dan kuantitatif. Kedua ukuran tersebut merupakan ukuran distribusi
pendapatan, yaitu besar kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing
orang (biasanya menggunakan Kurva Lorenz dan Koefisien Gini). Distribusi
fungsional dan distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi, indikatornya
31
berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing
faktor produksi.
Pengertian dari ketimpangan pembangunan yaitu perbedaan pembangunan
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya secara vertikal maupun horizontal
yang dapat menyebabkan disparitas atau ketidakpemerataan pembangunan itu
sendiri.
Menurut Syafrizal (2008) ketimpangan pembangunan antar daerah dengan
pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar,
karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan
antar daerah.
Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan yaitu ketimpangan ekonomi.
Dalam ketimpangan ada ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah secara
absolut dan ketimpangan relatif antara potensi dan tingkat kesejahtraan ini dapat
menimbulkan masalah antar daerah. Filsafah pembangunan ekonomi yang dianut
pemerintah jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang ke
luar negeri saja hampir tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiri
untuk berakumulasi di lokasi yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih
tinggi, dan tingkat resiko yang lebih rendah. Sehingga tidak dapat dihindari lagi
jika arus modal lebih terkonsentrasi di daerah yang kaya akan sumber daya alam
dan kota besar yang sarana dan prasarananya jauh lebih lengkap yang
mengakibatkan jumlah penduduk di Kabupaten Bojonegoro ini akan meningkat.
Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi
(PDRB) Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara
32
lain yang bisa digunakan yaitu dengan mendasarkan kepada pendapatan personal
yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Sjafrizal, 2008).
2.2.2 Kurva Lorenz dan Indeks Gini Ketimpangan Pendapatan
Kurva Lorenz adalah metode yang lazim digunakan untuk
menganalisis statistik pendapatan perorangan.
Contoh pada gambar dibawah ini :
100
80
60 D
40 C
Kurva Lorenz
20 B
A
0 20 40 60 80 100
Gambar diatas menunjukkan mekanisme kerja kurva. Jumlah
penerimaan pendapatan dinyatakan pada sumbu horizontal, tidak berarti
absolute melainkan dalam presentase kumulatif. Contohnya, pada titik 20 itu
mendapati populasi terendah (penduduk paling miskin) yang jumlahnya
Garis pemerataan
Presentasi penerimaan pendapatan
Pre
sen
tase
pen
dap
atan
33
20% dari jumlah total penduduk. Pada titik 60% kelompok bawah dan
seterusnya sampai pada sumbu paling ujung 100% atau seluruh populasi
jumlah penduduk.
Sumbu vertikal menyatakan bahwa pendapatan total yang diminta
oleh masing-masing presentase kelompok penduduk. Sumbu tersebut
berakhir pada titik 100%, artinya bahwa kedua sumbu (vertikal dan
horizontal) sama pajangnya. Gambar tersebut secara keseluruhan berbentuk
bujur sangkar, dan dibelah oleh garis diagonal ditarik dari titik nol pada
sudut kiri bawah menuju sudut kanan atas.
Pada titik yang terdapat garis diagonal, presentase yang siterima persis
sama dengan presentase jumlah penerimaannya. Contohnya, titik tengah
garis diagonal pada gambar tersebut melambangkan “peranan sempurna”
(perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
Kurva lorenz memperhatikan hubungan kuantitatif aktual antara
presentase penerimaan pendapatan dengan presentase pendapatan total yang
benar diterima selama misalnya satu tahun. Gambar diatas membuat kurva
lorenz menggunakan data desil (populasi terbagi menjadi sepuluh
kelompok) yang ada dalam tabel diatas. Sumbu horizontal dan sumbu
vertikal dibagi menjadi sepuluh bagian, sesuai dengan sepuluh kelompok
asli desil. Titik A menunjukkan 20% kelompok termiskin dari total
penduduk hanya menerima 10% pendapatan total, titik B menunjukkan
bahwa 40% kelompok terbawah menerima 22% dari pendapatan modal,
demikian seterusnya bagi masing-masing 4 kelompok lainnya. Perhatikan
34
titik tengah menunjukkan 50% penduduk hanya menerima 30% dari
pendapatan total.
Semakin jauh jarak kurva lorenz dari garis diagonal (garis pemerataan
sempurna), maka semakin timpang atau tidak merata distribusi
pendapatannya. Kasus ekstrim ketidakmerataan yang mempurna (apabila
hanya seorang yang tidak menerima pendapatan) akan diperhatikan oleh
kurva lorenz berhimpitan dengan sumbu horizontal sebelah bawah dan
sumbu vertikal sebelah kanan. Oleh sebab itu, tidak ada Negara yang
memperlihatkan pemerataan sempurna atau ketidaksamaan sempurna dalam
distribusi pendapatannya, kurva lorenz dari setiap Negara berada disebelah
kanan garis diagonal seperti yang ditunjukkan gambar diatas. Semakin
parah tingkat ketidakmerataan ketimpangan distribusi pendapatan disuatu
negara, maka bentuk kurva lorenznya akan melengkung mendekati sumbu
horizontal.
Menurut Carrado Gini, Koefisien Gini adalah salah satu ukuran yang
sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh.
Koefisien Gini atau Indeks Gini adalah indikator yang menunjukkan
tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai koefisien gini
berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien gini bernilai 0 menunjukkan adanya
pemerataan pendapatan sempurna, setiap orang memiliki pendapatan yang
sama.
35
Ide dasar perhitungan koefisien Gini berasal dari upaya pengukuran
luas kurva yang menggambarkan distribusi pendapatan untuk seluruh
kelompok pendapatan. Kurva tersebut dinamakan kurva Lorenz yaitu
sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari
suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform
(seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.
Dalam membentuk koefisien Gini, grafik persentase kumulatif
penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambar pada sumbu horizontal
dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada sumbu
vertikal.
Menurut Todaro dan Smith, koefisien Gini merupakan salah satu
ukuran ketimpangan pendapatan yang memenuhi empat kriteria, yaitu:
1) Prinsip Anonimitas (Anonymity Principle)
ukuran ketimpangan tidak bergantung pada siapa yang
mendapatkan pendapatan yang tinggi. Dengan kata lain, ukuran tersebut
tidak bergantung pada apa yang diyakini sebagai manusia yang lebih
baik, apakah itu orang kaya ataupun orang miskin.
2) Prinsip Independensi Skala (Scale Independence Principle)
ukuran ketimpangan seharusnya tidak tergantung pada ukuran
suatu perekonomian atau negara, atau cara mengukur pendapatannya.
Misalnya, ukuran ketimpangan tidak bergantung pada apakah kita
mengukur pendapatan dalam dolar atau dalam sen, dalam rupee atau
36
dalam rupiah, atau apakah perekonomian negara itu secara rata-rata
kaya atau miskin.
3) Prinsip Independensi Populasi (Population Independence Principle)
prinsip ini menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan
seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penerima pendapatan (jumlah
penduduk). Misalnya, perekonomian Cina tidak boleh dikatakan lebih
merata atau lebih timpang daripada perekonomian Vietnam hanya
karena penduduk Cina lebih banyak.
4) Prinsip Transfer (Transfer Principle)
prinsip ini sering disebut sebagai prinsip Pigou-Dalton. Prinsip ini
menyatakan bahwa dengan mengasumsikan semua pendapatan konstan,
jika kita mentransfer sejumlah pendapatan dari orang kaya ke orang
miskin (namun tidak banyak hingga mengakibatkan orang miskin itu
sekarang justru lebih kaya daripada orang yang awalnya kaya tadi),
maka akan dihasilkan distribusi pendapatan baru yang lebih merata.
2.3 Kemiskinan
Pengertian Kemiskinan itu sendiri sangatlah beragam, keberagaman
dalam definisi kemiskinan disebabkan masalah kemiskinan ini telah
merambat pada level multidimensional, artinya kemiskinan berkaitan satu
sama lain dengan berbagai macam dimensi kebutuhan manusia.
Kemampuan untuk memenuhi standar hidup minimum yang sesuai dengan
37
tingkat kelayakan hidup dapat dikatakan sebagai kemiskinan (Todaro,
2006).
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah,
karena adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan
standar kehidupan umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Yasa (2008) secara ekonomis, kemiskinan dapat diartikan
sebagai sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahtraan sekelompok orang. Kemiskinan juga dapat didefinisikan
sebagai “ketidakmampuan untuk memenuhi standart hidup minimum”.
Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi tersebut mulai dari pangan, sandang,
papan, pendidikan dan kesehatan. Menurut Badan Pusat Statistik,
kemiskinan merupakan ketidakmampuan memenuhi standar minimum
kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan ataupun non pangan.
Menurut Kuncoro (2006) kemiskinan dapat diukur dengan
membandingkan tingkat konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan
maupun jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi orang perbulan.
Sedangkan penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang kekurangan uang dan
barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Menurut Chambers (dalam
Chriswardani Suryawati, 2005) mengemukakan bahwa kemiskinan
merupakan suatu intergrated concept mempunyai lima dimensi, yaitu: 1)
Kemiskinan (proper), 2) Ketidakberdayaan (powerless), 3) Kerentanan
38
menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) Ketergantungan
(depended), dan 5) Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis.
Chriswardani Suryawati (2005) mengatakan bahwa hidup dalam
kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat
pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan
pendidikan yang rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan
terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan dalam menentukan
jalan hidupnya sendiri.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a) Kemiskinan alamiah
Yaitu berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan
prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
b) Kemiskinan buatan
Biasanya lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau
pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai
sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi secara merata.
2.3.1 Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Nasikun dalam (Chriswardani Suryawati, 2005) ada beberapa
sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
39
a. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan kebijakan, misalkan kebijakan anti
kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
b. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan
karena soal produksi kolonial, yaitu petani marjinal karena tanah subur
dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
c. Population growth, prespektif didasari oleh teori Maltus, bahwa
pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan
seperti deret hitung.
d. Resaurces management and the environment, merupakan unsur
mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen
pertanian asal terbang akan menurunkan produktivitas.
e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjani karena siklus alam.
Contohnya tinggal dilahan kritis, dimana jika hujan turun terjadi banjir,
tetapi jika musim kemarau kekurangan air, sehingga tidak
memungkinkan produktivitas akan maksimal dan terus-menerus.
f. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan masih
dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan
penghargaan hasil kerja lebih rendah dari laki-laki.
g. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang
memelihara kemiskinan. Misalkan pada pola konsumtif pada petani dan
nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat konsumsi saat upacara
adat dan keagamaan.
40
h. Exsloatif ineirmediation, keberadaan penolong yang menjadi penodong,
seperti rentenir.
i. Internal political fragmentation and civil straife, suatu kebijakan yang
diterapkan pada daerah fragmentasi politinya kuat, dapat menjadi
penyebab kemiskinan.
j. Interbational processe, bekerjanya sistem internasional (kolonialisme
dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi miskin.
2.3.2 Cara Mengatasi Kemiskinan
Menurut Todaro (2006) berpendapat bahwa masalah kemiskinan tidak
hanya masalah income semata melainkan terkait dengan kapabilitas-
kapabilitas yang harus dimiliki oleh seseorang dalam hal ini biasanya
menyangkut masalah akses-akses, baik terhadap pendidikan, kesehatan dan
kesempatan kerja. Dengan begitu penanganan kemiskinan akan lebih
komprehensif. Menurut Todaro dalam (Permana, 2012) melihat kemiskinan
dari dua sisi yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang berkaitan dengan
perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada
kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan
seseorang dapat hidup dengan layak. Dengan demikian kemiskinan dapat
diukur melalui perbandingan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu makanan, pakaian dan
41
perumahan (tempat tinggal) agar dapat menjamin kelangsungan
hidupnya.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat dari aspek
ketimpangan sosial karena biasanya sudah ada orang yang dapat
memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah
dibanding masyarakat sekitarnya. Semakin besar ketimpangan antara
tingkat penghidupan golongan atas maupun golongan bawah maka akan
semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin,
sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi
pendapatan.
2.3. 3 Dimensi Kemiskinan
Menurut Sunyoto Usman (2004) Ada dua perspektif yang lazim
digunakan dalam masalah kemiskinan adalah perspektif kultural (cultural
perspective) dan perspektif struktural atau situsional (situational
perspective).
1) Perspektif kultural
Pada umunya perspective kultural mendekati masalah kemiskinan
tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga dan masyarakat. Pada
42
tingkat individual, sifat kemiskinan disebut dengan a strong feeling of
marginality, seperti sikap parokial, apatisme, fatalisme, dan pasrah pada
nasib, boros, tergantung dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan
ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar (free union
consensional marriages. Pada tingkat masyarakat, kemiskinan
ditunjukkan tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi
masyarakat secara efektif. Mereka mendapat perlakuan sebagai obyek
yang digarap daripada sebagai subyek yang diberi peluang untuk
berkembang.
2) Perspektif Situasional
Masalah kemiskinan merupakan dampak dari sistem ekonomi
mengutamakan akumulasi kapital dan produk teknologi modern.
Penetrasi kapital yaitu menjelaskan program pembangunan yang dinilai
mengutamakan pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan
pemerataan hasil pembangunan. Secara sosiologis, dimensi struktural
kemiskinan cukup ditelusuri melalui “institutional arrangements) yang
hidup maupun berkembang dalam masyarakt kita. Asumsi dasarnya
merupakan kemiskinan tidak semata-mata berakar pada “kelemahan
diri” . kemiskinan tersebut adalah konsekuensi dari pilihan strategi
pembangunan ekonomi yang selama ini dilaksanakan serta pengambilan
posisi pemerintah dalam perncanaan dan implementasi pembangunan
ekonomi.
43
2.4 Pengaruh Pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan
Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi dan semakin kecilnya kemiskinan antar penduduk atau daerah dan
antar sektor. Akan tetapi pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak
selamanya diikuti pemerataan secara memadai. Kemiskinan antar daerah
sering kali menjadi masalah serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan
ekonomi yang cepat, sementara beberapa daerah lainnya mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak
mengalami kemajuan yang sama yaitu disebabkan oleh beberapa hal
misalnya karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya
kecenderungan penanam modal (investor) memilih daerah perkotaan atau
daerah yang telah memiliki fasilitas berupa sarana pehubungan, jaringan
listrik, jaringan telekomunikasi, juga tenaga kerja terampil (Sjafrizal,2009).
Disamping itu adanya kemiskinan pembagian pendapatan dan
pemerintah pusat kepada daerah juga dapat menyebakan perbedaan
kemajuan (pertumbuhan ekonomi) antar daerah. Pertumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap kemiskinan wilayah dengan arah negatif. Yang
artinya semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka akan semakin
meningkat pula kapasitas produksi sehingga output juga akan meningkatkan
pendapatan perkapita dan selanjutnya kemiskinan antar wilayah semakin
mengecil. Hal tersebut juga dapat dijelaskan melalui mekanisme pusat
44
petumbuhan dimana pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat membawa
pengaruh bagi daerah lain baik dari sisi positif maupun sisi negatif.
Menurut Pangkiro (2016) jika pertumbuhan di suatu daerah
menyebabkan perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin menyempit
berarti terjadi imbas baik (positif) karena terjadi proses penetasan ke bawah
(trickling down effect). Sedangkan jika perbedaan antara kedua daerah
tersebut semakin jauh berarti terjadi imbas yang kurang baik (negatif)
karena terjadi proses pangkutuban (polarization effect).
Ketimpangan pembangunan antar wilayah dipicu oleh beberapa hal
antara lain perbedaan potensi daerah yang sangat besar, perbedaan kondisi
demografi, ketenagakerjaan, dan perbedaan kondisi sosial budaya antar
wilayah. (Sjafrizal, 2009). Disamping itu kurang lancarnya mobilitas
barang-barang dan orang antar daerah juga turut mendorong terjadinya
kemikinan. Akibatnya, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses
pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan bila mana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju
(developed region) dan wilayah terbelakang (underveloped region).
Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan fungsi dari waktu.
Pada tahap awal pembangunan perbedaan laju pertumbuhan ekonomi
yang cukup besar antar daerah telah mengakibatkan kemiskinan dalam antar
daerah. Namun dalam jangka panjang ketika faktor-faktor produksi di
daerah semakin dioptimalkan dalam pembangunan maka perbedaan laju
pertumbuhan output antar daerah akan cenderung menurun.
45
2.5 Pengaruh Ketimpangan pendapatan terhadap Kemiskinan
Miller (Arsyad, 2006) berpendapat bahwa walaupun pendapatan sudah
mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan masyarakat disekitarnya, maka orang tersebut masih
berada dalam keadaan miskin. Hal tersebut terjadi karena kemiskinan lebih
banyak ditentukan oleh lingkungan keadaan sekitarnya dari pada lingkungan
orang yang bersangkutan. Kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat sehingga menyebakan ketimpangan distribusi
pendapatan.
Penghapusan kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan
adalah inti dari masalah pembangunan, termasuk di Negara Sedang
Berkembang. Dari pembahasan mengenai masalah ketidakmerataan dan
kemiskinan dapat untuk menganalisis masalah pembangunan seperti
pertumbuhan penduduk, pengangguran, pembangunan pedesaan,
pendidikan, dan sebagainya. Suatu cara sederhana untuk mendekati masalah
distribusi pendapatan dan kemiskinan yaitu dengan menggunakan kerangka
kemungkinan produksi (Arsyad, Lincolin)
Menurut Todaro (2000), pengaruh antara ketimpangan pendapatan
terhadap kemiskinan dipengaruhi karena adanya peningkatan jumlah
penduduk. Pertambahan penduduk biasanya cenderung erdampak negatif
terhadap penduduk miskin, termasuk mereka yang miskin. Sebagian
46
keluarga miskin mempunyai jumlah anggota keluarga lebih banyak
akibatnya kondisi perekonomian mereka berada di garis kemiskinan
semakin memburuk, seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan
dan kesejahtraan. Penyebab kemiskinan adalah ketidaksamaan adanya pola
kepemilikan sember daya yang akan menimbulkan distribusi pendapatan
yang timpang.
Kemiskinan dan ketimpangan pembangunan layaknya seperti salah
satu unsur yang tak dapat dipisahkan. Kemiskinan ada diakibatkan karena
adanya ketimpangan sosial dalam suatu Negara. Yang mana sebagian besar
pendapatan suatu negara hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang dan
yang lainnya hanya mendapatkan porsi kecil atau malah tidak
mendapatkannya. Pengaruh ketimpangan terhadap tingkat kemiskinan
memiliki pengaruh yang negatif, yaitu dimana ketika tingkat kemiskinan
meningkat maka akan meningkatnya pula disparitas ekonmi yang akan
terjadi.
Ketimpangan sosial adalah masalah serius terutama di daerah
berkembang, karena ketimpangan pembangunan merupakan cikal bakal
terbentuknya kemiskinan serta berbagai macam masalah sosial yang
penanganannya membutuhkan waktu yang relatif lama. Oleh sebab itu
pembangunan yang merata hendaknya harus segera terealisasikan sehingga
tidak menimbulkan kesenjangan antar daerah.