bab ii tinjauan pustakadigilib.polban.ac.id/files/disk1/93/jbptppolban-gdl... · 2014. 6. 12. ·...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Laba
Perencanaan laba yang baik akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan
dalam mencapai laba optimal. Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba
yang semaksimal mungkin, dengan pengeluaran biaya sekecil mungkin. Untuk
mencapai laba yang direncanakan, perusahaan perlu merencanakan berapa tingkat
laba yang akan dicapai oleh penjualan produknya. Hal ini perlu dilakukan agar
perusahaan bias mengambil keputusan mengenai perencanaan laba.
Perencanaan laba merupakan bagian dari salah satu fungsi manajemen.
Perencanaan laba ditujukan kepada sasaran akhir perusahaan dan bermanfaat
sebagai pedoman untuk mempertahankan arah kegiatan yang pasti. Menurut
Gordon (1996:3) mengemukakan bahwa perencanaan laba merupakan suatu
proses mengembangkan tujuan perusahaan dan memilih kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan di masa mendatang untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu
teknik perencanaan laba yang dipakai untuk merencanakan kegiatan perusahaan
mencapai laba optimal dan mengahadapi perubahan yang mungkin terjadi atas
harga jual satuan, jumlah total biaya tetap, biaya variabel satuan dan perubahan
volume adalah Break Even Point (BEP).
13
2.1.1 Pengertian Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) adalah titik dimana keadaan perusahaan tidak
mendapatkan laba dan tidak menderita kerugian atau titik dimana penghasilan
perusahaan hanya dapat menutupi biaya tetap. Analisis Break Even Point adalah
teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya, laba dan volume
penjualan “Cost – Profit – Volume analysis” (C.P.V Analysis). Menurut Hansen
dan Mowen (2005:274) menyatakan bahwa Break even point adalah titik dimana
total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol.
Definisi yang dikemukakan oleh Carter (2009:572) mengatakan bahwa
Break Even Point adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama, pada
titik ini tidak ada rugi maupun laba. Kemudian menurut Rudianto (2009:572)
menjelaskan bahwa Break even point adalah volume penjualan yang harus dicapai
perusahaan agar perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak
memperoleh laba sama sekali.
Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Break Even
Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan juga
tidak menderita rugi. Dengan mengetahui titik impasnya (Break Even Point),
manajemen suatu perusahaan dapat merencanakan tingkat penjualan yang
diinginkan agar terhindar dari kerugian dan perusahaan dapat memperoleh laba
optimal.
14
2.1.2 Asumsi-asumsi dalam Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point membutuhkan asumsi tertentu sebagai
dasarnya. Ada beberapa asumsi dalam analisis Break Even Point menurut
Horngrrn, Datar dan Foster (2008:70), asumsi-asumsi penting tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Perubahan tingkat pendapatan dan biaya disebabkan oleh perubahan
jumlah unit produk (atau jasa) yang diproduksi dan dijual. Jumlah unit
output merupakan satu-satunya pemicu pendapatan sekaligus pemicu
biaya. Jika pemicu biaya merupakan faktor yang menimbulkan biaya,
pemicu pendapatan (revenue driver) adalah sebuah variabel, seperti
volume, yang menjadi penyebab timbulnya pendapatan.
2. Biaya total dapat dipisahkan kedalam komponen tetap yang tidak berubah
mengikuti perubahan tingkat output dan komponen variabel yang berubah
mengikuti tingkat output. Biaya variabel mencakup biaya variabel
langsung dan biaya variabel tidak langsung produk. Demikian juga, biaya
tetap mencakup biaya tetap langsung dan biaya tetap tidak langsung.
3. Ketika disajikan secara grafik, perilaku pendapatan total dan biaya total
bersifat linear (yaitu dapat digambarkan sebagai garis lurus) ketika
dihubungkan dengan tingkat output dalam rentang (dan periode waktu)
yang relevan.
4. Harga jual, biaya variabel per unit, serta biaya biaya tetap total (dalam
rentang dan periode waktu yang relevan) telah diketahui dan konstan.
15
5. Analisis mencakup satu produk atau mengasumsikan bahwa proporsi
produk yang berbeda ketika perusahaan menjual beragam produk adalah
tetap konstan ketika tingkat unit yang terjual total berubah.
6. Seluruh pendapatan dan biaya dapat ditambahkan, dikurangkan, dan
dibandingkan tanpa menghitungkan nilai waktu dari uang.
2.1.3 Manfaat Break Even Point (BEP)
Menurut Matz Usry (1997:330), terdapat banyak kegunaan dari analisis Break
Even Point yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen, diantaranya :
1. Membantu pengendalian anggaran (budgetary control). Membantu
menunjukan perubahan apa, bila ada, yang diperlukan untuk menjadikan
biaya sepadan dengan pendapatan.
2. Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan. Berlaku sebagai sinyal
peringatan untuk menggugah manajemen terhadap kesulitan potensial
dalam program penjualan. Jika penjualan secara relatif tidak cukup tinggi
dibandingkan dengan biayanya seperti semestinya, kenyataan ini akan
diperlihatkan. Dengan demikian mungkin akan tersedia cukup waktu guna
mengevaluasi kembali teknik penjualan, latihan staf penjualan dan alur
produk yang dijual dalam kaitannya dengan langganan.
3. Menganalisis dampak perubahan volume. Memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan khusus seperti: (a) Berapa banyak volume
penjualan saat kini yang dapat dilepas oleh perusahaan sebelum menderita
rugi? (b) Berapa banyak kenaikan laba bila ada kenaikan volume?
16
4. Menganalisis harga jual dan dampak perubahan biaya. Menunjukan
pengaruh yang mungkin terjadi atas laba akibat perubahan dalam harga
jual dalam gabungan dengan perubahan lainnya. Sebagai contoh : (a)
Perubahan apa yang dapat diharapkan dalam laba kalau ada perubahan
harga, dengan asumsi semua faktor lainnya tetap konstan? (b) Jika harga
barang dikurangi, kombinasi perubahan volume dan biaya apa yang paling
praktis dan apa pengaruh bersih (net effect) kombinasi perubahan tersebut
atas laba? (c) Demikian pula, jika harga-harga naik, kombinasi perubahan
apa dan apa pengaruhnya atas laba yang layak untuk diharapkan?
5. Merundingkan upah. Membantu manajemen dengan (a) menunjukan
dengan cepat kemungkinan pengaruh perubahan usulan gaji terhadap laba
(dianggap tidak berubah dalam efisiensi pegawai) dan (b) memberikan
bantuan dalam menentukan kemungkinan penghematan dan efesiensi yang
dapat melindungi posisi laba perusahaan.
6. Menganalisis bauran produk. Memungkinkan dilakukannya pengujian
kristis atas bauran produk. Analisis Break Even Point untuk setiap jalur
produk merupakan bantuan yang berharga dalam menentukan produk
mana yang harus ditingkatkan dan produk mana yang mungkin harus
dihapus.
7. Menilai keputusan-keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan.
Memberikan sarana guna menilai lebih dahulu pengeluaran modal yang
diusulkan yang dapat mengubah struktur biaya dari perusahaan.
17
8. Menganalisis margin pengaman. Berlaku sebagai pedoman untuk margin
pengaman dan bagaimana perubahan-perubahan bisa mempengaruhinya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penetapan analisis break even
point dapat digunakan sebagai :
1. Dasar perencanaan laba
2. Mengendalikan biaya operasional
3. Dasar pertimbangan penentuan harga jual
4. Dasar pengambilan keputusan manajemen
5. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca
dan dimengerti
2.1.4 Tujuan Analisis Break Even Point
Analisis Break Even Point banyak memberikan manfaat untuk perusahaan.
Secara umum analisis break even point digunakan sebagai alat untuk mengambil
keputusan dalam perencanaan laba, penjualan dan produksi. Menurut Kasmir
(2008:334) menyatakan bahwa kegunaan analisis break even point memiliki
beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Mendesain spesifikasi produk
2. Menentukan harga jual persatuan
3. Menentukan jumlah produksi atau penjualan minimal agar tidak
mengalami kerugian
4. Memaksimalkan jumlah produksi
5. Merencanakan laba yang diinginkan.
18
Analisis break even point memberikan perbandingan antara biaya dengan
harga untuk berbagai design produk sebelum spesifikasi produk diterapkan. Hal
ini disebabkan biaya sangat besar pengaruhnya terhadap harga. Dengan analisis
break even point, kita dapat menguji terlebih dahulu kelayakan suatu produk.
Penentuan harga jual per satuan sangat penting agar harga jual dapat
diterima pelanggan. Jika penentuan harga jual yang tidak realistis, perusahaan
tidak akan mampu menutupi semua atau sebagian biaya yang dikeluarkan.
Demikian pula jika melebihi harga jual dari pesaing dan tidak diimbangi dengan
kualitas dan pelayanan, perusahaan juga tidak akan mampu memaksimalkan
penjualan.
Dengan menentukan jumlah produksi atau penjualan minimal agar tidak
mengalami kerugian, perusahaan mampu menentukan batas jumlah produksi
dalam kondisi tidak rugi atau tidak laba dari kapasitas produksi yang dimilikinya.
Dengan memaksimalkan jumlah produksi dengan analisis break even
point, membantu manajemen agar jangan sampai ada kapasitas produksi
menganggur dan perusahaan juga mampu menjaga agar kegiatan produksi tetap
efisien.
Dengan merencanakan laba yang diinginkan, besarnya laba dapat diukur
dari batas minimal produk atau dari total rupiah yang diproduksi. Kemudian
mampu merencanakan atau menentukan jumlah keuntungan setiap unit produksi
yang dijual.
19
2.2 Pengertian Biaya
Sebelum melakukan perhitungan break even point, harus dipahami dahulu
pengertian dan penggolongan biaya menurut perilaku biaya. Menurut Mulyadi
(2008:31) menjelaskan bahwa dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin
terjadi untuk tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Supriyono (2000:16) menjelaskan bahwa biaya adalah
harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh
penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Dari
kedua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber
ekonomi yang digunakan dalam rangka untuk memperoleh penghasilan.
2.2.1 Penggolongan Biaya Menurut Perilaku Biaya
Sangatlah penting untuk memprediksi bagaimana perubahan aktivitas
mempengaruhi biaya. Perilaku biaya berarti bagaimana biaya akan bereaksi atau
merespons perubahan aktivitas produksi. Bila aktivitas produksi meningkat atau
menurun, biaya tertentu mungkin akan ikut naik atau turun atau mungkin juga
tetap. Untuk tujuan perencanaan, manajemen harus dapat mengantisipasi apakah
yang akan terjadi jika biaya mengalami perubahan, manajemen harus tahu sejauh
mana perubahannya. Berdasarkan perilaku biaya, biaya digolongkan menjadi 3
biaya, yaitu biaya variabel, biaya tetap dan biaya semivariabel. Dengan
dipisahkannnya semua elemen biaya produksi ke dalam biaya variabel dan biaya
tetap serta perhitungan batas kontribusi, manajemen akan dapat menyusun
20
perencanaan laba melalui persamaan break even atau hubungan biaya-volume-
laba.
2.2.1.1 Biaya Variabel
Biaya Variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sesuai dengan
perubahan volume produksi, apabila volume produksi bertambah maka jumlah
total biaya variabel bertambah dan apabila volume produksi berkurang maka
jumlah total biaya variabel berkurang.
Sedangkan menurut Mulyadi (2005:15) menyatakan bahwa biaya variabel
adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume
kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung”.
Selain itu, menurut Jumingan (2006:186) menyatakan bahwa biaya
Variabel (variable cost atau variable expense) adalah jenis-jenis biaya yang besar
kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya volume produksi.
Kemudian menurut Bastian dan Nurlela (2007:28) mengatakan bahwa
biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah sebanding dengan aktivitas
atau volume produksi dalam rentang relevan tetapi perunit bersifat tetap. Bahan
langsung dan tenaga kerja langsung dapat digolongkan sebagai biaya variabel.
Menurut Carter (2009:69) menyatakan bahwa : “Biaya yang totalnya meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak”.
21
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya variabel yaitu
biaya yang naik turunnya bersama-sama dengan volume kegiatan secara
proporsional. Bertambahnya kegiatan akan mengakibatkan perubahan biaya
variabel secara proporsional, sedangkan biaya variabel per unit akan tetap
meskipun volume kegiatan berubah.
Hubungan antara suatu volume kegiatan dengan biaya variabel terkait
biasanya dianggap linear, yaitu total biaya variabel diasumsikan meningkat dalam
jumlah yang konstan untuk setiap satu unit peningkatan dalam kegiatan. Dalam
gambar 2.1, tarif biaya variabel yang konstan biasanya merupakan pendekatan
yang memadai terhadap hubungan antara biaya variabel dengan kegiatan terkait
dalam rentang yang relevan.
Biaya
Volume Kegiatan
Rentang
Relevan
Gambar 2.1
Grafik Biaya Variabel (Sumber: Carter, 2009:70)
2.2.1.2 Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak berubah walaupun
volume produksi atau penjualan meningkat atau menurun. Contoh biaya tetap
adalah seperti gaji, penyusutan aktiva tetap, bunga, sewa dan biaya tetap lainnya.
22
Menurut Hansen dan Mowen (2000:85) menyatakan bahwa biaya tetap
adalah biaya yang tetap sama dalam jumlah seiring dengan kenaikan atau
penurunan keluaran kegiatan.
Sedangkan menurut Carter (2009:68) menyatakan bahwa biaya tetap
adalah biaya yang secara total tidak berubah ketika aktivitas bisnis meningkat atau
menurun.
Menurut Carter (2009:69) menjelaskan bahwa biaya tetap dibagi menjadi
2, yaitu :
1. Beban Tetap Diskresioner (discretionary fixed cost) adalah pengeluaran
yang bersifat tetap karena kebijakan manajemen.
2. Biaya Tetap Terikat (commited fixed cost) adalah pengeluaran yang
membutuhkan serangkaian pembayaran selama jangka waktu yang
panjang.
Gambar 2.2 menunjukan perubahan dalam biaya tetap pada tingkat
aktivitas dan rentang relevan yang berbeda.
Gambar 2.2
Grafik Biaya Tetap (Sumber : Carter, 2009:69)
23
2.2.1.3 Biaya Semivariabel
Biaya Semivariabel adalah biaya yang didalamnya mengandung unsur
biaya tetap dan biaya variabel. Untuk menghitung break even point, Biaya
Semivariabel harus dipisahkan menjadi biaya variable atau biaya tetap.
Menurut Carter menyatakan bahwa
“Biaya Semivariabel adalah biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Contohnya adalah biaya listrik, air, gas, bensin, batu bara, beberapa perlengkapan, pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa berkelompok, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan dinas dan representasi.” (Carter, 2009:70)
Gambar 2.3 Grafik Biaya Semivariabel
(Sumber : Carter, 2009)
Terdapat tiga metode yang digunakan dalam memisahkan biaya
semivariabel ke dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel. Ketiga metode
tersebut menurut Carter (2009:68), yaitu metode high and low points,
scattergraph dan least squares.
24
Metode High and Low Points (Metode Tinggi Rendah)
Dengan metode High and Low Points (metode tinggi rendah), elemen
tetap dan elemen variabel dari suatu biaya dihitung menggunakan dua titik. Titik
data (periode) yang dipilih dari data historis merupakan periode dengan aktivitas
tertinggi dan terendah. Periode-periode ini biasanya, meskipun tidak selalu,
memiliki jumlah tertinggi dan terendah untuk biaya yang dianalisis. Jika titik
dengan tingkat aktivitas tertinggi atau terendah tidak berada pada periode yang
sama dengan titik yang memiliki jumlah biaya tertinggi atau terendah, maka
tingkat aktivitas yang seharusnya dipilih karena aktivitas dianggap sebagai
pemicu biaya. Periode tinggi dan periode rendah dipilih karena keduanya
mewakili kondisi dari dua tingkat aktivitas yang paling berjauhan. Untuk mencari
tarif biaya variabel dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
b = Tarif Biaya Variabel
Y = Tarif
X = Volume aktifitas
Dan untuk mencari biaya tetap dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
TC = FC + VC
FC = TC – b(X)
Keterangan :
TC = Total Biaya
25
FC = Biaya Tetap
VC = Biaya Variabel
Metode Scattergraph
Dalam metode ini, biaya yang dianalisis disebut variabel dependen dan
diplot di sepanjang garis vertical atau yang disebut dengan sumbu y, aktivitas
terkait disebut sebagai variabel independen. Variabel independen misalnya biaya
tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung, jam mesin, unit output, atau
persentase kapasitas dan diplot disepanjang garis horizontal yang disebut sumbu
x.
Rumus yang digunakan dalam metode Scattergraph :
1. Rumus untuk menetapkan biaya tetap
Rata – rata Biaya Bulanan – Elemen Tetap = Rata – rata bulanan elemen variabel
dari biaya
2. Rumus untuk menetapkan tarif biaya variabel
Metode Least Squares (Metode Kuadrat Terkecil)
Metode kuadrat terkecil kadang kala disebut analisis regresi, menentukan
secara matematis garis yang paling sesuai, atau garis regresi linier, melalui
sekelompok titik. Garis regresi meminimalkan jumlah kuadrat deviasi setiap titik
aktual yang diplot dari titik diatas atau dibawahnya dalam garis linier. Ketepatan
26
matematis dari metode kuadrat terkecil memberikan tingkat objektivitas yang
tinggi ke dalam analisis tersebut. (Carter, 2009:74)
Menurut Carter (2009:86) menyatakan bahwa :
“Metode yang paling akurat adalah metode kuadrat terkecil (least Squares), tetapi keandalan dari estimasi biaya menggunakan metode kuadrat terkecil bergantung pada korelasi antara aktivitas dengan biaya yang sedang dianalisis. Kesalahan standar dari estimasi dapat dihitung berdasarkan estimasi kuadrat terkecil dan digunakan untuk mengembangkan interval keyakinan untuk pengendalian biaya. Meskipun pembahasan berpusat pada biaya dan aktivitas produksi, konsep dan teknik tersebut tetap dapat diterapkan ke aktivitas pemasaran dan administratif.”
Tarif biaya overhead b, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut :
Biaya tetap dapat dihitung menggunakan rumus untuk garis lurus sebagai
berikut :
Y = a + bx
Keterangan :
Y = Jumlah Biaya
a = Biaya Tetap
b = Tarif biaya variabel
x = volume aktifitas
27
2.3 Alokasi Biaya Bersama
Perusahaan yang menghasilkan produk bersama biasanya ingin
mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama tersebut terhadap
seluruh penghasilan perusahaan, karena dengan demikian perusahaan dapat
mengatahui dari beberapa macam produk bersama tersebut, jenis produk mana
yang menguntungkan. Oleh karena itu, perlu biaya bersama dapat dialokasikan
kepada tiap-tiap produk bersama dengan menggunakan salah satu dari empat
metode di bawah ini:
1. Metode Nilai Jual Relatif
2. Metode Satuan Fisik
3. Metode Rata-rata biaya per satuan
4. Metode Rata-rata terimbang
Untuk mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk di atas
dapat menggunakan salah satu metode, yaitu metode nilai jual relatif. Menurut
Mulyadi (2009:336) menjelaskan bahwa metode ini banyak digunakan untuk
mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama. Dasar pikiran metode ini
adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Menurut Mulyadi (2009:336)
rumus alokasi biaya metode nilai jual relatif adalah sebagai berikut :
Nilai Jual Relatif = Harga Jual per Unit
Pendapatan PenjualanX 100%
Alokasi Biaya Bersama = Nilai Jual Relatif x Biaya Bersama
28
2.4 Perhitungan Break Even Point (BEP)
Untuk dapat menghitung break even point, biaya yang terjadi harus dapat
dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Setelah itu baru dapat
menghitung break even point dengan menggunakan rumus dan dapat dibuat suatu
analisis. Menurut Munawir (2004:186) rumus perhitungan break even point
adalah sebagai berikut :
2.4.1 Perhitungan Break Even Point dengan Pendekatan Persamaan
Matematis
Pendekatan persamaan matematis menggunakan data – data dari laporan
laba rugi yang disusun dengan format kontribusi.
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba
a. Break Even Point (BEP) dalam rupiah
b. Break Even Point (BEP) dalam unit
BEP (Kg) = Total Biaya Tetap
(MKA x PropA)+(MKB x PropB)+(MKC x PropC)
Marjin Kontribusi (Contribution Margin/CM)
Menurut Rayburn dalam bukunya Akuntansi Biaya menyatakan :
“Marjin kontribusi (contribution margin/CM) adalah hasil penjualan dikurangi semua beban variabel untuk produksi, pemasaran dan administrasi. Marjin kontribusi merupakan hasil penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba, yang dapat dinyatakan
29
dalam total, dalam jumlah per unit, atau sebagai persentase. (Rayburn, 1996:3)
Contribution Margin atau Laba Kontribusi per unit memberikan informasi
kemampuan suatu produk dalam memanfaatkan sumber daya yang langka untuk
memberikan kontribusi dalam menutup biaya tetap dan menghasilkan laba
(Kelebihan pendapatan penjualan di atas biaya variabel). (Gordon, 1996:3)
Menurut Munawir (2004:186) rumus Break Even Point dengan
menggunakan metode marjin kontribusi adalah sebagai berikut :
Marjin Kontribusi (CM) = P - VC
Break Even Point dalam unit yang terjual :
Break Even Point dalam rupiah yang terjual :
Atau
Rasio CM = 1 -
Keterangan :
FC = Biaya Tetap Total
VC = Total Biaya Variabel
P = Harga Jual per unit
S = Volume Penjualan
CM = Contribution Margin / Marjin Kontribusi
30
2.4.2 Perhitungan Break Even Point dengan Pendekatan Grafik
Perencanaan laba perusahaan yang dihitung dengan rumus break even agar
lebih mudah dipahami dapat disajikan dalam bentuk grafik break even. Dalam
grafik break even akan tampak perbandingan besarnya penghasilan, biaya dan
laba rugi perusahaan.
Pada gambar 2.4 akan nampak jelas garis biaya tetap, biaya total yang
menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel serta garis penghasilan
penjualan. Besarnya volume penjualan atas produksi dalam unit nampak pada
sumbu horizontal (sumbu x) dan besarnya biaya dan penghasilan akan nampak
pada sumbu vertikal (sumbu y). Pada gambar tersebut titik impas terletak pada
persilangan antara garis penjualan dengan garis biaya tetap. Cara membuat grafik
garis impas dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Garis biaya tetap digambarkan horizontal sejajar dengan sumbu x
2. Garis biaya tetap digambarkan sejajar dengan garis biaya variable
Grafik break even dapat pula digambarkan secara lebih terinci sesuai
dengan urutan penutupan biaya pada tingkatan penjualan yang dicapai, oleh
karena itu biaya dirinci ke dalam biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel
dapat diperinci menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik variabel, biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi
variabel. Sedangkan biaya tetap diperinci menjadi biaya overhead pabrik tetap,
biaya pemasaran tetap, biaya administrasi tetap dan biaya bunga tetap.
31
(Sumber : Rayburn,1996:6) Gambar 2.4 Grafik Break Even Point
Keterangan :
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
FC = Fixed Cost
VC = Variabel Cost
2.5 Tingkat Keamanan atau Margin Of Safety (MOS)
Apabila hasil penjualan pada tingkat break even point dihubungkan
dengan penjualan yang direncanakan atau pada tingkat penjualan tertentu, maka
diperoleh informasi tentang berapa jauh volume penjualan boleh turun, sehingga
perusahaan tidak menderita kerugian. Hubungan atau selisih penjualan yang
direncanakan pada tingkat break even point merupakan tingkat keamanan atau
32
“Margin Of Safety” bagi perusahaan dalam melakukan penurunan penjualan.
(Munawir, 1992)
Semakin tinggi Margin of safety berarti semakin jauh dari kerugian yang
mungkin diderita perusahaan. Margin of safety memberikan informasi pada
manajemen mengenai berapa basarnya perubahan volume penjualan agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
Menurut Rayburn (1996:7) menyatakan bahwa Marjin Pengaman (Margin
Of Safety) adalah kelebihan penjualan aktual atau yang dianggarkan terhadap
volume penjualan impas. Kelebihan ini menjadi penyangga untuk menghindarkan
kerugian seandainya penjualan menurun.
Menurut Munawir (2004:199) besarnya margin of safety dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Marjin Pengaman Penjualan = Total Penjualan – Penjualan Break Even
Atau
Keterangan :
Total Penjualan, yaitu jumlah penjualan yang telah didapat oleh perusahaan dalam
periode tertentu.
33
Penjualan Break Even, yaitu jumlah penjualan yang harus tercapai dimana dalam
kondisi ini perusahaan tidak mengalamai untung maupun rugi.
Penjualan per Budget, yaitu penjualan yang dilakukan perusahaan.
Penjualan per Break Even, yaitu penjualan Break Even Point.
2.6 Degree of Operating Leverage (DOL)
Menurut Hansen dan Mowen (2004:568) menyatakan bahwa Tingkat
Operating Leverage (Degree of Operating Leverage) adalah suatu ukuran
sensitivitas perubahan laba terhadap perubahan dalam volume penjualan.
Sedangkan menurut Krismiaji (2002:220) menyatakan bahwa Operating
Laverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva tetap untuk memperoleh
perubahan persentase laba yang lebih tinggi ketika aktivitas penjualan berubah,
baik perubahannya berupa kenaikan maupun penurunan.
Dapat disimpulkan bahwa Degree of Operating Leverage adalah ukuran
yang menggambarkan dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap laba
bersih pada tingkat penjualan tertentu.
Semakin besar operating leverage semakin besar pula pengaruh perubahan
tingkat penjualan terhadap laba, maka rasio biaya tetap dan biaya variabel
mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat laba dan resiko operasi.
Menurut Krismiaji (2002:220) Degree of Operating Leverage dapat
dihitung dengan rumus :
Dan
34
Persentase perubahan laba = DOL x persentase perubahan penjualan
2.7 Perubahan-perubahan yang mempengaruhi Break Even Point (BEP)
Analisis hubungan volume – biaya – laba dipakai oleh manajemen untuk
menghadapi berbagai kemungkinan perubahan kondisi yang dapat mempengaruhi
perubahan laba perusahaan. Menurut Supriyono (2000:361-368) menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan laba adalah sebagai
berikut :
2.7.1 Perubahan Harga Jual Per Unit
Perubahan harga jual per unit akan berakibat mempengaruhi hubungan
biaya – volume – laba atau rasio volume – laba. Perubahan rasio volume – laba
mempunyai dua akibat yaitu :
1. Titik break even berubah
2. Jumlah laba berubah
Perubahan harga jual per unit dapat berarti bahwa harga jual per unit naik atau
harga jual per unit turun, dengan akibat sebagai berikut :
a. Kenaikan harga jual
1) Rasio volume – laba naik
2) Penutupan biaya tetap lebih cepat
3) Daerah laba, diatas titik break even, lebih besar atau luas
4) Daerah rugi, di bawah titik break even, lebih kecil atau sempit
b. Penurunan harga jual
1) Rasio volume – laba turun
35
2) Penutupan biaya tetap lebih lambat
3) Daerah laba, diatas titik break even, lebih kecil atau sempit
4) Daerah rugi, di bawah titik break even, lebih besar atau luas
Perubahan Harga Jual Per Unit (Naik)
(Sumber : Rayburn, 1996) Gambar 2.5
Grafik Break Even Point Setelah Perubahan Harga Jual Satuan
2.7.2 Perubahan Jumlah Total Biaya Tetap
Perubahan jumlah total biaya tetap, baik kenaikan maupun penurunan,
tidak merubah rasio volume – laba tetapi merubah titik break even. Meskipun
volume – laba tidak berubah dan slope garis laba tidak berubah, tetapi adanya
penurunan total biaya tetap akan berakibat garis laba bergeser ke atas (ke kiri) dan
titik break even juga turun, sebaliknya apabila total biaya tetap naik maka akan
berakibat garis laba bergeser ke bawah (ke kanan) dan titik break even juga naik.
Perubahan total biaya tetap berakibat sebagai berikut :
36
1. Kenaikan jumlah total biaya tetap
a. Garis laba bergeser ke kanan
b. Titik break even lebih tinggi
c. Daerah laba lebih sempit, daerah rugi lebih luas
2. Penurunan jumlah total biaya tetap
a. Garis laba bergeser ke kiri
b. Titik break even lebih rendah
c. Daerah laba lebih luas, daerah rugi lebih sempit
Perubahan Biaya Tetap (Turun)
(Sumber : Rayburn, 1996) Gambar 2.6
Grafik Break Even Point Setelah Perubahan Biaya Tetap
37
2.7.3 Perubahan Biaya Variabel
Perubahan biaya variabel satuan mengalami kenaikan atau penurunan akan
merubah rasio volume – laba. Adanya perubahan rasio volume laba mempunyai
dua akibat, yaitu :
1. Titik break even berubah
2. Jumlah laba berubah
Akibat perubahan biaya variable satuan adalah sebagai berikut :
1. Penurunan biaya variabel satuan, berakibat sama dengan kenaikan harga
jual satuan, yaitu :
a. Rasio volume – laba naik
b. Penutupan biaya tetap lebih cepat
c. Daerah laba, diatas titik break even, lebih luas atau besar
d. Daerah rugi, dibawah titik break even, lebih sempit atau kecil
2. Kenaikan biaya variabel satuan, berakibat sama dengan penurunan harga
jual satuan, yaitu :
a. Rasio volume – laba turun
b. Penutupan biaya tetap lebih lambat
c. Daerah laba, diatas titik break even, lebih sempit atau kecil
d. Daerah rugi, dibawah titik break even, lebih luas atau besar
38
Perubahan Biaya Variabel (Turun)
(Sumber : Rayburn, 1996) Gambar 2.7
Grafik Break Even Point Setelah Perubahan Biaya Variabel
2.7.4 Perubahan Harga Jual Satuan, Volume Penjualan, Biaya Variabel
Satuan dan Biaya Tetap
Dalam menyusun perencanaan perusahaan, mungkin manajemen akan
menghadapi faktor-faktor yang mempengaruhi laba perusahaan secara
menyeluruh. Misalnya :
1. a. Penurunan harga jual satuan
b. Kenaikan volume penjualan
c. Kenaikan biaya variabel satuan
d. Kenaikan jumlah total biaya tetap
2. a. Kenaikan harga jual satuan
b. Penurunan volume penjualan
c. Penurunan biaya variabel satuan
39
d. Penurunan jumlah total biaya tetap
(Sumber : Rayburn, 1996) Gambar 2.8
Grafik Perubahan Harga Jual Satuan, Volume Penjualan, Biaya Variabel Satuan dan Biaya Tetap
2.8 Peranan Perhitungan Break Even Point untuk Perencanaan Laba
Manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengambil keputusan
terbaik dari berbagai alternatif untuk dapat menghasilkan laba yang optimal.
Dalam hal ini peranan perhitungan dan analisis break even point dalam
penentuan laba sangat diperlukan. Dengan analisis break even point
manajemen memperoleh kemudahan dalam menganalisa faktor – faktor yang
berhubungan dengan perencanaan laba seperti volume produksi yang dijual,
harga jual dan biaya serta memberikan informasi mengenai berbagai tingkat
volume penjualan serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba
menurut tingkat penjualan. Perusahaan dapat mengetahui jumlah volume
penjualan dan pendapatan penjualan yang harus dilakukan agar mendapatkan
40
laba sesuai yang ditargetkan, sehingga dapat diketahui bahwa analisis break
even point dapat digunakan untuk menentukan tingkat penjualan yang harus
dicapai untuk memperoleh target laba yang diharapkan. Berikut adalah rumus
untuk perhitungan laba yang ditargetkan menurut Supriyono (2000:335) :
dan
Keterangan :
BEP (unit) = Break Even Point atas dasar unit
BEP (Rp) = Break Even Point atas dasar rupiah
I = Laba yang direncanakan atau dianggarkan
FC = Biaya Tetap Total
VC = Total Biaya Variabel
P = Harga Jual per unit
S = Volume Penjualan