bab ii teori dasar - digilib.itb.ac.id · bab ii teori dasar 2.1 batuan berpori batuan berpori...
TRANSCRIPT
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Batuan Berpori
Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan
padat (matriks) dan rongga-rongga kosong (pori). Pada batuan, bagian pori inilah
yang terisi oleh fluida yang dapat berupa air, gas, atau senyawa hidrokarbon. Kedua
bagian inilah yang menjadi bagian utama dari batuan dan membentuk struktur
jaringan tiga dimensi dari batuan yang kemudian saling mengisi satu sama lain.
Batuan karbonat merupakan batuan yang memiliki struktur rekahan (fracture) dan
struktur pori. Batuan karbonat memiliki struktur pori yang kompleks. Hal ini
dikarenakan batuan karbonat mengalami proses sedimentasi dan diagenesis yang
berbeda, sehingga distribusi pori berbeda dibandingkan dengan batuan lainnya.
Gambar 2.1 Contoh batuan karbonat berstruktur pori sampel ME1-1 [1].
6
Gambar 2.1 memperlihatkan penampang melintang 2 dimensi dari struktur mikro
batuan karbonat yang berasal dari kota Belvedere yang terletak di selatan Perancis
[1]. Bagian biru pada gambar merupakan pori (void), sedangkan bagian padatan
(matriks) adalah bagian yang dicirikan oleh warna yang lain. Di bawah akan
diperlihatkan beberapa tabel nilai-nilai besaran fisis seperti porositas dan
permeabilitas yang diperoleh dari referensi.
Sampel Klasifikasi Batuan (Dunham, 1962)
Porositas (%)
Permeabilitas (mD)
SEF-1 Grainstone 13.4 0.5 SEF-2 Grainstone 16.7 1.1 SEF-3 Grainstone 21.7 25.2 ME1-1 Peloidal grainstone 32.5 400 ME1-2 Peloidal grainstone 29.3 56 ME1-3 Peloidal grainstone 27.4 260 ME1-4 Peloidal grainstone 30.8 73 ME1-5 Peloidal grainstone 31.4 103 ME1-6 Intraclastic-peloidal grainstone 29.8 1010
Tabel 2.1 Porositas dan permeabilitas dari berbagai
jenis Grainstone [1].
Tabel 2.1 merupakan nilai–nilai besaran fisis pada berbagai klasifikasi batuan
grainstone yang didapat dari penelitian Jurgawczynski pada tahun 2007.
7
2.2 Besaran Fisis Batuan Berpori
2.2.1 Permeabilitas
Bagian pori pada batuan merupakan bagian yang terisi oleh fluida pada batuan
misalnya air, gas atau senyawa hidrokarbon. Apabila ada ruang dan berpotensi untuk
mengalirkan fluida, maka fluida akan mengalir melewati ruang pori tersebut.
Permeabilitas dalam batuan adalah merupakan kemampuan ruang pori untuk bisa
melewatkan aliran fluida di dalamnya. Dari sudut pandang fisika, permeabilitas
memiliki hubungan dengan flux dan perubahan tekanan fluida. Persamaan yang
sesuai untuk laju alir volume dari fluida ini adalah persamaan Darcy (1856).
Persamaan tersebut dapat dinyatakan [1][8] :
dxdPkAQ
μ−= (2.1),
dimana Q adalah laju alir volume fluida, A adalah luas dari core, µ adalah visikositas
dinamika fluida, dP/dx adalah perubahan tekanan dan k adalah permeabilitas. Satuan
dari permeabilitas adalah m2. Dalam industri perminyakan 1 Darcy = 0.987x10-12 m2.
Model sederhana dari pori adalah pori yang berbentuk lingkaran. Aliran fluida yang
mengalir dalam pipa dapat dijelaskan dengan menggunakan persamaan Hagen-
Poiseuille (1840). Persamaan Hagen-Poiseuille dinyatakan sebagai [1][7] :
LaPQ
μπ
8
4Δ= (2.2),
8
di mana Q adalah laju alir volume fluida, a adalah radius pipa kapiler, µ adalah
viskositas dinamik, L panjang pipa kapiler dan ΔP adalah perubahan tekanan.
Gambar 2.2 Model sederhana dari persamaan Hagen-Poiseuille dan Kozeny-Carman [14].
Persamaan Hagen-Poiseuille pada pipa dapat digunakan untuk menentukan
permeabilitas pada batuan. Dengan mengasumsikan pipa melewati persegi dari
batuan dengan panjang L. Apabila batuan memiliki beberapa pori, maka n pipa
sepanjang L dengan radius a melewati permukaan batuan, sehingga porositas dapat
dirumuskan sebagai [1][8]:
2
2
Lna πφ = (2.3),
dengan mensubstitusi persamaan (2.2) dan persamaan (2.3) didapat modifikasi
persamaan kecepatan alir total [1]:
9
LPaLQ
μ8
22 ΔΦ= (2.4),
dengan membandingkan persamaan (2.1) dan persamaan (2.4) didapat persamaan
permeabilitas untuk satu dimensi [1]:
8
2ak φ= (2.5),
untuk persamaan dalam tiga dimensi persamaan (2.5) dapat dinyatakan dengan
persamaan [1]:
9624
22 dak φφ== (2.6)
Persamaan Kozeny-Carman mengeneralisasi model pipa dengan mengasumsikan
adanya resistansi pada aliran fluida pada sepanjang dinding pori dan permeabilitas
menunjukkan korelasi yang melemahkan dengan jumlah luas permukaan per volume.
Luas permukaan spesifik adalah perbandingan dari luas pori dibandingkan dengan
seluruh bagian volume batuan, luas permukaan spesifik (specific surface area) dapat
didefinisikan dalam persamaan [1][7]:
bulk
pore
VA
S = (2.7),
dimana untuk model pipa bulat dapat dinyatakan dalam persamaan [1] :
3
2L
aLnS π= (2.8)
Persamaan porositas dalam tiga dimensi dapat dinyatakan dalam persamaan [1][7] :
10
3
2
LLan
VV
bulk
pore πφ == (2.9),
kemudian dengan mensubstitusi persamaan (2.9) ke dalam persamaan (2.8) luas
permukaan spesifik dapat dinyatakan dalam persamaan [1][2][3][4] :
aS φ2= (2.10),
bila a dapat dinyatakan sebagai radius hidraulik maka diameter hidraulik dapat
dinyatakan dalam persamaan [2][3][4] :
SDH
φ4= (2.11)
Dengan menggunakan persamaan (2.10) kedalam persamaan (2.6) permeabilitas
dapat dinyatakan dalam bentuk φ dan s [1][2] :
2
3
2
3
26 SSk
τφφ
== (2.12)
Nilai turtuositas (τ ) untuk pipa lurus adalah 3 sedangakan untuk flat crack adalah 2
[2].
2.2.2 Perhitungan permeabilitas dengan radius hidraulik
Pori-pori dapat terisi kosong (void) atau tersisi oleh fluida. Jika terisi oleh fluida
maka pori-pori akan membentuk jaringan saluran hidraulik dimana fluida akan dapat
mengalir. Radius hidraulik adalah radius saluran hidraulik tempat fluida mengalir.
11
Untuk memperoleh permeabilitas yang tidak berbentuk pipa dapat digunakan dengan
menggunakan perhitungan radius hidraulik. Dari persamaan (2.6) didapat persamaan
[1][10] :
Π==⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
APerimeter
Areaa
aa 222
22
ππ (2.13),
dengan menghubungkan persamaan (2.2) dan persamaan (2.13) didapat modifikasi
laju alir fluida [1] :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛Π
Δ=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛Π
Δ=
Δ=
Δ= 2
32224
22
8)(
88A
LPAA
LPaa
LPa
LPQ
μμπ
μπ
μ (2.14)
Sehingga radius hidraulik dapat dinyatakan :
PerimeterArearH 2≡ (2.15)
Dengan menggunakan rH, permeabilitas dapat dinyatakan dengan persamaan [1][2] :
crk H
2φ= (2.16)
2.2.3 Analisis citra dengan Two Point Correlation Function (TPCF)
Berryman dan Blair (1986,1987) menggunakan analisis citra untuk menghitung
parameter-parameter yang ada pada persamaan Kozeny-Carman. Dengan
menggunakan TPCF mereka menunjukkan bahwa parameter-parameter dari
persamaan Kozeny-Carman seperti porositas, luas permukaan spesifik, radius
hidraulik dan permeabilitas dapat ditentukan dengan menggunakan TPCF.
12
TPCF menggambarkan probabilitas (kemungkinan) dimana dua titik misalkan A,A
terpisah oleh jarak r baik pada pori atau pun pada padatan. Penggunaan TPCF hanya
dapat digunakan pada citra yang dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni pori dan
padatan. Karena yang dibutuhkan hanya pori dan padatan dari citra, maka citra yang
dapat digunakan untuk pengolahan dengan menggunakan TPCF hanya dapat
dilakukan pada citra biner.
Citra biner yang diperoleh dari pengolahan citra diidentifikasikan menjadi 2 bagian
media, yaitu pori dan padatan. Kemudian dapat diidentifikasikan fungsi f(x)=1 untuk
pori dan f(x)=0. Porositas (φ) dapat dihitung, bila kita menjumlahkan seluruh fungsi
dari f didalam area batuan berpori. Penjumlahan ini dinamakan one point correlation
function [1][2] :
φ== )()(1 xfrS (2.17)
TPCF (S2) didefinisikan sebagai probabilitas dari jarak dua titik yang dipisahkan oleh
jarak r yang dapat dirumuskan sebagai [1][2] :
2 ( ) ( ) ( )S r f x f x r= + (2.18)
Besaran fisis lain yang dapat dihitung dengan menggunakan TPCF adalah luas
permukaan spesifik, yang didefinisikan sebagai rasio dari keseluruhan area
permukaan dengan total volume pada media berpori. Nilai luas permukaan spesifik
dapat diperoleh dengan menggunakan slope pada nilai awal dari TPCF [1][3] :
2 '(0)4sS = − (2.19)
13
Dari persamaan-persamaan diatas dapat ditentukan grafik TPCF, contoh dari grafik
TPCF [3] :
Gambar 2.3 Grafik TPCF [3].
Dari gambar 2.3 dapat dilihat porositas (φ) ditentukan dari titik pertama TPCF, nilai
luas area spesifik (s) dapat ditentukan dari slope nilai awal TPCF, radius hidralik dan
permeabilitas dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (2.11) dan (2.12).
Hasil dari percobaan dengan menggunakan TPCF [3] :
Sampel Porositas Permeabilitas(D) S (µm-1) Berea 0.35 9.7 0.0241 Berea 0.43 10.7 0.0281 Berea 0.17 0.312 0.0281 Berea 0.18 0.197 0.0354 Berea 0.23 0.021 0.11 Berea 0.39 0.016 0.1231
Tabel 2.2 Hasil percobaan Berryman dengan menggunakan TPCF [3]
14
2.3 Struktur Gambar Digital
Untuk memperoleh Gambar digital direpresentasikan sebagai nilai array dua-
dimensional dan setiap nilai array disebut pixel atau resolusi. Contoh gambar dan
representasi digitalnya bisa dilihat pada gambar 2.5 [15]
Gambar 2.4 Gambar digital (kiri) dan representasi gambar digital (kanan)[15].
Pada gambar di atas, secara digital terbaca sebagai array 200x200 atau data yang
terdiri dari dimensi 200 baris dan 200 kolom. Setiap pixel memiliki nilai antara 0
sampai 255.
Ketika gambar digital diambil dari sebuah kamera digital, nilai setiap pixel memiliki
makna nilai tingkat energi gelombang mikro yang dipantulkan oleh objek. Pada
contoh gambar di atas digunakan skala grayscale, dengan pembagian skala dari 0
sampai 255. Pixel dengan nilai nol berarti berwarna hitam dan jika pixel bernilai 255
berarti berwarna putih, sedangkan nilai di antara 0 sampai 255 akan bergerak dari
hitam-abu-putih. Perubahan, warna dari hitam menjadi putih dibagi-bagi menjadi 256
15
skala. Dengan demikian representasi warna pada gambar digital cukup diwakili oleh
nilai pixel. Contoh nilai pixel dari sebuah gambar digital terlihat pada gambar 2.6
Gambar 2.5 Nilai pixel sebagai representasi gambar digital[15].
Pada gambar di atas diambil data array dari baris 50 sampai baris 65 dan kolom 150
sampai 165. Seperti yang terlihat, nilai pixel berkisar antara 0 sampai 255 dan bisa
disesuaikan makna warnanya dengan gambar yang diperbesar seperti terlihat pada
gambar 2.3 .
Dalam penentuan pori dibutuhkan pencitraan image biner untuk membedakan antara
pori dan bagian padatan. Media berpori bisa digambarkan secara digital baik dalam
data array dua dimensi maupun data array tiga dimensi.
16
Gambar 2.6 Contoh gambar digital dengan nilai pixel 0 dan 1 yang diinterpretasikan sebagai warna hitam untuk 0 dan putih untuk 1[10].
Bagian matriks batuan dan bagian pori digambarkan dengan perbedaan warna yang
mencolok. Misalnya pori batuan diberi warna putih, maka bagian matriks batuan
diberi warna hitam. Pada batuan padatan direprentasikan dalam pixel 0 dan pori
direpresentasikan dalam pixel 1.
2.4 Besaran Fisis Sebagai Fungsi Ukuran
Formasi batuan berpori alami memiliki sifat heterogen pada skala panjang tertentu.
Skala (ukuran) merupakan konsep yang sangat penting yang selalu muncul dalam
permasalahan ilmu kebumian [8]. Ketika memodelkan aliran fluida dalam formasi
berpori, secara umum tidaklah mungkin untuk mendapatkan data-data di seluruh
skala panjang, yaitu dari skala centimeter (sampel inti/core karbonat) sampai skala
kilometer (reservoir karbonat) [18]. Oleh karena itu telah banyak dikonstruksi
model-model untuk dapat menggambarkan fenomena skala besar dari informasi
fenomena skala kecil atau pun sebaliknya.
17
Misalnya pada kasus batuan berpori, porositas memiliki sebaran nilai yang signifikan
pada level mikroskopik. Namun ketika volume diperbesar, akan ada suatu volume
dimana sebaran nilai besaran fisis ruang pori tidak akan berubah. Volume tersebut
adalah REV [14]. Pada skala ini suatu material dapat dianggap sebagai medium yang
homogen. Secara umum REV dapat didefinisikan sebagai volume dari suatu ukuran
yang sedemikian rupa hingga tidak ada lagi variasi statistik yang berarti dalam suatu
nilai sifat tertentu dengan ukuran elemen tersebut.
Teknik ini didasarkan pada ide mengganti sifat skala mikro dari suatu media berpori
(yaitu: skala bulir) pada suatu rangkaian kesatuan yang ekivalen pada skala yang
lebih besar dengan sifat baru (koefisien).
Gambar 2.7 Besaran fisis terhadap perubahan skala [16].
Gambar 2.7 menjelaskan bagaimana pengukuran suatu besaran fisis P(x0) yang
dilakukan berubah terhadap ukuran. Pengukuran dilakukan pada ukuran U 1, U 2, U3
dan seterusnya. Hasil dari pengukuran besaran fisis dipaparkan pada gambar berikut :
18
Gambar 2.8 Contoh grafik perubahan besaran fisis terhadap perubahan skala [16].
Terlihat pada gambar 2.8 skala mikroskopik besaran fisis mengalami fluktuasi
(sebaran nilai) yang berbeda-beda. Sebaran nilai besaran fisis menjadi seragam
seiring dengan bertambahnya ukuran. Penelitian awal mengenai perubahan besaran
fisis sebelumnya telah dilakukan oleh Fauzi (2007). Dimana Fauzi melakukan
penelitian terhadap karakterisasi dari mikrostruktur model batuan yang dibentuk dari
program Pigeon Hole.
Gambar 2.9 porositas sebagai fungsi ukuran [6].
19
Pada gambar 2.9 terlihat fluktuasi dan sebaran nilai yang berbeda-beda pada ukuran
yang kecil namun seiring dengan bertambahnya ukuran, fluktuasi besaran fisis
mengecil dan mencapai suatu titik besaran fisis rata-rata dari sampel.