pembuatan keramik berpori

30
Laporan Praktikum Dosen Pembimbing Teknik Reaksi Kimia Ahmad Fadli, ST.MT.PhD KERAMIK BERPORI Kelompok : II (Dua) Nama : Rita P. Mendrova (1107035609) Ryan Tito (1107021186) Yakub J. Silaen (1107036648)

Upload: ryan-tito

Post on 26-Dec-2015

487 views

Category:

Documents


90 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Teknik Reaksi Kimia, D3 Teknik Kimia Universitas Riau

TRANSCRIPT

Page 1: Pembuatan Keramik Berpori

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing Teknik Reaksi Kimia Ahmad Fadli, ST.MT.PhD

KERAMIK BERPORI

Kelompok : II (Dua)

Nama : Rita P. Mendrova (1107035609)

Ryan Tito (1107021186)

Yakub J. Silaen (1107036648)

LABORATORIUM KONVERSI ELEKTROKIMIA

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2013

Page 2: Pembuatan Keramik Berpori

Abstrak

Alumina berpori (TCP) dibuat dengan metode starch-consolidation dengan menggunakan wheat sebagai agen pembentuk pori. Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan terhadap sifat fisik, kimia dan mekanik Alumina berpori. Wheat particles dicampur dengan suspensi Alumina kemudian diaduk selama 30 menit variasi kecepatan pengaduk sebesar 100 rpn dan 150 rpm. Slurry dikeringkan dalam oven pada 100˚C selama 24 jam. Green bodies yang dihasilkan menunjukkan terjadinya penyusutan volume. Penyusutan volum untuk slurry yang diaduk dengan kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan penyusutan volum untuk slurry yang diaduk dengan kecepatan 100 rpm. Untuk salah satu sampel keramik demoulding, tinggi keramik pada kecepatan pengadukan 100 rpm yaitu 9 mm, sedangkan tinggi keramik pada kecepatan pengadukan 150 rpm hanya 5 mm. Penentuan persentase penyusutan, densitas serta porositas keramik percobaan tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan karena suhu sintering yang harus digunakan >11000C, sedangkan furnace yang tersedia untuk sintering memiliki suhu maksimal 1100oC.

Kata Kunci : Alumina; porositas; wheat particles; sintering.

Page 3: Pembuatan Keramik Berpori

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan pembuatan keramik berpori antara lain:

1. Mempelajari pengaruh waktu pengadukan, kecepatan pengadukan, laju

pemanasan dan temperatur sintering terhadap sifat fisika keramik

berpori.

2. Menentukan persentase penyusutan volum (shrinkage) keramik berpori.

3. Menentukan densitas dan porositas keramik berpori.

1.2. Dasar Teori

1.2.1 Keramik

Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani, keramikos yang artinya

suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan

ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan

teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti

gerabah, genteng, porselin dan sebagainya. Tetapi sekarang ini tidak semua

keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup

semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat.

Pada prinsipnya keramik terbagi menjadi keramik tradisional dan keramik

teknik. Keramik tradisional adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan

bahan alam, seperti kuarsa dan kaolin. Contoh keramik ini adalah barang pecah

belah (dinnerware) keperluan rumah tangga (tile and bricks) serta untuk industri

(refractory). Keramik teknik adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan

oksida-oksida logam, seperti Al2O3, ZrO2 dan MgO. Penggunaannya terdapat pada

elemen pemanas, semi konduktor dan elemen turbin.

Dewasa ini, beberapa keramik teknik telah diaplikasikan dalam bidang

medis (biomedical). Tri kalsium fosfat dan hidroksiapatit berpori merupakan

keramik yang digunakan dalam implantasi tulang. Hal ini dikarenakan keramik

Page 4: Pembuatan Keramik Berpori

tersebut memiliki similaritas kimia dengan jaringan tulang. Tulang merupakan

jaringan hidup yang tersusun mineral, matriks, sel, substansi lemak, polimer alam

(polisakarida, kolagen dan polifosfat) dan substansi lain. Jaringan tulang terdiri

dari 69% fase mineral, 9% air dan 22% matriks organik (90-96% kolagen).

Komponen utama dalam fase mineral tulang adalah kalsium fosfat yang terdiri

dari HA, dikalsium fosfat (Ca2P2O7), dibasic kalsium fosfat (DCP, CaHPO4) dan

trikalsium fosfat (TCP, Ca3(PO4)2) [Park, 1984]. Bagian-bagian tulang dapat

dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Bagian-bagian tulang [Vallet-Regi & Gonzalez-Calbet, 2004]

1.2.2 Fabrikasi Keramik Berpori

Pori keramik dapat dibentuk dengan beberapa metode. Perbedaan metode

dalam fabrikasi keramik berpori akan mempengaruhi derajat porositas, kuat tekan

dan ukuran pori yang dihasilkan. Ukuran pori keramik dapat diklasifikasikan

menjadi mikro, meso dan makro pori. IUPAC merekomendasikan mikro pori

mempunyai ukuran pori <2 nm, meso pori 2-50 nm dan makro pori berukuran >50

nm [Sing et al., 1985]. Keramik berpori dapat difabrikasi melalui ceramic

Page 5: Pembuatan Keramik Berpori

foaming technique, solvent casting, microwave vacuum sintering, polymeric

sponge method dan starch consolidation.

1. Ceramic Foaming Technique

Teknik foaming ini dilakukan dengan penambahan zat foamer. Foaming

agent yang umumnya digunakan adalah hidrogen peroksida, garam karbonat dan

baking powder. Zat-zat tersebut dicampurkan ke dalam TCP kemudian dikalsinasi

[Woyansky et al., 1992]. Ukuran pori TCP yang dihasilkan bervariasi dari 30-600

mikron [Aoki et al., 2004]. Kelemahan metode ini terletak pada interkoneksi antar

pori yang lemah dan ukuran pori yang tidak seragam. Tamai et al. [2002]

mengembangkan teknik ceramic foaming dengan adanya ikatan silang

polimerisasi yang disebut gel-casting. Gel-casting telah diterapkan oleh He et al.

[2009] dalam fabrikasi alumina berpori menggunakan protein. Protein yang

dipakai adalah protein putih telur (EWP) dan protein whey yang terisolasi (WPI).

Alumina yang dihasilkan mempunyai derajat porositas 86,5-87% dengan kuat

tekan 6,36-7,87 MPa. Hasil SEM alumina berpori yang diperoleh dapat dilihat

pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Hasil SEM alumina berpori [He et al, 2009]

Page 6: Pembuatan Keramik Berpori

2. Salt-Solvent Casting

Metode ini menggunakan garam seperti natrium klorida dan pelarut polimer

sebagai pembentuk pori. Campuran zat-zat tersebut ditambahkan ke dalam TCP

dan dicetak (pressing), kemudian dilarutkan dalam air hingga kristal garam

terlepas. Skema salt-solvent casting dapat dilihat pada Gambar 1.3. Metode ini

menghasilkan kalsium fosfat dengan diameter makro pori 100-500 µm,

interkonektivitas antar pori yang baik dan derajat porositas berkisar 87-91%

[Walsh et al., 2008].

Gambar 1.3 Skema salt-solvent casting [Abdurrahim & Sopyan, 2008]

3. Polymeric Sponge Method

Penggunaan polimer berpori dapat menghasilkan TCP berpori dengan

interkonektivitas antar pori yang baik. Impregnasi polimer dan proses sintering

pada TCP akan menghasilkan TCP berpori dengan porositas + 45%. Polymeric

sponge method ditunjukkan oleh Gambar 1.4. Ramay & Zhang [2003] telah

mengkombinasikan polymeric sponge method dengan metode gel-casting.

Penggabungan metode ini menghasilkan TCP berpori dengan ukuran pori 200-400

µm, mechanical strength yang meningkat, struktur mikro yang homogen dan

seragam serta interkonektivitas antar pori yang baik.

Page 7: Pembuatan Keramik Berpori

Gambar 1.4 Diagram alir polymeric sponge method [Haugen et al., 2004]

4. Starch Consolidation Method

Starch merupakan zat pati yang terdiri dari jagung, sorgum, kentang, ubi

dan wheat. Umumnya starch berwarna putih, dense dan tidak larut dalam air pada

temperatur ruang. Starch consolidation merupakan metode pembentukan pori

dengan menambahkan pati pada keramik. Campuran tersebut lalu ditambahkan air

hingga membentuk suspensi dan dimasukkan ke furnace untuk sintering

[Lyckfeldt & Ferreira, 1997]. Metode ini menghasilkan porositas 45-70% dengan

kuat tekan 2-15 MPa [Abdurrahim & Sopyan, 2008]. Mekanisme penggabungan

starch dengan material keramik dapat dilihat pada Gambar 1.5.

Page 8: Pembuatan Keramik Berpori

Gambar 1.5 Mekanisme starch consolidation [Mahata et al., 2012]

1.2.3 Drying dan Sintering

Dua proses penting dalam fabrikasi keramik adalah drying dan sintering.

Drying merupakan proses pemisahan air dari campuran. Dalam fabrikasi keramik,

drying dibutuhkan untuk melepaskan air dari slurry. Selama proses berlangsung,

molekul air berdifusi ke permukaan dimana proses evaporasi terjadi. Tahapan

proses pelepasan molekul air dapat dilihat pada Gambar 1.6. Gambar tersebut

menunjukkan bahwa selama proses drying, material akan mengalami penyusutan.

Penyusutan yang terjadi dikarenakan air telah terevaporasi keluar bahan sehingga

ukuran material semakin kecil. Material yang telah melewati proses ini disebut

green bodies.

Gambar 1.6 Pelepasan air selama drying (a) keramik basah, (b) sebagian air telah

hilang dan (c) keramik kering [Kingery, 1960]

Page 9: Pembuatan Keramik Berpori

Sintering merupakan proses pemanasan pada temperatur tinggi untuk

meningkatkan kekuatan mekanik material. Proses ini juga dapat didefinisikan

sebagai proses produksi suatu material dengan mikro struktur dan porositas yang

terkontrol. Sintering dapat diklasifikasikan menjadi sintering fasa padat dan fasa

cair. Sintering fasa padat terjadi jika material berada dalam fasa padat pada

temperatur sintering sedangakan sintering fasa cair terjadi apabila terdapat cairan

selama sintering berlangsung. Selama sintering berlangsung, struktur partikel

material akan tumbuh (coarsening) dan menyatu membentuk kesatuan massa

(densifikasi) [Kang, 2005]. Hal ini merupakan fenomena dasar dari proses

sintering dan dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.7.

Selama coarsening dan densifikasi berlangsung, terjadi pergerakan partikel

material. Pergerakan tersebut terjadi secara kompleks dan dikarenakan adanya

difusi permukaan (Ds), difusi gas (Dg), difusi kisi (Dl), difusi boundary (Db),

perbedaan viskositas (η) dan perbedaan tekanan uap (Δp) partikel. Gambar 1.8

menunjukkan mekanisme pergerakan partikel dalam sintering.

Gambar 1.7 Fenomena dasar yang terjadi selama sintering [Kang, 2005]

Page 10: Pembuatan Keramik Berpori

Gambar 1.8 Mekanisme pergerakan partikel material dalam sintering

[Kang, 2005]

Pergerakan partikel material berkaitan erat dengan laju densifikasi (laju

sintering). Pergerakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pada Gambar

1.9. Laju densifikasi akan meningkat apabila temperatur semakin tinggi, tekanan

semakin besar, ukuran partikel semakin kecil dan waktu sintering yang semakin

lama.

Page 11: Pembuatan Keramik Berpori

Gambar 1.9 Pengaruh variabel sintering terhadap densifikasi (T, temperatur; P,

tekanan dan L, ukuran partikel) [Kang, 2005]

Page 12: Pembuatan Keramik Berpori

BAB II

PERCOBAAN

2.1 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi keramik (powder), akuades, wheat

particles (terigu), mintak sayur dan HNO3.

2.2 Alat yang digunakan

Peralatan utama yang digunakan yaitu furnace, sedangkan peralatan

penunjang yang digunakan antara lain oven, stirrer, kertas indikator pH, gelas

kimia, gelas ukur, pipet tetes, stainless steel mould, dan mistar.

2.3 Prosedur Percobaan

1. Keramik bubuk (Alumina) ditimbang sebanyak 24 gram kemudian

dimasukkan ke dalam gelas kimia. Sebanyak 30 ml akuades dan 12 gram

wheat particles (terigu) kemudian ditambahkan kedalam gelas kimia dan

diaduk hingga merata.

2. Kedalam campuran ditambahkan HNO3 hingga didapat pH sebesar 3,5.

Campuran diaduk dengan menggunakan stirrer. Kecepatan pengaduk

divariasikan yaitu sebesar 100 rpm dan 150 rpm, sedangkan waktu

pengadukan selama 30 menit.

3. Mould dilapisi dengan minyak dan campuran yang telah diaduk dituangkan

secara perlahan-lahan kedalam mould.

4. Mould dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 100oC selama

24 jam. Padatan kemudian dilepaskan dari mould.

5. Diameter dan tinggi padatan diukur dengan menggunakan mistar sebelum

dimasukkan ke dalam furnace. Setelah sintering, diameter dan tinggi

padatan diukur kembali.

Page 13: Pembuatan Keramik Berpori

Gambar 2.1 Skema fabrikasi alumina berpori menggunakan metode starch

consolidation.

2.4 Perhitungan dan Analisa

2.4.1 Persentase Penyusutan (shrinkage)

Tinggi dan diameter sampel diukur menggunakan mistar sebelum dan

sesudah sintering. Sampel diukur 5 kali untuk setiap variabel proses kemudian

hasil rataannya digunakan dalam kalkulasi shrinkage seperti pada Persamaan 2.1

(2.1)

Dimana Vbs dan Vas merupakan volum sampel sebelum dan sesudah sintering.

Alumina Bubuk

Page 14: Pembuatan Keramik Berpori

2.4.2 Densitas dan Porositas

Densitas dan porositas merupakan karakteristik yang menggambarkan

distribusi pori pada sampel. Densitas diperoleh dengan menimbang dan

menghitung volum sampel. Formula untuk menghitung densitas dapat dilihat pada

Persamaan 2.2. Setelah memperoleh data densitas, maka porositas dapat dihitung

menggunakan Persamaan 2.3 hingga 2.4.

(2.2)

(2.3)

Dimana ρt adalah densitas teoritis.

(2.4)

2.5

Page 15: Pembuatan Keramik Berpori

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan

Hasil percobaan keramik berpori menggunakan metode starch consolidation

dengan memvariasikan kecepatan pengadukan (100 rpm dan 150 rpm) disajikan

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil percobaan

Sampel ke-

Sebelum SinteringKecepatan pengadukan

100 rpmKecepatan pengadukan

150 rpmDiameter

(mm)Tinggi (mm)

Diameter (mm)

Tinggi (mm)

1 10 9 8 5

2 9 10 8 5

3 9 9 8 4

3.2 Pembahasan

Starch consolidation merupakan metode pembentukan pori dengan

menambahkan pati pada keramik. Campuran tersebut lalu ditambahkan air hingga

membentuk suspensi dan dimasukkan ke furnace untuk sintering [Lyckfeldt &

Ferreira, 1997]. Pada percobaan ini keramik dibuat dengan menggunakan wheat

particles sebagai agen pembentuk pori. Partikel wheat akan terdispersi dalam air

dan membentuk gel karena adanya pemanasan. Wheat particles sebanyak 12 gram

akan menyerap 30 ml air pada 100˚C. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan

100 dan 150 rpm selama 30 menit. Selama pengadukan berlangsung, viskositas

slurry akan bertambah sehingga terbentuk pasta, hal ini terjadi karena pengadukan

mempercepat proses penyerapan air yang dilakukan oleh wheat particles

[Prabhakaran dkk, 2007]. Pasta tersebut selanjutnya dikeringkan di dalam oven

selama 24 jam sehingga terbentuk green bodies. Selama proses pengeringan,

terjadi penyusutan volum. Gambar 3.1 menunjukkan foto green bodies dengan

Page 16: Pembuatan Keramik Berpori

pengadukan selama 30 menit dan kecepatan masing-masing 100 rpm dan 150

rpm.

Gambar 3.1 Green bodies dengan kecepatan pengadukan (a) 100 rpm dan (b)

150 rpm

Penyusutan volum untuk slurry yang diaduk dengan kecepatan 150 rpm

lebih besar dibandingkan dengan penyusutan volum untuk slurry yang diaduk

dengan kecepatan 100 rpm. Penyusutan disini adalah perbedaan volum pada

saat campuran dimasukkan ke dalam mould dengan volum keramik

demoulding. Mould yang digunakan memiliki diameter dan tinggi yang sama,

yaitu 10 mm.

Berdasarkan Gambar 3.1, untuk salah satu sampel keramik demoulding,

tinggi keramik pada kecepatan pengadukan 100 rpm yaitu 9 mm, sedangkan

tinggi keramik pada kecepatan pengadukan 150 rpm hanya 5 mm.

Peningkatan penyusutan ini disebabkan terbentuknya ikatan antara air dengan

partikel Alumina. Bertambahnya kecepatan pengadukan meningkatkan

jumlah ikatan antara air dengan keramik. Pada keramik terdapat 2 ikatan yaitu

ikatan kovalen dan ikatan ion, interaksi antara air dengan partikel keramik

akan meningkatkan ikatan ion (ikatan logam dan non logam) pada keramik

[Kang, 2005]. Kecepatan pengadukan mempengaruhi ikatan antara air dengan

partikel keramik, bertambahnya kecepatan pengadukan menghasilkan sampel

a b

Page 17: Pembuatan Keramik Berpori

dengan ikatan yang semakin kuat karena meningkatkan ikatan antara logam

dan non logam didalam keramik, sehingga menghasilkan sampel yang

semakin padat dan mengakibatkan penyusutan semakin besar [Kang, 2005].

Penentuan persentase penyusutan, densitas serta porositas keramik

percobaan tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan karena suhu sintering

yang harus digunakan >11000C, sedangkan furnace yang tersedia untuk

sintering memiliki suhu maksimal 1100oC.

Page 18: Pembuatan Keramik Berpori

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Penyusutan volum untuk slurry yang diaduk dengan kecepatan 150 rpm

lebih besar dibandingkan dengan penyusutan volum untuk slurry yang

diaduk dengan kecepatan 100 rpm. Untuk salah satu sampel keramik

demoulding, tinggi keramik pada kecepatan pengadukan 100 rpm yaitu 9

mm, sedangkan tinggi keramik pada kecepatan pengadukan 150 rpm hanya

5 mm.

2. Penentuan persentase penyusutan, densitas serta porositas keramik

percobaan tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan karena suhu sintering

yang harus digunakan >11000C, sedangkan furnace yang tersedia untuk

sintering memiliki suhu maksimal 1100oC.

4.2. Saran

Pada percobaan ini, praktikan tidak mengetahui berapa besar persentase

penyusutan, densitas serta porositas keramik karena furnace yang digunakan tidak

dapat digunakan untuk sintering. Seharusnya peralatan percobaan keramik

berpori, seperti misalnya furnace, tersedia dengan lengkap di dalam laboratorium.

Page 19: Pembuatan Keramik Berpori

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, T. & Sopyan, I. (2008). Recent progress on the development of porous bioactive calcium phosphate for biomedical applications. Biomed. Eng. 1: 213-229.

Aoki, S., Yamaguchi, S., Nakahira, A. & Suganuma K. (2004). Preparation of porous calcium phosphate using a ceramic foaming technique combined with a hydrothermal treatment and the cell response with incorporation of osteoblast like cells. J. Cer. Soc. Jpn 112: 193-199.

Haugen, H., Will, J., Kohler, A., Hopfner, U., Aigner, J. & Wintermantel, E. (2004). Ceramic TiO2-foams: characterisation of a potential scaffold. J. Eur. Ceram. Soc. 24: 661-668.

He, X., Zhou, X. & Su, B. (2009). 3D interconnective porous alumina ceramics via direct protein foaming. Mater. Lett. 63: 830-832.

Kang, S-J., L. (2005). Sintering: densification, grain growth and microstructure. Amsterdam: John Wiley & Sons.

Kingery, W. D. (1960). Introduction to ceramics. New York: John Wiley & Sons.Lyckfeldt, O. & Ferreira, J. M. (1997). Processing of porous ceramics by starch

consolidation. J. Eur. Ceram. Soc. 18: 131-140. Mahata, S., Nandi, M. M. & Mondal, B. (2012). Preparation of high solid loading

titania suspension in gelcasting using modified boiling rice extract (MBRE) as binder. Ceram. Inter. 38: 909-918.

Park, J. B. (1984). Biomaterials Science and Engineering. USA: Plenum Press.Prabhakaran, K., Melkeri, A., Gokhale, N. M. & Sharma S. C. (2007).

Preparation of macroporous alumina ceramics using wheat particles as gelling and pore agent. Ceram. Inter. 33: 77-81.

Ramay, H. R. & Zhang, M. (2003). Preparation of porous HA scaffolds by combination of the gel-casting and polymeric sponge method. Biomaterials 24: 3293-3302.

Sing, K. S. W., Everett, D. H., Haul, R. A. W., Moscou, L., Pierotti, R. A., Rouquerol, J. & Siemieniewska, T. (1985). Reporting physisorption data for gas/solid systems with special reference to the determination of surface area and porosity. Pure Appl. Chem. 57: 603.

Tamai, N., Myoi, A. & Tomita, T. (2002). Novel hydroxyapatite ceramics with an interconnective porous structure exhibit superior osteoconductive in vivo. J. Biomed. Mater. Res. 59: 110-117.

Tim Penyusun. 2013. Penuntun Praktikum Teknik Reaksi Kimia. Pekanbaru : Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

Vallet-Regi, M. & Gonzalez-Calbet, J. (2004). Calcium phosphates as substitution of bone tissues. Prog. Solid State Ch. 32: 1–31.

Walsh, P. J., Buchanan, F. J., Dring, M., Maggs, C., Bell, S. & Walker, G. M. (2008). Low-pressure synthesis and characterisation of hydroxyapatite derived from mineralise red algae. J. Chem. Eng. 137: 173-179.

Woyansky, J. S., Scott, C. E. & Minnear, W. P. (1992). Processing of porous ceramics. Am. Cers. Soc. Bull 71: 1674-1682.

Page 20: Pembuatan Keramik Berpori

LAMPIRAN A

DOKUMENTASI

Gambar A.1 Moulding sampel

Gambar A.2 Sampel yang akan dilepas / di-demoulding

Page 21: Pembuatan Keramik Berpori

Gambar A.3 Pengukuran diameter sampel

Gambar A.4 Pengukuran tinggi sampel

Page 22: Pembuatan Keramik Berpori

LAMPIRAN B

LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Keramik Berpori

Hari/Tanggal Praktikum : Senin/4 November 2013

Pembimbing : Ahmad Fadli, ST., MT., PhD

Asisten Laboratorium : Ricky Firmansyah

Nama Kelompok III : Rita Puriani Mendrova (1107035609)

Ryan Tito (1107021186)

Yakub Jeffery Silaen (1107036648)

Hasil Percobaan :

Berat Alumina : 24 gram

Berat wheat particles : 12 gram

Volume Akuades : 30 ml

pH campuran : 3,5

Waktu pengadukan : 30 menit

Kecepatan pengadukan : 100 rpm dan 150 rpm

Lama drying : 24 jam

Suhu drying : 100oC

Sintering tidak dilakukan karena suhu furnace tidak memenuhi standar suhu

sintering yang diinginkan, yaitu >1100oC.

Page 23: Pembuatan Keramik Berpori

Tabel B.1. Hasil percobaan

Sampel ke-

Sebelum SinteringKecepatan pengadukan

100 rpmKecepatan pengadukan

150 rpmDiameter

(mm)Tinggi (mm)

Diameter (mm)

Tinggi (mm)

1 10 9 8 5

2 9 10 8 5

3 9 9 8 4

Pekanbaru, 6 November 2013

Teknisi Laboratorium, Asisten Laboratorium,

Gustina Ricky Firmansyah