bab ii landasan teori · poac (planning, organizing, actuating, controlling) 1). planning ......
TRANSCRIPT
13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen Sekolah Berbasis Mutu
Menurut George R. Terry manajemen adalah suatu
proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-
orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau
maksud-maksud yang nyata. George R. Terry
merumuskan fungsi-fungsi manajemennya sebagai
POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling)
1). Planning
Penyusunan langkah-langkah yang akan ditempuh
dalam mencapai tujuan. Merencanakan berarti
mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan
matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan
merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang
bermaksuud untuk mencapai tujuan. Pola perencanaan
menurut George R. Terry sama dengan penjelasan
sebelumnya pada perencanaan menurut Henry Fayol.
2). Organizing
Menurut George R. Terry, tugas pengorganisasian
adalah mengharmonisasikan kelompok orang yang
berbeda, mempertemukan macam-macam kepentingan
dan memanfaatkan seluruh kemampuan kesuatu arah
tertentu. Dalam pengorganisasian kegiatan yang
dilakukan yakni staffing (penempatan staf) dan
pemaduan segala sumberdaya organisasi. Staffing
14
sangat penting dalam pengorganisasian. Dengan
penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat
dalam organisasi, maka kelangsungan aktivitas
organisasi tersebut akan terjamin. Fungsi pemimpin
disini adalah mampu menempatkan the right man in the
right place. Pemimpin harus mampu melihat potensi-
potensi SDM yang berkualitas dan bertanggungjawab
untuk melaksanakan aktivitas roda organisasi. Setelah
menempatkan orang yang tepat untuk tugas tertentu,
maka perlu juga mengkoordinasikan dan memadukan
seluruh potensi SDM tersebut agar bekerja secara
sinergis untuk mencapai tujuan organisasi. Hal-hal
yang perlu dilakukan dalam proses pengorganisasian
sama dengan yang sudah dijelaskan pada
pengorganisasian menurut Henry Fayol
3). Actuating
Menggerakkan (actuating) menurut George R. Terry
berarti merangsang anggota-anggota kelompok
melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan
kemauan yang baik. Actuating artinya menggerakkan
orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau
dengan kesadaran secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan dikehendaki secara efektif. Dalam hal
ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan. Actuating
adalah Pelaksanaan untuk bekerja. Untuk
melaksanakan secara fisik kegiatan dari aktivitas
tesebut, maka manajer mengambil tindakan-
tindakannya kearah itu. Seperti : Leadership
(kepemimpinan), perintah, komunikasi dan conseling
15
(nasehat). Fungsi actuating ini serupa dengan fungsi
commanding menurut Henry Fayol. Adapun cara-cara
pengarahan adalah sebagai berikut:
a. Orientasi, merupakan cara pengarahan dengan
memberikan informasi yang perlu agar supaya
kegiatan dapat dilakukan dengan baik. Informasi
yang diberikan tersebut berupa:
Tugas itu sendiri
Tugas lain yang ada hubungannya
Ruang lingkup tugas
Tujuan dari tugas
Delegasi wewenang
Cara melaporkan dan cara mengukur prestasi
kerja
Hubungan antara masing-masing tenaga kerja,
dan seterusnya.
b. Perintah, merupakan permintaan dari pimpinan
kepada orang-orang yang berada dibawahnya untuk
melakukan atau mengulang suatu kegiatan tertentu
pada keadaan tertentu.
c. Delegasi wewenang, bersifat lebih umum jika
dibandingkan dengan pemberian perintah. Dalam
pendelegasian wewenang ini, pemimpin
melimpahkan sebagian dari wewenang yang
dimilikinya kepada bawahan. Kesulitan-kesulitan
akan muncul bilamana tugas-tugas akan diberikan
kepada bawahan itu tidak jelas, misalnya kesulitan-
kesulitan dalam menafsirkan wewenang.
16
4). Controlling
Controlling atau pengendalian atau pengawasan
adalah suatu kegiatan untuk memantau,
membuktikan, dan memastikan seluruh kegiatan yang
telah direncanakan, diorganisasikan, diperintahkan,
dan dikondisikan sebelumnya dapat berjalan sesuai
target atau tujuan tertentu.
Pengawasan harus selalu dilakukan jadi apabila
ada kegiatan penerapan fungsi manajemen dalam
pengolahaan yang diawasi dengan ketat oleh kepala
sekolah dan guru maka akan mengoptimalkan
penggunaan perpustakaan sebagaimana mestinya.
Tetapi jika tidak ada kegiatan pengawasan yang
dilakukan oleh pihak kepala sekolah dan itu pun tidak
setiap hari dilakukan oleh kepala sekolah maka kinerja
tidak dapat optimal.
Sedangkan manajemen sekolah dapat
didefinisikan sebagai pengelolaan sekolah yang
dilakukan dengan dan melalui sumberdaya untuk
mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Dua
hal yang merupakan inti dari manajemen sekolah
adalah aspek dan fungsi. Manajemen dipandang
sebagai aspek, yang meliputi kurikulum, sumber daya
manusia atau tenaga, peserta didik, sarana dan
prasarana, pembiayaan, organisasi dan hubungan
masyarakat. Sedangkan jika manajemen dipandang
sebagai fungsi maka meliputi pengambilan keputusan,
perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian,
17
pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian,
pengkoordinasikan, supervisi dan pengendalian.
Dengan konsep manajemen sekolah yang meliputu
aspek dan fungsi seperti tersebut diatas, maka
manajemen sekolah meliputi semua fungsi yang
diterapkan pada semua aspek sekolah, artinya sekolah
menerapkan pengambilan keputusan, perumusan
tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengaturan
ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan,
pengkoordinasian, supervisi dan pengendalian pada
semua aspek sekolah yang yang terdiri atas kurikulum,
sumber daya manusia atau tenaga, peserta didik,
sarana dan prasarana, pembiayaan, organisasi dan
hubungan masyarakat.
Mengingat perubahan terletak pada inisiatif dan
komitmen dari para tenaga kependidikan yang bekerja
di sekolah, maka manajemen yang dimaksud adalah
manajemen yang berpusat pada sekolah atau yang
lebih dikenal dengan Manajemen Desentralistis.
Salah satu bentuk atau konsep dalam penerapan
manajemen desentralistis adalah Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Sebenarnya konsep ini berasal dari Amerika yang
kemudian menyebar di berbagai negara.
Wohlstetter and Smyer (1994: 81) yang
memberikan gambaran dari hasil pengamatan di
Amerika Serikat tentang model-model sekolah sebagai
berikut: Four models of high-performance schools that
advocate restructuring school organizations in various
18
ways in order to improve performance. The four models
are Effective Schools, the School Development Program,
Accelerated Schools, and Essential Schools.
Empat model sekolah berkinerja tinggi yang
dibangun organisasi yang bervariasi untuk
meningkatkan kinerja/ prestasi. Empat model adalah
Sekolah efektif. Sekolah pengembangan program,
Sekolah dipercepat. Sekolah sesuai kepentingan
Sekolah dengan Manajemen Mutu Maksimal.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
dikemukakan oleh Nanang Fattah (2004: 12) yang
mendefinisikan dari Scholl Basic Manajemen yang
dikemukakan oleh Chapman, J, (1990) yaitu suatu
pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain
pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan
kepada Kepala Sekolah dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja
sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah,
orang tua siswa dan dan masyarakat (komponen
sumberdaya manusia).
Bedasarkan Wohlstetter and Smyer (1994: 101-
110) macam-macam sekolah berkinerja tinggi atau
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah terdiri dari:
1. Sekolah Efektif (effective Schools)
Manajemen sekolah dengan prinsip utama bahwa
setiap siswa mampu berprestasi. Manajemen
sepenuhnya ditangani di sekolah bekerja sama dengan
komuniti antara orang tua, dan organisasi murid (
sejenis OSIS)
19
Masing-masing komunitas tersebut saling
mendukung untuk pencapaian prestasi siswa.
Lingkungan yang memberikan kondisi yang profesional
di seluruh bidang termasuk pengajar, kurikulum,
belajar, peralatan dll. Harapan hendak dicapai adalah
berprestasi akademik siswa.
2. Sekolah pengembangan program (The School
Development Program)
Perencanaan didasarkan pada sekolah pada
umumnya dengan peningkatan pendidikan pada siswa
yang mempunyai penghasilan rendah. Terdapat tiga
persyaratan yang dibutuhkan yaitu:
1) sekolah didirikan dari sebuah tim yang mendirikan
dan mengembangkan sebuah sekolah dari seluruh
komunitas sekolah,
2) mentalitas tim dengan berpedoman pada antisipasi
masalah, mengkreasikan lingkungan, program tim
orang tua murid,
3) keseluruhan itu bekerja sama untuk
mengembangkan sekolah.
3. Sekolah dipercepat (Accelarated Schools)
Sekolah dipercepat yaitu mengkreasikan suatu
sekolah dengan penekanan kinerja dengan sarana yang
memadai. Jika gagal merupakan resiko murid
bersangkutan. Murid sekolah yang dipercepat
memberikan kurikulum yang menantang yang sering
dicadangkan untuk murid yang berbakat.
Dua prinsip yang penting di sekolah yang
dipercepat yaitu:
20
1) kemampuan harus bersamaan dengan kemampuan
menanggapi.
2)Staf sekolah harus efektif berubah dan tanggap
dengan perhitungan yang pasti.
Terdapat dua proses yaitu:
1) Arah kemudi yang besar yaitu menentukan
keberhasilan sekolah secara keseluruhan,
2) Arah kemudi kecil menentukan tingkat keberhasilan
di dalam operasionalnya.
d. Sekolah sesuai kepentingan (Essential Schools).
Tenaga ahli membantu siswa menggunakan daya
pikirnya. Tujuan sederhana yang menghubungkan
siswa dengan sejumlah keahlian dan pengetahuan.
Tujuan umum untuk seluruh siswa. Keterlibatan
personalia kepada guru dalam pengajaran mengalami
penurunan, karena guru lebih professional dalam
pengajaran. Siswa dipandang sebagai pekerja lebih
untuk meraih prestasi. Siswa mempertujukkan
kemampuan pengetahuan dan ketrampilan.
Sebenarnya penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah ini merupakan salah satu bentuk
desentralisasi pendidikan. Model ini telah diterapkan di
beberapa negara Amerika, Inggris, Australia, Hongkong,
Jepang dan negara-negara eropa. Desentralisasi di
bidang pendidikan lebih difokuskan dalam
pengambilan keputusan, kewenangan dan
pendelegasian (Umaedi, 2004: 100).
Hasil penelitian tentang dampak penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah terhadap mutu
21
pendidikan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Leithwood dan Menzies (1998) dengan 83 studi
empirikal tentang Manajemen Berbasis Sekolah
menyatakan bahwa penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah terhadap mutu pendidikan ternyata negatif,
"there is virtually no firm".
Sebaliknya, Gaziel (1998) menyimpulkan hasil
penelitian di sekolah-sekolah Esrael bahwa "greater
school autonomy has a positive impact on teacher
motivation and commitment and on the school's
achievement". Pemberian otonomi yang lebih besar
kepada sekolah telah mempunyai dampak positif
terhadap motivasi dan komitmen guru dan terhadap
keberhasilan sekolah.
Selain itu Jemenez dan Sawada (1998)
menyimpulkan bahwa pelibatan masyarakat dan
orangtua siswa mempunyai dampak jangka panjang
dalam peningkatan hasil belajar.
Beberapa waktu belakangan Indonesia telah
mencoba menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah.
Namun dalam kenyataannya banyak hal yang tidak
dapat diterapkan sesuai dengan pengertian Manajemen
Berbasis Sekolah tersebut.
Menurut Nanang Fattah (2004: 71) penerapan
desentralisasi bidang pendidikan tidak sepenuhnya
diserahkan kewewenang, kekuasaan dan tanggung
jawab pada penyelenggara sekolah, namun terdapat
pembagian kewewenangan antara pusat, propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan sekolah dalam
22
mengelola pendidikan. Artinya terdapat visi dan misi
yang perlu dipertahankan untuk menjadi persatuan
dan kesatuan.. Lebih lanjut Nanang Fattah (2004: 12)
menyatakan ”Dengan pengalihan wewenang dalam
keputusan di tingkat sekolah diharapkan sekolah akan
lebih mandiri dan mampu menentukan arah
pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan
tuntutan lingkungan masyarakat.
Dari pengertian Manajemen Berbasis Sekolah dan
dilihat dari kondisi beberapa faktor penyelenggaraan di
Indonesia baik dalam kesiapan sumberdaya manusia,
saranaprasarana, keuangan dan lainnya, maka
Manajemen Berbasis Sekolah sepenuhnya tidak dapat
diterapkan. Semenjak adanya perubahan sistem
manajemen terutama dalam sistem pemerintahan maka
berdampak pula pada sistem pendidikan. Sampai saat
ini belum ada strategi manajemen yang tepat
pendidikan di Sekolah. Di lain pihak kesiapan dan
kondisi pendidikan di setiap sekolah sangat bervariasi
mulai yang baik sampai pada sistem yang masih jauh
dari harapan. Sampai saat ini masih dicari suatu
strategi pendidikan yang mampu meningkatkan mutu
pendidikan.
2.2. Manajemen Kesiswaan
Ungkapan manajemen kesiswaan terdiri dari dua
kata yaitu manajemen dan kesiswaan, yang dimaksud
dengan kesiswaan ialah segala sesuatu yang
menyangkut dengan peserta didik atau yang lebih
23
populer dengan istilah siswa (Ary, 1996:9).Manajemen
kesiswaan merupakan salah satu bidang oprasional
manajemen berbasis sekolah. Manajemen kesiswaan
adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan
yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk
sampai keluarnya peserta didik tersebut dari satu
sekolah.
Manjemen kesiswaan merupakan suatu proses
pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa di
suatu sekolah mulai dari perencanaan, penerimaan
siswa, pembinaan yang dilakukan selama siswa berada
di sekolah, sampai dengan siswa menyelesaikan
pendidikannya di sekolah melalui penciptaan suasana
pembelajaran yang kondusif dan konstruktif terhadap
berlangsungnya proses belajar mengajar atau
pembelajaran yang efektif (Frans, 1996:1). Jadi dengan
kata lain bahwa manajemen kesiswaan sekolah bersifat
menyeluruh dari mulai siswa mulai mendaftarkan
sampai pada kelulusan dan bersifat mengikat.
Dengan kata lain manajemen kesiswaan
merupakan keseluruhan proses penyelenggaraan usaha
kerjasama dalam bidang kesiswaan dalam rangka
pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah.
Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan peserta didik, melainkan mencakup aspek
yang lebih luas yang secara oprasional dapat
membantu upaya pertumbuhan dan pengembangan
peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah
(Mulyasa, 2003:45).
24
Manajemen kesiswaan merupakan bagian dari
pengelolaan sekolah seperti halnya pengelolaan
personalia, kurikulum, keuangan, sarana
prasarana,layanan khusus yang dipandang ikut
menentukan mutu pendidikan. Hal ini didasarkan pada
suatu pendapat bahwa pendung utama tercapainya
tujuan pembelajaran adalah yang baik dalam arti
seluas-luasnya (Depdikbud,1995). Berdasarkan hal
tersebut maka pengelolaan kelas merupakan hal yang
penting dalam komponen pendidikan.
2.2.1. Tujuan dan Fungsi Manajemen Kesiswaan
Tujuan umum kegiatan manajemen kesiswaan
adalah mengantur kegiatan-kegiatan agar kegiatan
tersebut mendukung kegiatan Kelompok Belajar
Mengajar (KBM) di sekolah, baik secara proses maupun
hasil akhir sehingga tujuan sekolah dan pendidikan
dapat tercapai.
Fungsi secara umum sebagai wahana pengembang
pengoptimalan segi–segi individualitasnya, segi sosial
dan segi aspiratifnyasegi kebutuhannya dan segi-segi
potensi peserta didik lainnya
2.2.2. Prinsip-Prinsip Manajemen Kesiswaan
a. Manajemen peserta didik dipandang sebagai
keseluruhan dari Manajemen sekolah.
b. Segala bentuk kegiatan manajemen harus
mengemban misi pendidikan dalam rangka
mendidik.
25
c. Kegiatan-kegiatan haruslah diupayakan
mempersatukan perbedaan yang ada pada diri
siswa
d. Kegiatan manajemen kesiswaan harus mampu
mendorong dan memacu kemandirian siswa.
Atas dasar perbedaan-perbedaan individu maka
secara operasional aktivitas siswa sebaiknya :
a. Didasarkan pada penyelurusan minat dan bakat
b. Dilaksanakan dengan menyadari bahwa setiap
individu anak itu unik dan berbeda.
c. Program secara berkesinambungan.
d. Manajemen kesiswaana dilaksanakan secara
terpadu.
Salah satu manajemen kesiswaan adalah
pengelolaan dalam kelas dimana istilah tersebut
sebagai Classroom Management, itu berarti istilah
pengelolaan identik dengan manajemen. Pengertian
pengelolaan datau manajemen pada umumnya yaitu
kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian, pengawasana, dan
penilaian.
Wilford A. Weber (James M. Cooper, 1995 : 230)
mengemukakan bahwa Classroom management is a
complex set of behaviors the teacher uses to establish
and maintain classroom conditions that will enable
students to achieve their instrucional objectives efficiently
- that will enable them to learn. Definisi di atas
menunjukkan bahwa pengelolaan kelas merupakan
seperangkat perilaku yang kompleks dimana guru
26
menggunakan untuk menata dan memelihara kondisi
kelas yang akan memampukan para siswa mencapai
tujuan pembelajaran secara efisien.
Lebih lanjut Wilford mengemukakan mengenai
pandangan- pandangan yang bersifat filosofis dan
operasional dalam pengelolaan kelas
a. pendekatan otoriter : siswa perlu diawasi dan
diatur;
b. pendekatan intimidasi : mengawasi siswa dan
menertibkan siswa dalam cara intimidasi;
c. pendekatan permisif : memberikan kebebasan
kepada siswa, apa yang ingin dilakukan siswa, guru
hanya memantau apa yang dilakukan siswa;
d. pendekatan aresep masakan : mengikuti dengan
tertib dan tepat hal - hal yang sudah ditentukan,
apa yang boleh dan apa yang tidak;
e. pendekatan pengajaran : guru menyusun rencana
pengajaran dengan tepat untuk menghindari
permasalahan perilaku siswa yang tidak diha
rapkan;
f. pendekatan modifikasi perilaku : mengupayakan
perubahan perilaku yang positif pada siswa;
g. pendekatan iklim sosioemosional : menjalin
hubungan yang positif antara guru - siswa:
h. pendekatan sistem proses kelompok/dinamika
kelompok meningkatkan dan memelihara kelompok
kelas yang efektif dan produktif. Dari kedelapan
pendekatan tersebut yang akan
mengoptimalisasikan pengelolaan kelas adalah
27
pendekatan modifikasi perilaku, iklim
osioemosional, dan sistem proses
kelompok/dinamika kelompok.
2.3 Strategi Menejemen
2.3.1 Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani, strategos atau
strategus dengan kata jamak strategi, yang berarti cara.
(Alex MA, 2005:457). Menurut istilah, strategi
merupakan rencana dapat dijadkan pegangan dalam
bekerja, berjuang dan berbuat guna memperoleh
kemenangankan dalam bersaing. Syaiful Sagala,
2007:137).
Dalam buku lain dijelaskan bahwa “Strategy is
unified comprehensive and integrated plan that relates
the strategy advantages of the firm to the challenges of
the enterprise and achieve through proper execution by
the organization” (strategi adalah rencana yang
disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan
keunggulan strategi sekolah dengan tantangan
lingkungan yang dirancang untuk memastikan tujuan
utama sekolah dapat dicapai melalui pelaksanaan yang
tepat oleh .(Iwan Purwanto, 2007:74)
Adanya ketidaksepakatan mengenai arti strategi,
tercermin dalam berbagai defenisi yang diajukan oleh
penulis. Hal ini terjadi karena tidak adanya ukuran
yang cukup teliti terhadap batasan pengertian dari
strategi. Di satu pihak menyebutkan strategi adalah
mencakup suatu tujuan dan cara-cara yang
28
dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut,
sedangkan di lain pihak strategi itu sendiri hanya
mencakup cara-cara untuk mencapai tujuan
Koontz (1996:11) menyatakan bahwa : “Strategi
adalah menentukan dan mengkomunikasikan melalui
sistem tujuan dan kebijaksanaan yang utama. Strategi
memperlihatkan suatu arah yang terpadu dan
menyiratkan suatu penyebaran tekanan/pergerakan
dan sumber daya. Strategi merupakan kerangka yang
berguna untuk membimbing pemikiran dan tindakan
sekolah.
Anthon R.N. dalam bukunya “Planning and Control
System” yang disadur oleh Koontz (1996:47),
memberikan definisi strategi sebagai berikut : “Strategi
sebagai hasil dari proses penetapan tujuan organisasi,
penetapan mengenai perubahan dalam tujuan itu,
penetapan kebijakan yang akan menguasai perolehan,
penggunaan dan pengaturan sumber daya.” Jelas
bahwa pengertian strategi ini berbeda-beda (tidak ada
kesatuan pandangan). Namun kesukaran tersebut
tidak menjadikan usaha-usaha mencapai definisi yang
diterima umum menjadi berhenti melainkan
bermunculan berbagai definisi lain.
Untuk dapat mencapai tujuan, sekolah harus
menyusun rencana dan strategi pencapaian sasaran.
Kemantapan rencana dan strategi merupakan kunci
bagaimana keuntungan itu akan diperoleh. Tanpa
usaha tersebut tujuan tidak akan tercapai dan bisnis
tidak akan berkembang
29
2.3.2 Daya Saing
Daya saing merupakan kegiatan yang dilakukan
secara efisien dan efektif terhadap sasaran yang akan
dicapai secara tepat yang mempunyai tujuan akhir dan
proses pencapaian akhir dalam menghadapai
persaingan. Sumihardjo (2008: 8), memberikan
penjelasan tentang istilah daya saing ini, yaitu: “Kata
daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan
(Power), dan kata saing berarti sesuatu yang lain atau
pencapai yang lebih atau beda dengan yang lain dari
segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya
daya saing dapat bermakna kekuatan yang dimiliki oleh
seseorang, instansi atau kelompok untuk berusaha
menjadi lebih dari yang lain atau unggul dalam hal
tertentu baik.
Selanjutnya Sumihardjo (2008: 11),
mengemukakan bahwa “daya saing meliputi: (1)
kemampuan memperkokoh posisi pasarnya, (2)
kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya,
(3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan
(4) kemampuan menegakkan posisi yang
menguntungkan”. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa daya saing adalah kemampuan dari
seseorang/kelompok untuk menunjukkan keunggulan
dalam hal tertentu, dengan cara memperlihatkan
situasi dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil
kerja yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lainnya.
30
2.3.3 Keunggulan Strategis
2.3.3.1 Keunggulan Biaya
Dalam srategi keunggulan biaya, suatu lembaga
berusaha menjadi produsen berbiaya rendah dalam
bidangnya. Biaya rendah adalah kemampuan sebuah
unit bisnis atau suatu lembaga untuk merancang,
membuat, dan memasarkan sebuah produk sebanding
dengan cara yang lebih efisien dari pada pesaingnya (
Hunger & Wheelen, 2003).
Dalam konteks lembaga pendidikan keunggulan
biaya yaitu strategi sekolah dalam mengefisienkan
seluruh biaya operasionalnya sehingga menghasilkan
jasa yang bisa dijual lebih murah dibandingkan
pesaingnya. Strategi keunggulan biaya ini berfokus
pada harga, sehingga pada umumnya sekolah tidak
memperhatikan berbagai faktor pendukung dari jasa
atau harga. Hal utama bagi pihak sekolah adalah
menawarkan jasa dengan harga yang sangat bersaing
(Wijaya, 2008). Akan tetapi, dalam menjalankan strategi
ini setiap sekolah perlu menetapkan harga yang paling
tepat sehingga dapat memberikan keuntungan, baik
untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang
(Lubis, 2004). Keunggulan sekolah juga tidak selalu
harus memberikan harga yang selalu murah, namun
sekolah boleh memberikan harga yang lebih tinggi
tetapi pelanggan harus merasakan nilai tambah yang
lebih besar dibandingkan harganya.
Posisi biaya rendah membuat perusahan dalam
hal ini sekolah mampu bertahan terhadap persingan
31
harga yang terjadi. Karena pembeli hanya dapat
menggunakan kekuatannya untuk menekan harga
sampai tingkat harga yang paling efisien. Jika sekolah
dapat mencapai dan mempertahankan keunggulan
biaya menyeluruh, sekolah ini akan menjadi sekolah
yang prestasinya di atas rata-rata dalam bidang
pendidikan jika ia dapat mengatur agar harganya
setingkat atau mendekati harga rata-rata dalam
bidangnya. Dengan harga setara atau sedikit lebih
rendah dari pada harga pesaingnya, posisi biaya rendah
dari sekolah yang unggul biaya ini akan terwujud
dalam bentuk keuntungan yang lebih tinggi (Porter,
2007).
2.3.3.2. Keunggulan Pemasaran Jasa
Pemasaran jasa adalah elemen-elemen organisasi
sekolah yang dapat dikontrol oleh sekolah dalam
melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan
dipakai untuk memuaskan konsumen.
Bauran pemasaran jasa merupakan unsur-unsur
pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir
dan digunakan dengan tepat sehinga sekolah dapat
mencapai tujuan pemasaran yang efektif, sekaligus
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Bauran pemasaran jasa pendidikan oleh Koes
(2008) dalam Alma dan Hurriyati (2008:303-325)
adalah konsep 7P yang terdiri atas 4P tradisional dan
3P yang diperluas yaitu :
1) Produk atau jasa yang ditawarkan kepada siswa
adalah reputasi, prospek dan variasi pilihan
32
2) Harga dalam kontes jasa pendidikan merupakan
seluruh biaya yang dikeluarkan oleh siswa untuk
mendapatkan jasa pendidikan yang ditawarkan oleh
suatu jasa pendidikan. Penetapan harga (SPP, biaya
pembangunan, biaya laboratorium), adalah elemen
harga jasa pendidikan, pemberian beasiswa,
prosedur pembayaran dan syarat cicilan
3) Lokasi adalah tempat jasa pendidikan yang akan
mempengaruhi preferensi calon pelanggan dalam
menentukan pilihannya. Lokasi perlu
mempertimbangkan lingkungan dimana lokasi itu
berada. Dekat dengan pusat kota atau perumahan,
kondisi lahan parkir, lingkungan belajar yang
kondusif dan transportasi. Selain lokasi secara fisik,
jasa pendidikan juga dapat dijangkau secara virtual
melalui internet.
4) Promosi yang dapat dilakukan jasa pendidikan
adalah periklanan (iklan TV, radio, spot dan
billboard), promosi penjualan melakukan kontak
langsung dengan calon siswa dan melakukan
kegiatan hubungan masyarakat.
5) Sumber daya manusia atau people adalah semua
orang atau perilaku yang terlibat dalam proses
penyampaian jasa kepada konsumen serta
mempengaruhi persepsi konsumen, seperti para
personel penyedia jasa, pelanggan dan para
pelanggan lain yang terkait dengan jasa tersebut.
Sumber daya manusia dalam jasa pendidikan,
33
dikelompokkan menjadi 3 yaitu administrator, guru
dan karyawan.
6) Bukti fisik atau sarana dan prasarana merupakan
suatu lingkungan dimana siswa dapat berinteraksi
dan terdapat komponen tangible (berwujud) yang
mendukung kinerja atau komunikasi dari jasa
pendidikan, seperti gaya bangunan, fasilitas
penunjang (kelengkapan sarana pendidikan,
peribadatan, olahraga dan keamanan).
7) Proses atau manajemen layanan merupakan suatu
prosedur, mekanisme dan serangkaian kegiatan
untuk menyampaikan jasa dari produsen kepada
konsumen. Proses ini sangat berkaitan dengan
sumber daya manusia yang akan menyampaikan
jasa kepada konsumen. Proses atau manajemen
layanan merupakan serangkaian kegiatan yang
dialami siswa selama dalam pendidikan seperti
proses belajar mengajar, ujian dan lainnya.
2.3.3.3. Diferensiasi
Strategi generik yang ke dua adalah diferensiasi.
Diferensiasi adalah salah satu strategi organisasi yang
memberikan perbedaan yang lebih unik dari pada
pesaing, sehingga dengan perbedaan itu konsumen
memiliki nilai yang lebih tinggi (Thompson dan
Strickland, 1998). Diferensiasi terutama pada produk
sangat penting karena persaingan yang ketat pada
dunia pendidikan sekarang menuntut untuk
melakukan berbagai strategi guna menciptakan produk
yang dapat diterima baik oleh konsumen dan tidak
34
kalah bersaing dengan produk lainnya. Dasar
pemikiran strategi diferensiasi menuntut sekolah untuk
memiliki keistimewaan yang bisa membedakan dirinya
dari para pesaing. Misalnya kualitas kinerja, layanan
yang lebih baik, merek yang lebih unggul, gaya dan
rancangan, inovasi produk dan sebagainya (Wijaya,
2008).
Untuk tercapainya difrensiasi yang lebih baik dari
pada pesaingnya maka diperlukan biaya yang sangat
mahal (Porter, 2007). Sebab, dengan melakukan
difrensiasi atau menjadi berbeda maka lembaga
tersebut akan memberikan sesuatu yang bernilai.
Itulah alasan untuk membayar sebuah produk atau
jasa dengan harga yang tinggi. Harga tinggi untuk
sebuah produk yang ditawarkan menunjukan bahwa
produk tersebut sangat bernilai. Dengan adanya
konteks di atas, maka pelanggan akan bersedia
membayar dengan harga yang tinggi untuk produk atau
jasa yang terdiferensiasi karena sesuatu yang
ditawarkan oleh sekolah benar-benar berbeda dan unik
serta tidak ada kemungkinan untuk ditemukan hal
sejenis pada sekolah lainnya (Hitt ddk 1997). Untuk itu
sekolah yang menerapkan strategi diferensiasi dengan
beban yang tinggi atas produknya harus menyediakan
segala hal dengan kualitas yang tinggi sehingga
pelanggan merasa puas dengan layanan sekolahnya.
Keberhasilan sekolah yang dilihat dari strategi
diferensiasi yaitu pada kurikulum, program pendidikan,
fasilitas, kemudahan askes, proses pendidikan dan
35
layanan pendidikan. Semakin banyak aspek yang
dimiliki tentu memperkuat struktur lembaga
pendidikan secara maksimal.
Sekolah kemudian melakukan difrensiasi untuk
membuatnya terus unggul. Mendapat kepercayaan dan
kesetiaan dari pelanggan, mendapatkan hasil yang
lebih besar dari biaya diferensiasi serta mencegah para
pesaing mengembangkan cara untuk meniru hal unik
yang diterapkan (David 2008 dan Tjiptono, 2000).
Hal yang perlu diperhatikan dan diterapkan
sekolah yang menggunakan strategi diferensiasi,
diungkapkan oleh Wijaya (2009) yaitu sekolah harus
memiliki guru dengan tingkat kreatifitas yang tinggi,
fokus sekolah jangka panjang, kerjasama yang tinggi
antara guru yang saling melengkapi, perhatian guru
yang cukup terhadap kualitas dan kuantitas
pendidikan, adanya keseimbangan antara hasil
pendidikan dengan proses pendidikan, dan memiliki
toleransi tinggi terhadap ketidakpastian kondisi di
sekolahnya. Hal ini bertujuan agar sekolah dapat
menikmati hasil dari usaha yang telah dilakukan dan
sekolah benar-benar dianggap unik.
2.3.3.4. Fokus
Strategi generik yang ketiga adalah fokus. Strategi
fokus didasarkan pada pemikiran bahwa suatu
lembaga akan mampu melayani target strateginya yang
sempit secara lebih efektif dan efisien dibandingkan
pesaing yang bersaing lebih luas. Strategi ini menjadi
paling efektif ketika konsumen memiliki persyaratan
36
yang unik dan ketika lembaga pesaing lainnya tidak
berusaha untuk berspesialisasi dalam target segmen
yang sama (David 2008). Sebagai akibatnya, suatu
lembaga akan mencapai diferensiasi karena mampu
memenuhi kebutuhan target tertentu (Porter 2007).
2.4. Analisis SWOT
Sekolah sebagai organisasi kerja terdiri dari
beberapa komponen yang harus dimenej dengan sebaik
mungkin. Analisis SWOT dapat digunakan sebagai
salah satui cara untuk memanage kesiswaan.
Analisis SWOT adalah cara melakukan identifikasi
berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan
strategi. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang
(opportunity). Namun, secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman
(threat), yang diharapkan mampu menyeimbangkan
antara kondisi internal yaitu : kekuatan (strength) dan
peluang (opportunity) dengan kondisi eksternal yaitu :
kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) yang ada,
kemudian di implementasikan dalam matriks SWOT,
untuk mendapatkan strategi terbaik (the best solution).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan visi, misi, tujuan, kondisi sekarang,
kondisi akan datang, strategi dari kebijakan. Dengan
demikian analisis kebijakan dapat dilakukan melalui
faktor-faktor strategi analisis SWOT. Analisis SWOT
yang dilakukan berguna untuk :
37
(1). Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal
utama yang berpengaruh,
(2) Membuat ekstrapolasi masa depan dan bahkan
membuat masa depan.
2.4.1 Strength (kekuatan)
Strength (kekuatan) adalah faktor-faktor internal
positif yang berperan terhadap kemampuan sekolah
untuk mencapai misi, cita-cita, dan tujuan organisasi
(Zimmerer, 2002:42). Defenisi tersebut menunjukkan
bahwa sekolah memiliki faktor-faktor yang dapat
membantu sekolah untuk mecapai tujuan sekolah.
Faktor-faktor ini harus benar-benar diketahui oleh
sekolah, agar tidk salah dalam merancang strategi
untuk mecapai visi sekolah.
2.4.2 Weakness (kelemahan)
Weakness (kelemahan) adalah faktor-faktor
internal negatife yang merintangi kemampuan sekolah
untuk mencapai misi, cit-cita, dan tujuan (Zimmerer,
2002:42). Kelemahan (weakness) dari sebuah sekolah
hendaknya dapat diminimalisir, karena bila kelemahan
ini lebih dominan dari kekuatan maka sekolah tudak
akan survive dalam persaingan bisnis. Dengan kata lain
sekolah harus mampu mengidentifikasi kelemahannya
sedini mungkin, agar dapat meminimalkan kelemahan
tersebut dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki.
38
2.4.3 Opportunity (peluang)
Opportunity (peluang) adalah opsi-opsi eksternal
positif yang dapat dimanfaatkan oleh suatu bisnis
untuk mencapai misi, cita-cita, dan tuannya (Zimmerer,
2002:43). Opportunity (peluang) merupakan lingkungan
luar sekolah, sehingga perusahan tidak dapat
menghilangkan atau menciptakan sebuah peluang.
Sekolah hanya dapat mencari informasi mengnai
peluang-peluang yang ada di pasar. Sekolah yang
pandai melihat dan memanfaatkan peluang dan
memenangkan persaingan dalam dunia bisnis. Oleh
sebab itu, setiap sekolah hendaknya memiliki informasi
yang akurat dan aktual mengenai perkembangan dunia
bisnis.
2.4.4 Threats (ancaman)
Threats (ancaman) adalah kekuatan-kekuatan luar
negatitif yang merintangi kemampuan sekolah untuk
mecapai misi, cita-cita, dan tujuan (Zimmerer,
2002:44). Setiap sekolah akan menghindari ancaman
yang ada, karena ancaman merupakan hal yang dapat
menggagalkan tujuan sekolah. Dengan kata lain setiap
sekolah akan berusaha dan bahkan mungkin
menghilangkan ancaman. Akan tetapi, ancaman dalam
dunia bisnis tidak dapat dihilangkan dan juga tidak
dapat dihindari. Sebuah ancaman hanya dapat
diminimalkan dengan kekuatan (strength) yang dimiliki
sekolah. Sekolah yang mampu menghadapi ancaman
dan dapat bertahan, maka akan menjadi pemenang
dalam persaingan bisnis
39
2.5. Kerangka Pikir
Perencanaan strategis bukan merupakan hasil
atau keluaran melainkan suatu proses yang terus
berlangsung. Pemikiran strategis tidak memiliki titik
akhir, dan akibatnya proses perencanaan berlangsung
terus menerus. Salah satu dari proses manajemen
strategis adalah mengenali lingkungan internal sekolah
(Strength-Weakness) dan lingkungan eksternal sekolah
(Oppurtunity-Threat) (Zimmerer,2002:37). Analisis
lingkungan internal (Strength-Weakness) dan
lingkungan eksternal (Oppurtunity-Threat) sekolah
(Analisis SWOT) adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi sekolah
(Rangkuti, 2004:18).
Konsep kerangka berpikir dalam melaksanakan
analisis SWOT pada suatu sekolah digambarkan
sebagai berikut
40
Gambar 2.1. Kerangka berpikir:
2.6 Penelitian Yang Relevan
Bahwa masalah yang dihadapi dalam penelitian ini
belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu. Jika
penelitian ini pernah dilakukan oleh peneliti lain ada
perbedaan terhadap penelitian yang lain, diantaranya
Angki Kusuma Dewi Program Studi : Magister
Perencanaan Dan kebijakan Publik Universitas
Indonesia, Strategi Peningkatan Mutu Pendikan SMA
Negeri Berprestasi Rendah Di DKI Jakarta. Penelitian
Manajemen kesiswaan Sekolah
Analisis SWOT
Analisis Internal
Analisis Eksternal
Kondisi Sekolah
Strategi Sekolah yang berdaya saing melalui PPDB
Jumlah siswa meningkat
41
ini menggunakan analisis SWOT, untuk
mengidentifikasi faktor internal (SO) dan eksternal (WO)
agar dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang dimiliki oleh sekolah Hasil
analisis data menyebutkan bahwa sekolah mempunyai
kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, Strategi
WO untuk jangka pendek dan Strategi SO untuk
jangka panjang. Selain itu hipotesa terbukti bahwa
stakeholder penyedia jasa pendidikan cenderung
melihat dirinya lebih baik daripada stakeholder
pengguna jasa pendidikan dan potensi konflik terbesar
yang muncul baik untuk saat ini maupun dimasa yang
datang adalah antara institusi sekolah sebagai
stakeholder penyedia jasa pendidikan dengan
masyarakat sebagai stakeholder pengguna jasa
pendidikan
Misman Strategi Manajemen SMA Plus
Muhammadiyah Kota Medan. Tesis Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2006. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa manajemen dalam
bidang kurikulum di SMA Plus Muhammadiyah Kota
Medan bertumpu pada Kurikulum Nasional didukung
dengan kurikulum ISNIUBA yang dikeluarkan oleh
Majelis Dikdasmen Muhammadiyah. Manajemen-
pembelajaran di SMA Plus Muhammadiyah Kota Medan
bermula pada kegiatan perencanaan dimulai dengan
analisis materi pelajaran, menyusun prota,
penyusunan program satuan pengajaran Berta
42
bimbingan dan penyuluhan. Untuk Pengorganisasian
dimulai dengan pembagian tugas mengajar,
penyusunan jadwal, kegiatan perbaikan, kegiatan
pengayaan, dan penjadwalan kegiatan ekstrakunikuler.
Sementara untuk pelaksanaan dimulai dengan
pengaturan kegiatan tahunan, pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, dan kegiatan supervise; sedangkan
pengawasan lebih ditekankan pada pelaksanaan
supervise dan evaluasi. Manajemen kesiswaan
dilakukan dan awal penerimaan dan untuk selanjuinva
dilakukan pembinaan berupa OSIS dan IRM berbasis
pada nilainilai kemuhamadiyahan. Manajemen
kepegawaian diklasifikasikan menjadi dua kelompok
besar yakni, pegawai edukatif dan pegawai non
edukatif. Untuk menyelarasan kedua kelompok ini
maka usaha yang dilakukan adalah dengan jalan
memberikan pelatihan sesuai dengan bidang
keahliannya baik oleh pemerintah maupun Dikdasmen
Muhammadiyah.