bab ii landasan teori - repository.uksw.edu...pembahasan manajemen berkaitan dengan proses...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Program Sekolah
2.1.1 Pengertian Manajemen Program Sekolah
Manajemen dalam bahasa Inggris artinya to
manage, yaitu mengatur atau mengelola (Hasibuan,
2011:1). Dalam arti khusus bermakna memimpin dan
kepemimpinan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
mengelola lembaga atau organisasi, yaitu memimpin
dan menjalankan kepemimpinan organisasi. Orang
yang memimpin organisasi disebut manajer (Kadarman
& Udaya, 2001:6).
Pembahasan manajemen berkaitan dengan proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian, yang di dalamnya terdapat upaya dari
anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Secara keseluruhan, proses
pengelolaan merupakan fungsi-fungsi manajemen.
Hikmat (2009:11) mengartian manajemen adalah
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia secara efektif, yang didukung oleh
sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, ada
dua sistem yang terdapat dalam manajemen yaitu
sistem organisasi dan sistem manajerial organisasi.
Sistem organisasi berhubungan dengan model atau
pola keorganisasian yang dianut, sedangkan sistem
manajerial berkaitan dengan pola pengorganisasian,
11
kepemimpinan dan kerja sama yang diterapkan oleh
para anggota organisasi.
Menurut Terry (Hasibuan, 2011:3) manajemen
adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
menggerakkan dan mengendalikan yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Dalam
konteks program manajemen berbasis sekolah, konsep
manajemen ini pada hakekatnya merupakan
pengambilan keputusan secara partisipatif oleh sekolah
dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan untuk mencapai sasaran mutu
pendidikan. Penerapan dari konsep manajemen
tersebut antara lain dengan jalan: (1) melakukan
evaluasi diri dengan menganalisis kelemahan dan
kekuatan seluruh komponen sekolah, (2)
mengidentifikasi kebutuhan sekolah berdasarkan hasil
evaluasi diri, (3) menyusun program kerja jangka
pendek dan jangka panjang sesuai dengan visi, misi,
dan tujuan yang telah dirumuskan
mengimplementasikan program kerja, (4) melakukan
monitoring dan evaluasi atas program kerja yang telah
diimplementasikan.
Manajemen program sekolah merupakan suatu
kegiatan yang memiliki nilai filosofi tinggi. Ia harus
dapat mencapai tujuan sekolah secara efektif dan
efisien. Pada hakikatnya upaya tersebut dilakukan
untuk meningkatkan performansi (kinerja) sekolah
dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan, baik
12
tujuan nasional maupun lokal institusional.
Keberhasilan pencapaian tersebut akan tampak dari
beberapa faktor sebagai indikator kinerja yang berhasil
dicapai oleh sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk
mampu secara maksimal melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam mengelola berbagai aspek komponen
sekolah untuk mencapai tujuan sekolah yang telah
dirumuskan (Rohiat, 2010:31).
Dalam dimensi manajemen program sekolah ini,
hal-hal yang akan dikaji meliputi: (1) Perencanaan
terdiri dari penyusunan visi, misi dan tujuan serta
program sekolah, (2) Pengorganisasian terdiri dari
pengorganisasian guru, proses pembelajaran, sarana
dan prasarana dan peran serta masyarakat, (3)
Pelaksanaan manajemen sekolah, dan (4) Pengawasan
manajemen sekolah.
2.1.2 Proses Manajemen Program Sekolah
Dalam proses manajemen program sekolah terlibat
fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang
manajer/pimpinan, yaitu: perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading)
dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu,
manajemen diartikan sebagai proses merencana,
mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya
organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan
organisasi/lembaga tercapai secara efektif dan efisien,
(Fattah, 2008:1).
Fungsi perencanaan antara lain menentukan
tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk
pencapaian tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan
13
mengkaji kekuatan dan kelemahan organisasi,
menentukan kesempatan dan ancaman, menentukan
strategi, kebiiakan, taktik dan program. Semua itu
dilakukan berdasarkan proses pengambilan keputusan
secara ilmiah. Fungsi pengorganisasian meliputi
penentuan fungsi, hubungan dan struktur. Fungsi
berupa tugas-tugas yang dibagi ke dalam fungsi garis,
staf, dan fungsional. Hubungan terdiri atas tanggung
jawab dan wewenang. Sedangkan strukturnya dapat
horisontal dan vertikal. Semuanya itu memperlancar
alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat
untuk mengimplementasikan rencana. Fungsi
pemimpin menggambarkan bagaimana manajer
mengarahkan dan mempengaruhi para bawahan,
bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang
esensial dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan untuk bekerja sama. Fungsi
pengawasan meliputi: penentuan standar, supervisi,
dan mengukur penampilan atau pelaksanaan terhadap
standar dan memberikan keyakinan bahwa tujuan
organisasi tercapai. Pengawasan sangat erat kaitannya
dengan perencanaan, karena melalui Pengawasan
efektivitas manajemen dapat diukur (Fattah, 2008:2).
Berdasarkan proses-proses yang dikedepankan
oleh para ahli manajemen pendidikan, para pakar
manajemen di era sekarang, banyak yang
mengabstraksikan menjadi 4 proses, ialah planning,
organizing, actuating dan controlling. Empat proses ini
lazim juga digambarkan dalam bentuk siklus, karena
setelah langkah controlling, lazimnya dilanjutkan
dengan membuat planning baru. Siklus manajemen
14
program sekolah sebagaimana ditampilkan pada
gambar 2.1.
2.1.3 Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
RPS merupakan suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui
urutan pilihan dan dengan memperhitungkan
sumberdaya Yang tersedia menuju sekolah yang
berkualitas. RPS merupakan dokumen tentang
gambaran kegiatan sekolah sekarang dan yang akan
datang dalam rangka untuk mencapai tujuan sekolah
yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, RPS adalah
suatu rangkaian rencana yang menggambarkan adanya
berbagai upaya sekolah dan pihak lain yang terkait
untuk mengatasi berbagai persoalan sekolah yang ada.
RPS berisi sasaran program dan kegiatan untuk
mengatasi kesenjangan yang ada antara kenyataan.
Pada kenyataannya, sekolah-sekolah yang termasuk
dalam sekolah sekarang masih memiliki kekurangan
baik. Ditinjau dari output, proses, maupun input
PERENCANAAN PROGRAM SEKOLAH
PELAKSANAANPROGRAM SEKOLAH
PENGAWASANPROGRAM SEKOLAH
PENGORGANISASIANPROGRAM SEKOLAH
15
sekolah. Kekurangan yang terdapat dalam tiap
indikator pada tiap-tiap aspek tersebut juga sangat
bervarias. misalnya, indikator pendidikan dalam aspek
output seperti prestasi akademik prestasi
nonakademik, dan kelulusan siswa belum memenuhi
persyaratan sekolah yang berkualitas.
Indikator dalam aspek proses pendidikan seperti
PBM, manajemen, dan kenemimpinan juga belum
memenuhi kriteria. Demikian juga pada aspek input
sekolah seperti indikator siswa, kurikulum, guru,
kepala sekolah, tenaga pendukung, organisasi dan
administrasi, sarana dan prasarana (ruang kelas,
laboratorium, ruang multimedia, perpustakaan, ruang
pimpinan, ruang guru, ruang TU, WC, dan prasarana
atau fasilitas pendukung lain seperti pembiayaan,
lingkungan sekolah, hubungan atau kerjasama, dan
budaya sekolah (Rohiat, 2010:41).
RPS merupakan suatu rencana sekolah yang
memuat berbagai upaya, baik dalam jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang untuk mengatasi
berbagai persoalan yang ada pada tiap aspek dan
indikator pendidikan sehingga berbagai persoalan
tersebut secara bertahap dapat dikurangi atau
dihilangkan. Sekolah harus berupaya mengatasi
berbagai persoalan sekolahnya secara bertahap dan
berkesinambungan sampai akhirnya semua dapat
diatasi dan memenuhi persyaratan sekolah berkualitas.
Rencana Pengembangan Sekolah dapat memberi
gambaran arah pengembangan sekolah, sasaran,
program dan kegiatan yang akan dijalankan,biaya yang
diperlukan, keterlibatan stakeholder, hal-hal lain yang
16
diperlukan, dan target-target keberhasilan yang
direncanakan akan tercapai. Rencana Pengembangan
Sekolah pada akhirnya akan menjadi salah satu tolak
ukur keberhasilan dalam penyelenggaraan sekolah.
RPS berperan penting untuk menentukan keberhasilan
suatu sekolah sehingga kesalahan dalam pembuatan
RPS akan mengindikasikan terjadinya kegagalan
pelaksanaan dan hasil-hasil yang diharapkan,
demikian juga sebaliknya.
Hal yang sangat penting penyusunan RPS adalah
mempertimbangkan segala aspek yang dapat
memengaruhi kesempurnaan RPS itu sendiri, misalnya
tentang (a) kemampuan memahami potensi sumber
daya sekolah dan lingkungan, (b) kemampuan
memahami kelemahan dan ancaman terhadap
pelaksanaan program, (c) kemampuan membaca
peluang yang ada untuk dijadikan dasar penentuan
program, (d) keterlibatan stakeholder dalam
penyusunan RPS, dan (e) ketepatan pemilihan prioritas
ataupun keruntutan program yang dikembangkan
dalam RPS. Makin baik RPS disusun, akan makin
memberikan kemudahan dan kepastian langkah bagi
sekolah pada khususnya dan pihak lain pada
umumnya dalam melakukan pengontrolan, pembinaan,
dan penilaian keberhasilan sekolah dalam
menyelenggarakan sekolah (Rohiat, 2010:43).
2.2 Pogram Adiwiyata Sekolah
2.2.1 Pengertian dan Tujuan Program Adiwiyata
Kata Adiwiyata berasal dari 2 (dua) Kata “adi” dan
“wiyata”. Adi memiliki makna: besar, agung, baik, ideal
17
dan sempurna. Wiyata memiliki makna: tempat dimana
seorang mendapat ilmu pengetahuan, norma dan etika
dalam berkehidupan sosial. Jika secara keseluruhan
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna: tempat
yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh secara ilmu
pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang
dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya
kesejahteraan hidup kita menuju keada cita-cita
pembangunan berkelanjutan.
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna
sebagai tempat yang baik dan ideal dimana dapat
diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma
serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju
terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju
kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan. Tujuan
program adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah
yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola
sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan, (Tim Adiwiyata, 2011).
Untuk mencapai tujuan program Adiwiyata, maka
ditetapkan 4 (empat) komponen program yang menjadi
satu kesatuan utuh dalam mencapai sekolah adiwiyata.
keempat komponen tersebut adalah;
1. Kebijakan berwawasan lingkungan.
2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan.
3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif.
4. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan.
18
2.2.2 Keuntungan Mengikuti Program Adiwiyata
Program Adiwiyata adalah salah satu program
Kementrian Lingkungan Hidup dalam rangka
mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran
warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan
hidup. Dalam program ini diharapakan setiap warga
sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju
lingkungan yang sehat serta menghindari dampak
lingkungan yang negatif. Adapun keuntungan dari
program adiwiyata yaitu sebagai berikut:
1. Mendukung pencapaian standar kompetensi/
kompertensi dasar dan standar kompetensi lulusan
(SKL) pendidikan dasar dan menengah.
2. Meningkatkan efesiensi penggunaan dana
operasional sekolah melalui penghematan dan
pengurangan konsumsi dari berbagai sumber daya
dan energi.
3. Menciptakan kebersamaan warga sekolah dan
kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan
kondusif.
4. Menjadi tempat pembelajaran tentang nilai-nilai
pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang baik dan benar bagi warga sekolah dan
masyarakat sekitar.
5. Meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup meIalui kegiatan pengendalian
pencemaran, pengendalian kerusakan dan
pelestarian fungsi lingkungan di sekolah. (Tim
Adiwiyata, 2011).
19
2.2.3 Pendidikan Lingkungan Hidup
Bakshi dan Naveh (1978) memberi pernyataan
bahwa “environmental education is a new philosophy of
teaching”. Artinya Pendidikan Lingkungan Hidup bisa
dirangkum menjadi sebuah gambaran tentang keadaan
pengetahuan dan sikap dari siswa untuk menghargai
dan mengerti konsep kata ecosystem. Pendidikan
Lingkungan Hidup selanjutnya jika dilihat dari sudut
kognitif berarti pengembangan pengertian tentang
biosphere, tentang bumi dan isinya yang didiami oleh
makluk hidup. Kekurangan pengetahuan akan konsep
ekologi dalam Pendidikan Lingkungan Hidup akan
berdampak pada kesalahan perilaku manusia terhadap
lingkungan. Dengan kata lain environmental educational
in the sense of teaching the total ecosystem demands
that we open up the students to ever new aspects of
biosphere. And this”opening up” is, to an essential part,
a matter of attitudes.
Bakshi dan Naveh selanjutnya mengatakan tujuan
dari Pendidikan Lingkungan Hidup environmental
education can lead the way to such understanding by
giving people the knowledge of the universe, society and
individual, and by helping them in understanding their
attitudes towards each other and their bio-physical and
social environment. Sementara Murtilaksono et al.
(2011)the aim is to improve peoples knowledge, skills,
and awareness of environmental values, isus, and
problems and to motivate people to participate in efforts
to preserve the environment for the present and future
generations.
20
Materi yang diperlukan oleh siswa agar mencapai
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tentang nilai-
nilai, isu, dan masalah-masalah lingkungan harus
dikuasai karena materi tersebut memegang posisi
penting dalam kurikulum dan seharusnya disiapkan
dengan baik sehingga proses Pendidikan Lingkungan
Hidup bisa dicapai. (Dikmenum, 2010: Hamzah, 2009
dalam Murtilaksono et al, 2011). Materi-materi harus
disesuaikan dengan kemampuan, ketertarikan, dan
kebutuhan para siswa. Pengembangan materi harus
disesuaikan dengan tujuan pemberian materi dan
strategi pendidikan lingkungan. Disamping itu
pengembangan materi harus mengacu pada kondisi
lingkungan, sumber alam, kondisi sosial ekonomi, dan
budaya setempat. Materi yang direncanakan harus
menekankan pada kompetensi pengetahuan,
ketrampilan, isu isu yang berkaitan dengan lingkungan
dan kebijakan lingkungan, nilai-nilai, dan kemampuan
mengevaluasi.
2.2.4 Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup di
Indonesia
Erwin (2009) mengarisbawahi tentang peran serta
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
berwawasan lingkungan tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh adanya asas keterbukaan dan pentingnya
peran serta mereka dalam pembangunan berkelanjutan
berwawasan lingkungan seperti tertuang dalam UU
No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Bab III, Pasal 5, “Setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
21
Pasal ini sekaligus mengisyaratkat kewajiban
masyarakat untuk memelihara lingkungan hidup dan
mencegah serta menanggulangi kerusakan dan
pencemarannya seperti yang tertuang pada Pasal 5 ayat
3, “hak dan kewajiban untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup”. Sementara itu pada
pasal 10 berbunyi “Pemerintah berkewajiban
menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran
masyarakat akan tanggung jawabnya dalam
pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan,
bimbingan, pendidikan, dan penelitihan tentang
lingkungan hidup.” Dalam penjelasanya tentang pasal
ini dikatakan “Pendidikan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran masyarakat dilaksanakan
baik melalui jalur pendidikan formal mulai dari taman
kanak-kanak/Sekolah Dasar sampai dengan perguruan
tinggi, maupun melalui jalur pendidikan nonformal”.
Erwin (2009) menyimpulkan bahwa pendidikan
lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kepedulian tentang lingkungan dengan segala
permasalahannya, dan dengan pengetahuan,
ketrampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk
bekerja secara individu dan kolektif terhadap
pemecahan permasalahan dan mempertahankan
kelestarian lingkungan.
Perkembangan penyelenggaraan pendidikan
lingkungan hidup di Indonesia menurut Pandunan
Adiwiyata yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup, 2010 pada jalur formal sudah
dimulai sejak tahun 1975 oleh Institut Ilmu Pendidikan
(IKIP) Jakarta. Pada tahun 1977/1978 rintisan Garis-
22
garis Besar Program Pengajaran Lingkungan Hidup
diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta. Pada tahun
1979 di bawah koordinasi kantor Menteri Negara
Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
(Meneg Pendidikan Lingkungan Hidup) dibentuk Pusat
Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi
negeri dan swasta, dimana pendidikan Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL mulai
dikembangkan). Sampai tahun 2010, jumlah Pusat
Studi Lingkungan yang menjadi Anggota Badan
Koordinasi Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) telah
berkembang menjadi 101 Pusat Studi Lingkungan.
Program Adiwiyata menurut panduan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
adalah salah satu program Kementerian Lingkungan
Hidup dalam rangka mendorong terciptanya
pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam
upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam program
ini diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam
kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat serta
menghindari dampak lingkungan yang negatif. Program
ini diharapkan dapat mengajak warga sekolah
melaksanakan proses belajar mengajar materi
lingkungan hidup dan turut berpartisipasi melestarikan
serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan
sekitarnya. Kata Adiwiyata berasal dari 2 kata
Sansekerta Adi dan Wiyata. Adi mempunyai makna
besar, agung, baik, ideal atau sempurna. Wiyata adalah
tempat dimana seseorang mendapatkan ilmu
pengetahuan, norma dan etika dalam berkehidupan
sosial. Sebagai satu kata Adiwiyata bisa memiliki
23
makna tempat yang baik dan ideal dimana dapat
diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma
serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju
terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju
kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.
2.3 Evaluasi Program GAP
2.3.1 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan
informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan
untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit)
dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan
dampak untuk membantu membuat keputusan,
membantu pertanggungjawaban dan meningkatkan
pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan
tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan, (Widoyoko, 2012:4).
Sedangkan program adalah kegiatan atau aktivitas
yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan
melaksanakn untuk waktu yang tidak terbatas.
Kebijakan tertentu bersifat umum dan untuk
merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis
program, (Wirawan, 2012:16).
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat
keberhasilan program. Ada beberapa pengertian
tentang program sendiri. Menurut Tyler dalam Arikunto
(2009:5), evaluasi program adalah proses untuk
mengetahui apakah tujuan pendidikan telah
terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach dan
24
Stufflebeam dalam Arikunto (2009:5), evaluasi program
adalah upaya menyediakan informasi untuk
disampaikan kepada pengambil keputusan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses
untuk mengumpulkan informasi terkait dengan suatu
program yang sudah ditetapkan dan informasi tersebut
akan digunakan oleh pihak pengguna terkait dengan
kelangsungan program berikutnya.
Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya
rekomendasi dari evaluator untuk pengambil
keputusan. Menurut Arikunto (2009:22) ada empat
kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu:
a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa
program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak
dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang
kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan
tetapi hanya sedikit).
c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program
menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan
sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang
bermanfaat.
d. Menyebarluaskan program (melaksanakan program
di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program
di lain waktu), karena program tersebut berhasil
dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi
di tempat dan waktu yang lain.
Dari berbagai definisi yang sudah dijelaskan, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi
25
program adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya suatu program yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan pilihan yang tepat dalam mengambil
sebuah keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka
akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan di
lapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negatif.
Adapun tujuan sebuah evaluasi dilakukan adalah
untuk mengumpulkan informasi untuk menentukan
nilai dan manfaat objek evaluasi, mengontrol,
memperbaiki, dan mengambil keputusan mengenai
objek tersebut.
2.3.2 Dimensi dan Tahapan Program
Setelah menentukan obyek evaluasi selanjutnya
harus menentukan aspek-aspek dari obyek yang akan
dievaluasi. Menurut Bridgman dan Davis dalam
Karding (2008:35) yaitu evaluasi program yang secara
umum mengacu pada 4 (empat) dimensi yaitu : (a)
Indikator input, (b) Indikator process, (c) Indikator
outputs dan (d) Indikator outcomes.
Menurut Setiawan (1999:20) Direktorat
Pemantauan dan Evaluasi Bapenas, tujuan evalusi
program adalah agar dapat diketahui dengan pasti
apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang
dijumpai dalam pelaksanaan program dapat dinilai dan
dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program di
masa yang akan datang. Adapun dimensi utama
evaluasi diarahkan kepada hasil, manfaat, dan dampak
dari program. Pada prinsipnya yang perlu dibuat
perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat
26
dimensi yaitu: indikator masukan (input),proses
(process), keluaran (output),dan indikator dampak atau
(outcame).
Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan dari suatu
program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering
digunakan untuk menunjukan tahapan siklus
pengelolahan program yang mencakup :
a. Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE). Pada
tahap ini, evaluasi sering digunakan untuk memilih
dan menentukan prioritas dari berbagai alternative
dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.
b. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada
tahap ini, evaluasi digunakan untuk menentukan
tingkat kemajuan pelaksanaan program
dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya.
c. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan (EX-POST)
pada tahap ini diarahkan untuk melihat apakah
pencapaian dari (keluaran/hasil/dampak) program
mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin
dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program
berakhir untuk menilai relevansi dari (dampak
dibandingkan masukan), efektivitas (hasil
dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak
dibandingkan hasil), dan keberlanjutan (dampak
dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu
program.
27
2.3.3 Tujuan Program
Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48), tujuan
khusus Evaluasi Program terdapat 6 (enam) hal, yaitu
untuk :
a. Memberikan masukan bagi perencanaan program;
b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan
yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau
penghentian program;
c. Memberikan masukan bagi pengambilan keputusan
tentang modifikasi atau perbaikan program.
d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor
pendukung dan penghambat program;
e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan
pembinaan (pengawasan, supervisi dan monitoring)
bagi penyelenggara, pengelola dan pelaksana
program dan;
f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi
evaluasi program pendidikan luar sekolah.
Sedangkan menurut Setiawan (1999:20)
menyatakan bahwa tujuan evalusi program adalah agar
dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian hasil,
kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam
pelaksanaan program dapat dinilai dan dipelajari untuk
perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan
datang.
2.3.4 Evaluasi Program Model GAP
Gap analysis merupakan salah satu alat yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja
perusahaan, khususnya dalam upaya penyediaan
pelayanan publik. Hasil analisis tersebut dapat menjadi
28
input yang berguna bagi perencanaan dan penentuan
prioritas anggaran di masa yang akan datang. Selain
itu, gap analysis atau analisis kesenjangan juga
merupakan salah satu langkah yang sangat penting
dalam tahapan perencanaan maupun tahapan evaluasi
kinerja. Metode ini merupakan salah satu metode yang
umum digunakan dalam pengelolaan manajemen
internal suatu lembaga. Secara harafiah kata “gap”
mengindikasikan adanya suatu perbedaan (disparity)
antara satu hal dengan hal lainnya.
Menurut pendapat Ray, R. (2011, p163), Gap
Analysis merupakan analisis kesenjangan antara daftar
kebutuhan bisnis, yang diakibatkan oleh berbagai
alasan. Sehingga dibutuhkan suatu upaya untuk
mengidentifikasi bagian mana yang ternyata mungkin
memiliki gap, sebab mustahil untuk menemukan suatu
bagian yang 100% fit atau sempurna.
Mengacu pada pendapat dari Bens, I. (2011, p160),
Gap Analysis memiliki arti yaitu mengidentifikasi
langkah-langkah yang hilang, yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Gap Analysis adalah alat
perencanaan yang menciptakan pandangan bersama
tentang apa yang perlu dilakukan untuk
menghilangkan kesenjanagan antara keadaan sekarang
dan masa depan yang diinginkan.
Di bidang bisnis dan manajemen, gap analysis
diartikan sebagai suatu metode pengukuran bisnis
yang memudahkan perusahaan untuk membandingkan
kinerja actual dengan kinerja potensialnya. Dengan
demikian, perusahaan dapat mengetahui sektor,
bidang, atau kinerja yang sebaiknya diperbaiki atau
29
ditingkatkan. Gap analysis bermanfaat untuk
mengetahui kondisi terkini dan tindakan apa yang akan
dilakukan dimasa yang akan datang.
Bens, I. (2011, p160) berpendapat bahwa tujuan
dari Gap Analysis adalah untuk mendorong review
realistis dari sekarang dan membantu mengidentifikasi
hal-hal yang perlu dilakukan untuk sampai pada
keinginan masa depan. Gap Analysis bertujuan untuk
mengevaluasi kebutuhan pengguna terhadap sistem
dan mengidentifikasi apakah ada fit atau gap antara
kebutuhan dan pengguna dengan sistem. Fit berarti
kebutuhan (requirement) terpenuhi oleh sistem.
Sedangkan Gap berarti kebutuhan (requirement) tidak
terpenuhi oleh sistem.
Dari berbagai definisi mengenai gap analysis,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum, gap
analysis dapat didefinisikan sebagai suatu metode atau
alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja
suatu lembaga atau institusi. Dengan kata lain, gap
analysis merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mengetahui kinerja dari suatu sistem yang
sedang berjalan dengan sistem standar. Dalam kondisi
umum, kinerja suatu institusi dapat tercermin dalam
sistem operational maupun strategi yang digunakan
oleh suatu institusi.
Menurut Bens, I. (2011, p160), ada enam langkah
dalam melakukan Gap Analysis, yaitu:
a. Langkah 1: Mengidentifikasi situasi mendatang.
Menggunakan alat seperti visi atau pendekatan lain
yang menghasilkan gambar dimana suatu kelompok
ingin berada pada waktu tertentu. Deskripsi dari
30
gambaran masa depan harus rinci. Melakukan
posting informasi di sisi kanan dinding kosong yang
besar.
b. Langkah 2: Mengidentifikasi situasi sekarang.
Menjelaskan komponen yang sama yang ditampilkan
dalam situasi mendatang, hanya melakukannya
dalam sekarang ini. Sekali lagi, sangat rinci.
Melakukan posting ide-ide yang dihasilkan di sisi
kiri dinding ruang kerja.
c. Langkah 3: Meminta anggota untuk bekerja dengan
mitra untuk mengidentifikasi kesenjangan (gap)
antara masa sekarang (present) dan masa depan
(future).
d. Langkah 4: Ketika mitra telah menyelesaikan diskusi
mereka, berbagi ide sebagai kelompok total dan
melakukan posting kesenjangan antara “sekarang”
dan “masa depan”.
Gambar 2.2 : Langkah-langkah melakukan Gap Analysis
Sumber: Bens, I. (2011), Facilitating with Ease!: core skills for
facilitators, team leader, and members, managers, consultants
and trainers
PRESENT STATE
Teams operate without leaders
for months because there aren’t enough people trained
GAP
No team-leader
training program
DESIRED FUTURE
A trained cadre of leaders who
can be deployed to support any
team
31
e. Langkah 5: Ketika ada kesepakatan mengenai
kesenjangan, maka akan membagi kelompok besar
menjadi beberapa sub kelompok. Memberikan setiap
kelompok satu atau lebih item kesenjangan untuk
memecahkan masalah atau melakukan rencana
tindakan.
f. Langkah 6: Memasang kembali seluruh kelompok
untuk mendengar rekomendasi dan rencana
tindakan. Mintalah anggota untuk mengesahkan
rencana, kemudian membuat mekanisme tindak
lanjut ke depan.
Beberapa alasan penting dipergunakannya metode
gap analysis antara lain karena sebagai berikut: (1)
Dapat digunakan untuk mengukur kinerja lembaga
sekolah terhadap masa lalu. Hal ini berguna dalam
menentukan keberhasilan relatif sepanjang waktu
dengan melihat periode yang berbeda. (2) Dapat
menentukan efektivitas metode pengukuran. (3) Dapat
digunakan sebagai alat perencanaan strategis dengan
melihat kinerja saat ini, target kinerja dan
perbedaannya. Berikut bagan GAP analisis penelitian
ini.
Gambar 2.3 : GAP Analisis Program Adiwiyata
PERENCANAAN/PROGRAM
IMPLEMENTASI/PELAKSANAAN
STANDAR/JUKNIS ADIWIYATA
PERENCANAAN/PROGRAM
GAP
GAP
32
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang evaluasi program Adiwiyata
secara umum sudah pernah dilakukan beberapa
peneliti. Maka dari itu, penelitian terdahulu dapat
dijadikan acuan dan model bagi penelitian selanjutnya.
Adapun penelitian terdahulu yang akan penulis
kemukakan dalam bab ini antara lain sebagai berikut:
Ahmad Fajarisma Budi Adam (2014) dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Analisis Implementasi
Kebijakan Kurikulum Berbasis Lingkungan Hidup Pada
Program Adiwiyata Mandiri di SDN Dinoyo 2 Malang”.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) implementasi
kebijakan kurikulum berbasis lingkungan hidup pada
program Adiwiyata Mandiri di SD Negeri Dinoyo 2
Malang dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala
Sekolah tentang pengembangan materi pembelajaran
lingkungan hidup dan dalam kegiatan belajar mengajar
telah dilakukan pembelajaran lingkungan hidup secara
monolitik dari kelas 1 sampai dengan kelas 6; 2) faktor-
faktor yang mendukung dan menghambat implementasi
kebijakan kurikulum berbasis lingkungan hidup pada
program Adiwiyata mandiri meliputi: dari guru, anak
didik, serta sarana dan prasarana; 3) solusi dalam
menghadapi hambatan terhadap implementasi
kebijakan kurikulum berbasis lingkugan hidup pada
program Adiwiyata Mandiri di SD Negeri Dinoyo 2
Malang dengan melakukan beberapa program.
Ellen Landriany (2014) dalam jurnal penelitian
yang berjudul “Implementasi Kebijakan Adiwiyata
dalam Upaya Mewujudkan Pendidikan Lingkungan
Hidup di SMA Kota Malang”. Hasil penelitian
33
menunjukkan bahwa kebijakan lingkungan hidup di
sekolah sudah dituangkan dalam surat keputusan dan
terintegrasi dalam masing-masing mata pelajaran.
Kemudian mensosialisasikan beberapa kegiatan utama
dengan pendekatan pada siswa guna mendapatkan
dukungan yang sempurna sehingga menciptakan
kesepakatan yang mutlak bahwa sekolah tersebut
benar-benar sekolah berwawasan lingkungan.
Selanjutnya masih dijumpai berbagai kondisi/situasi
permasalahan yang menghambat pelaksanaan
Adiwiyata, seperti satuan tugas yang tidak tepat waktu
serta ada sekelompok siswa yang masih belum sadar
dalam memahami konsep sekolah berwawasan
lingkungan hidup, masalah pendanaan, dan dukungan
masyarakat serta instansi lain yang masih rendah.
Sekolah sudah melakukan langkah-langkah strategi
guna mengatasi hambatan.
Yeni Isnaeni (2013) dalam jurnal penelitian yang
berjudul “Implementasi Kebijakan Sekolah Peduli dan
Berbudaya Lingkungan di SMP Negeri 3 Gresik”. Hasil
penelitian menunjukkan: 1) implementasi kebijakan
sekolah peduli dan berbudaya lingkungan di SMP
Negeri 3 Gresik sudah menunjukkan kebijakan sekolah
yang tertuang dalam bentuk S.K Kepala Sekolah
tentang mata pelajaran dan pengembangan diri yang
terintegrasi dengan PLH dan PBk; 2) faktor pendukung
implementasi kebijakan adalah seluruh komponen
warga mendukung ; 3) SMP Negeri 3 sebagai juara
sekolah Adiwiyata tingkat Nasional di tahun 2011,
merupakan dampak yang sangat positif, selain itu
dampak langsung adalah adanya kesadaran warga
34
sekolah untuk menjaga lingkungan hidup dan
merawatnya dengan kesadaran yang baik.
María del Carmen Conde & J. Samuel Sánchez
(2010), dalam jurnal penelitian internasional yang
berjudul “The school curriculum and environmental
education: A school environmental audit experience”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini
untuk memahami kontribusi pengalaman-pengalaman
yang dapat mencapai tujuan pendidikan lingkungan.
Pendidikan lingkungan adalah penting untuk
mengetahui apa yang sebenarnya dimasukkan ke
dalam kurikulum dan bagaimana tindak lanjut dalam
pembelajaran di kelas. Kemajuan yang dibuat dalam
integrasi pendidikan lingkungan di tingkat kelas
tercapai dengan baik. Ini memperkuat pengembangan
proses partisipasi dan motivasi siswa serta pengajaran
pada masyarakat akan pentingnya pendidikan
lingkungan hidup.
Somenath Halder (2012), dalam jurnal penelitian
internasional yang berjudul “An appraisal of
environmental education in higher school education
system: A case study of North Bengal, India”. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa Pendidikan lingkungan
(EE) yang menjadi kunci untuk memecahkan masalah
lingkungan dan kunci untuk menjaga keberlanjutan
global. Studi ini merupakan upaya untuk menilai
status EE dalam sistem pendidikan sekolah yang lebih
tinggi di India, terutama di Bengal Utara. Sumber data
penelitian empiris ini dari lapangan didukung oleh
survei random sampling. Dalam survei lapangan
beberapa parameter selektif diperiksa seperti frekuensi
35
kelas lingkungan, frekuensi kelas praktis mengenai
studi lingkungan, frekuensi kelas observasi lapangan
atau studi alam, jenis metodologi pengajaran yang
digunakan, jenis sistem evaluasi dll Data yang
terkumpul ditabulasi dan dihitung menerapkan alat-
alat statistik sederhana. Status EE dalam sistem
pendidikan sekolah yang lebih tinggi benar-benar tidak
memuaskan dan ada kebutuhan untuk standar dan
meningkatkan sistem pendidikan secara keseluruhan.
2.5 Kerangka Pikir
Adiwiyata merupakan salah satu program dari
kementerian Negara Lingkungan Hidup yang bekerja
sama dengan Departemen Pendidikan Nasional.
Program ini berupaya mendorong terciptanya
pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam
upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam program
ini diharapkan setiap warga sekolah dapat ikut terlibat
dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat
dan menghindarkan dampak lingkungan yang negatif.
Tujuan dari program Adiwiyata adalah menciptakan
kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat
pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru,
siswa dan pekerja lainnya), sehingga di kemudian hari
warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab
dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan.
Program Adiwiyata ini mengharapkan adanya
pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum untuk
pendidikan lingkungan hidup di setiap sekolah. Cara
Mengikuti Program Adiwiyata dengan mengisi kuisioner
36
dan membuat rencana kerja sekolah yang disediakan
oleh KLH. Dalam program Adiwiyata, evaluasi atau
penilaian dilakukan terhadap 3 (tiga) bagian yang satu
sama lain saling terkait. Ketiga bagian tersebut adalah:
kuisioner program Adiwiyata, rencana kerja dan
kunjungan lapangan.
Adapun alur pola pikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3
Alur Berfikir Penelitian
Gambar 2.4 : Alur Berfikir Penelitian
Penyusunan Rencana Kerja dan Alokasi Anggaran Adiwiyata
Melaksanaan Rencana Kerja Program Adiwiyata
Evaluasi Keberhasilan Adiwiyata
Pemantauan Pelaksanaan
Penyampaian Laporan