bab ii landasan teori a. kebijakan fiskal 1. pengertian

33
17 BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan bagian penting dari kebijakan publik. Secara umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur pendapatan dan belanja negara. 19 Kebijakan fiskal yang rumit diartikan sebagai kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memandu perbaikan kondisi perekonomian dengan menyesuaikan pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini serupa dengan kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menitikberatkan pada pengaturan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. 20 Dalam sistem ekonomi, pemerintah bertanggung jawab atas kelangsungan hidup warganya. Ini tidak hanya untuk memungkinkan banyak orang mencapai kesetaraan ekonomi, tetapi juga untuk membantu meningkatkan mereka yang 19 Ayief Fathurrahman, “Kebijakan Fiskal Indonesia dalam Perspektif Ekonomi islam : Studi Kasus dalam Mengentaskan kemiskinan”, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Vol. 13 No. 1, 2012, hlm. 73. 20 Telisa Aulia Falianty, Teori Ekonomi Makro dan penerapannya di Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2019), hlm. 107.

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

17

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebijakan Fiskal

1. Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan bagian penting dari kebijakan

publik. Secara umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan

yang mengatur pendapatan dan belanja negara.19

Kebijakan

fiskal yang rumit diartikan sebagai kebijakan ekonomi yang

bertujuan untuk memandu perbaikan kondisi perekonomian

dengan menyesuaikan pendapatan dan pengeluaran

pemerintah. Kebijakan ini serupa dengan kebijakan moneter

yang mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal

lebih menitikberatkan pada pengaturan penerimaan dan

pengeluaran pemerintah.20

Dalam sistem ekonomi, pemerintah bertanggung jawab

atas kelangsungan hidup warganya. Ini tidak hanya untuk

memungkinkan banyak orang mencapai kesetaraan ekonomi,

tetapi juga untuk membantu meningkatkan mereka yang

19

Ayief Fathurrahman, “Kebijakan Fiskal Indonesia dalam Perspektif

Ekonomi islam : Studi Kasus dalam Mengentaskan kemiskinan”, Jurnal Ekonomi dan

Studi Pembangunan, Vol. 13 No. 1, 2012, hlm. 73. 20

Telisa Aulia Falianty, Teori Ekonomi Makro dan penerapannya di

Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2019), hlm. 107.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

18

menyebarkan pesan dan ajaran Islam dalam jangkauan seluas

mungkin.21

Majid mengatakan dalam bukunya yang berjudul

Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf yaitu untuk mewujudkan

masyarakat yang sejahtera, pemerintahan Islam menggunakan

dua kebijakan yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Kebijakan ini sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah dan

Khulafaurasyiddin.22

Menurut Rahardja Prathama dan Manurung Mandala

dalam bukunya Macroeconomic Theory, kebijakan fiskal

merupakan salah satu cara untuk mencapai pendapatan dan

pengeluaran pemerintah yang lebih baik dengan cara

mewujudkan perubahan dalam kebijakan pendapatan dan

pengeluaran pemerintah.23

Secara terminologi, menurut Mustafa Edwin Nasution,

kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai langkah-langkah yang

diambil oleh pemerintah untuk mengubah sistem atau

21

M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Solo: PT Era

Adicitra Intermedia, 2011), hlm. 54. 22

M. Nazori Majid, Op. Cit., hlm. 221. 23

Marius Masri, Tesis: “Analisis Pengaruh Kebijakan Fiskal Regional

Terhadap Inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Periode 2001-2008)”,

(Semarang: Universitas Diponegoro, 2010), hlm. 21.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

19

pengeluaran perpajakan.24

Menurut Eko Suprayitno, kebijakan

fiskal merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah

untuk membelanjakan pendapatannya dalam mencapai tujuan

ekonomi.25

Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang

diambil oleh pemerintah untuk mengelola perekonomian

menjadi lebih baik dengan mengubah pendapatan dan

pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal juga dapat diartikan

sebagai tindakan yang digunakan oleh pemerintah pada

anggaran belanja negara untuk mempengaruhi operasional

perekonomian.26

Berpijak pada teori di atas, dapat disimpulkan bahwa

kebijakan fiskal adalah kebijakan serta peran pemerintah

dalam mengaturpenerimaan dan pengeluaran negara untuk

mencapai kesejahteraan ekonomi suatu negara.

Kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang

memperbaiki kondisi perekonomian dengan menyesuaikan

pendapatan dan pengeluaran nasional.

24

Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta:

Kencana, 2006), hlm. 203. 25

Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan

Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 159. 26

M. Nur Rianto Al Arif, Op. Cit., hlm. 215.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

20

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Utama Daerah (PAD) adalah pendapatan

yang diperoleh daerah dari sumber yang ada di daerahnya

sendiri yang dipungut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku sesuai dengan peraturan daerah.27

PAD, atau disingkat Pendapatan Asli Daerah, adalah

pendapatan yang diperoleh dari suatu wilayah dan

merupakan pendapatan yang dikumpulkan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

(yaitu Permendagri No. 13 Tahun 2006). Secara umum

dibagi menjadi lima jenis pendapatan, seperti pajak

daerah, pendapatan dari perusahaan milik daerah,

pengeluaran daerah, hasil pengelolaan manajemen daerah

yang dipisahkan, dan pendapatan resmi daerah.28

b. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum adalah dana yang diperoleh dari

pendapatan APBN yang dialokasikan untuk mencapai

pemerataan ekonomi antar daerah guna mendanai

27

Abdul halim, Manajemen Keuangan Daerah, (Yogyakarta : UPP AMP

YKPN, 2004), hlm. 94. 28

Ni Putu dan Nyoman, “Analisis Potensi Sumber Pendapatan Asli Daerah

(PAD) pada Kabupaten di Bali di luar wilayah SARBAGITA, E-jurnal Manajemen

Unud, Vol.7 No.8, 2018, hlm. 4269.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

21

kebutuhan daerah.29

Tujuan penting alokasi DAU adalah memeratakan

perkonomian dan menyediakan pelayanan publik setiap

daerah di Indonesia.30

DAU merupakan bagian dari Dana Perimbangan,

yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan keuangan

dan sosial antar pemerintah daerah. Beberapa tujuan

pemerintah pusat dalam memberikan bantuan kepada

pemerintah daerah dalam bentuk DAU adalah:

mengedepankan keadilan antar daerah, meningkatkan

akuntabilitas, memperbaiki sistem perpajakan progresif,

dan meningkatkan pajak daerah.31

c. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan untuk

daerah tertentu yang dipilih untuk tujuan khusus.

Dibandingkan dengan DAU, DAK hanya menyediakan

dana untuk daerah tertentu atau daerah khusus untuk

29

Deddi Nordiawan, dkk, Akuntansi Pemerintahan, (Jakarta: Salemba

Empat, 2008), hlm. 56. 30

Mudrajat Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah, (Jakarta:

Erlangga, 2004), hlm. 30. 31

Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen keungan Daerah, (Yogyakarta:

Penerbit Andi, 2002), hlm.142

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

22

tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dana yang

dialokasikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya menjadi

yurisdiksi pusat untuk tujuan negara. Kebutuhan khusus

ini memenuhi / sesuai dengan fungsi yang diidentifikasi.32

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang

dialokasikan dari APBN ke daerah tertentu untuk

mendanai kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus tersebut

merupakan urusan daerah maupun prioritas nasional,

seperti permintaan daerah keimigrasian, beberapa jenis

investasi atau kebutuhan Infrastruktur, pembangunan

jalan. di daerah terpencil, saluran irigasi utama dan tempat

lain.33

Alokasi DAK memperhitungkan ketersediaan dana

dalam APBN, artinya besaran DAK tidak dapat ditentukan

setiap tahun. Jika daerah menghadapi masalah khusus,

DAK akan diberikan ke daerah. Selain itu, menurut

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004, daerah penerima dana

32

Mudrajat Kuncoro, Op. Cit., hlm. 34. 33

Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pembangunan Keuangan,

Jenis-Jenis Dana Perimbangan, (diakses pada September 2020 di laman

http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=apa-saja-jenis-jenis-dana-perimbangan).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

23

alokasi khusus (DAK) harus menyediakan dana

pendamping paling sedikit 10% dari DAK yang

dialokasikan ke daerah, dan dana tersebut harus dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

sedang berjalan.34

d. Belanja Daerah

Belanja daerah mencakup seluruh pengeluaran yang

berasal dari rekening kas daerah, merupakan utang daerah

dalam satu tahun anggaran, dan tidak akan ada

pengembalian dana oleh daerah.35

Dari uraian di atas,

maka dapat dipahami bahwa Belanja daerah merupakan

pengeluaran daerah serta pengalokasian dana selama

periode tertentu.

Besarnya belanja pemerintah setiap tahun dicatat

dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD).Menurut Peraturan Nomor 58 Tahun

2005 tentang Keuangan Daerah Pemerintah Republik

34

Resi Intan Penatari, Skripsi : “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana

Alokasi Khusus, Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah, (Surakarta

: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), hlm. 4. 35

Nurlan Darise, Pengelolaan Keuangan Daerah Edisi ke-2, (Jakarta: PT.

Indeks, 2009), hlm. 131.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

24

Indonesia, peraturan ini dianggap sebagai pengurang nilai

bersih.36

Belanja daerah digunakan untuk urusan

pemerintahan yang terdiri atas urusan wajib dan urusan

pilihan menurut provinsi atau kabupaten (kota) menurut

undang-undang.

2. Fungsi Kebijakan Fiskal

Dalam perekonomian suatu negara, kebijakan fiskal

berperan penting dalam menstabilkan perekonomian dan

menciptakan tingkat perekonomian yang lebih baik.37

Soediyono Reksoprayitno menjelaskan fungsi utama kebijakan

fiskal antara lain: (1) fungsi distribusi, (2) fungsi distribusi,

dan (3) fungsi stabilitas.38

Menurut Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003, fungsi kebijakan fiskal meliputi enam

bagian:39

a. Fungsi otorisasi

Fungsi otorisasi memiliki arti bahwa anggaran negara

menjadi dasar penyelenggaraan penerimaan dan

36

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah. 37

Alexander Handy, dkk, Mudah Memahami dan Mengimplementasikan

Ekonomi Makro, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2019), hlm 151. 38

Soediyono Reksoprayitno, Ekonomi Makro Penganta Analisa Pendapatan

Nasional, (Yogyakarta: Liberty, 1992), hlm. 89. 39

Handy, dkk, Loc. Cit..

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

25

pengeluaran pada tahun yang bersangkutan.

b. Fungsi perencanaan

Fungsi perencanaan memiliki arti bahwa anggaran

negara menjadi pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan

perencanaan tahunan.

c. Fungsi pengawasan

Fungsi pengawasan mengacu pada anggaran negara

sebagai kriteria penilaian apakah kegiatan administrasi

pemerintahan negara memenuhi persyaratan.

d. Fungsi distribusi

Fungsi distribusi berarti bahwa anggaran nasional

harus ditujukan untuk mengurangi pengangguran dan

pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi

dan efektivitas perekonomian.

e. Fungsi distribusi

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan

anggaran nasional harus memperhatikan rasa keadilan dan

kewajaran.

f. Fungsi stabilitas

Fungsi stabilitas berarti anggaran pemerintah

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

26

merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan

keseimbangan fundamental ekonomi.

3. Instrumen Kebijakan Fiskal

Secara umum terdapat dua instrument utama dalam

kebijakan fiskal, yaitu:40

a. Penerimaan Pemerintah

Pendapatan pemerintah, termasuk Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), biasanya

bersumber dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan

pajak. Penerimaan pajak meliputi pajak penghasilan

(PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan

bangunan (PBB), biaya perolehan hak atas tanah dan

bangunan (BPHTB), cukai, perdagangan (seperti pajak

impor dan pajak ekspor) dan pajak lainnya. Sementara itu,

penerimaan negara bukan pajak mencakup penerimaan

sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan pendapatan

bukan pajak lainnya.41

40

Alexander Handy, dkk, Op. Cit., hlm.149. 41

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, informasi APBN 2019,

.https://www.kemkeu.go.id/apbn2019.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

27

b. Pengeluaran (expenditure policy)

Secara umum, belanja negara meliputi anggaran

belanja pemerintah pusat, dana perimbangan, dana

otonomi khusus, dan dana perimbangan. Pengeluaran

pemerintah yang selama ini banyak digunakan untuk

belanja noninvestasi, seperti pengeluaran gaji pegawai,

belanja modal, dan lain-lain.42

4. Bentuk-bentuk Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:43

a. Kebijakan Fiskal Penstabil Otomotis

Penstabil otomatis adalah sistem fiskal yang efektif

digunakan saat ini, secara otomatis akan cenderung

menciptakan stabilitas dalam kegiatan perekonomian.44

Kebijakan ini berkaitan langsung dengan perpajakan,

asuransi, pengangguran dan kebijakan harga minimum.45

b. Kebijakan Fiskal Diskresioner

Kebijakan fiskal didkresioner merupakan kebijakan

yang diambil oleh pemerintah sesuai dengan situasi dan

42

Ibid. 43

Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016),

hlm. 518. 44

Ibid. 45

Alexander Handy, dkk, Op. Cit hlm.150.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

28

kondisi perekonomian.46

Kebijakan fiskal merupakan

langkah di bidang pengeluaran pemerintah dan

perpajakan, yang khusus digunakan untuk memodifikasi

sistem yang ada untuk mengatasi permasalahan ekonomi

yang dihadapi.47

Secara teoritis terdapat empat jenis kebijakan fiskal,

yaitu:48

a. Pembiayaan Fungsional (The Funtional Finance)

Pembiayaan fungsional adalah kebijakan yang

menyesuaikan pengeluaran pemerintah dengan

mempertimbangkan berbagai pengaruh tidak langsung

terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk

meningkatkan kesempatan kerja. Pemerintah yang

mengikuti model pembiayaan fungsional ini biasanya

melakukan beberapa hal penting, yaitu:

1) Pajak tidak hanya digunakan sebagai alat untuk

menggali sumber pendapatan, tetapi juga sebagai alat

untuk mengatur sektor swasta (private sector).

46

Ibid., hlm.150. 47

Sadono Sukirno, Loc. Cit. 48

Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijkan Fiskal, (Jakarta: Bumi Aksara,

2014), hlm, 7.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

29

2) Jika tingkat inflasi terlalu tinggi, dan biasanya

dilakukan penarikan dana masyarakat, pemerintah

akan memberikan pinjaman luar negeri.

3) Jika target pajak dan pinjaman tidak cepat tercapai,

pemerintah akan memberikan pinjaman dalam negeri

dalam bentuk cetak uang.

b. Pendekatan Anggaran Terkendali (The Managed

Budget Approach)

Metode anggaran terkendali adalah kebijakan yang

digunakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, pajak

dan pinjaman untuk mencapai stabilitas ekonomi yang

stabil.Dalam konsep ini, hubungan langsung antara

belanja pemerintah dan perpajakan selalu tetap sama.

Kemudian, untuk menghindari atau mengurangi

ketidakstabilan perekonomian, anggaran harus selalu

disesuaikan agar pada saat tertentu anggaran dapat

mengalami defisit atau surplus sesuai dengan keadaan saat

ini.

c. Stabilitas Anggaran (The Stabilizing Budget)

Stabilisasi anggaran merupakan kebijakan yang

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

30

mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat biaya

dan manfaat dari berbagai program. Tujuan stabilisasi

anggaran adalah untuk menghemat pengeluaran

pemerintah. Dengan anggaran yang stabil, pengeluaran

pemerintah akan lebih menekankan pada manfaat dan

prinsip biaya relatif dari berbagai rencana. Cara

menentukan pajak adalah dengan mendapatkan sisa

anggaran untuk pekerjaan penuh. Dengan kata lain,

berdasarkan stabilitas ekonomi otomatis, pengeluaran

pemerintah ditentukan berdasarkan perkiraan manfaat dan

biaya relatif dari berbagai program. Pada saat yang sama,

pajak dikumpulkan untuk menciptakan surplus selama

periode kerja penuh.

d. Pendekatan Anggaran Belanja Berimbang (Balance

Budget Approach)

Pendekatn anggaran belanja berimbang adalah

kebijakan anggaran yang menyamakan pengeluaran

dengan pendapatan, dan juga merupakan cara untuk

mencapai anggaran berimbang jangka panjang. Dengan

kata lain, konsep anggaran berdasarkan pendekatan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

31

anggaran berimbang menekankan pada kebutuhan neraca

pembayaran. Artinya, jumlah belanja yang disiapkan

pemerintah tidak boleh melebihi jumlah pendapatan yang

diterimanya, sehingga pemerintah tidak perlu berhutang

dalam dan luar negeri.

B. Kebijakan Fiskal dalam Pandangan Islam

Sebelum memahami kebijakan fiskal dari perspektif Islam,

Peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu maqashid

syariah. Maqashid Syariah secara harfiah berarti tujuan hukum.

Maqashid berasal dari kata qashada yang artinya tujuan.49

Secara terminologi, maqashid syariah memiliki makna yang

ingin dan akan diwujudkan oleh pembuat Syariah (Allah SWT).50

Al-Syatibi membagi maqashid syariah menjadi dua bagian,

yaitu :

49

Kamil Iskandar Hasyimah, Al-Munjid Al Wasith, (Beirut : Daar al-

Masyriq, 2003), hlm. 855 dalam Moh. Toriquddin, “Teori Maqashid Syari‟ah

Perspektif Al-Syatibi”, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 6 No. 1, 2014, hlm. 33. 50

Jaser Auda, Fiqh al-Maqasid Ina tat al-Ahkam bi Maqasidha, (Herndon:

IIIT, 2007), hlm. 15 dalam Ibid., hlm. 34

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

32

1. Qashdu al-syari’ (tujuan Tuhan)

Maqashid Syariah dalam arti Qashdu al-syari‟ mencakup

empat aspek. Keempat aspek tersebut adalah:51

a. Qashdu al-Syari‟ah (Tujuan Allah mentepakan syariat

atau aturan hukum)

Menurut al-Syatibi, Allah menurunkan Syariat atau

aturan hukum kepada hamba-Nya untuk memperoleh

kemaslahatan dan menghindar dari kemudharatan.

Sederhananya, Allah menetapkan syariah dengan tujuan

kepentingan maslahah hamba-Nya. Syatibi membagi

maslahah tersebut menjadi tiga derajat menurut kebutuhan

manusia yaitu dharuriyat, hajiyat, dan rukhshah.

b. Qashdu al-syari‟ fi wadh‟i a;-syari‟ah li al-ifham (Tujuan

Allah menetapkan syariat agar dipahami)

Maksud Allah menurunkan syariat agar hamba-Nya

dapat memahaminya. Al-Syatibi menyebutkanada dua hal

terkait hal tersebut yaitu:

51

Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafalatfi ushli al-Syariah, (Beirut: Dar Al-

Kotob Al Ilmiyah, 2004), hlm. 219 dalam Nabila Zatadini dan Syamsuri, “Konsep

Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi dan Kontribusinya dalam Kebijakan Fiskal”,

Jurnal Masharif al-Syariah Vol.4 No.1, 2019, hlm. 116.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

33

1) Syariat diturunkan dalam Bahasa Arab. Untuk bisa

memahaminya maka harus memahami terlebih dahulu

tata Bahasa Arab.Seperti yang pernah dikatakan al-

Syatibi: “Setiap orang yang hendak memahaminya,

maka dia seharusnya memahami lidah Arab terlebih

dahulu.”

2) Syariat bersifat ummiyah. Syariat ini diturunkan

kepada masyarakat ummi yaitu mereka yang tidak

memahami ilmu lain dengan tujuan agar syariat

mudah dipahami oleh seluruh umat manusia, karena

akar syariat. terletak pada kepentingan manusia.

3) Qashdu al-syari‟ fi wadh‟i a;-syari‟ah li al-taklif bi

muqtadhaha (Tujuan Allah meletakkan syariat untuk

memberi tanggungjawab pada hamba-Nya)

4) Qashdu al-syari‟ fi dukhuli al-mukallaf tahta ahkami

al-syari‟ah (Tujuan tuhan menugaskan hamba-Nya

untuk melaksanakan syariat)

2. Qashdu al-Mukallaf (Tujuan Mukallaf)

Segala tujuan mukallaf bergantung pada niatnya. Artinya,

jika niatnya benar maka benar juga amalnya, namun jika

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

34

niatnya batil maka amal tersebut menjadi batil juga. Tujuan

mukallaf juga harus sama dengan tujuan Allah dan

mengerjakan sesuatu yang tidak dysariatkan maka itu

termasuk batil.52

Imam al-Syatibi membagi kemaslahatan yang akan

diwujudkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu:53

Tingkatan pertama, kebutuhan dharuriyat adalah tingkat

kebutuhan yang harus dicapai. Bila tingkat kebutuhan ini tidak

terpenuhi akan mengganggu keselamatan umat Manusia baik

di dunia maupun di akhirat. Ada lima hal yang termasuk dalam

kategori ini, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa,

memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara

harta. Untuk memelihara lima pokok inilah diturunkan syariat

Islam.

Tingkatan kedua, kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan

sekunder di mana jika tidak tercapai tidak sampai mengancam

keselamtan namun akan menghadapi kesulitan.

Tingkatan ketiga, kebutuhan tahsiniyat yaitu kebutuhan

pelengkap yang apabila tidak tercapai atau terpenuhi tidak

52

Ibid., hlm. 118. 53

Ibid., hlm. 116.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

35

mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok diatas dan

tidak pula menimbulkan kesulitan.

Sedangkan, menurut Al-Ghazali, Maqashid syari‟ah berisi

segala seuatu yang dibutuhka manusia untuk mewujudkan

falah secara syari‟ah. Al-Ghazali menempatkan hifz ad-din

pada urutan pertama karena atas dasar itulah manusia akan

meletakkan dan merumuskan relasi-relasi kemanusiaan dalam

perspektif dan filter moral pada pondasi yang benar. Hal itu

memungkinkan manusia dapat berinteraksi secara adil. Iman

akan memberikan instruksi dan guidline moral tentang alokasi,

produksi, konsumsi dan distribusi dalam bingkai keadilan,

keseimbangan dan kemaslahatan. Kemudian al-Gazali

menempatkan hifz al-mal pada urutan paling akhir karena

secara ideologis harta bukanlah tujuan. Jika harta adalah

tujuan maka akan sangat lekat dengan eksploitasi dan

kezaliman.54

Sementara tiga maqashid lainnya yaitu: hifz nafs,

hifz al-a‟aql, dan hifz an-ansl, pencapaian kebahagiaan adalah

tujuan utama dari syariah yang harus dilindungi oleh

komitmen moral. Di dunia sekuler, ketiga tujuan ini tidak

54

M Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Tazkia

Institute, 2000), hlm. 7-10.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

36

dapat dilindungi .Segala sesuatu yang digunakan untuk

melindungi ketiganya harus dianggap sebagai sesuatu yang

bersifat hajjiyah seperti sandang, pangan, papan, pendidikan

intelektual, lingkungan sehat, kesehatan, transportasi yang

aman, dan lainnya.

Bagi al-Syatibi pemerintahan yang mengatur rakyat

merupakan salah satu maslahahdharuriyyah yang harus

terpenuhi demi memelihara harta benda rakyat. Pemerintah

harus mewujudkan atau memenuhi maslahah dunia para

rakyatnya. Jika maslahah akhirat tidak akan terwujud jika

maslahah dunia tidak terpenuhi.55

Segala kebijakan

pemerintah harus bertujuan maslahah karena tindakan

pemimpin harus berdasarkan maslahah rakyat.56

Pemahaman terhadap maqashid inilah yang selama ini

dijadikan landasan merumuskan dan menjawab problematikan

kehidupan ekonomi yang dihadapi setelah Nabi SAW wafat,

seperti pada masa Umar bin Khattab yang membuat kebijakan

tentang pencetakan uang, pengembangan pertanian, pajak

55

Hammadi al-Ubaidi, al-syatibi wa Maqashid al-Syari‟aj, (Beirut : Dar al-

Qutaibah, 1992), hlm. 241 dalam Nabila dan Syamsuri, Op. Cit., hlm. 120. 56

Abu Hanifah, al-Dar al-Mukhtar, jilid 4 (Beirut : Daar al-Fikr, 1386), hlm.

193 dalam Nabila dan Syamsuri, Op. Cit., hlm. 121.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

37

perdagangan dan tanah, kebijakan fiskal, pendirian ad-diwan,

komite sensus dan hukum perdagangan.57

Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam adalah sebuah sarana

untuk mencapai maqashid syariah. Maqashid syariah adalah dasar

bagi pengembangan ekonomi Islam karena bertujuan untuk

menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dengan

menyeimbangkan peredaran harta secara adil dan seimbang baik

secara personal maupun sosial.

Kebijakan fiskal dalam Islam mempunyai tujuandalam

menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan

distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan

spiritual secara seimbang.58

Jika melihat praktik kebijakan fiskal yang pernah dilakukan

pada masa Khulafaurrasyidin maka kebijakan fiskal dalam

ekonomi islam memiliki perbedaan dengan ekonomi

konvensional terkait penerimaan dan pengeluaran negara.

57

Nasitotul Janah dan Abdul Ghofur, “Maqashid Asy-Syari‟ah sebagai

Dasar Pengembangan Ekonomi Islam”, International Journal Ihya‟Ulum Al-Din, Vol.

20. No.2, 2018, .hlm. 185. 58

Ihda Aini, Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam Vol.17, No.2, (Padang

Sidempuan: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Padangsidempuan, 2019), hlm.

44.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

38

1. Kebijakan Anggaran Penerimaan Pemerintah

Sumber-sumber penerimaan negara dalam ekonomi Islam

yaitu :59

a. Zakat

Zakat secara bahasa mempunyai arti tumbuh (al-

numuw) dan bertambah (al-ziyadah).60

Secara etimologi

Zakat mempunyai arti suci.Yaitu suci dari dosa dan

kemaksiatan.61

Sedangkan secara Etimologi, Zakat

merupakan nama bagi sejumlah harta yang diwajibkan

oleh Allah Swt untuk dikeluarkan kepada orang-orang

yang berhak menerimanya.62

b. Usyr

Secara harfiah usyr bermakna sepersepuluh (1/10).63

Sedangkan dalam istilah syara,usyrmerupakan sesuatu

yang diambil oleh negara dari para pedagang yang

59

Ibid., Hlm. 45. 60

El-Madani, fiqh zakat lengkap, (DIVA Perss, 2013) dalam Denil Setiawan,

“Analisis Zakat Sebagai Instrument Kebijakan Fiskal Pada Masa Khalifah Umar bin

Khattab r. a”, Al Amwal: Vol. 1 No,2, 2019, hlm. 121. 61

Anis Ibrahim dkk, Mu‟jam al-Wasit I, (Mesir: Dar al-Ma‟arif, 1972), hlm.

396 dalam Ibid. 62

Ibid.. 63

Atabik Ali, Kamus al-Ashri, (Yogyakarta : Multi Karya, 1292) dalam

Sulaeman Jajuli, “Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Islam”, (Baitul Maal Sebagai

Basis Pertama dalam Pendapatan Islam), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 2018,

hlm. 20.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

39

melewati negaranya.64

Menurut pendapat lain dikatakan

bahwa harta usyr adalah pajak yang dikenakan atas

barang-barang dagangan yang masuk ke negara Islam

atau orang yang datang dari negara Islam itu sendiri

untuk berdagang.65

Jadi, dapat disimpulkan bahwa usyr

adalah pajak yang dikenakan kepada barang dagangan.

c. Kharaj

Kharaj mempunyai arti bea, pajak dan belasting66

,

Yaitu berasal dari kata kharaja-yakhruju-khurujan

yangartinya keluar. Dalam istilah literatur, kharaj

diartikan pajak yang diwajibkanatas tanah yang dimiliki

oleh non muslim.67

Dalam istilah Syar‟i kharaj

merupakan pajak yang dibebankan atas tanah yang

ditaklukkan oleh pasukan Islam.68

64

Muhammad Rawwas Qal‟ahji, Ensiklopedi Fiqih Umar ibn Al-Khattab,

Terj. M. Abdul Mujib, (Jakarta: Raja Grafindo, 1999), hlm.632 dalam Sulaeman

Jajuli, hlm. 21. 65

Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin khattab, Terj.

Ahmad Syarifuddin Shaleh, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2002), hlm. 33 dalam Sulaeman

jajuli, hlm. 21 66

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

1989), hlm. 115 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 17. 67

Irfan Mahmud Ra‟ana, Economic Syistem Under Umar Greath, terj.

Mansuruddyn Djoely, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 118 dalam Sulaeman

Jajuli, hlm. 17 68

Muhammad Rawwas Qal‟ahji, Op. Cit., hlm. 85 dalam Sulaeman Jajuli,

hlm. 17.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

40

Jadi, Kharaj atau biasa disebut dengan pajak

bumi/tanah merupakan jenis pajak yang dibebankan atas

tanah terutama yang ditaklukan oleh kekuatan senjata,

walaupunsi pemilik itu seorang yang dibawah umur,

seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun

tidak beriman.

d. Ghanimah

Harta Ghanimah secara etimologi mempunyai arti

rampasan perang69

atau harta yang diambil oleh

masyarakat Muslim dalam sebuah peperangan secara sah

dan dibolehkan dalam agama (halal).70

Jadi, Ghanimah adalah harta yang diperoleh dalam

peperangan atau bisa disebut juga rampasan perang.

e. Jizyah

Jizyah berasal dari kata jaza-yajzi yang mempunyai

arti balasan.71

Jizyah juga diartikan dengan al-Dharibah

yang mempunyai makna pajak.72

Menurut syara‟ jizyah

diartikan dengan sejumlah mata uang yang dibebankan

69

Attabik „Ali, Op. Cit., hlm. 1361 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 14. 70

Ibrahim Musthafa, dkk, al-Mu;jam al-Washith, (Qahirah: Maktabah asy-

Syuruq ad-Dauliyah), hlm. 119 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 14. 71

Ibid., hlm. 120 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 19. 72

Attabik Ali, Op. Cit., hlm. 673 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 19.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

41

kepada orang yang berada di bawah tanggungan kaum

muslimin dan melakukan perjanjian dengan kaum

muslimin dari ahli kitab.73

Jizyah merupakan pajak yang diwajibkan kepada

kalangan non muslim sebagai kompensasi atas fasilitas

sosial, ekonomi, layanan kesejahteraan, serta jaminan

keamanan yang didapatkan dari negara Islam. Jizyah

diberikan oleh orang-orang non Muslim selagi mereka

tetap pada kepercayaannya, akan tetapi apabila mereka

memutuskan untuk memeluk agama Islam, maka

kewajiban membayar jizyah tersebut tidak diberlakukan

lagi. Jizyah juga tidak diwajibkan kepada non Muslim

yang tidak mempunyai kemampuan membayarnya

karena kefakiran atau kemiskinannya.

Jadi, Jizyah adalah pajak yang dikenakan atas kaum

non-muslim yang tinggal dalam wilayah negara Islam

sebagai bentuk jaminan kehidupan mereka.

73

Abdul Aziz Dahlan, Op. Cit., hlm. 852 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 19.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

42

f. Fai’

Fai‟ secara etimologi berarti pajak.74

Secara

epistimologi fai‟ memiliki arti harta yang diberikan oleh

musuh non muslim bukan dari peperangan, namun

orang-orang nonmuslim yang memberikannya secara

sukarela dan ikhlas tanpa ada unsur paksaan setelah

adanya perjanjian dengan pemerintah Islam.75

2. Kebijakan Anggaran Belanja Pemerintah

Anggaran belanja pemerintah akan disesuaikan dengan

keaadaan ekonomi pada masa tertentu. Pemerintah harus

mengeluarkan anggaran sesuai dengan pendapatannya,

keadaan ini dinamakan dengan anggaran belanja berimbang.

Namun jika tingkat perekonomian baik, kesempatan kerja

penuh tercapai, kenaikan harga seimbang, belanja negara dapat

diperhemat sehingga pemerintah dapat melakukan

penyimpanan anggaran terhadap pendapatannya, maka

keaadan ini dinamakan dengan anggaran belanja surplus.

Sebaliknya, apabila tingkat kegiatan ekonomi rendah dan

terdapat banyak pengangguran, kemiskinan, musibah dan lain

74

Atabik Ali, Op. Cit., hlm. 1413 dalam Sulaeman Jajuli, hlm. 15. 75

Deprtemen Agama R.I, Op. Cit., hlm. 61.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

43

sebagainya, lalu pemerintah membelanjakan anggarannya

melebihi pendapatan. Maka keadaan ini akan menimbulkan

defisit anggaran.76

Di masa Nabi kebijakan anggaran masih sangat sederhana

dan tidak serumit sistem anggaran modern. Hal ini sebagian

dikarenakan telah berubahnya keadaan sosio-ekonomi secara

fundamental, dan sebagian lagi karena negara Islam yang

didirikan juga dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Negara

yang menganut demokrasi, biasanya membuat anggaran

belanja negara secara umum tiap tahun. Fakta anggaran

belanja negara yang menganut demokrasi tersebut adalah

bahwa anggaran belanjanya dinyatakan melalui peraturan yang

disebut dengan peraturan anggaran belanja negara sekian

tahunan. Kemudian ditetapkan sebagai peraturan setelah

dibahas dengan parlemen. Di indonesia anggaran belanja

negara tersebut dimuat dalam Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan

kepada DPR untuk kemudian diundangkan menjadi Undang-

76

Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas

Ekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 205.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

44

Undang APBN setiap tahunnya.77

Anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara

recana proyek yang harus dilaksanakan di masa depan,

maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat

pada jalan pertumbuhan ekonomi negara. Negara Islam

modern harus menerima konsep anggaran modern dengan

perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran.

Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang

mutlak diperlukan dan mencari jalan dengan cara-cara untuk

mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak atau

dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar

negeri.78

Oleh karena itu, di dalam Islam tidak mengenal

pembuatan anggaran belanja negara tahunan sebagaimana

yang terdapat dalam demokrasi, baik terkait dengan bab-

babnya, pasal-pasalnya, maupun istilah-istilah dari pasal

tersebut. anggaran belanja dalam negara Islam tidak dibuat

dalam bentuk tahunan, meskipun negara Islam mempunyai

anggaran belanja tetap yang bab-babnya telah ditetapkan oleh

77

Ihda Aini, Op. Cit., hlm. 48. 78

Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dhana

Bakti Wakaf, 1997), hlm. 235.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

45

syara‟ mengikuti pendapatan dan pengeluarannya.79

Dapat diketahui bahwa selama masa Islam dini,

penerimaan zakat dan sedekah merupakan sumber pokok

pendapatan. Di zaman modern penerimaan ini tidak dapat

memenuhi persyaratan anggaran yang berorientasikan

pertumbuhan modern dalam suatu negara Islam. Diperlukan

untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih

kaya demi kepentingan kemajuan dan keadilan sosial. As-

Sunnah dengan jelas menyatakan tentang hal ini: “selalu ada

yang harus dibayar selain zakat”. Maka Rasulullah SAW

berpesan dan memerintahkan pengeluaran untuk kebijakan

masyarakat. Sabdanya: “kekayaan harus diambil dari si kaya

dan dikembalikan kepada si miskin” (HR. Bukhari).80

Setiap

warga negara harus menyumbangkan keuangan negara sesuai

dengan kemampuannya yaitu sesuai dengan pendapatannya.

Menurut prinsip ekonomi, biaya pungutan pajak tidak boleh

melebihi pendapatan dari pungutan pajak itu sendiri. Akan

tetapi mengenai masalh zakat, pungutan zakat tidak

memerlukan sistem organisasi yang lengkap dan

79

Taqyiddin Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif

Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 269. 80

Abdul Mannan, Op. Cit., hlm. 238.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

46

membutuhkuan biaya yang besar. Zakat merupakan bentuk

ibadah seperti amalan shalat setiap hari atau berpuasa sehingga

kebanyakan orang berlomba-lomba mau menunjukkan

melaksanakan tanggung jawab ini secepat mungkin.81

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sistem

perekonomian mengenai anggaran belanja, ada suatu

perbendaan yang mendasar mengenai sistem anggaran belanja

islam dengan modern. Islam menitik beratkan pada masalah

pelayanan terhadap urusan ummat, yang tekah diserahkan oleh

syara‟ dan ditetapkan sesuai dengan apa yang menjadi

pandangan agama Islam. Berbeda dengan anggaran belanja

modern lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara

rencana dan proyek.

Pembelanjaan pemerintah dalam koridor Negara islam

sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman al-Maliki yang

dikutip oleh Mustafa Edwin Nasution, yaitu negara menjamin

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer per individu secara

menyeluruh, dan membantu dalam memenuhi kebutuhan

sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya. Jaminan

81

Azalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: t.p,1996), hlm.335.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

47

pemenuhan kebutuhan primer ini meliputi: pertama, jaminan

kebutuhan-kebutuhan primer bagi setiap individu secara

menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi sandang (pakaian),

pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kedua,

jaminan kebutuhan-kebutuhan primer bagi rakyat secara

keseluruhan. Kebutuhan-kebutuhan kategori ini meliputi

keamanan, kesehatan dan pendidikan.82

Terkait kebijakan pengeluaran pemerintah, pengendalian

anggaran yang efisien dan efektif merupakan landasan pokok

dalam kebijakan pengeluaran pemerintah, yang dalam ajaran

islam dipandu oleh kaidah-kaidah syariah dan penentuan skala

prioritas. Para Ulama terdahulu telah memberikan kaidah-

kaidah umum yang didasarkan dari Al-Qur‟an dan Hadis

dalam memandu kebijakan belanja pemerintah. Diantara

kaidah-kaidah tersebut adalah: 83

a. Pembelanjaan pemerintah harus dalam koridor maslahah

b. Menghindari mashaqqah (kesulitan) dan mudarat harus

didahulukan ketimbang melakukan pembenahan

c. Mudarat individu dapat dijadikan alasan demi

82

Mustafa Edwin Nasution, dkk, Op. Cit., hlm. 225-226. 83

Mustafa Edwin Nasution, dkk, Op. Cit., hlm. 223-224.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

48

menghindari mudarat dalam skala umum

d. Pengorbanan individu dapat dilakukan dan kepentingan

individu dapat dikorbankan demi menghindari kerugian

dan pengorbanan dalam skala umum

e. Kaidah al-ghiurnu bi al-gunny, yaitu kaidah yang

menyatakan bahwa yang mendapatkan manfaat harus siap

menanggung beban (yang ingin beruntung harus siap

menanggung kerugian).

f. Kaidah “ma la yatimnu al-wajibu illa bihi fahuwa wajib”.

Yaitu kaidah yang menyatakan bahwa “sesuatu hal yang

wajib ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor

penunjang lainnya tidak dapat dibangun, maka

menegakkan faktor penunjang tersebut menjadi wajib

hukumnya”.

Kaidah-kaidah tersebut dapat membantu dalam

mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembelanjaan pemerintah

dalam Islam. Adapaun kebijakan belanja umum pemerintah

dalam sistem ekonomi Islam dapat dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu:84

84

Ihda Aini, Op. Cit., hlm. 49.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Fiskal 1. Pengertian

49

a. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.

b. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila

sumber dananya tersedia.

c. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang

disepakati oleh masyarakat berikut sistem pendanaannya.