bab ii landasan teori 2.1 tinjauan geologi 2.1.1 geologi
TRANSCRIPT
5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Geologi
2.1.1 Geologi Regional Daerah Lampung
Pada penelitian di Lembar Tanjungkarang geologi regional diawali dengan para
peneliti ahli geologi asal belanda. Sehingga penelitian berlanjut terus hingga ke
daerah lampung yang kemudian dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan. Di
tahun 1970 dimulai penelitian dengan mencari berbagai endapan, seperti endapan
emas epitermal, batuan keras yang terkait serta endapan tembaga porfiri. Kemudian
di tahun 1993 dilakukan pembuatan sintesis geologi regional dengan
menggabungkan bagian-bagian dari geologi daerah Lampung. Pada Mei-Juni serta
September 1985 hingga 1986 dilakukan pemetaan geologi Lembar Tanjungkarang
yang dilakukan oleh bidang pemetaan geologi. Dari peta geologi Tanjung Karang
dapat diketahui bahwa penyusun formasi pada daerah penelitian merupakan formasi
Lampung dengan umur Quarter-tersier. Sebaran tuff riolitik, batu lempung tuffan,
batu pasir tuffan, tuff padu serta tuff batuapung yang merupakan formasi pada
daerah ini.
Gambar 2.1 Peta Geologi Region (modifikasi dari Mangga dkk., 1993).
6
Pada Gambar 2.1 merupakan peta geologi yang memperlihatkan daerah penelitian
yaitu Desa Rejomulyo, Kecamatan Karang Anyer, Kabupaten Lampung Selatan
yang termasuk dalam formasi Lampung (Qtl). Batuan malihan (metamorphic rock)
adalah satuan geologi tertua Tanjung Karang yang merupakan bagian dari formasi
Kompleks Gunung Kasih (Pzg). Pada formasi ini terdapat batuan sekis, gneiss,
kuarsit, serta pualam yang tersingkap direruntuhan batuan penutup kuarter dan
sentuhan tektonik dengan sedimen kapur.
2.1.2 Fisiografi Dan Stratigrafi
Gambar 2.2 Fisiografi dan Stratigrafi regional Lampung (Mangga dkk.,1993).
Stratigrafi kuarter adalah endapan yang dapat dikelompokan menjadi empat bagian
sebagai berikut:
1. Endapan tuff Lampung
Endapan ini tersebar luas menutupi daerah Utara serta Timur di peta Tanjung
Karang. Endapan terbesar terendapkan di lingkungan marin serta secara komplek
bergabung bersama endapan marin halus. Komposisi dari tuff terdiri atas dasitik
hingga liparitik dengan kadar gelas dan batuapung yang tinggi. Pusat erupsi diduga
7
berapa di teluk Lampung, oleh karena itu endapan tuff Lampung berangsur ke arah
Utara.
2. Endapan basal Sukadana
Umur yang dimiliki dari endapan ini sama dengan endapan tuff Lampung.
Penyusun dari batuan ini merupakan Basal olivine. Sedangkan untuk plato basal
memiliki kerucut silinder yang kecil dan baru.
3. Endapan batuan andesit muda
Endapan yang terdiri dari tiga erupsi utama yaitu erupsi Betung, erupsi Rajabasa
dan erupsi vulkanik Ratai. Untuk bagian Barat Laut pada Lembar Tangjung Karang
terdapat beberapa pusat erupsi tua dan kecil.
4. Endapan aluvial dan sungai
Endapan ini dapat ditemui di sepanjang sungai-sungai utama dari pantai. Sungai
sekampung yang berada di Rawa Sragi merupakan cekungan aluvial utama. Pada
daerah pantai di bagian Timur sebagian besar tersusun dari daratan pasang surut
serta kompleks beting pantai, dimana di sepanjang pantai bagian Barat serta Selatan
Tanjung Karang terdapat beting-beting pasir dan karang kecil.
Pada daerah penelitian (Mangga dkk., 1993), disusun oleh beberapa satuan/formasi
batuan dari tua ke muda sebagai berikut:
Berikut ini formasi di sekitar daerah penelitian berdasarkan gambar di atas yaitu:
1. Formasi Lampung ( QTL)
Pada Formasi Lampung (QTL) terstuktur oleh tuf pumisan, batupasir tufan.
2. Granodiorit Branti (Kgdb)
Granodiorit Baranti ini merupakan granodiorite dengan butiran sedang, yang
terbentuk dari biotit subhedral. Pada bagian utara di daerah Bandar Lampung
terdapat satuan ini; dan
3. Satuan Endapan Gunungapai Muda (Qhpv)
Di daerah formasi Lampung dapat disebut bahwa satuan adalah satuan
termuda, karena hasil dari endapan gunungapi Betung yang umurnya Kuarte,
dimana batuan penyusun merupakan atas breksi, dan tuf, lava (andesit-basalt).
Satuan Formasi Breksi (Qhpv) terdiri atas breksi gunungapi, lava dan tuff
bersusunan andesit-basal.
8
2.2 Sifat Kelistrikan Batuan
Batuan merupakan medium listrik, oleh karena itu batuan memiliki nilai tahanan
jenis atau resistivitas. Resistivitas suatu batuan merupakan hambatan dari batuan
terhadap aliran listrik, yang mempegaruhi resistivitas sebuah batuan terdiri dari
kadar air, porositas, dan mineral. Menurut Telford dkk., (1990) aliran arus listrik
pada mineral dan batuan digolongkan dalam beberapa macam berikut:
1. Konduksi Secara Elektronik (Ohmik)
Terjadi jika mineral dan batuan memiliki cukup besar elektron bebas yang
mengakibatkan arus listrik dialirkan dalam mineral dan batuan tersebut oleh
elektron-elektron bebas, yang mengakibatkan arus nya mudah mengalir pada
batuan yang mengandung banyak logam;
2. Konduksi Secara Elektrolitik
Pada sebagian besar batuan adalah penghantar yang mempunyai resitivitas tinggi
dan pengantar yang buruk. Batuan biasanya bersifat porus dan mempunyai pori-
pori yang terisi oleh fluida, khususnya air. Batuan-batuan tersebut menjadi
elektrolit dalam air, dimana konduktivitas dan resistivitas batuan porus itu
bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Jika kandungan air di dalam
sebuah batuan semakin berlimpah, maka nilai konduktivitas semakin besar, begitu
juga sebaliknya; dan
3. Konduksi Secara Dielektrik
Konduksi yang bersifat dielektrik ada ketika batuan dan mineral mengalir ke aliran
arus listrik, dimana dalam artian sebuah batuan atau mineral memiliki elektron
bebas dalam skala kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Pengaruh medan listrik
dari luar, elektron dalam batuan akan berpindah dan berkumpul berpisah dari inti,
dan terjadi polarisasi (Hendrajaya dan Arif., 1990).f
Tabel 2. 1 Nilai resistivitas batuan (Telford dkk., 1990).
No Jenis Batuan Resistivitas Batuan (Ωm)
1 Udara (Air) ~
2 Air Tanah (Ground Water) 30 - 100
3 Lempung (Clay) < 20
9
5 Kerikil (Gravel)
100 - 600
6 Batupasir (Sandstone) 30 - 500
7 Lempung (Clay) 10 - 100
8 Tufa/Tuff 20 - 200
9 Batulempung tufan 6 - 20
10 Kerikil Kering (Dry Gravel) 600 – 10.000
2.3 Resistivitas Batuan
Resistivitas atau sifat fisis batuan, merupakan kemampuan untuk dilewati arus
listrik, jika batuan semakin sulit dilewati oleh arus listrik maka besar resistivitas
yang diberikan oleh batuan semakin besar (Suyanto dan Utomo, 2013). Hukum
Ohm menjadi konsep dasar resistansi, jika arus listrik di alirkan pada sebuah resistor
menyebabkan terbentuknya perubahan potensial di ujung-ujung hambatan tersebut
Oleh George Simon Ohm (1826), hubungannya adalah sebagai berikut
𝑅 =𝑣
𝑖 (2.1)
atau
𝑣 = 𝑖𝑅 (2.2)
Dengan:
R = Resistansi bahan (Ω)
i = Arus (A)
v = Tegangan (V)
Resistansi (Ohm) merupakan fungsi dari sifat bahan dan ukuran atau daya hambat
listrik suatu material yang dialiri arus listrik. Hukum Ohm mengasumsikan jika
resistansi itu tidak terikat dengan arus, disebabkan oleh resistansi konstan, namun
ada resistansi tidak konstan, disebut dengan non linier. Dengan hal ini, resistansi
(R) suatu elemen pada non-linear masih dirumuskan dengan persamaan (2.1).
10
2.4 Potensial Dalam Medium Homogen
Menurut hukum ohm (Telford, 1990), jika ada sebuah keadaan dalam bentuk
medium homogen isotropis dialiri arus listrik dengan rapat arus 𝘑 dan kuat medan
listrik Ε, maka dapat dituliskan:
𝘑 = 1
𝜌𝛦 (2.3)
Ε dalam volt meter dan ρ adalah resistivitas (𝛺) medium. Medan listiriik Ε
merupakan sebuah bagian dari gradien dari potensial skalar sebagai berikit:
𝛦 = − ∇𝘝 (2.4)
Kemudian memasukkan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.4), diperoleh:
𝘑 = 1
𝜌∇𝘝 (2.5)
dalam keadaan tidak ada muatan sumber:
∇ 𝘑 = 0 (2.6)
∇ 𝘑 = −∇∇(1
𝜌𝘝) = 0 (2.7)
dari persamaan (2.7), dengan menggunakan teorema vektor, diperoleh:
∇1
𝜌. ∇𝘝 +
1
𝜌 ∇2 𝘝 = 0 (2.8)
Didapatkan dari persamaan laplace dalam bentuk potensial harmonik, yang
ditimbulkan dari medium homogen isotropis, dan diperoleh suku pertama sama
dengan nol sebagai berikut:
∇2 𝘝 = 0 (2.9)
Dimana tinjauan bumi dalam bentuk koordinat bola, sehingga operator Laplacian
digambarkan dalam bentuk:
∇2 𝘝 = 1
𝑟2
𝜕
𝜕𝑟(𝑟2 𝜕𝑣
𝜕𝑟) +
1
𝑟2 sin 𝜃
𝜕
𝜕𝜃(sin 𝜃
𝜕𝑣
𝜕𝜃) +
1
𝑟2 𝑠𝑖𝑛2𝜃
𝜕2𝘝
𝜕𝜑2 = 0 (2.10)
Persamaan Laplace disederhanakan karena dianggap simetri sehingga potensial
akan berupa fungsi dari r saja, dituliskan:
∇2 𝘝 = 𝘥2𝘝
𝘥𝑟2+
2
𝑟 𝑑𝑣
𝑑𝑟 (2.11)
dari persamaan (2.11) dikalikan 𝑟2 yang kemudaia diintegralkan terhadap 𝑑𝑟,
sehingga diperoleh:
𝑑𝑣
𝑑𝑟 =
𝘈
𝑟2 (2.12)
hasilnya akan diintegralkan terhadap dr, sehingga persamaan nya menjadi:
11
𝘝 = − 𝘈
𝑟+ 𝐵
(2.13)
A dan B merupakan sebuah konstanta.
Gambar 2.3 Sumber titik terkubur arus di tanah homogen. (Telford, 1990).
2.4.1 Elektroda Arus Tunggal Dalam Sebuah Permukaan Medium Homogen
Gambaran umumnya berupa elektroda arus diletakkan di atas permukaan bumi
dengan menganggap udara bebas di atasnya mempunyai konduktivitas bernilai nol.
Kemudian dengan persamaan Laplace dalam koordinat bola untuk nilai B bernilai
sama dengan nol, pada bidang batas permukaan (z = 0) diperoleh sehingga:
𝛦2 = 𝜕𝘝
𝜕𝑧|𝑧 = 0 = 0 karena 𝜎 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 0 (2.14)
Arus total yang mengalir melalui permukaan pada setengah bola di medium bawah
permukaan, dirumuskan menjadi:
𝐼 = 2𝜋𝑟2𝘑 = −2𝜋𝑟2 1
𝜌
𝑑𝘝
𝑑𝑟 (2.15)
dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:
𝑑𝘝
𝑑𝑟= −
𝐼
2𝜋𝑟2 (2.16)
Konstanta integrasi didapat jika mengacu di persamaan (2.12) dan (2.16) sehingga:
𝘈 = −𝐼𝜌
2𝜋 (2.17)
12
dan terakhir didapatkan persamaan :
𝘝 = −𝜌𝐼
2𝜋𝑎 (2.18)
2.4.2 Elektroda Arus Ganda Dalam Sebuah Permukaan Medium Homogen
Adanya garis ekipotensial yang tegak lurus di garis aliran arus disebabkan karena
sumber arus ganda di permukaan. Arus diinjeksikan melalui elektroda C1 dan C2,
namun untuk beda potensial diukur pada elektroda potensial P1 dan P2 (Gambar
2.4).
Gambar 2.4 Pola Distribusi Potensial dan Arus yang Disebabkan Oleh Sumber
Arus Ganda di Permukaan. (Telford, 1990).
Gambar 2.5 Bentuk Susunan Elektroda Arus Ganda pada Permukaan Homogen
(Telford, 1990).
13
Pada permukaan medium homogen persamaan potensial pada elektroda arus ganda,
yaitu:
𝘝𝘱1 = 𝐼𝜌
2𝜋 (
1
𝑟1−
1
𝑟2) (2.19)
𝘝𝘱2 = 𝐼𝜌
2𝜋 (
1
𝑟3−
1
𝑟4) (2.20)
Persamaan (2.19) dan (2.20) diperoleh nilai beda potensial didapatkan menjadi:
∆ 𝘝 = 𝘝𝘱1 − 𝘝𝘱2 (2.21)
∆ 𝘝 = 𝐼𝜌
2𝜋 (
1
𝑟1−
1
𝑟2−
1
𝑟3+
1
𝑟4) (2.22)
Kemudian, diperoleh persamaan nilai resistivitas semunya:
𝜌 = 𝐾 ∆𝘝
𝐼 (2.23)
dengan K adalah koreksi di pengolahan data yang merupakan nilai faktor geometri
dimana nilai besarnya bergantung dengan nilai jenis konfigurasi yang dipakai,
menjadi:
𝐾 = 2𝜋 [(1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4)]
−1
(2.24)
2.5 Metode Geolistrik
Salah satu metode dalam geofisika yang melakukan pengukuran di permukaan
tanah dengan tujuan memperoleh pengetahuan tentang lapisan suatu batuan atau
bahkan mineral dengan memanfaatkan ilmu geofisika sesuai dengan prinsip pada
setiap lapisan-lapisan yang mempunyai nilai resistivitas yang berbeda yaitu metode
geolistrik adalah (Telford dkk., 1990). Untuk invertigasi dalam jangka panjang
metode ini bagus, karena efek dari faktor luar kecil sebagai contoh hujan, jadi
pengukuran dapat terlaksana dengan musim lain (Sjodahl dkk., 2006).
Prinsip metode ini yaitu arus diinjeksikan ke permukaan bumi melalui elektroda
arus dan potensial, dengan demikian didapatkan besar nilai lapisan pada batuan.
Harga beda potensial tergantung tahanan jenis dari batuan pada setiap lapisan.
Maka dari nilai yang diperoleh dapat diperoleh informasi tentang jenis batuan dan
struktur dari setiap lapisan bawah permukaan. Dari nilai yang diperoleh di lapangan
disebut nilai resistivitas semu, dan akan diolah menjadi nilai sebenarnya (Adawiyah
dkk., 2018).
14
2.6 Konsep Dasar Resistivitas Semu
Metode geolistrik resistivitas dilandaskan bahwa bumi memiliki sifat homogen
isotropis. Dengan anggapan bahwa resistivitas terukur adalah resistivitas
sebenarnya dan tidak tersangkut oleh jarak spasi elektroda. Bumi terdiri dari lapisan
dengan tahanan jenis tidak sama, menyebabkan potensial yang terukur itu dari
pengaruh lapisan. Jadi pada harga resistivitas yang terukur tidak termasuk nilai
resistivitas pada satu lapisan itu, khususnya pada elektroda nya yang lebar.
Nilai resistivitas semu menurut Telford dkk., (1990) adalah
ρ𝑎 =𝛥𝑣
𝑖 .
2π
[(1
𝑟1−
1
𝑟2)−(
1
𝑟3−
1
𝑟4)]
(2.25)
atau
𝜌𝑎 = 𝐾 ∆𝑣
𝑖 (2.26)
dimana faktor geometri pada persamaan 2.5.
𝐾 =2𝜋
[(1
ᴦ1 −
1
ᴦ2)−(
1
ᴦ3−
1
ᴦ4)]
(2.27)
Dengan (𝝆𝑎) adalah Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah resistivitas semu.
ρɑ = resistivitas semu
K = faktor geometri (m)
𝛥𝒗 = beda potensial (V)
i = kuat arus (A)
Resistivitas semu ini akan mendapatkan hasil yang sama pada medium homogen
dan non homogen dan kondisi pengukuran yaitu V dan I-nya sama.
Gambar 2.6 Konsep resistivitas semu (Telford., 1990).
Nilai resistivitas semu dinyatakan dalam persamaan (2.25) dan (2.26) (Telford dkk.,
1990).
15
Faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah berikut:
1. Ukuran butir penyusun batuan. Kebebasan arus semakin baik, jika semakin
kecil besar butirnya, yang akan mereduksi nilai tahanan jenis;
2. Komposisi mineral dari batuan. Kandungan mineral clay (lempung) tinggi
mengakibatkan nilai resistivitasnya rendah;
3. Kandungan air;
4. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan meningkatnya
kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai konduktor; dan
5. Kepadatan batuan,semakin padat maka semakin besar nilai resistivitas.
Nilai resistivitas pada batuan berubah jika batuan mengandung banyak air atau
bersifat porus yang menyebabkan nilai resistivitas semakin rendah. Air
memberikan peranan penting dalam menurunnya resistivitas dari batuan (Telford
dkk., 1990).
2.7 Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner adalah salah satu konfigurasi dalam metode geolistrik yang
digunakan dalam ekplorasi geolistrik dengan susunan jarak antar elektrodanya sama
panjang (Gambar 2.7). Target kedalaman yang mampu dicapai dengan konfigurasi
Wenner adalah 𝑎
2. Konfigurasi Wenner memiliki kelebihan yaitu, resolusi horizontal
yang baik, sensitivitas terhadap lateral yang baik tetapi kurang baik terhadap
penetrasi arus terhadap kedalaman.
Gambar 2.7 Susunan elektroda konfigurasi Wenner (Telford dkk., 1990).
16
Dari Gambar 2.4 bahwa jarak 𝐴𝑀 = 𝑁𝐵 = 𝑎 dan jarak 𝐴𝑁 = 𝑀𝐵 = 2𝑎, dapat
ditentukan faktor geometrinya:
𝐾 =2𝜋
(1
𝑎−
1
2𝑎) − (
1
2𝑎−
1
𝑎)
𝐾 =2𝜋
(1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4 )
𝐾 =2𝜋
2
𝑎−
2
2𝑎
𝐾 =2𝜋
4𝑎−2𝑎
2𝑎
𝐾 =2𝜋2𝑎
2𝑎2
𝐾 =2𝜋
1
𝑎
𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.28)
Pada konfigurasi Wenner ini jika semakin besar jarak elektroda maka makin dalam
tanah yang dapat diukur. Konfigurasi ini digunakan untuk pengukuran mapping dan
sounding. Kelebihan dalam konfigurasi ini yaitu memiliki resolusi horizontal yang
baik, ketelitian dalam pembacaan, bagus untuk penetrasi kedalaman, cocok untuk
daerah yang mengandung banyak noise. Konfigurasi ini merupakan konfigurasi
yang sederhana, sehingga dalam melakukan akuisisi data sumber daya manusia nya
sedikit, pengukuran dilakukan cepat sehingga waktu yang diperlukan cepat dan
akan memperkecil biaya.
2.8 Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah salah satu metode geolistrik, dengan
penggabungan konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Jarak spasi nya
tetap, dengan perbandingan jarak antar elektroda C1 dan C2 dengan spasi antara P1
dan P2. Jadi jika jarak elektroda P1 dan P2 merupakan a, maka jarak antara
elektroda C1 dan C2 yaitu (2na+a). Pada konfigurasi ini jarak elektrodanya konstan.
Setiap konfigurasi memiliki sensitivitas masing-masing. Pada konfigurasi ini
kelebihannya yaitu memiliki cakupan secara horizontal, penetrasi kedalaman yang
17
baik, namun sangat sensitif terhadap perubahan horizontal, sehingga konfigurasi
Wenner-Schlumberger ini baik digunakan untuk survei kedalaman.
Gambar 2.8 Susunan konfigurasi Wenner-Schlumberger (Telford dkk., 1990).
Pada masing-masing elektroda potensial (M dan N), dapat dihitung beda potensial
di konfigurasi ini. Potensial pada titik M yang disebabkan pada titik A dapat
dirumuskan
𝘝𝐴𝑀 =𝐼𝜌
2𝜋𝑟𝑀𝐴
(2.29)
Sedangkan pada titik N dapat dirumuskan
𝘝𝐴𝑁=
𝐼𝜌
2𝜋𝑟𝑁𝐴
(2.30)
Analog dengan potensial yang disebabkan pada titik A, jadi potensial titik M yang
disebabkan pada titik B masing-masing dapat dituliskan
𝘝𝑀𝐵=
𝐼𝜌
2𝜋𝑟𝑀𝐵
(2.31)
𝘝𝑁𝐵=
𝐼𝜌
2𝜋𝑟𝑁𝐵
(2.32)
18
Nilai dari potensial total yaitu jumlahn dari kedua potensial dimana arahnya saling
berlawanan yang menyebabkan tegangan pada titik M yaitu
𝘝𝐴𝑁 + 𝘝𝑀𝐵 = (𝐼𝘱
2𝜋𝑟𝐴𝑁) + (
𝐼𝘱
2𝜋𝑟𝑀𝐵) (2.33)
𝘝𝐴𝑁 + 𝘝𝑀𝐵 =𝐼𝘱
2𝜋(
1
𝑟𝐴𝑀+
1
𝑟𝑀𝐵) = 𝘝𝑀 (2.34)
Sedangkan pada titik N dirumuskan
𝘝𝐴𝑁 + 𝘝𝑁𝐵 = (𝐼𝘱
2𝜋𝑟𝐴𝑁) + (
𝐼𝘱
2𝜋𝑟𝑁𝐵) (2.35)
𝘝𝐴𝑁 + 𝘝𝑁𝐵 =𝐼𝘱
2𝜋(
1
𝑟𝐴𝑁+
1
𝑟𝑁𝐵) = 𝘝𝑁 (2.36)
Sehingga nilai beda potensial antara titik M dan N dapat dirumuskan
∆𝘝 = 𝘝𝑀 − 𝘝𝑁 =𝐼𝘱
2𝜋(
1
𝑟𝐴𝑀−
1
𝑟𝑁𝐵) −
𝐼𝘱
2𝜋(
1
𝑟𝐴𝑁−
1
𝑟𝑁𝐵) (2.37)
∆𝘝 =𝐼𝘱
2𝜋[(
1
𝑟𝐴𝑀−
1
𝑟𝑀𝐵) − (
1
𝑟𝐴𝑁−
1
𝑟𝑁𝐵)] (2.38)
𝜌 =∆𝘝
𝐼2𝜋 [(
1
𝑟𝐴𝑀−
1
𝑟𝑀𝐵) − (
1
𝑟𝐴𝑁−
1
𝑟𝑁𝐵)]
−1
(2.39)
𝜌 =∆𝘝
𝐼𝐾 (2.40)
𝐾 = 2𝜋 [(1
𝑟𝐴𝑀−
1
𝑟𝑀𝐵) − (
1
𝑟𝐴𝑁−
1
𝑟𝑁𝐵)]
−1
(2.41)
(1
𝑟𝐴𝑀−
1
𝑟𝑀𝐵) − (
1
𝑟𝐴𝑁−
1
𝑟𝑁𝐵) = (
1
𝑛ɑ−
1
(𝑛+1)ɑ) − (
1
(𝑛+1)ɑ −
1
𝑛ɑ) =
2
𝑛(𝑛ɑ+ɑ) (2.42)
𝐾 = 2𝜋 [2
𝑛(𝑛ɑ+ɑ)]
−1
(2.43)
𝐾 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)ɑ (2.44)
Sehingga nilai resistivitas semu nya :
𝜌 = 𝜋𝑛 (𝑛 + 1) ɑ Δ𝘝
𝐼 (2.45)
Dengan :
𝜌 : resistivitas semu (m)
ɑ : jarak spasi elektroda (m)
I : arus (ampere)
∆V : beda potensial (volt)
Kelebihan dalam konfigurasi ini adalah cakupan secara horizontal, penetrasi
kedalaman baik, sangat sensitive terhadap perubahan horizontal oleh karena itu baik
untuk kedalaman, resolusi horizontal baik serta jangkauan lebih dalam dibanding
19
denga konfigurasi Wenner. Oleh karena itu perlu dilakukan konfigurasi lain untuk
mendapatkan hasil lebih dalam lagi, agar penampang yang di peroleh lebih dalam.
2.9 Definisi Bungker
Bungker merupakan sejenis bangunan pertahanan militer. Bungker ini biasanya
dibangun di bawah tanah, dan banyak dibangun pada masa Perang Dunia I dan II.
Pada masa Perang Dingin, bunker-bunker besar ini dibangun dengan tujuan
mengantisipasi kemungkinan perang nuklir (Darwinto, 2012). Ada beberapa contoh
bungker yang diketahui bawah permukaan. Salah satunya yaitu terowongan bawah
permukaan. Terowongan merupakan material yang berada di bawah permukaan
yang terkubur dan sebuah tembusan di bawah permukaan tanah atau gunung.
Umumnya benda ini terbuka pada bagian atas dan bawah nya atau bagian kedua
ujungnya yang terbuka. Menurut Raharjo (2004) ahli teknik sipil menyebutkan
bahwa terowongan merupakan sebuah tembusan di bawah permukaan yang
memiliki panjang minimal 0,1 mil (160,9 meter), untuk underpass yang lebih kecil
dari panjang minimal.
Ada beberapa klasifikasi terowongan menurut penyusun, fungsi dan cara
pelaksanaanya ;
1. Berdasarkan material penyusun
Berdasarkan media material yang dilalui dalam kegiatan konstruksi pembangunan
terowongan, ada beberapa jenis sebagai berikut:
a) Terowongan Gali-Tutup (Cut and Cover)
Dengan menggali, membangun struktur, serta menimbun kembali dengan material
lain terowongan ini dibangun;
b) Terowongan Batuan (Rock Tunnels)
Menggunakan metode pengeboran atau peledakan yang merupakan cara
pengolahan kontruksi terowongan batuan pada batuan masif; dan
c) Terowongan Tanah Lunak (Soft Ground Tunnels)
Melalui lapisan tanah lunak seperti lempung, pasir, atau batuan lunak.
2. Berdasarkan Fungsinya
Berdasarkan fungsinya dibagi menjadi beberapa yaitu:
a) Terowongan Lalu Lintas (Traffic)
20
Berdasarkan fungsi pada lalu lintas, yaitu digunakan untuk terowongan jalan-raya,
pejalan kaki, bawah laut, dan terowongan kereta api bawah permukaan;
b) Terowongan Angkutan
Digunakan untuk pembangkit listrik, penyedia air, intake, drainase, dan industri.
Sedangkan sebagai angkutan berfungsi untuk kepentingan masyarakat. Contoh nya
digunakan untuk mengalirkan air dengan tujuan untuk saluran pembuangan, untuk
mengalirkan air hujan dengan tujuan agar tidak terjadi banjir, air untuk komsumsi,
saluran kabel listrik, atau pembangkit listrik dan untuk angkutan di dalam daerah
industri pabrik; dan
c) Terowongan Tambang
Dapat digunakan untuk terowongan utama dan akses pertambangan, eksplorasi,
eksploitasi, pelayanan rute, darurat yang digunakan dalam dunia pertambangan.
3. Berdasarkan Cara Pelaksanaanya
Berdasarkan cara pelaksanaannya, klasifikasi terowongan ini dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
a) Micro Tunnel
Penggunaan untuk penempatan jalur pipa, kabel, dan jaringan air. Berkisar dari 60
cm sampai dengan 100 cm untuk ukuran terowongan, secara modern dengan alat
otomatis untuk pengerjaannya;
b) Terowongan Dongkrak (Jacking)
Jika dilakukan penggalian dengan panjang yang terbatas, seperti dalma
pembangunan underpass;
c) Terowongan Melalui Tanah Lunak (Soft Ground)
Terowongan yang di buat melalui tanah lempung, pasir dan batuan lunak (Soft
Rock); dan
d) Terowongan Bawah Air (Underwater)
Jalur batuan atau tanah lunak merupakan jalur yang dilewati terowongan ini.
Dengan membuat trench didasar air kemudian menampatkan precast tuben lining
dan menggunakan teknik sambung kedap air merupakan metode pembuatan
terowongan.
Dalam penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini, objek yang diduga
menjadi terowongan tempat penelitian ini yaitu jika berdasarkan material penyusun
21
merupakan terowongan gali tutup yang terbuat dari campuran semen dengan kerikil
atau kerakal, berdasarkan fungsinya terowongan ini merupakan terowongan
angkutan saluran air (Gambar 2.9).
Gambar 2.9 Terowongan yang diduga menjadi objek penelitian.