bab ii landasan teori 2.1. kajian teori 2.1.1. hakikat...
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
2.1.1.1. Pengertian Belajar
Hakekat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara sadar dan
terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna
memperoleh pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku
yang lebih baik. Perubahan tersebut bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti perubahan dalam hal pemahaman, pengetahuan, perubahan sikap, tingkah
laku dan daya penerimaan. Pada dasarnya, belajar ialah merupakan masalah dari
setiap orang. Dengan belajar maka nilai, sikap, tingkah, laku, semua perbuatan
manusia terbentuk, kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, keterampilan,
disesuaikan dan dikembangkan.
Dalam proses belajar merupakan suatu proses dari berubahnya bentuk
tingkah laku tertentu yang secara relative pemanen, perubahan akan tingkah laku
tersebut hendaknya bukan hanya sekedar disebabkan oleh proses pertumbuhan
fisik saja dan maupun juga bukan karena disebabkan perubahan kondisi fisik yg
sifatnya temporer. Atas dasar definisi yang di atas bisa diambil kesimpulan
bahwa belajar harus selalu melibatkan 3 (tiga) hal pokok, yakni: Adanya sifat
perubahan yang relatif permanen, perubahan tingkah laku, serta di dalam
perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi– interaksi dengan lingkungan, bukan
hanya dari proses kedewasaan maupun perubahan-perubahan kondisi fisik yang
sifatnya temporer. Oleh sebab itu, banyak ahli yg telah mencoba memberikan
definisi – definisi mengenai belajar.
Menurut Witherington (1952) :“Belajar merupakan perubahan dalam
kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk
keterampilan,sikap,kebiasaan,pengetahuan dan kecakapan”. Sedangkan Ahli
lainnya Slameto (2003:13) menyatakan “belajar merupakan suatu proses usaha
7
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Berangkat dari tiga pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa
belajar membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan
peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses belajar oleh peserta
didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching)
(Suryosubroto,1997:34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus
belajar yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang
terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan belajar yang telah ditetapkan
dapat dicapai oleh peserta didik.
2.1.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2010), Secara global, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yaitu:
2.1.1.2.1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi
faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik individu.
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama
mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi , minat, sikap
dan bakat.
a) kecerdasan /intelegensia siswa
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut
8
meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan
belajar.
b) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan
belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan
kegiatan belajar.
c) Minat
Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam
psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor internal
lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan
kebutuhan.
d) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan
proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dangan cara yang
relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara
positif maupun negative (Syah, 2003).
e) Bakat
Bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang.
2.1.1.2.2. Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor
eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah
(2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi balajar
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan
faktor lingkungan nonsosial.
9
1. Lingkungan sosial
a. Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
proses belajar seorang siswa.
Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan, seorang guru atau
administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b. Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi
belajar siswa.
c. Lingkungan sosial keluarga.
Hubungan antara anggota keluarga, orang tua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2. Lingkungan non sosial.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah,dan
letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
2.1.2. Minat Belajar
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
sendiri dengan sesuatu di luar diri (Slameto, 1995: 180). Semakin kuat atau dekat
hubungan tersebut, maka semakin besar minat yang akan tumbuh.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat
pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas siswa yang
memiliki minat terhadap subjek tersebut.Minat terhadap sesuatu dipelajari dan
mempengaruhi terhadap belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan
minat-minat baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan
menyokong belajar selanjutnya.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya,dapat
10
pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang
memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian
yang lebih besar terhadap subyek tertentu.
Seseorang akan mengabaikan suatu kegiatan apabila ia kurang memiliki
pengetahuan mengenai kegiatan tersebut atau kegiatan tersebut kurang memiliki
nilai atau memiliki nilai yang rendah bagi seseorang. Minat berperan penting
dalam kegiatan seseorang dan berpengaruh besar pada tingkah laku dan sikap
seseorang. Menurut Hurlock (1989) ada empat cara minat mempengaruhi
perkembangan anak yaitu sebagai berikut :
1. Minat dapat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi.
2. Minat dapat sebagai pendorong
3. Minat berpengaruh pada prestasi
4. Minat yang berkembang pada masa anak–anak dapat menjadi minat
selamanya.
Perkembangan minat memiliki karakteristik – karakteristik sebagai berikut :
1. Minat berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental.
2. Minat sangat bergantung pada kesiapan belajar
3. Minat bergantung pada kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk
belajar bergantiung pada lingkungan serta minat dari anak maupun orang
dewasa disekitarnya.
4. Perkembangan minat mungkin saja terbatas tergantung dari kemampuan
fisik,mental serta pengalaman sosial anak.
5. Minat dipengaruhi oleh budaya karena anak belajar dan memperoleh
pengalaman melalui keluarga guru ,dan orang dewasa lain yang tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh budaya.
6. Minat dipengaruhi oleh emosi dan suasana hati .Jika suasana hati gundah
,minat pada sesuatu juga berkurang demikianpula sebaliknya.
7. Minat bersifat egosentris,hal ini dapat dilihat pada masa kanak-kanak.
Dari bahasan diatas dapat disimpulkan minat anak pada sekolah bukan
hanya dari diri sendiri tetapi juga dari situasi disekitarnya, terutama guru. Hal ini
11
dapat dimengerti karena ninat seseorang berkembang melalui proses belajar, dan
dalam belajar tidak dapat diabaikan faktor lingkungan sekitar.
2.1.1.2.1.Meningkatkan Minat Siswa
Beberapa ahli berpendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif
untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan
menggunakan minat-minat siswa telah ada.
Disamping memanfaatkan minat yang telah ada, Tanner & Tanner (1975)
menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada
diri siswa. Ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa
mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yanglalu, menguraikan
kegunaannya bagi siswa di masa yang akan dating. Rooijakkers (1980)
berpendapat hal ini dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan
pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan
siswa.
Bila usaha-usaha di atas tidak berhasil, pengajar dapat memakai intensif
dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Intensif merupakan alat yang dipakai
untuk membujuk seseorang agar melakukan sesuatu yang tidak mau
melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian
intensif akan membangkitkan motivasi siswa,dan mungkin minat terhadap
bahan yang diajarkan akan muncul.
2.1.3. Hasil Belajar
Mudjiono (1999:250), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang
dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan
12
teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga
kategori ranah, dua diantaranya adalah kognitif, dan afektif. Perinciannya adalah
sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk
dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini
dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley membagi 3
macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari
semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena
sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah
dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau
bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam
membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi
sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang
lebih baik. Cara mengukur hasil belajar dari teori-teori di atas adalah dengan
menggunakan penilaian dalam Nana Sudjana (2010) ada penilaian yang bisa
digunakan dalam menilai tercapai tidaknya Kriteria Ketuntasan Minimal belajar
13
siswa yaitu dengan adanya hasil belajar siswa, di bawah ini ada satu penilaian
yang akan digunakan peneliti yaitu:
Berdasarkan alat penilaian, penilaian hasil belajar dapat dibedakan
menjadi tes dan bukan tes (nontes).
1. Tes
Tes yang digunakan penulis adalah tes tulisan (menuntut jawaban secara
tulisan), tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal tes
disusun dalam bentuk objektif, bentuk esai dan uraian.
2. Nontes
Dalam nontes alat penilaian yang digunakan penulis adalah observasi
langsung yaitu pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang
terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2.1.4.Pembelajaran IPA
2.1.4.1. Pengertian IPA
IPA didefinikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga
oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan
ilmiah menekankan pada hakikat IPA.Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman
(dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
1) Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
2) Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami
konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
3) Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa
misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi
tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan
terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4) Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang
lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari
penemuan sebelumnya.
5) Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
6) Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
14
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan
bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan
menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian
diperoleh hasil (produk).
2.1.4.2. Proses Belajar-Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau
unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,
2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab
moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam
kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar
mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses
belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan
perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak
lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
15
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
2.1.4.3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Belajar merupakan proses aktif (Rodriguez, 2001). Anak belajar dengan
cara mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang
diketahuinya, bukan menerima suatu hal dengan pasif. Pengertian ini berakar dari
perspektif kons- truktivisma. konstrukvisma sendiri banyak dijumpai di berbagai
bidang antara lain psikologi, filosofi, sosiologi, dan pendidikan, serta
menimbulkan implikasi yang berarti dalam pembelajaran IPA.
Hal ini menimbulkan pertanyaan bahwa bagaimana cara membuat siswa
belajar aktif? Dan pertanyaan ini sangat menentukan cara mengajar dan
pembelajaran IPA di SD, bahwa pembelajaran IPA tidak hanya penentuan dan
penguasaan materi, tetapi aspek apa dari IPA yang perlu diajarkan dan dengan
cara bagaimana, supaya siswa dapat memahami konsep yang dipelajari dengan
baik dan terampil untuk mengaplikasikan secara logis konsep tersebut pada situasi
lain yang relevan dengan pengalaman kesehariannya.
Minat siswa pada IPA juga penting untuk belajar IPA yang efektif,
terutama untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam berpendapat, beralasan,
dan menentukan cara untuk mencari tahu jawabannya. Apabila demikian halnya,
selama enam tahun siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang bermakna
sehingga pada tahap ini siswa mampu mengembangkan sikap dan nilai-nilai dari
pembelajaran IPA. Siswa yang berminat pada IPA akan merasakan bahwa belajar
IPA itu menyenangkan sehingga akan antusias mengenai bagaimana pelajaran
IPA berimbas pada pengalaman kesehariannya (Murphy and Beggs, 2003).
2.1.5. Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning adalah
model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum di ketahui nya tidak melalui
16
pemberitahuan, namun di temukan sendiri.Dalam menemukan konsep, siswa
melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik
kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa atau prinsip.
Pada intinya, model pembelajaran discovery learning ini mengubah
kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang
teacher oriented dimana guru menjadi pusat informasi menjadi student oriented;
siswa menjadi subjek aktif belajar. Peran aktif anak dalam belajar ini diterapkan
melalui cara penemuan.Discovery merupakan proses mental di mana siswa
mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.Proses mental yang di
maksud antara lain : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau
mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan
intruksi.Sedangkan menurut Budiningsih (2005), model discovery learning adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan.
Prinsip belajar yang tampak jelas dari model pembelajaran ini adalah
materi atau bahan pembelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam
bentuk final melainkan melalui proses yang aktif. Siswa secara aktif
merekonstruksi pengalamannya dengan internal modal atau struktur kognitif yang
telah dimiliki.
Menurut Bell (1978), beberapa tujuan spesifik dari pebelajaran dengan
penemuan, yakni sebagai berikut:
1) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2) Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi kenkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
17
3) Siswa juga belajar merumuskan strategi Tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan Tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
4) Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
5) Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-
keterampilan,konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
penemuan lebih bermakna.
6) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dan beberapa
kasus,lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam
situasi belajar yang baru.
2.1.6. Hubungan Minat dan Hasil Belajar Terhadap Model Pembelajaran
Discovery Learning
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat
pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas siswa yang
memiliki minat terhadap subjek tersebut.Minat terhadap sesuatu dipelajari dan
mempengaruhi terhadap belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan
minat-minat baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan
menyokong belajar selanjutnya.Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan
ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat
tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan
tingkah laku yang lebih baik lagi.
Discovery merupakan proses mental di mana siswa mampu
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.Proses mental yang di maksud antara
lain : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.Dengan teknik
tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental
sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi.
18
Dari pengertian di atas hubungan minat dan hasil belajar terhadap model
pembelajaran Discovery Learning adalah minat siswa terhadap sesuatu yang
merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya. Siswa dapat
berusaha sendiri dalam memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah
laku antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan
sebagainya.Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau
mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan
intruksi.
2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini adalah:
1. Penelitian Sibarani,Hartha L dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Pada Mata Pelajaran
Ipa Kelas V Sd Negeri 101880 Tanjung Morawa Tahun Ajaran
2012/2013.Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil
belajar siswa pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya di kelas V SD Negeri
101880 Tanjung Morawa Jalan Batang Kuis No.1 Tanjung Morawa.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery pada pokok bahasan sifat-sifat
cahaya dan untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran
Discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian yang dilakukan
adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dan
dilaksanakan dengan dua siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah tes dan observasi. Analisis data menggunakan data
kuantitatif dan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD
Negeri 101880 Tanjung Morawa Tahun Ajaran 2012/1013 dengan jumlah
siswa 40 orang yang terdiri dari 23 perempuan dan 17 laki-laki. Waktu
penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan bulan Mei
2013. Sebelum dilakukan tindakan pada siklus I peneliti memberikan pre test
19
kepada 40 orang siswa untuk mengetahui letak kesulitan siswa pada materi
pokok gaya sifat-sifat cahaya. Kemudian di akhir siklus I dan siklus II
diberikan post test I dan post test II. Hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata
pada tes awal dari 40 orang siswa sebesar 48.00 dimana terdapat 8 orang siswa
yang tuntas (20%) dan sebanyak 32 orang siswa (80%) yang belum tuntas.
Pada siklus I nilai rata-rata dari 40 orang siswa meningkat menjadi 67.12
dimana terdapat 21 orang siswa (52.5%) yang memperoleh nilai tuntas dan 19
orang siswa (47.5%)yang belum memperoleh nilai tuntas. Pada siklus II nilai
rata-rata dari 40 orang siswa meningkat menjadi 81.00 dimana terdapat 36
orang siswa (90%) yang memperoleh nilai tuntas dan 4 orang siswa (10%)
yang belum mendapat nilai tuntas. Pada hasil pengamatan observasi yang
dilakukan guru dengan menggunakan model Discovery pada siklus I masih
dalam kategori Cukup atau hasilnya 66.25% dan pengamatan observasi yang
dilakukan guru pada siklus II dengan menggunakan model Discovery sudah
dalam kategori tuntas atau berhasil dengan nilai 92.00%. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Discovery dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi Sifat-Sifat Cahayakelas V
SDN 101880 Tanjung Morawa Tahun Ajaran 2012/2013,sehingga
pembelajaran dengan menggunakan metode Discovery dapat diterapkan
sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa
2.3. Kerangka Pikir
Upaya meningkatkan minat dan hasil belajar bagi siswa kelas 5 SD Negeri
Tlogo semester 2 tahun 2013/2014, dilakukan guru melalui model Discovery
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari uraian tersebut dan mendasarkan beberapa kajian teori dan hasil
penelitian yang relevan maka penulis memiliki pendapat atau gagasan.
Berdasarkan kenyataaan pada pra penelitian, ditemukan bahwa guru masih
menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran IPA. Akibatnya adalah
minat dan hasil belajar IPA siswa menjadi rendah. Dengan kondisi ini,
20
direncanakan untuk didesain tindakan dalam rangka mengubah situasi
pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran discovery.
Pembelajaran didesain dalam dua siklus, dimana pada siklus I akan
didesain perencanaan, kemudian melaksanakan perencanaan yang direncanakan,
mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model
discovery, dan refleksi. Pada siklus II, juga dilakukan hal yang sama, namun
perbedaan dengan siklus I adalah perencanaan yang didesain didasarkan pada
hasil observasi maupun refleksi pada siklus I dalam rangka memperbaiki
keseluruhan proses pembelajaran yang hendak dilaksanakan. Hasil akhir dari
penelitian ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran discovery, minat
dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
2.4. Hipotesa Tindakan
Berdasarkan permasalahan di atas hipotesis yang diajukan adalah: ”
Dengan menggunakan model pembelajaran discovery dalam proses
pembelajaran dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas 5 pada
mata pelajaran IPA di SD Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
semester II tahun pelajaran 2013/2014.