bab ii landasan teori 2.1. distribusi 2.1.1. definisi ...eprints.umm.ac.id/44740/3/bab...

35
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Distribusi 2.1.1. Definisi Distribusi Pengertian distribusi berdasarkan Tjiptono (1997:185), merupakan aktivitas pelayanan guna melancarkan dan memudahkan produk dan jasa dari produsen sampai hingga ke pelanggan agar memenuhi (kuantitas, jenis, harga, lokasi dan jadwal) berdasarkan keperluan dan kebutuhan. Kemudian berdasarkan Kotler bersama Armstrong (2008:63), distribusi ialah serangkaian kegiatan perusahaan agar produk tersedia bagi konsumen. Proses distribusi dengan efektif dapat melancarkan aliran atau pemenuhan komoditas kepada pelanggan agar konsumen mendapatkan komoditas lebih mudah. Selain hal tersebut pelanggan tentunya akan mendapatkan komoditas berdasarkan keperluan. Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Produsen dan konsumen mempunyai perbedaan waktu, lokasi, serta nilai pakai produk menyebabkan produk dan jasa terbagi secara terpisah oleh pelanggan memerlukannya. Melalui proses distribusi maka kesenjangan antara produsen dan pelanggan dapat diselesaikan. 2.1.2. Kegiatan Distribusi Menurut Fandi Tjiptono (2002:73), kegiatan distribusi ialah aktivitas pemasaran guna memudahkan ketercapaian komoditas dan jasa dari produsen menuju pelanggan, agar pemakaiannya mampu memenuhi kebutuhan. Dapat dipahami pula, bahwa proses distribusi adalah aktivitas pemenuhan permintaan untuk dapat : 1. Menghasilkan value added atau nilai lebih komoditas berdasarkan serangkaian kerja sosial terkandung didalamnya dan sebagai fungsi faktor pemasaran (marketing function), dan 2. Melancarkan aliran pemasaran (marketing-channel flow) baik fisik maupun non-fisik.

Upload: phungdat

Post on 06-Jun-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Distribusi

2.1.1. Definisi Distribusi

Pengertian distribusi berdasarkan Tjiptono (1997:185), merupakan aktivitas

pelayanan guna melancarkan dan memudahkan produk dan jasa dari produsen sampai

hingga ke pelanggan agar memenuhi (kuantitas, jenis, harga, lokasi dan jadwal)

berdasarkan keperluan dan kebutuhan. Kemudian berdasarkan Kotler bersama

Armstrong (2008:63), distribusi ialah serangkaian kegiatan perusahaan agar produk

tersedia bagi konsumen. Proses distribusi dengan efektif dapat melancarkan aliran atau

pemenuhan komoditas kepada pelanggan agar konsumen mendapatkan komoditas

lebih mudah. Selain hal tersebut pelanggan tentunya akan mendapatkan komoditas

berdasarkan keperluan.

Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Produsen dan konsumen mempunyai

perbedaan waktu, lokasi, serta nilai pakai produk menyebabkan produk dan jasa terbagi

secara terpisah oleh pelanggan memerlukannya. Melalui proses distribusi maka

kesenjangan antara produsen dan pelanggan dapat diselesaikan.

2.1.2. Kegiatan Distribusi

Menurut Fandi Tjiptono (2002:73), kegiatan distribusi ialah aktivitas

pemasaran guna memudahkan ketercapaian komoditas dan jasa dari produsen menuju

pelanggan, agar pemakaiannya mampu memenuhi kebutuhan. Dapat dipahami pula,

bahwa proses distribusi adalah aktivitas pemenuhan permintaan untuk dapat :

1. Menghasilkan value added atau nilai lebih komoditas berdasarkan serangkaian

kerja sosial terkandung didalamnya dan sebagai fungsi faktor pemasaran

(marketing function), dan

2. Melancarkan aliran pemasaran (marketing-channel flow) baik fisik maupun

non-fisik.

6

Kegiatan distribusi, berdasarkan fungsionalnya dibedakan dalam 3 aspek

(Kotler, Philip, 1988:107), yang sebagai berikut:

1. Aktivitas pemilihan, melalui :

a. Faktor akumulasi adalah aktivitas penyimpanan persediaan dari beberapa

supplier barang untuk melayani permintaan pasar dan pelanggan.

b. Faktor klasifikasi, ialah aktivitas pengelompokan (grading) komoditas

dalam kriteria berbeda yang lain atau beberapa klasifikasi kualitas.

c. Faktor alokasi, merupakan aktivitas menguraikan (breaking-bulk) jumlah

unit persediaan atau besaran homogen dijadikan besaran jumlah lebih kecil.

d. Faktor gabungan, yakni aktivitas mengumpulkan (product assortment)

beberapa varian komoditas menjadi klasifikasi produk dengan penggunaan

yang berkaitan.

2. Aktivitas pertemuan adalah upaya mempertemukan produsen dan konsumen.

Aktivitasnya yakni mencari informasi terkait permintaan komoditas dan data

pasar lainnya serta mencari pelanggan menggunakan strategi marketing.

3. Aktivitas pertukaran adalah proses negosiasi dan transaksi yang meliputi

pertukaran komoditas serta kepemilikannya hingga proses pembayaran dan

pengiriman komoditas. Pertukaran meliputi keputusan-keputusan pembelian

tentang jumlah, jenis, saat atau waktu, dan syarat-syarat pembayarannya

dengan memperhatikan syarat atau kondisi pertukaran yang wajar.

2.1.3. Sistem Distribusi

Menurut R. Santoso (2013) kuantitas tempat konsumen yang berjarak jauh dari

depot produsen, maka memerlukan model penyimpanan dengan bertingkat ganda

(multi level warehousing) juga persediaan bertingkat (multi level inventory). Dilihat

dari segi pengiriman atau penjualan, disebut sebagai sistem distribusi ganda bertingkat

(multi level or multiechelon distribution system), hal ini dapat dijelaskan melalui

gambar 2.1 berikut.

7

(Sumber : Principle Inventory and Material Management, Richard J. Tersine, 1998)

Gambar 2.1 Multiechelon Distribution Network atau

Jaringan Pergudangan Ganda

dengan keterangan :

PD-U = sebagai Pusat Distribusi Utama (MDC)

PD-R = sebagai Pusat Distribusi Ragional (RDC)

PD-L = sebagai Pusat Distribusi Lokal (LDC)

MDC atau induk distribusi pusat ialah level atau tingkat tertinggi dari sistem

distribusi dan langsung berhubungan dengan produsen, kemudian LDC ialah level

tingkat terendah dari sistem distribusi dan langsung berhubungan dengan konsumen

atau pengguna komoditas. Contoh pada gambar 2.1 ialah sistem distribusi yang

memiliki 3 tingkat. Produk disini adalah produk siap pakai yang dialirkan dari pabrik

menuju pelanggan. Namun kenyataannya banyak juga dimana distribusi pusat

melakukan pekerjaan penyelesaian juga misal perakitan, reparasi, pengemasan, dan

pekerjaan sejenis yang lain.

2.1.4. Sistem Distribusi Dorong dan Tarik

Sistem distribusi dorong dimana induk distribusi pusat (MDC) memutuskan

apa dan kuantitas yang harus didistribusikan ke pusat distribusi regional maupun lokal

(RDC & LDC), sedangkan pada sistem distribusi tarik, masing-masing pusat distribusi

PDU

PDR

3.0.0

PDR

1.0.0

PDR

2.0.0

PDL

3.0.1

PDL

3.0.2

PDL

3.0.3

PDL

1.0.1 PDL

1.0.2

PDL

2.0.1 PDL

2.0.2

PDL

2.0.3 PDL

2.0.4

8

pada level bawah menentukan apa yang diperlukan serta yang dipesan ke pusat induk

distribusi (MDC) untuk dipenuhi. Untuk penjelasan kedua sistem distribusi tersebut

sebagai berikut (Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, (2003)):

A. Sistem Distribusi (Pull) Tarik

Dari penjelasam Tersine (1994) bahwa sistem tarik, untuk pusat distribusi

memutuskan apa yang dibutuhkan dan memesan kebutuhannya sendiri dari sumbernya

(menarik invetory pada dirinya). Pada sistim tarik setiap lokasi melakukan perencanaan

persediaanya sendiri dan melakukan pemesanan kepada pusat distribusi berdasarkan

pada permintaan alokasi tersebut. Dari Indrajit (2003) setiap PDR (Pusat Distribusi

Ragional) atau PDL (Pusat Distribusi Lokal) pada system distribusi ini bertindak

sendiri-sendiri secara otonom, tidak bergantung pada PDR atau PDL lainnya. Pusat

tersebut menghitung perkiraan kebutuhan, persediaan aktual, persediaan pengaman,

waktu pemesanan, dan komponen lain seluruhnya yang ada di matriks. Berdasarkan

itu, pemesanan dilakukan saat waktu yang tepat ke PDU (Pusat Distribusi Utama).

Pada sistem, setiap pusat distribusi regional atau lokal bertindak dengan sendiri

secara otonomi, namun tidak bergantung dari pusat. distribusi lokal atau regional

lainnya. Pusat ini menghitung. perkiraan kebutuhan atau penjualan, persediaan

ditangan, persediaan pengaman, waktu pemesanan, dan semua komponen. lain yang

ada dalam matriks. Atas dasar itu, pemesanan, dilakukan pada waktu yang tepat kepada

pusat induk distribusi. Dengan demikian, pusat induk distribusi, bersifat pasif, hanya

bertindak apabila, ada pesanan dari pusat distribusi, regional atau lokal. Pusat induk

tidak mengetahui berapa, kebutuhan yang akan datang, sampai datangnya pesanan dari

pusat distribusi, yang lebih bawah tersebut. Sering kali ini. menimbulkan kesulitan

apabila tiba-tiba, ada pesanan dalam jumlah besar sekali, yang diatas rata-rata atau

rutin, atau untuk, beberapa waktu tidak ada pesanan, sama sekali. Yang pertama

berpotensi menimbulkan, kehabisan persediaan. dan yang, kedua berpotensi

menimbulkan, persediaan berlebih atau surplus.

9

Sistem ini, biasanya pusat. distribusi lokal kurang mempedulikan. kebutuhan

pusat induk distribusi. mengenai perencanaan pengadaan. persediaan dan

mengasumsikan, bahwa. persediaan selalu ada. Jadi komunikasi. hanya berjalan satu

arah, yaitu dari bawah. ke atas. Pusat induk distribusi dapat. berusaha mengantisipasi

kebutuhan. pusat regional dan lokal. dengan perhitungan. kebutuhan rata-rata. per

periode. waktu, namun dalam. praktek, sering kali. tidak ekonomis, terlebih jika

permintaan. atau kebutuhan bersifat. sangat fluktuatif. dan tidak tetap.

B. Sistem Distribusi Dorong.

Menurut. Tersine (1994). Sistem dorong, induk. (pusat) dari pusat. distribusi

menetapkan. kebutuhan pada setiap lokasi. dan mengirimkan. syarat-syarat atau

perintah. melalui jaringan (network). Berbeda. dengan sisem tarik. yang setiap lokasi

dapat. menentukan perencanaan. persediaannya sendiri, pada sistem. dorong hanya

induk. dari distribusi. yang dapat melakukan. perencanaan kepada. lokasi distribusi

yang ada. di bawahnya. Sehingga setiap. lokasi di bawahnya. harus mengirimkan

sejumlah. data-data atau syarat. yang akan digunakan. oleh induk disribusi. sebagai

bahan. merencanakan. persediaaan serta pengiriman. kepada lokasi-lokasi tersebut.

Menurut. Indrajit (2003) sistim dorong. adalah kebalikan dari. sistim tarik

dimana. pengiriman dari PDU. (Pusat Distribusi Utama) ke PDR. (Pusat Distribusi

Ragional) atau. PDL (Pusat Distribusi Lokal) dihitung dan. ditentukan oleh PDU.

Perhitungan ini didasarkan. atas data yang ada. di setiap PDR dan PDL, yang setiap

waktu. dimonitor oleh PDU.

Seperti dijelaskan diatas, sistem ini adalah. kebalikan dari system. distribusi

tarik. Pengiriman. dari pusat induk distribusi. regional atau lokal dihitung. dan

ditentukan. oleh pusat induk distribusi. Perhitungan. ini didasarkan atas data. yang ada

disetiap pusat. regional dan lokal, yang setiap waktu. dimonitor oleh pusat induk.

Dengan demikian, pusat induk. dapat mengantisipasi kebutuhan. yang akan datang,

berdasarkan. data dari pusat lokal, dan dapat proaktif. melakukan perencanaan

pemesanan untuk. mengisi persediaan kembali. Secara fisik, sering kali. tidak perlu

pusat induk. menimbun persediaan terlalu banyak, karena produk. dapat langsung

10

dikirim dari pabrik ke pusat regional atau lokal. Dalam sistem ini, komunikasi.

dilakukan secara dua arah, yaitu dari atas ke bawah. dan dari bawah ke atas.

Dapat disimpulak bahwa dari kedua distribusi ini terlihat bahwa sistem

distribusi dorong lebih. baik digunakan untuk manufaktur. yang menyediakan produk

secara terbatas. dan memiliki pemakaian. yang tidak teratur, sedangkan sistem

distribusi tarik. lebih baik digunakan untuk. manufaktur yang menyediakan. produk

dalam jumlah. yang banyak dan memiliki pemakaian relatif stabil.

2.1.5 Green Distribution

Menurut Murphy (2012) industri manufaktur semakin ditekan untuk memiliki

kebijakan yang lebih ramah lingkungan. Sebagai hasilnya, kegiatan yang lebih ramah

lingkungan sedang dianut oleh berbagai industri seperti integrasi desain untuk

lingkungan ke dalam produk mereka (Murphy, 2012) dan penggunaan praktik

distribusi yang berkelanjutan. Berdasarkan definisi. LMI Government Consulting

dalam. presentasi Best Practices in Implementing. Green Supply Chain, green

distribution (2015). dapat diartikan sebagai upaya perubahan. cara-cara distribusi

dengan mempertimbangkan. dampak distribusi terhadap. lingkungan, mulai dari

merubah cara pandang. seluruh stakeholders sampai pelaksanaan. distribusi yang pada

akhirnya. akan memberikan nilai tambah dalam. proses distribusi. Green distribution

terjadi karena. ada faktor-faktor pendorong seperti tuntutan konsumen, reputasi

perusahaan, aliansi. dengan perusahaan lain, dan perkembangan. teknologi; dan

hasilnya tidak. saja memberikan dampak positif pada lingkungan. tapi juga pada

perusahaan. seperti profit, produktivitas aset sampai. peningkatan pelayanan. Menurut

Al-Odeh. dan Smallwood (2012), faktor-faktor. seperti: bahan bakar, moda

transportasi, infrastruktur, dan praktik. operasional merupakan faktor penting untuk

dipertimbangkan. dalam mengembangkan green transportation. Kendaraan yang

menggunakan bahan. bakar bensin dan diesel memancarkan. karbon dioksida, yang

menyebabkan pemanasan. global dan hujan asam. Lebih lanjut, penggunaan bahan

bakar fosil berdampak. pada semakin langkanya bahan bakar ini.

11

Menurut Muma. dkk. (2014) green distribution terdiri dari green packaging dan

logistik. Penelitian ini yang mengadopsi. desain penelitian korelasional dilakukan

untuk menentukan efek GSCM. pada kinerja lingkungan. Temuan penelitian ini

menunjukkan hubungan. yang positif antara green distribution dan kinerja lingkungan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Hasan (2013) menggunakan. studi kasus,

menyimpulkan. bahwa green distribution memiliki bagian penting. untuk dimainkan

dalam kaitan antara. inovasi lingkungan dan keunggulan kompetitif. Studi ini

menyimpulkan. bahwa manfaat yang dicapai oleh perusahaan. adalah peningkatan

efisiensi, pengurangan. biaya, peningkatan manajemen. risiko, peningkatan layanan,

peningkatan penjualan. dan pangsa pasar, pertumbuhan. pendapatan dan reputasi.

2.2. Penyusunan Rute Kendaraan

Masalah. penentuan rute dan sekaligus penjadwalan, merupakan masalah

operasional. dalam transportasi (Pujawan 2010). Manajer harus memutuskan.

konsumen mana yang harus. dikunjungi terlebih dahulu dan menentukan. bagaimana

urutan kunjungan mereka. Menejer juga harus menentukan. jenis kendaraan yang

digunakan untuk mengirim. produk ke seluruh konsumen dan rute mana yang harus

dilalui setiap kendaraan. Manajer juga harus memastikan. tidak adanya kendaraan yang

kelebihan muatan dan memastikan. pengiriman yang dilakukan tidak melebihi batas

waktu.

Tujuan utama dari pemilihan. rute yang tepat dan penjadwalan yang baik adalah

menentukan. kombinasi yang tepat, yang akan meminimasi. biaya dengan mengurangi

jarak yang ditempuh. kendaraan dan lama waktu pengiriman yang tertunda. Biaya yang

dimaksud adalah. biaya modal dan biaya perjarak yang ditempuh.

Klasifikasi masalah. penentuan rute dan penjadwalan didasarkan. karakteristik

sistem pengiriman, misalnya ukuran armada pengiriman, dimana pengkalan / depot

armada berada, kapasitas kendaraan, tujuan penentuan ruta dan penjadwalan

(Priwarnela, 2012). Secara sederhana klasifikasi. masalah penentuan rute dan

penjadwalan. sebagai berikut :

12

1. Travelling. Salesman Problem (TSP), merupakan kasus. yang paling sederhana

dimana sebuah kendaraan. mengunjungi semua node yang ada.

2. Multiple Travelling. Salesman Problem (MTSP), karakteristik MTSP. adalah setiap

node dapat hanya dilayani. satu kendaraan namun satu kendaraan. dapat melayani

lebih dari satu node.

3. Vehicle Routing. Problem (VRP), merupakan masalah. penentuan rute dan

penjadwalan dimana. diadakan beberapa pembatasan misalnya kapasitas dari

beberapa kendaraan atau waktu. pengiriman serta ada kemungkinan permintaan

atau situasi yang berubah-ubah.

4. Chinese. Postman Problem (CPP), pada masalah ini permintaan. pelayanan lebih

banyak terjadi di sepanjang arc. daripada yang terjadi di node atau permintaan

sangat tinggi sehingga permintaan. tiap node sukar dikelompokkan.

Walaupun terdapat berbagai. macam cara untuk menyelesaikan permasalahan

distribusi, satu hal yang pasti adalah. penentuan rute dan penjadwalan sengatlah sulit

untuk diselesaikan, yang dapat dilakukan. adalah dengan melakukan pendekatan-

pendekatan perhitungan.

2.2.1. Vehicle. Routing Problem (VRP)

Menurut Robert “Vehicle. Routing Problem (VRP) dapat didefinisikan. sebagai

penentuan sejumlah. rute untuk sekumpulan kendaraan yang harus melayani. sejumlah

rute untuk sekumpulan kendaraan. yang harus melayani sejumlah. pemberhentian

(node) dari depot. pusat”. VRP merupakan. masalah pencarian rute optimal. untuk

pengiriman atau. pengumpulan barang dan jasa dari satu atau lebih. depot ke sejumlah

kota atau pelanggan. dengan memenuhi kendala tertentu (Priwarnela, .2012). Tujuan

dari VRP. adalah mengantarkan produk pada sekelompok. konsumen yang diketahui

permintaannya. dengan hanya menghabiskan biaya yang minimum. serta berawal dan

berakhir pada. sebuah atau lebih depot. Output dari masalah. ini adalah rute yang

berbiaya rendah. dan layak untuk setiap kendaraan.

13

Terdapat. bermacam-macam metode yang dapat digunakan. untuk

memecahkan masalah ini serta. dikelompokkan kedalam tiga klasifikasi, yaitu

(Priwarnela, 2012):

1. Contructive. Heuristic

Metode ini. dibagi dalam 2 jenis, yaitu sequential. dan parallel. Contoh metode

yang termasuk kedalamnya. adalah Clarke-Wright Algorithm (Clarke-Wright

Saving Method), Matching. Based Algorithm, Insertion. Heuristic, dan

Christofides, Mingozzi, Toht Heuristic.

2. Two Phase. Heuristic

Metode ini. dibagi dalam 2 jenis, yaitu Cluster First-Route. Second (yang

termasuk didalamnya. adalah Sweep, Fisher and Jaikumar. Algorithm dan Petal)

dan Route. First-Cluster Second.

3. Improvement Heuristic

Yang termasuk. dalam metode ini misalnya Local. Search Algorithm.

Tujuan dari metode savings. adalah untuk meminimisasi total jarak perjalanan

semua kendaraan dan untuk. meminimisasi secara tidak langsung jumlah kendaraan

yang diperlukan untuk. melayani semua tempat perhatian. Logika dari metode ini

bermula dari kendaraan. yang melayani. setiap tempat perhentian. dan kembali ke

depot. Hal ini memberikan. jarak maksimum dalam masalah penentuan rute.

Kemudian, dua tempat perhentian digabung. dalam satu rute yang sama sehingga satu

kendaraan tersebut dieliminasi. dan jarak tempuh/perjalanan dapat dikurangi.

Pendekatan savings mengizinkan. banyak pertimbangan yang sangat penting

dalam aplikasi. yang realistis. Sebelum tempat perhentian. dimasukkan ke dalam

sebuah rute, rute dengan. tempat perhentian berikutnya. harus dilihat. Sejumlah

pertanyaan tentang. perencanaan rute dapat dipertanyakan, seperti apakah. waktu rute

melebihi waktu distribusi. maksimum pengemudi yang diizinkan, apakah. waktu untuk

istirahat pengemudi. telah dipenuhi, apakah kendaraan cukup memadai. untuk

melakukan volume. rute yang tersedia. Ketidaksesuaian terhadap kondisi-kondisi

tersebut dapat menolak. tempat perhentian dari rute keseluruhan. Tempat perhentian

14

selanjutnya dapat. dilihat menurut nilai savings terbesar dan proses pertimbangan

diulangi. Pendekatan ini tidak. menjamin solusi yang optimal, tetapi dengan

mempertimbangkan. masalah kompleks yang ada, solusi yang baik dapat. dicari dan

diketahui berdasarkan. bentuk-bentuk pendekatan tersebut.

2.3. Persediaan

Persediaan. adalah segala sumber daya organisasi. yang disimpan dalam

antisipasinya. terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah. komponen

material, atau produk jadi. yang tersedia ditangan, menunggu. untuk digunakan. atau

dijual (Groebner, Introduction. to Management Science, 1992).

Persediaan. adalah bahan mentah, bahan dalam. proses (work. in process),

barang jadi, bahan pembantu, bahan. pelengkap, komponen yang disimpan dalam

antisipasinya terhadap pemenuhan. permintaan (riggs, 1976).

Berdasarkan pengertian. persediaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

persediaan dalam kegiatan. distribusi adalah barang atau produk yang disimpan dalam

gudang atau tempat. penyimpanan, dimana persediaan. tersebut berguna untuk

mengantisipasi fluktuasi. permintaan konsumen, dan mengurangi. kemungkinan

kekurangan stock barang. untuk pemunuham permintaan.

2.3.1. Penyebab dan Fungsi Persediaan

Persediaan merupakan. suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya

persediaan adalah. sebagai berikut (Baroto, 2004):

1. Mekanisme. pemenuhan atas permintaan.

2. Keinginan untuk meredam. ketidakpastian.

3. Keinginan melakukan. spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan

besar dari kenaikan harga. di masa mendatang.

Beberapa fungsi persediaan. adalah sebagai berikut (Baroto, 2004):

1. Fungsi indepedensi. Persediaan barang. jadi diperlukan untuk memenuhi

permintaan konsumen. yang tidak pasti. Permintaan pasar. tidak dapat

diperkirakan. secara tepat, begitu pula dengan pasokan. dari pemasok, sehingga

15

dengan persediaan. yang mencukupi, proses produksi. atau distribusi tetap

dapat berjalan tanpa. tergantung kedua hal tersebut.

2. Fungsi ekonomis. Dalam hal distribusi, memesan barang. dengan jumlah lot

pemesanan tertentu. akan lebih ekonomis dibandingkan pemesanan barang

berulang-ulang atau. sesuai permintaan konsumen.

3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi atau

perubahan permintaan atau pasokan.

4. Fungsi fleksibitas. Proses operasi. mengalami gangguan karena kerusakan

mesin, membutuhkan. waktu perbaikan yang membuat. produksi tidak dapat

berjalan untuk sementara. dalam waktu perbaikan, persediaan digudang. pusat

atau pabrik dapat digunakan. untuk penolong dalam hal ini.

2.4. Distribution. Requirement Planning (DRP)

Distribution. Requirement Planning (DRP) memiliki. fungsi untuk menentukan

kebutuhan-kebutuhan. untuk mengisi kembali inventori pada distribution. center

(Gasperz, Vincent, 2004).

Tabel 2.1 dan tabel 2.2 merupakan. persamaan dan perbedaan MRP dan DRP

sebagai. berikut:

Tabel 2.1 Persamaan MRP dan. DRP

MRP. DRP.

Persamaan. Menggunakan. cara perhitungan matematis yang sama

Mempunyai. matriks komponen perhitungan yang sama

Membedakan. permintaan bebas dan terikat

Metode berlaku. untuk permintaan terikat

Keduanya menggunakan. cara pemesanan berdasarkan waktu

(time-phase. order manner)

(Sumber : Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, 2003)

16

Seperti pada tabel 2.1 kita dapat memahami bahwa, Distribution. Requirement

Planning (DRP). merupakan aplikasi dari angka logika. Material Requirement

Planning (MRP). Persediaan Bill. of Material (BOM) pada MRP diganti dengan Bill

of Distribution (BOD). pada Distribution Requirement Planning (DRP). menggunakan

logika Time Phased On Point (TPOP). untuk memerlukan pengadaan kebutuhan pada

jaringan (Richard J. Tersine, Principle Inventory. and Material Management, 1998).

Tabel 2.2 Perbedaan. MRP dan DRP

MRP. DRP.

Perbedaan. Untuk. kegiatan manufaktur Untuk kegiatan. distribusi

Menghitung. kebutuhan tiap

komponen barang

Menghitung kebutuhan

barang untuk. tiap pusat

distribusi

Cocok untuk. pabrik jenis

rakitan

Cocok untuk. sistem distribusi

multi-tingkat

Biasanya untuk. bahan

baku/penolong

Biasanya untuk. produk

jadi/komoditas

MRP adalah proses dari atas

(explosion. process) yaitu dari

jadwal produksi induk ke

kebutuhan tiap komponen.

DRP adalah proses dari bawah

(implosion. process) yaitu dari

kebutuhan pusat lokal ke pusat

regional dan pusat induk

Semua kebutuhan. komponen

bersifat terikat

Kebutuhan pusat lokal bersifat

bebas sedangkan. kebutuhan

pusat regional dan pusat induk

bersifat terikat

(Sumber : Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, 2003)

Berdasarkan tabel 2.2 dapat disimpulkan. bahwa struktur MRP memiliki proses

dari atas yaitu dari jadwal produksi induk. untuk menentukan kebutuhan tiap

17

komponen. dibawahnya, sedangkan struktur DRP. memiliki proses dari bawah yaitu

dari kebutuhan. lokal ke pusat regional dan pusat induk.

Distribution Requirement. Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan

pada level terendah. dalam jaringan tersebut yang akan menentukan. kebutuhan

persediaan pada. level yang lebih tinggi.

(Sumber : Principle. Inventory and Material Management, Richard. J. Tersine, 1998)

Gambar 2.2 Distribution Requirement Planning

2.4.1. Konsep. Distribution Requirement Planning

Distribution. Requirement Planning adalah suatu metode. untuk menangani

pengadaan persediaan. dalam suatu jaringan distribusi pada pergudangan ganda.

Metode ini menggunakan. demand independent, dimana dilakukan peramalan. untuk

memenuhi struktur. pengadaannya. Berapapun banyaknya. level yang ada dalam

jaringan distribusi, semua merupakan. variabel yang dependent kecuali level yang

langsung. memenuhi customer.

Distribution. Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas

penjadwalan dari. pada aktivitas pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan

mendatang dengan perencanaan. pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode ini

dapat memprediksi masalah sebelum. masalah-masalah tersebut terjadi memberikan

Pabrik

Warehouse Pusat

Warehouse. 1 Warehouse. 2 Warehouse. 3

18

titik pandang terhadap. jaringan distribusi. Empat langkah. utama yang harus

diterapkan menurut. Nasution dan Prasetyawan (2008) adalah :

1. Explosion

Proses. explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat

jaringan distribusi. yang lebih rendah.

2. Netting

Netting merupakan. proses untuk mencari jumlah kebutuhan. bersih yang

didapat dari kebutuhan kotor dikurangi. dengan Project on Hand (POH) atau

barang yang. tersedia di Gudang.

3. Lot Sizing

Lot sizing. merupakan penentuan. kapasitas lot atau jumlah pengadaan barang.

Dalam menggunakan. metode lot sizing yang tepat, ada beberapa parameter.

yang digunakan, yaitu jarak pengangkutan. dari central warehouse ke masing-

masing warehouse, ordering. cost, dan holding cost.

4. Offsetting

Langkah ini bertujuan. untuk menentukan saat yang tepat. untuk melakukan

rencana. pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan. saat awal

tersedianya ukuran lot yang diinginkan. dengan besarnya lead time.

2.4.2. Prosedur. Perhitungan DRP

Perhitungan perencanaan. kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan.

permintaan, ukuran lot pemesanan, persediaan. pengaman, kemudian dihitung

kebutuhan bersih, sampai. penentuan perencanaan pesanan dikirim. Tabel 2.3

merupakan. contoh tabel perhitungan DRP:

19

Tabel. 2.3 Contoh Tabel Perhitungan

Safety. Stock:

Ukuran. Lot:

Lead. Time :

Periode

PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gross. Requirement

Scheduled. Receipt

Project On. Hand

Net. Requirement

Planned Order Receipt

Planned Order Release

(Sumber: Principle Inventory. and Material Management, Richard J. Tersine, 1998)

Logika dasar. DRP adalah sebagai berikut. (Tersine, 2003):

1. Gross Requirement. / Forecast Demand. diperoleh dari hasil forecasting.

2. Dari hasil peramalan. distribusi lokal, hitung Time Phased. Net Requirement.

Net Requirement tersebut mengidentifikasikan. kapan level persediaan

(Scheduled Receipt – Projected. On Hand Periode. sebelumnya) dipenuhi oleh

Gross Requirement.

Untuk sebuah periode :

Net Requirement = (Gross Requirement + Safety Stock) – (Scheduled Receipt +

Project on Hand. periode sebelumnya)

3. Setelah itu. dihasilkan Planned Order. Receipt sejumlah Net Requirement

tersebut (ukuran. lot tertentu) pada periode tersebut.

4. Menentukan hari dimana harus. melakukan pemesanan tersebut (Planned

Order Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned. Order

Receipt dengan Lead time.

20

5. Menghitung Projected. on Hand pada periode tersebut :

Projected. on Hand = (Projected on Hand periode. sebelumnya + Schedule

Receipt. + Planned. Order Receipt) – (Gross. Requirement).

6. Besarnya Planned. Order Release menjadi Gross Requirement pada periode

yang sama untuk. level berikutnya dari jaringan distribusi.

2.4.3. Ukuran Lot

Ukuran lot. merupakan jumlah atau kuantitas. barang yang akan dipesan dari

supplier atau pemasok untuk. memenuhi permintaan. konsumen, atau secara. internal

dalam manufaktur. jumalah yang diproduksi untuk. memenuhi permintaan. Berikut

Teknik. yang dapat digunakan untuk menentukan. ukuran lot yaitu (Baroto, 2004):

1. Fixed. Order Quantity (FOQ)

Dalam metode FOQ. ukuran lot ditentukan secara subjektif. Ukuran lotnya

dapat ditentukan. berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada

teknik yang dapat dikemukakan. untuk menentukan berapa ukuran lot ini.

Kapasitas produksi selama lead. time produksi dalam hal ini dapat digunakan

sebagai dasar. untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan,

maka lot ini dapat digunakan. untuk seluruh periode selanjutnya dalam

perencanaan. Metode ini dapat digunakan. untuk produk yang biaya

pemesanannya sangat mahal.

2. Lot – for. – lot (L-4-L)

Teknik penerapan ukuran lot. dilakukan atas dasar. pesanan diskrit. Disamping

itu teknik ini merupakan. cara paling sederhana dari. semua teknik ukuran lot

yang ada. Teknik ini selalu melakukan. perhitungan kembali (bersifat. dinamis)

terutama apabila. terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik

ini bertujuan. untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan. teknik

ini ongkos. atau biaya simpan menjadi nol. Oleh karena itu, seringkali metode.

ini digunakan untuk barang. yang memiliki biaya simpan per unit. yang sangat

mahal. Apabila dilihat dari pola. kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinyu

atau tidak teratur, maka teknik ini. memiliki kemampuan yang baik.

21

3. Economic. Order Quantity (EOQ)

Dalam. teknik EOQ, ukuran. lot pemesanan adalah. tetap, penentuan ukuran lot

dengan EOQ berdasarkan. biaya pemesanan dan. biaya penyimpanan.

Perhitungan EOQ menggunakan rumus (Baroto, 2004):

EOQ = √2𝐷𝐴

ℎ (2.1)

Keterangan:

A = Biaya. pemesanan (satu kali pemesanan)

D = Demand. (permintaan)/tahun

h = Biaya. simpan/unit/tahun

2.4.4. Persediaan Pengaman. (Safety Stock)

Safety stock. dalam pengertian adalah persediaan. pengaman dimana persediaan

tersebut untuk. mengantisipasi fluktuasi permintaan. dari konsumen, ketika permintaan

meningkat, perusahaan tetap. dapat memenuhi permintaan. konsumen tersebut. Safety

stock juga. dapat mengurangi resiko. kemungkinan kehabisan barang sehingga

perusahaan. tidak kehilangan kesempatan. untuk dapat menjual barang karena

kehabisan. stock menurut Pujawan (2010).

Safety stock dipengaruhi. oleh tingkat pelayanan. (service level) semakin besar

tingkat pelayanan perusahaan. terhadap konsumen makan jumlah atau kuantitas. safety

stock akan. semakin beasr, sedangkan bila semakin. kecil tingkat pelayanan perusahaan

terhadap konsumen, maka jumlah. atau kuantitas daripada safety stock. juga semakin

kecil. Suatu perusahaan. menetapkan tingkat pelayanan perusahaan pada tingkat. 95%

dimana artinya perusahaan. sanggup memenuhi permintaan 95%, dan siap

menanggung. kehilangan sebesar 5% konsumen yang tidak terpenuhi.

Menurut. Gasperz (1998) Safety stock. digunakan untuk mengantisipasi

ketidakpastian permintaan relatif. terhadap ramalan-ramalan. yang dibuat.

22

Ketidakpastian ini paling. mungkin terjadi apabila permintaan. benar-benar

independent pada. pusat-pusat distribusi yang secara langsung. melayani pelanggan.

Tujuan dari safety stock. adalah untuk meminimalkan. terjadinya stockout dan

mengurangi menambahkan. biaya yang berasal dari reorder point. Keuntungan safety

stock. adalah pada saat jumlah. permintaan. mengalami lonjakan maka safety stock

dapat digunakan untuk. menutup permintaan tersebut.

Menurut Pujawan. (2010) safety stock berfungsi untuk melindungi kesalahan

dalam memprediksi. permintaan selama lead time. Persediaan pengaman. akan

berfungsi apabila. permintaan yang sesungguhnya lebih besar dari nilai rata-rata

tersebut. Untuk mendapat gmbaran seberapa tidak. pasti permintaan selama lead time

tersebut, perusahaan perlu mengumpulkan. data untuk mendapatkan distribusinya.

Besarnya safety stock (SS) secara umum. dapat di rumuskan sebagai berikut (Pujawan,

2010):

SS = Z x 𝑠𝑑𝑙 (2.2)

Besarnya nilai safety stock. tergantung pada ketidakpastian pasokan. maupun

permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili. dengan

standard deviasi lead time dari supplier, yaitu waktu antara. perusahaan memesan

sampai material. atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian. permintaan biasanya

diwakili dengan. standar deviasi besarnya permintaan per periode. Kalau permintaan

per periode maupun lead time. sama-sama konstan maka tidak diperlukan. safety stock

karena permintaan. selama lead time memiliki standard deviasi nol.

Nilai 𝑠𝑑𝑙 bisa dicari dengan. mengumpulkan langsung data permintaan selama

lead time untuk suatu periode. yang cukup panjang, atau diperoleh dengan terlebih

dahulu mendapatkan. data rata-rata dan standard deviasi dari. dua komponen penyusun,

yaitu permintaan. per periode dan lead time. Dengan mendapatkan. empat parameter

tersebut maka nilai 𝑠𝑑𝑙 bisa dihitung. sebagai berikut (Pujawan, 2010):

𝑆𝑑𝑙 = √(𝑑2 × 𝑠12 + 𝑙 × 𝑠𝑑

2) (2.3)

23

Dimana 𝑠𝑙 dan 𝑠𝑑 adalah standard. deviasi lead time dan standard deviasi. permintaan

per periode. Dengan menggunakan. patokan rumus tersebut maka kita bisa melihat

empat kondisi. seperti yang ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 2.4 Interaksi Antara. Permintaan dan Lead Time pada Safety Stock.

Variabel

𝑆𝑑𝑙 = 𝑠𝑑 × √(𝑙)

Safety stock ditentukan

oleh ketidakpastian

permintaan

𝑆𝑑𝑙 = √(𝑑2 × 𝑠𝑙2 + 𝑙 × 𝑠𝑑

2)

Safety stock ditentukan oleh interaksi

dan ketidakpastian Permintaan

Tidak diperlukan safety

stock, situasi

deterministik (Sdl = 0)

𝑆𝑑𝑙 = 𝑑 × 𝑠𝑙

Safety stock ditentukan oleh

ketidakpastian lead time

Konstan

Konstan Lead time Variabel

(Sumber : Principle Inventory. and Material Management, Richard J. Tersine, 1998)

2.5. Green Vehicle Routing Problem

Selama beberapa tahun terakhir, Green Logistic dan Green Distribution telah

mendapat perhatian dari perusahaan dan pemerintah. Green Logistics menangani

kegiatan mengukur dampak lingkungan dari strategi distribusi yang berbeda,

mengurangi konsumsi energi, mendaur ulang sampah dan mengelola pembuangan

limbah (Sbihi & Eglese 2007a). Ada berbagai macam masalah terkait Green Logistics,

seperti promosi alternatif bahan bakar, kendaraan elektronik generasi mendatang,

sistem transportasi green intelligent, dan infrastruktur ramah lingkungan lainnya. Juga,

penyebaran kendaraan yang lebih baik dan solusi biaya routing kendaraan yang efektif

akan langsung mencapai pola transportasi berkelanjutan yang lebih banyak. Green

Transportation dimulai dengan studi Sbihi dan Eglese (2007) dan disertasi PhD

(Palmer 2007). Sbihi dan Eglese (2007a, 2007b) menggunakan VRP yang tergantung

24

Waktu sebagai pendekatan untuk menangani minimisasi emisi selama routing.

Literatur yang ada berpendapat bahwa pengurangan dalam total jarak akan dengan

sendirinya memberikan manfaat lingkungan karena pengurangan bahan bakar yang

dikonsumsi dan konsekuensi polusi.

Bektas dan Laporte (2011) memperkenalkan "Pollution Routing Problem (PRP)"

di mana mereka mengembangkan PRP sebagai perpanjangan dari VRP klasik dengan

fungsi obyektif yang lebih komprehensif yang berhubungan dengan jarak perjalanan,

jumlah emisi rumah-hijau, bahan bakar, waktu perjalanan dan biaya mereka. Mereka

juga menyajikan berbagai pengorbanan antara berbagai parameter seperti beban

kendaraan, kecepatan dan biaya total. Menurut Xiao, dkk., (2012) Tingkat Konsumsi

Bahan Bakar (FCR) dianggap sebagai fungsi yang tergantung beban, dan

menambahkannya ke CVRP klasik untuk memperluas studi tradisional pada CVRP

dengan tujuan meminimalkan konsumsi bahan bakar dan menyebutnya FCVRP dan

mengembangkan simulasi annealing algorithm dengan aturan pertukaran hibrida untuk

menyelesaikannya. Menurut Canhong Lin, dkk. (2013), ada tiga kategori utama GVRP,

termasuk Green-VRP, Pollution Routing Problem, dan VRP dalam Reverse Logistics.

Dalam makalahnya, Erdogan dan Miller-Hooks (2012) memperkenalkan

Masalah Green Vehicle Routing Problem (G-VRP) yang mana AFV diizinkan untuk

mengisi bahan bakar dalam rute untuk memperpanjang jarak yang dapat ditempuh.

Berdasarkan Prosiding Konferensi Internasional 2014 tentang Teknik Industri dan

Manajemen Operasi Bali, Indonesia, (7 - 9 Januari 2014), makalah Erdogan dkk. (2012)

adalah yang pertama mempertimbangkan kemungkinan pengisian ulang atau pengisian

bahan bakar kendaraan di rute dalam VRP. Model mereka berusaha untuk

menghilangkan risiko kehabisan bahan bakar serta mempertimbangkan waktu layanan

setiap pelanggan dan pembatasan durasi maksimum yang diajukan pada setiap rute.

Juga, Schneider, Stenger, dan Goeke D. (2012), memperpanjang G-VRP dengan Time

Windows dan melambangkannya Masalah Routing Kendaraan Listrik dengan Time

Windows dan Stasiun Pengisian Ulang (E-VRPTW), yang menggabungkan

kemungkinan pengisian ulang di salah satu dari stasiun yang tersedia menggunakan

25

skema pengisian daya yang sesuai. Mereka mempertimbangkan kapasitas pengiriman

kendaraan terbatas serta time windows pelanggan dan mempresentasikan heuristik

hibrid yang menggabungkan algoritma Variable Neighbour Search (VNS) dengan

Tabu Search sebagai metode solusi.

Model matematika G-VRP yang disajikan di sini berbeda dari yang

diperkenalkan oleh Erdogan dan Miller-Hooks, (2012) dalam banyak hal substansial.

Pertama, MILP dan semua batasannya linear; itu bisa digunakan sebagai multi depot

dan tidak terlalu membatasi seperti di penelitian mereka; artinya memungkinkan jalur

kembali yang mengunjungi lebih dari satu AFS tanpa khawatir akan kehabisan.

2.5.1. Langkah-langkah Algoritma Sequential Insertion Untuk Penyelesaian

Green Vehicle Routing Problem

Penyelsesaian VRP. telah dilakukan dengan berbagai metode yang juga masih

terus menerus dikembangkan demi mendapat solusi yang paling optimal. Pencarian

solusi ini menjadi sulit dengan adanya. kendala – kendala tambahan dari masalah

seperti time window, kapasitas, jumlah. kendaraan, maksimum waktu yang diijinkan,

dan semua kendala. yang mungkin terjadi dalam rute. Dengan adanya kendala –

kendala tersebut telah. muncul banyak penelitian dengan berbagai metode mulai dari

matematis, optimasi, heuristik, hingga. metaheuristik.

Dalam penyelesaian masalah VRPTW pada penelitian ini digunakan metode

heuristik. Heuristik adalah sebuah teknik yang mengembangkan efisiensi dalam proses

pencarian, namun dengan kemungkinan mengorbankan kelengkapan (completeness).

Fungsi heuristik adalah digunakan untuk mengevaluasi keadaan – keadaan problema

individual dan menentukan seberapa jauh hal tersebut dapat digunakan untuk

mendapatkan solusi optimal yang diinginkan. Pada permasalahan kombinatorial,

metode heuristik dapat digunakan untuk mencari solusi terbaik bagi TSP maupun VRP.

Beberapa penelitian untuk mencari solusi optimal pada permasalahan VRPTW

telah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya adalah Solomon (1987)

yang menggunakan metode insertion heuristic dalam penyelesaian VRPTW. Sejak saat

itu penelitian VRP dengan kendala waktu menggunakan metode insertion heuristic

26

terus dikembangkan. Metode heuristik yang dikenalkan salah satunya adalah

Algoritma Sequential Insertion yang dikatakan sukses diantara beberapa insertion

heuristik yang ada dinilai dari jangka kualitas solusi yang terbentuk dan komputasi

waktu yang dibutuhkan untuk menemukan solusi. Dalam penelitiannya pada

perusahaan produsen tepung, Ichwanto (2015), menggunakan algoritma sequential

insertion dalam menemukan rute optimal distribusi. Begitupun penelitian sebelumnya

juga dilakukan oleh Yunita (2013), yang menggunakan algoritma sequential insertion

dalam menyelesaikan masalah. multiple trip vehicle routing problem.

Algoritma. sequential insertion heuristik digunakan. untuk membangun solusi

yang layak. dengan cara berulang kali mencoba. memaksukkan pelanggan yang belum

masuk ke dalam. rute manapun kedalam bagian sementara dari rute yang terbentuk saat

ini. (Arvianto et al., 2014). Algoritma ini. akan menghasilkan jumlah tur seminim

mungkin dengan memanfaatkan. kapasitas kendaraan semaksimal mungkin sehingga

menghasilkan jadwal kunjungan. yang lebih banyak, tetapi tetap mempertimbangkan

perilaku algoritma terhadap. batasan – batasan yang diterapkan dalam sistem.

Algoritma insertion terdiri dari. dua macam yaitu algoritma parallel insertion dan

sequential insertion. Algoritma parallel. insertion digunakan Potvin dan Rousseau

(1993) untuk menyelesaikan MRKJW dengan membangun beberapa rute sekaligus

dalam waktu yang sama. Prinsip dasar dari algoritma. ini adalah membentuk sejumlah

rute, selanjutnya setiap. pelanggan akan disisipkan pada posisi tertentu. pada salah satu

rute yang memberikan. kriteria terbaik. Jika tidak dimungkinkan. lagi terjadi

penyisipan maka. satu rute tambahan dibangkitkan. Algoritma berhenti. jika semua

pelanggan. telah ditugaskan.

Dalam menemukan solusi. awal untuk rute, kriteria inisialisasi dilihat

berdasarkan proses penentuan. pelanggan pertama yang disisipkan dalam rute.

Pelanggan dengan jarak terjauh. dan dengan batas waktu buka atau tutup yang lebih

awal merupakan kriteria yang. digunakan dalam inisialisasi. Pelanggan pertama yang

disisipkan disebut dengan seed. customer, dimana ketika seed customer telah

disisipkan algoritma sequential. insertion akan melakukan penentuan penyisipan

27

kriteria selanjutnya mempertimbangkan. jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai pelanggan berikutnya. Langkah berikutnya adalah membuat. rute parsial dari

penyisipan pelanggan.

Menurut Solomon (1987), sequential insertion heuristic mempertimbangkan

penyisipan unrouted customer (u) diantara dua pelanggan yang berdekatan

(𝑖𝑝−1 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑝) pada rute parsial (𝑖0, 𝑖1, … , 𝑖𝑚), dimana 𝑖0 merepresentasikan titik awal

dari kendaraan dan 𝑖𝑚 adalah lokasi tujuannya.Pemecahan masalah dengan metode

Algoritma sequential insertion ini akan dilakukan dengan teknik Local Search. Algoritma ini

akan. membangun. solusi layak dengan mencoba. memasukkan pelanggan yang belum

ditempatkan dalam rute. secara berulang – ulang kedalam. rute parsial. yang telah terbentuk.

Teknik Local Search. dimulai dari. solusi awal dan berakhir pada minimum. lokal yang tidak

memungkinkan. terjadinya. perbaikan lagi (Arvianto et al., 2014).

2.5.2. Penyelesaian Green Vehicle Routing Problem with Time Window

Menggunakan Algoritma Sequential Insertion

Vehicle Routing Problem. with Time Window (VRPTW) merupakan. salah satu

dari NP-hard problem dimana ditambahkan suatu kendala waktu. VRPTW merupakan

salah. satu generalisasi VRP klasik dimana pelayanan terhadap pelanggan i dimulai

pada suatu jendela waktu tertentu [𝑎𝑖 , 𝑏𝑖]. Dalam penelitiannya Ibrahim et al. (2015)

menyebutkan, VRPTW adalah generalisasi. dari VRP yang melibatkan kompleksitas

tambahan waktu pengiriman yang diijinkan. Kendaraan dapat datang sebelum 𝑎𝑖 dan

menunggu hingga. jam buka (tanpa diberlakukan biaya tambahan), namun kedatangan

setelah 𝑏𝑖atau jam. tutup tidak diijinkan. Selain itu diberlakukan. pula jam awal dan

akhir dari rute. untuk setiap kendaraan, dimana suatu kendaraan terdapat jam mulai

berangkat dari depot. dan jam untuk kembali ke depot sebelum time window berakhir.

VRPTW dapat didefinisikan dengan graph terarah G = (V,A), dimana |𝑉| =

𝑛 + 2, dan depot direpresentasikan dalam dua node atau vertex yaitu o (origin) dengan

nilai0 dan d (destination) dengan nilai n+1. Rute kendaraan dinyatakan feasible ketika

rute dimulai dari titik 0 dan berakhir di titik atau vertex n+1. A merupakan himpunan

28

simpul (i,j) yang menyatakan hubungan antara depot dan pelanggan, pelanggan dan

pelanggan, dimana 𝑖 ≠ 𝑗. Himpunan kendaraan dinyatakan dengan K, dimana |𝐾| =

𝑚. Waktu pelayanan pada simpul i dinyatakan dengan 𝑠𝑖 (dimana 𝑠0 = 𝑠𝑛+1 = 0) dan

𝑡𝑖𝑗 menyatakan waktu tempuh dari simpul i kesimpul j. Selain time window[𝑎𝑖, 𝑏𝑖]

berkaitan dengan setiap vertex pelanggan i dimana 𝑖 ∈ 𝑁 = 𝑉 ∖ {𝑜, 𝑑}, time window

[𝑎0, 𝑏0] dan [𝑎𝑛+1, 𝑏𝑛+1] juga dikaitkan dengan simpul depot. Simpul [𝑎0, 𝑏0]

merupakan waktu tercepat kendaraan meninggalkan depot (departure) dan waktu

paling lambat kendaraan tiba di depot (arrival). Jika tidak terdapat batasan khusus

dalam ketersediaan jumlah kendaraan dapat dinyatakan bahwa himpunan 𝑎0 =

𝑚𝑖𝑛𝑖∈𝑁 {𝑎𝑖 − 𝑡0𝑖} = 𝑚𝑎𝑥𝑖∈𝑁{𝑎𝑖 − 𝑡0𝑖} . 𝑎𝑛+1 = 𝑚𝑖𝑛𝑖∈𝑁 {𝑎𝑖 + 𝑠𝑖 + 𝑡𝑖,𝑛+𝑖} . 𝑏𝑛+1 =

𝑚𝑎𝑥𝑖∈𝑁{𝑎𝑖 + 𝑠𝑖 + 𝑡𝑖,𝑛+𝑖} (Cordeau dkk, 2007).

Model matematis untuk VRPTW melibatkan dua jenis variabel yaitu variabel

biner dan variabel continous. Variabel biner 𝑥𝑖𝑗𝑘 , (𝑖, 𝑗) ∈ 𝐴, 𝑘 ∈ 𝐾, yang bernilai sama

dengan 1 jika dan hanya jika titik (𝑖, 𝑗) digunakan oleh kendaraan k dan jika tidak maka

bernilai 0. Veriabel continous 𝑥𝑖𝑘, 𝑖 ∈ 𝑁, 𝑘 ∈ 𝐾, yang menunjukkan waktu ketika

kendaraan k melayani pelanggan i. Ketika i menyatakan suatu simpul awal i

(𝑖 = 0, 1, … , 𝑛), himpunan simpul tujuan j dinyatakan dengan 𝛿+(𝑖) = {𝑗: (𝑖, 𝑗) ∈ 𝐸}

yang memiliki kemungkinan untuk dikunjungi setelah melayani simpul i. Himpunan j

menyatakan simpul tujuan j(𝑗 = 1, 2, … , 𝑛 + 1) dimana 𝛿−(𝑗) = {𝑖: (𝑖, 𝑗) ∈ 𝐸}

menyatakan himpunan asal i memiliki kemampuan untuk dilayani setelah mengunjungi

simpul j (Cordeau et al., 2007).

Penelitian tentang VRPTW sebelumnya telah banyak dilakukan diantaranya

oleh (Cordeau et al. (2007)) dengan menggunakan algoritma tabu search. Pada

Arvianto et al. (2014), mengangkat tentang permasalahan VRPTW dengan

penambahan kendala produk dan rute majemuk. Kemudian Ibrahim et al. (2015), dalam

penelitiannya mengangkat topik VRPTW pada distributor air minum dengan

menggunakan algoritma genetik. VRPTW dalam penelitian ini akan ditambahkan.

dengan kendala lain yaitu dengan adanya kendala multiple product. Dalam satu

29

penugasan kendaraan dapat membawa beragam jenis produk yang terdapat diproduksi

oleh perusahaan. Area penempatan produk dalam kendaraan telah diatur dan dibedakan

atau yang disebut dengan compartment, sehingga kerusakan dapat dihindari. Himpunan

𝑃 = {1,2,3, … . , 𝑝} menyatakan jumlah tipe produk yang ada. Kendala lain yang

terdapat dalam permasalahan VRP adalah kendala jumlah rute yang dibentuk dalam

distribusi. Terdapat single route dan multiple route. Dalam pendistribusian produk di

CV. Cemara Food, untuk melayani semua pelanggan oleh satu kendaraan dibutuhkan

horison perencanaan 6 hari. Sehingga digunakan VRP dengan multiple route dimana

kendaraan memiliki lebih dari satu rute dalam suatu horison perencanaan. Pada

penelitiannya. Arvianto et al. (2014) menyelesaikan. permasalahan VRP dengan

mengembangkan model matematis untuk Algoritma Sequential Insertion seperti.

sebagai berikut:

Indeks :

i : indeks lokasi; i=0 adalah depot, 𝑖 = 1,2, … , 𝑁 adalah pelanggan

t : indeks tur, 𝑡 = 1,2,3, … , 𝑁𝑇

r : indeks rute, 𝑟 = 1,2,3, … , 𝑁𝑅[𝑡]

p : indeks produk, 𝑝 = 0,1, … , 𝑁𝑃

k : indeks posisi, 𝑘 = 1,2, … , 𝑁𝐿[𝑡,𝑟]

z : indeks kendaraan

Parameter :

N : jumlah dari. set pelanggan i

NP : jumlah jenis. produk

𝑞𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘,𝑝 : besarnya permintaan produk p pada lokasi dengan posisi k, rute

r, tur t , dan kendaraan k (volume)

𝑊𝑠 : waktu setup (satuan waktu)

30

𝐿𝑇 : kecepatan loading. (jumlah produk /satuan waktu)

𝐷𝑇 : kecepatan discharging. (jumlah produk/satuan waktu)

𝑣𝑧 : kecepatan kendaraan z (jarak per satuan waktu)

𝜏[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘],[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘+1] : waktu perjalanan. antara lokasi k ke lokasi k+1, rute r,

tur t , dan kendaraan k (satuan volume)

𝑄𝑧[𝑝] : kapasitas kompartemen. untuk produk p pada kendaraan z

𝑎𝑖 : waktu mulai dari time. window untuk lokasi i

𝑏𝑖 : waktu akhir dari time. window untuk lokasi i

𝐻 : horizon. perencanaan (satuan waktu)

Variabel :

NV : jumlah total kendaraan

𝑁𝑇𝑧 : jumlah tur kendaraan z

𝑁𝑅[𝑡,𝑧] : jumlah rute dalam. tur t oleh kendaraan z

𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟] : jumlah lokasi pada. rute r dalam tur t oleh kendaraan z

𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘 : lokasi pada posisi k, rute r dalam. tur t oleh kendaraan z

𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃 : besarnya muatan yang. diantarkan didalam rute r, dalam tur t

oleh kendaraan. z untuk produk p.

𝑦𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘𝑃 : proporsi pengiriman. muatan produk p pada rute r, dalam tur t

oleh kendaraan z, dan lokasi k.

31

𝐽𝑚𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘] : saat keberangkatan. pada posisi k di tur t oleh kendaraan z, dan

rute r (satuan waktu)

𝑊𝑝 : waktu perjalanan (satuan waktu)

𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘] : saat tiba yang terjadi pada posisi k di tur t kendaraan z, dan rute

r (satuan waktu)

𝑊𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘] : waktu tunggu pada posisi k di tur t kendaraan z, dan rute r

(satuan waktu)

𝑊𝐿𝑇 : waktu loading. (satuan waktu)

𝑊𝐷𝑇 : waktu discharging. (satuan waktu)

𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]] : saat selesai pada. posisi 𝑁𝐿[𝑡, 𝑟] di tur t kendaraan z, dan rute

r (satuan waktu)

𝐶𝑇[𝑡,𝑧] : waktu penyelesaian. tur t oleh kendaraan z (satuan waktu)

TCT : total waktu penyelesaian. tur (satuan waktu)

RCT : rentang waktu. penyelesaian tur (satuan waktu)

TCD : Total Ongkos Distribusi

𝐶𝑆𝐾 : biaya tetap kapal

𝐶𝐵𝐵 : biaya bahan bakar per km

𝐶𝐿 : biaya loading unloading produk per unit

𝐶𝐺 : gaji supir perkunjungan

32

𝐶𝑀 : akomodasi. perjalanan

𝐶𝑅 : rupiah retribusi jalan per kendaraan per tur

Fungsi tujuan. majemuk dalam penelitian ini dilakukan dengan membentuk

jumlah tertimbang (weight. sum) TCT dan RCT, yaitu :

𝑀𝑖𝑛 𝑓(𝜃) = 𝜔𝑇𝐶𝑇𝑇𝐶𝑇(𝜃) + 𝜔𝑅𝐶𝑇𝑅𝐶𝑇(𝜃) (2.4)

Dimana θ merupakan. set solusi, sedangkan bobot – bobot 𝜔𝑇𝐶𝑇 𝑑𝑎𝑛 𝜔𝑅𝐶𝑇

masing – masing menyatakan. bobot untuk fungsi tujuan meminimumkan waktu total

penyelesaian TCT dan meminimumkan. rentang waktu total penyelesaian tur RCT.

Fungsi ini diperlukan untuk mencari. kombinasi tur dan rute terbaik yang dihasilkan

dari algoritma dengan mempertimbangkan. keseimbangan kerja yang diwakili dengan

variabel RCT dan TCT. Fungsi tujuan tersebut. belum dapat mewakili keseluruhan

biaya yang dihasilkan sistem sehingga diketahui. adanya fungsi minimasi biaya yang

akan membantu pengambilan keputusan untuk. mendapatkan berapa biaya yang akan

muncul akibat fungsi minimasi. tertimbang sebelumnya, sebagai berikut :

min 𝑇𝐶𝐷 = ∑ ∑ ∑ 𝐶𝑆𝐾𝑧 𝑁𝑇𝑧 + 𝐶𝐺𝑁𝑅𝑁+1𝑗=1

𝑁𝑖=0

𝑁𝑅𝑟=1 + ∑ ∑ 𝐶𝐵𝐵𝑉𝑧𝑊𝑝 + 3𝐶𝑀𝐻𝑍

𝑧=1𝑁𝑅𝑟=1 +

2 ∑ ∑ 𝑞𝑖𝐶𝐿𝑁𝑅 + 𝐶𝑅𝑁𝑖=0

𝑁𝑅𝑟=1 (2.5)

Permasalahan VRPTW ini. terdiri dari beberapa pelanggan dan depot tunggal

yang disebut dengan node. Tiap pelanggan memiliki. permintaan untuk setiap produk

yang diangkut dari depot. Lokasi depot dapat. didefinisikan sebagai berikut :

𝐿𝑡,𝑧,𝑟,1 = 𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑟] = 0 (2.6)

33

Untuk lokasi pelanggan didefinisikan sebagai :

𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘 = 𝑖 (2.7)

Sementara untuk muatan pada setiap. rute untuk tiap produk harus lebih kecil

atau sama dengan. kapasitas kompartemen. Dalam pengiriman produk, muatan setiap

kompartemen kendaraan yang melayani satu rute dalam tur tidak melebihi kapasitas

kompartemen produk p.

𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃 ≤ 𝑄[𝑝] ∀𝑡 ∈ 𝑁𝑇; ∀𝑧 ∈ 𝑍; ∀𝑟 ∈ 𝑁𝑅; 𝑝 = 1,2, . . 𝑛 (2.8)

Jumlah muatan yang dibawa. oleh kendaraan z dalam tur t, rute r dan produk p

harus kurang dari atau sama dengan jumlah permintaan pelanggan.

𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃 ≤ ∑ qLt,z,r,kP

NL[t,z,r]−1

k=2 (2.9)

Waktu penyelesaian suatu rute perjalanan. dinyatakan dengan 𝐶𝑇[𝑡,𝑧],

mencakup waktu. perjalanan, waktu setup, waktu discharging atau loading. Dimana

waktu penyelesaian. rute perjalanan tidak dapat lebih dari horison perencanaan. Waktu

perencanaan tur total (TCT) adalah jumlah. dari waktu penyelesaian untuk seluruh tur.

Sementara untuk waktu perjalanan. merupakan waktu yang dibutuhkan setiap

kendaraan mulai dari keberangkatan dari depot ke pelanggan pertama ataupun dari

pelanggan ke pelanggan. Kecepatan tempuh. kendaraan dan jarak antar lokasi akan

menjadi penentu waktu perjalanan dimana:

𝑊𝑝 = 𝜏[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘],[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘+1] (2.10)

Waktu loading merupakan waktu yang. dibutuhkan untuk memasukkan muatan

ke kendaraan ketika berada di depot. Semakin banyak produk. yang dimuat maka waktu

loading yang dibutuhkan semakin lama.

34

𝑊𝐿𝑇 =𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝐿𝑇 (2.11)

Waktu untuk membongkar muatan dari kendaraan. atau yang biasa disebut

dengan unloading yang dilakukan di tempat pelanggan.

𝑊𝐷𝑇 =𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝐷𝑇 (2.12)

Keberangkatan kendaraan menuju lokasi pelanggan. sama dengan saat selesai

dari pelayanan di pelanggan sebelumnya, dapat didefinisikan sebagai berikut :

𝐽𝑚𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]= 𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]

(2.13)

Waktu tiba di pelanggan merupakan penjumlahan. dari jam keberangkatan dari

kendaraan dengan waktu yang dibutuhkan kendaraan untuk mencapai pelanggan.

𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]= 𝐽𝑚𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

+ 𝑊𝑝 (2.14)

Terdapat waktu tunggu apabila waktu kedatangan. kendaraan pada suatu

pelanggan kurang dari waktu buka pelayanan atau kedatangan. yang mendahului jam

buka operasi, dapat didefinisikan sebagai berikut:

𝑊𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]= {

𝑏𝑖 − 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘], 𝑏𝑖 ≥ 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

0, 𝑏𝑖 < 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

(2.15)

Waktu penyelesaian tur merupakan penjumlahan dari waktu setup, waktu

loading, waktu discharging/unloading, waktu. perjalanan dan waktu tunggu.

𝐶𝑇[𝑡] = 𝑊𝑠 ∑ ∑ 𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘

𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]−1

𝑘=1

𝑁𝑅[𝑡,𝑧]

𝑟=1+ (𝑊𝐷𝑇 + 𝑊𝐿𝑇) ∑ ∑ 𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝑛

𝑖=1

𝑁𝑅[𝑡,𝑧]

𝑟=1

+ ∑ ∑ 𝜏[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘],[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘+1]

𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]−1

𝑘=1

𝑁𝑅[𝑡,𝑧]

𝑟=1 + ∑ ∑ 𝑊𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]−1

𝑘=1

𝑁𝑅[𝑡,𝑧]

𝑟=1

35

Tahapan dalam pengerjaan. VRP menggunakan Algoritma Sequential.

Insertion adalah sebagai berikut:

a. Langkah 0

Melakukan inisiasi. dimana N = N, NT = 0, TCT = 0, Z=1

b. Langkah 1

Tetapkan: t = 1; r = 1; NTz = NTz + 1

NR [tz] =1; NL [t,z,r] = 2

L[t,z,r,1] = L[t,z,r,NL[t,z,r]]=0

b[t,z,r,p] = 0, p

CT[t,z] = 0

Lakukan pengecekan. demand, jika demand sudah terpenuhi. lanjutkan ke

Langkah 9, jika tidak lanjutkan ke Langkah 2.

c. Langkah 2

Untuk i N, coba masukkan. setiap i diantara (k, k+1) untuk k = 1,

…,NL[t,z,r]-1.

Tetapkan: 𝐽𝑚𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘] = 0; 𝑊𝑝 = [𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘]], [𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘 + 1]]

𝐽𝑡𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘] = 0; 𝑊𝑡𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘] = 0

𝑊𝑠𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘] = 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

𝑊𝐿𝑇 =𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝐿𝑇 ; 𝑊𝐷𝑇 =

𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝐷𝑇

𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]= 𝐽𝑚𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

+ 𝑊𝑝 + 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]+ 𝑊𝑠𝐿 + 𝑊𝐿𝑇 + 𝑊𝐷𝑇

𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] = 𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]

Jika 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] < 𝐻, lanjutkan ke langkah 8.

Jika 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] > 𝐻, tetapkan. atau pilih i* atau 𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]* yang

memberikan waktu penyelesaian. tur terpendek. Kemudian dilanjutkan ke

langkah 3.

36

d. Langkah 3

Jika 𝑞[𝑖∗, 𝑝] ≤ 𝑄𝑝, untuk ∀𝑝,

Kemudian. tetapkan 𝑁 = 𝑁 − {𝑖∗}

𝑄𝑝 = 𝑄𝑝 − 𝑞[𝑖∗, 𝑝], ∀𝑝

𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃= 𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃

+ 𝑞[𝑖∗, 𝑝], ∀𝑝

𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟] = 𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟] + 1

𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 1] = 𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑁𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟]] = 0

𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑁𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟]] = 𝑖∗, maka. permintaan 𝑞[𝑖 ∗, 𝑝] sudah terpenuhi

𝑞[𝑖 ∗, 𝑝] = 0

Jika 𝑞[𝑖 ∗, 𝑝] ≥ 𝑄[𝑝] untuk ∀𝑝 (split delivery)

maka 𝑞[𝑖 ∗, 𝑝] belum terpenuhi semua

𝑞[𝑖 ∗, 𝑝] = 𝑞[𝑖 ∗, 𝑝] − 𝑄[𝑝]

Tetapkan N = N yang baru, kemudian dilanjutkan ke langkah 4.

e. Langkah 4

Jika 𝑁 ≠ ∅ , lanjutkan ke langkah 5. Jika sebaliknya maka. lanjutkan ke

langkah 9.

f. Langkah 5

Untuk 𝑖 ∈ 𝑁, mencoba memasukkan. i diantara (k, k+1) untuk k =

1,…, 𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟] − 1.

Tetapkan : 𝐽𝑚𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]= 𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘−1]

𝑊𝑝 = 𝜏[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘],[𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑘+1]

𝑊𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]= {

𝑏𝑖 − 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘], 𝑏𝑖 ≥ 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

0, 𝑏𝑖 < 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

𝑊𝑠𝐿 = 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

𝑊𝐿𝑇 =𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝐿𝑇

𝑊𝐷𝑇 =𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟,𝑝

𝐷𝑇

37

𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]= 𝐽𝑚𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

+ 𝑊𝑝 + 𝐽𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]+ 𝑊𝑡𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑘]

+𝑊𝑠𝐿 + 𝑊𝐿𝑇 + 𝑊𝐷𝑇

Update 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] = 𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]

Jika 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] < 𝐻 dan 𝑞[𝑖∗, 𝑝] ≤ 𝑄[𝑝], lanjutkan ke langkah 6. Jika

𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] < 𝐻 dan 𝑞[𝑖∗, 𝑝] ≥ 𝑄[𝑝], lanjutkan. ke langkah 7. Jika 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] >

𝐻, lanjutkan. ke Langkah 8.

g. Langkah 7

Pilih 𝑖∗ dan lakukan. insersi pada posisi (𝑘∗, 𝑘∗ + 1) yang memberikan. waktu

penyelesaian tur terpendek 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧].

Jika 𝑞[𝑖∗, 𝑝] ≤ 𝑄[𝑝], untuk ∀𝑝, kemudian tetapkan 𝑁 = 𝑁 − {𝑖∗}.

𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟] = 𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟] + 1

𝑄𝑝 = 𝑄𝑝 − 𝑞[𝑖∗, 𝑝], ∀𝑝

𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃= 𝑏𝐿𝑡,𝑧,𝑟𝑃

+ 𝑞[𝑖∗, 𝑝], ∀𝑝

𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑘∗] = 𝑖∗L

Maka permintaan 𝑞[𝑖∗, 𝑝] sudah terpenuhi semua.

𝑞[𝑖∗, 𝑝] = 0

Jika 𝑞[𝑖∗, 𝑝] ≥ 𝑄[𝑝] untuk p (split delivery)

maka 𝑞[𝑖∗, 𝑝] belum terpenuhi semua

𝑞[𝑖∗, 𝑝] = 𝑞[𝑖∗, 𝑝] − 𝑄[𝑝]

kemudian tetapkan N = N.

Update posisi urutan 𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑚] untuk 𝑚 = 𝑘∗ + 1, … , 𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟].

Update 𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] = 𝐽𝑠𝐿[𝑡,𝑧,𝑟,𝑁𝐿[𝑡,𝑧,𝑟]]

.

Lanjutkan ke langkah 4.

h. Langkah 7

𝑟 = 𝑟 + 1

𝑁𝑅[𝑡, 𝑧] = 𝑁𝑅[𝑡, 𝑧] + 1

𝑁𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟] = 2

38

𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 1] = 𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑁𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟]] = 0

𝑏[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑝] = 0, ∀𝑝

Lanjutkan ke langkah 1.

i. Langkah 8

𝑡 = 𝑡 + 1

𝑟 = 1

𝑁𝑇𝑧 = 𝑁𝑇𝑧 + 1

𝑁𝑅[𝑡, 𝑧] = 1

𝑁𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟] = 2

𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 1] = 𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑁𝐿[𝑡, 𝑧, 𝑟]] = 0

𝑏[𝑡, 𝑧, 𝑟, 𝑝] = 0, ∀𝑝

𝐶𝑇[𝑡, 𝑧] = 0

Lanjutkan ke langkah 1.

j. Langkah 9

Tetapkan :

𝑁𝑉 = 𝑁𝑇𝑧

𝑇𝐶𝑇 = ∑ 𝐶𝑇[𝑡,𝑧]

𝑁𝑇𝑧

𝑡=1

𝑅𝐶𝑇 = 𝑀𝑎𝑥{𝐶𝑇[𝑡,𝑧]} − 𝑀𝑖𝑛{𝐶𝑇[𝑡,𝑧]}

𝑍 = 𝑧 + 1

Jika 𝑧 ≤ 𝑍 maka. lanjutkan ke Langkah 1

Jika 𝑧 > 𝑍 maka. lanjut ke Langkah 10

k. Langkah 10

Tetapkan

𝑓(𝜃)∗

𝑇𝐶𝐷

Stop.

39

Pemaparan model matematis beserta langkah pengerjaan tersebut diterapkan

dalam penelitian oleh Arvianto et al. (2014) untuk menyelesaikan VRP dalam studi

kasus pendistribusian bahan bakar minyak menggunakan mode transportasi kapal.

Model matematis tersebut akan digunakan secara heuristik dalam pemecahan masalah

Green Vehicle Routing Problem dengan menambahkan beberapa variabel seperti AFS

maupun ketersediaan BBM pada kendaraan. Sehingga dalam langkah-langkah yang

akan digunakan dalam pengolahan data turut mempertimbangkan variabel dan

penggunaan algoritma tersebut.