bab ii kajian teoritisa-research.upi.edu/operator/upload/s_p0571_045649_chapter2(1).pdf · dari...
TRANSCRIPT
15
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Landasan teori dimaksudkan untuk landasan konsepsi, mengamati suatu
fenomena dan instrumental (Kuhn dalam Ayi Olim, 1999). Landasan konsepsi
dipergunakan sebagai dasar berpijak dalam mengembangkan pemikiran lebih
lanjut. Landasan teori (kajian teoritis) dapat pula dipergunakan sebagai alat untuk
mengamati suatu fenomena. Selanjutnya lebih tegas lagi landasan teoritis akan
dipergunakan sebagai alat dalam melakukan analisis penelitian.
Adapun teori yang melandasi dalam penelitian ini yaitu : Konsep
Pendidikan Luar Sekolah, konsep Pembangunan Masyarakat, konsep Pendidikan
Kecakapan Hidup (life skills), dan konsep Pembelajaran.
A. Konsep Pendidikan Luar sekolah
1. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu studi kependidikan yang
muncul di era tahun 70-an sehingga banyak orang yang mengidentikan pendidikan
sekolah sebagai pendidikan sepanjang hayat (life long education), pendidikan
perbaikan (reccurant education), pendidikan abadi (permanent education),
pendidikan nonformal (nonformal education), pendidikan informal (informal
education), pendidikan masyarakat (communituy education), pendidikan perluasan
(extension education), pendidikan orang dewasa (andragogik education) dan
pendidikan berkelanjutan (continuing education).
16
Berbagai definisi Pendidikan Luar Sekolah dikemukakan oleh para ahli,
seperti yang dikemukakan oleh Napitupulu (1981) dalam Djudju Sudjana (2001 :
49) bahwa:
“Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya”.
Definisi lain dikemukakan oleh Philip H. Coomb bahwa : “Pendidikan
Luar Sekolah adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar system
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani
peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.
Sedangkan menurut peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Sekolah dapat dikemukakan bahwa :
“Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik itu dilembagakan maupun tidak, yang bertujuan untuk : (1) Melayani warga belajar agar tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya, (2) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan (3) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah”.
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Luar
Sekolah adalah segala upaya pendidikan yang sistematis dan terorganisir,
dilaksanakan di luar sistem persekolahan, dengan maksud untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan usia dan kebutuhannya.
17
2. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998, manusia
Indonesia ditempatkan pada titik pusat dari segenap gerak pembangunan. Oleh
karena itu, pembangunan harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan. Hakikat
pembangunan adalah sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia seluruhnya dengan pancasila sebagai dasar, tujuan, dan sebagai
pedoman pembangunan nasional.
Adapun tujuan Pendidikan Luar Sekolah menurut peraturan pemerintah
No. 73 tahun 1991 pasal 2, yaitu:
a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini
mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu
kehidupannya.
b) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap
mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah
atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat terpenuhi dalam
jalur pendidikan sekolah.
3. Peran Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan tidak hanya kegiatan terorganisasi yang dilakukan di sekolah
atau pendidikan formal tetapi juga di luar pendidikan sekolah formal atau yang
disebut dengan Pendidikan Luar Sekolah (pendidikan nonformal).
18
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) serta
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, secara
tegas telah diatur oleh pemerintah tentang jenis dan jalur pendidikan. Lebih lanjut
dalam pasal 10 ayat (3) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah, melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak
harus berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian, kita semua perlu dan
terpanggil untuk turut melaksanakan amanat tersebut. Strategi menuntaskan wajib
belajar 9 tahun bagi masyarakat desa tertinggal, perlu kita kaji permasalahannya
dan dicari berbagai jalan penuntasannya.
Menurut Sudjana (2001 : 22-23), “Pendidikan Nonformal adalah setiap
kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan,
dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mencapai tujuan belajarnya”. Sedangkan menurut Santoso S. Hamijoyo (1973):
Pendidikan Luar Sekolah merupakan usaha yang terorganisir secara sistematis dan
kontinu di luar persekolahan, melalui proses hubungan sosial untuk membimbing
individu, kelompok, dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita yang positif
dan konstruktif guna meningkatkan hidup di bidang materil, sosial, dan mental
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial kecerdasan bangsa, dan
persahabatan manusia.
Pendidikan Luar Sekolah menurut Prof. Dr.H. Sutaryat Trisnamansyah
(1997) adalah konsep pendidikan sepanjang hayat yang mengandung karakteristik,
bahwa pendidikan tidak berakhir pada saat pendidikan sekolah selesai ditempuh
19
oleh seorang individu, melainkan suatu proses sepanjang hayat, mencakup
keseluruhan kurun waktu hidup seorang individu sejak lahir sampai mati.
Pendidikan sepanjang hayat bukan hanya pendidikan orang dewasa, yang dimulai
manakala seorang individu telah menyelesaikan pendidikan sekolah hingga
berusia dewasa.
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pasal 26 ayat 1 menegaskan bahwa “Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”.
Sedangkan pada pasal 26 ayat 2 ditegaskan bahwa “Pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap
dan kepribadian profesional”. Pengertian lain disebutkan dalam peraturan
pemerintah nomor 73 tahun 1991 Bab I pasal 1 ayat 1 bahwa yang dimaksud
dengan “Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah pendidikan yang diselenggarakan
di luar sekolah baik dilembagakan maupun tidak”.
4. Sasaran Pendidikan Luar Sekolah
Dari bahasan pengertian, tujuan dan peran Pendidikan Luar Sekolah dapat
disimak tentang sasaran PLS yaitu :
a. Mereka yang belum pernah mendapat pendidikan secara formal.
b. Mereka yang gagal sekolah atau drop out.
20
c. Mereka yang putus sekolah, yang membutuhkan dan bermaksud untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
Untuk lebih jelasnya kita pelajari pendapat Santoso S. Hamijoyo dalam
Dinar S (2001 : 37) tentang sasaran Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebagai
berikut :
a. Semua anggota masyarakat yang tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan formal di sekolah.
b. Semua anggota masyarakat yang karena satu dan yang lain hal tidak dapat
menyelesaikan studi pada tingkat tertentu secara bulat, atau drop out.
c. Anggota masyarakat yang meskipun telah menyelesaikan studinya pada
tingkat tertentu atau formal masih menganggap perlu untuk mendapatkan
pendidikan nonformal hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan serta produktivitas sebagai warga negara.
Pendapat lain tentang Pendidikan Luar Sekolah ini dikemukakan oleh
Sarino Mangupranoto dalam Dinar (2001 : 38) : Mereka yang hidup di desa-desa
yang tidak berkesempatan atau putus sekolah, yang ingin meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan guna mencapai tujuan dalam hidupnya.
Kedua pernyataan tersebut ada persamaan, yaitu menekankan kebebasan
individu atau masyarakat didalamnya terdapat kebutuhan ataupun motivasi untuk
menambah dan meningkatkan pengetahuan keterampilan pemupukan sikap yang
baik dalam pencapaian tujuan hidupnya kearah perbaikan. Yaitu tercapainya
kesejahteraan yang seperti dicita-citakan oleh semua individu.
21
B. Konsep Pembangunan Masyarakat
1. Pengertian Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu proses
perubahan menuju kehidupan yang lebih baik lagi bagi masyarakat, dengan
mengkondisikan serta menaruh kepercayaan kepada masyarakat itu sendiri untuk
membangun dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada padanya serta dalam
pelaksanaannya melibatkan semua orang atau pihak-pihak dari luar. Hal ini sudah
merupakan suatu tuntutan, karena secara kodrati manusia sebagai makhluk hidup
yang dikaruniai akal pikiran selalu mengiginkan sesuatu yang lebih baik. Itulah
sebabnya pembangunan masyarakat sering diartikan sebagai proses perubahan
kepada yang lebih baik.
Menurt Khaerudin (1992:23) bahwa, “Pembangunan adalah suatu usaha
atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara sadar
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka
pembinaan bangsa”. Sedangkan yang dimaksud dengan pembangunan masyarakat
itu sendiri adalah suatu usaha yang mengubah masyarakat ke arah kemajuan yang
dilakukan secara sadar dan sengaja serta berlangsung secara berencana, bertahap
dan berkesinambungan.
Atas dasar pengertian di atas, pembangunan masyarakat pada hakekatnya
merupakan suatu proses meperbaiki keadaan masyarakat, baik keadaan sosial
maupun ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Baren dalam Konkon Subrata
(1991 : ) bahwa, “Pembangunan masyarakat adalah suatu proses evaluasi dimana
sekelompok manusia yang mempunyai persamaan kebutuhan dan aspirasi
22
bekerjasama untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi yang lebih baik,
material dan spiritual bagi perseorangan dan masyarakat”.
Berdasarkan beberapa pengertian pembangunan masyarakat yang telah
dikemukakan di atas, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan masyarakat
meliputi lima tahap kegiatan. Tahap pertama, masyarakat melakukan identifikasi
kebutuhan atau keinginan yang mereka rasakan, serta sumber-suber dan
kemungkinan hambatan untuk memenuhi kebutuhan itu. Tahap kedua, mereka
mendiskusikan tujuan yang ingin dicapai serta berbagai program atau kegiatan
yang mungkin dilaksanakan dalam mencapai tujuan itu. Tahap ketiga, mereka
mendiskusikan penyusunan rancangan program yang di prioritaskan itu. Tahap
keempat, ialah melaksanakan program. Tahap kelima, penilaian dan
pengembangan.
2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Masyarakat
Tujuan pembangunan masyarakat pada intinya adalah untuk mengadakan
perubahan atau memperbaiki kondisi atau keadaan dari yang kurang baik menuju ke
arah yang lebih baik. Pembangunan masyarakat memupuyai tujuan untuk terjadinya :
a) Peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.
b) Pelestarian dan peningkatan kualitas ligkungan.
c) Terjabarnya pelaksanaan dan program pembangunan nasional di masing-
masing
daerah dengan menitikberatkan pada prakarsa masyarakat itu sendiri.
23
Talizdidahu Ndraha (1982:107), mengemukakan mengenai sasaran
pembangunan masyarakat, yaitu :
a) Peningkatan taraf hidup masyarakat, diusahakan sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan swadaya masyarakat dan juga sebagai usaha
menggerakan partisipasi masyarakat.
b) Partisipasi masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan taraf hidup
masyarakat.
c) Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuannya berkembang secara
mandiri, terhadap hubungan yang erat sekali, ibarat dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan.
Lebih lanjut Talizdidahu Ndraha (1989 : 107) berpendapat bahwa, keempat sasaran pembangunan masyarakat ini yakni perbaikan kondisi dan penigkatan taraf hidup masyarakat terutama masyarakat miskin, pembangkitan partisipasi masyarakat dan menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri, tidak berdiri sendiri tetapi diusahakan agar sasaran pembangunan masyarakat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan sehingga ketiganya dapat dianggap sebuah paket usaha.
3. Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip
keterpaduan, bekelanjutan, keserasian, kemampuan diri dan kaderisasi.
a) Prinsip Keterpaduan
Mengandung arti bahwa program atau kegiatan pembangunan masyarakat
disusun oleh, bersama, dalam, dan untuk masyarakat atas dasar kebutuhan dan
berbagai sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam
berbagai aspek kehidupan.
24
b) Prinsip Berkelanjutan
Memberi arah bahwa pembangunan masyarakat itu tidak dilakukan
sekaligus melainkan diselenggarakan secara bertahap, terus menerus ke arah yang
lebih baik.
c) Prinsip Keserasian
Mengandung makna bahwa program pembangunan masyarakat harus
memperhatikan keserasian antara kebutuhan terasa yang dinyatakan oleh
perorangan, masyarakat, lembaga-lembaga dan pemerintah. Keserasian ini pun
tercermin dalam kegiatan yang bertumpu pada kepentingan rakyat banyak dan
pemerintah.
d) Prinsip Kemampuan Diri
Menegaskan bahwa program pembangunan masyarakat disusun dan
dilaksanakan dengan berangkat dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat.
Keikutsertaan pihak luar baik perorangan, lembaga maupun pemerintah, ialah
untuk memberi dorongan dan bantuan sehingga masyarakat dapat
mendayagunakan sumber-sumber yang mereka miliki secara efisien dan efektif.
e) Prinsip Kaderisasi
Memberi isyarat bahwa pengelolaan dan kelanjutan program
pembangunan masyarakat hanya akan terlaksana dengan baik apabila di
masyarakat tersebut terdapat atau telah disiapkan kader-kader yang berasal dari
masyarakat yang mempunyai sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi
membangun untuk memenuhi kepentingan bersama dan untuk mempersiapkan hari
depan masyarakat yang lebih baik.
25
4. Asas-Asas Pembangunan Masyarakat
Asas-asas dalam pembangunan masyarakat yaitu sebagai berikut :
a) Dinamisasi, bahwa pembangunan masyarakat adalah kegiatan edukatif untuk
membangkitkan partisipasi atau peran serta masyarakat.
b) Demokratisasi, bahwa pembangunan masyarakat melimpahkan kepercayaan
kepada masyarakat untuk memegang inisiatif dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi program-program yang berkaitan dengan upaya untuk
meningkatkan taraf hidup mereka.
c) Modernisasi, bahwa pembangunan masyarakat ialah upaya meningkatkan
kualitas masyarakat dalam semua aspek kehidupan dengan titik berat pada
peningkatan aspek sosial dan ekonomi.
Didalam asas pendidikan luar sekolah terdapat asas relevansi yang
mengandung arti bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai hubungan yang erat
dengan kepentingan dan pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan
pembangunan bangsa.
5. Ciri-Ciri Pembangunan Masyarakat
Sejalan dengan prinsip dan asas pembangunan masyarakat yang telah
dikemukakan di atas, Sachroni (1985 : 3) menjelaskan tentang ciri-ciri dari
pembangunan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
a) Komprehensif multi sektoral, meliputi aspek kesejahteraan keamanan,
denganmekanisme dan sistem pelaksanaan yang terpadu antara berbagai
program pemerintah dan berbagai kegiatan masyarakat.
26
b) Perpaduan susunan sektoral dan regional dengan kebutuhan masyarakat.
c) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan ke seluruh daerah.
d) Menggerakkan partisipasi, prakarsa dan swadaya masyarakat serta menggali
dan menyalurkan potensi masyarakat dengan teknologi yang tepat.
e) Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat baik dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan program serta hasil atau dampak dari
pembangunan tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
C. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)
1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup
Istilah Kecakapan Hidup (life skills) diartikan sebagai kecakapan yang
dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan
penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya
(Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003).
Brolin (1989) menjelaskan bahwa life skills constitute a continuum of
knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and
toavoid interruptions of employment experience. Dengan demikian life skills dapat
dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata
memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki
kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis,
menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya,
27
bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi
(Satori, 2002).
Pendidikan kecakapan hidup (life skills) lebih luas cakupannya dari
sekedar keterampilan bekerja, atau sekedar keterampilan manual. Pendidikan
kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan
menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan
kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.
Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara
konseptual dikelompokkan : (1) Kecakapan mengenal diri (self awarness) atau
sering juga disebut kemampuan personal (personal skills) (2) Kecakapan berfikir
rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills) (3)
Kecakapan sosial (social skills) (4) Kecakapan vokasional (vocational skills)
sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang
dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills)
atau keterampilan teknis (technical skills).
Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life
skills ini berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a. Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan)
b. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat /bekerja)
c. Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna)
d. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain)
28
Penulis mengemukakan, perlunya life skills sampai kepada hasil yang
dikeluarkan (by product) agar life skills betul-betul dapat dimanfaatkan
kegunaannya oleh semua pihak.
2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)
a. Tujuan Umum
Pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan melalui jalur
pendidikan non formal bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan,
dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/usaha tertentu sesuai dengan bakat,
minat perkembangan fisik dan jiwanya serta potensi lingkungannya, sehingga
mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang
dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
b. Tujuan Khusus
Memberikan pelayanan pendidikan kecakapan hidup kepada warga belajar
agar :
1) Memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan dalam
memasuki dunia kerja baik bekerja mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada
suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
2) Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-
karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global
3) Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya
sendiri maupun anggota keluarganya
29
4) Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang
hayat (life long education) dalam rangka mewujudkan keadilan di setiap
lapisan masyarakat
3. Kriteria, Sasaran dan Bidang Program Pendidikan Life Skills
Kriteria di dalam penyelenggaraan program life skills ini harus meliputi :
a. Di gali berdasarkan karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat
b. Dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran
c. Mendapat dukungan dari pemerintah setempat
d. Memiliki prospek untuk berkembang dan berkesinambungan
e. Tersedia cukup nara sumber teknis dan prasarana untuk praktek keterampilan
f. Memiliki dukungan lingkungan (perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain)
g. Memiliki potensi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor
h. Berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan berusaha
Adapun sasaran daripada penyelenggaraan program life skills ini yaitu
sebagai berikut :
a. Diprioritaskan bagi masyarakat yang tidak bekerja
b. Berasal dari keluarga miskin/tidak mampu
c. Memiliki minat dan bakat tertentu
Secara garis besar bidang-bidang yang dapat dijadikan rujukan dalam
pengembangan program pendidikan life skills, antara lain :
30
a. Produksi Ekstraktif
Produksi ekstraktif yaitu pembelajaran yang memproduksi / menghasilkan
suatu barang yang langsung diperoleh dari alam, seperti: perikanan, perhutanan,
dan pertambangan.
b. Produksi Agraris
Produksi agraris yaitu pembelajaran yang mengolah tanah bagi kegiatan
pertanian, seperti: tanaman pangan, sayuran, bunga dan buah-buahan serta
pengembangan berbagai jenis ternak.
c. Produksi Industri
Produksi industri yaitu pembelajaran yang mengolah, merakit,
memperbaiki, dan merekayasa suatu jenis bahan baku menjadi bahan setengah
jadi maupun bahan yang setengah jadi menjadi bahan jadi.
d. Produksi Perdagangan
Produksi perdagangan yaitu pembelajaran melalui usaha perdagangan
seperti berjual beli, melakukan usaha mandiri, analisis pasar, perhitungan laba
rugi dan pengembangan usaha.
e. Produksi Jasa
Produksi jasa yaitu pembelajaran yang melakukan kegiatan pelayanan
berupa jasa yang diperlukan oleh pengguna jasa berdasarkan kriteria pelayanan
yang disepakati, seperti jasa sopir, tata rias rambut dan wajah, penerjemah bahasa,
konsultan teknik, pengajar dan pertukangan.
Berdasarkan bidang-bidang tersebut life skills bermaksud memberi kepada
seseorang bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis
31
serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan
kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki sehingga
dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Program life skills dirancang untuk
membimbing, melatih, dan membelajarkan warga belajar agar mempunyai bekal
dalam menghadapi masa depannya dengan memanfaatkan peluang dan tantangan
yang ada.
4. Ciri Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)
Ada beberapa ciri dari pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut
Departemen Pendidikan Nasional yaitu sebagai berikut :
a. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar
b. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama
c. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha
mandiri, usaha bersama
d. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik,
manajerial, kewirausahaan.
e. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan
benar, menghasilkan produk bermutu
f. Terjadi proses interaksi saling belajar dari para ahli
g. Terjadi proses penilaian kompetensi
h. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama.
Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, life skills dalam lingkup
pendidikan nonformal ditujukan pada penguasaan vokasional skills yang intinya
32
terletak pada penguasaan keterampilan secara khusus (spesifik). Apabila difahami
dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skills dalam konteks kepemilikan
keterampilan secara khusus sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti
bahwa program life skills dalam pemaknaan program pendidikan nonformal
diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri mencari nafkah
dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya
D. Konsep Pembelajaran Dalam PLS
1. Pengertian Belajar
Banyak sekali berbagai teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli,
mulai dari pandangan tradisional yang berpendapat bahwa, belajar itu adalah
menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Disini di pentingkan
pendidikan intelektual, kepada anak di berikan bermacam mata pelajaran untuk
menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghapal.
Pendapat yang lebih modern yaitu menganggap belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku. Untuk dapat mengetahui secara jelas mengenai hakikat
belajar secara utuh, maka penulis akan mencoba mengemukakan beberapa
rumusan pengertian belajar dari beberapa ahli.
Nana Sudjana (1995:28) mengemukakan pengertian belajar sebagai
berikut :
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
33
Selain itu Enceng Mulyana dalam Dedi Kusniadi (1997 : 22),
mengemukakan bahwa :”Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
seseorang berkat adanya pengalaman, dimana perubahan tingkah laku itu
meliputi: Perubahan keterampilan, siakap, pengertian,pengetahuan, apresiasi,
tanggapan dan tindakan.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang secara
keseluruhan yang bukan hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi
meliputi prilaku, pengetahuan, sikap dan keterampilan serta yang lainnya. Dengan
demikian, jelaslah kiranya bahwa belajar merupakan suatu proses yang disengaja
dan ditandai dengan adannya perubahan tingkah laku sebelum memasuki kegiatan
belajar dan setelah melakukan kegiatan tersebut.
2. Pengertian Pembelajaran
Pada pendidikan sekolah istilah belajar sering kita sebut dengan kegiatan
pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar, tetapi dalam pendidikan luar
sekolah (PLS) kegiatan tersebut kita kenal dengan istilah pembelajaran, yang pada
dasarnya kedua hal tersebut tidak ada perbedaan. Untuk itulah disini akan
dikemukakan pengertian pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah yang antara
lain dikemukakan oleh Ishak Abdulhak (1996), pembelajaran diartikan sebagai
“sistem yang alami, dan merupakan sebuah jaringan interaksi antara seorang
pengajar dan warga belajar untuk terciptanya proses pembelajaran”. Dan pendapat
Sudjana (1993), pembelajaran adalah setiap upaya sistematik dan disengaja untuk
menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan.
34
Pendapat diatas di perkuat oleh pendapat Smith (1982) dalam Djudju Sudjana
(1993:36) yang mengemukakan bahwa :”Pembelajaran adalah upaya untuk
membantu masyarakat (peserta belajar) agar mereka belajar tidak sembarang
belajar melainkan agar mampu memecahkan masalah yang dihadapi dan bahkan
memajukan hidupnya”.
Menurut Sudjana dalam Dedi Kusnadi (1997:24) proses pembelajaran
mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dengan proses belajar pada umumnya.
Cirri-ciri tersebut antara lain :
a. Dipusatkan dilingkungan masyarakat dan lembaga
Kegiatan belajar dilakukan diberbagai lingkungan masyarakat, tempat
bekerja atau dipusat-pusat pendidikan non formal lainnya seperti : Sanggar
Kegiatan Belajar (SKB), pusat latihan, dan lain sebagainya. Dengan demikian
proses pembelajaran tidak terpaku pada satu lingkungan saja dan tidak terpaku
kepada adanya kelas tetapi dilakukan diberbagai lingkungan dimana peserta
belajar itu berada. Dan dapat diselenggarakan baik oleh masyarakat, lembaga
swasta maupun lembaga pemerintah.
b. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat
Pada waktu mengikuti program belajar, peserta didik berada dalam dunia
kehidupan dan pekerjaannya, lingkungan dihubungkan dengan hubungan
fungsional dan kegiatan belajar. Dengan demikian materi-materi dalam proses
pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan peserta belajar.
35
c. Struktur program fleksibel
Program belajar tidak kaku, yang mana program belajar bermacam-macam
dalam jenis dan urutannya. Pengembangan kegiatan dapat dilakukan sewaktu
program sedang berlangsung.
d. Berpusat pada peserta didik
Kegiatan belajar dapat menggunakan sumber belajar dari berbagai
keahlian dan guru didik sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang sering
dilibatkan menjadi sumber belajar. Dengan demikian lebih menitik beratkan pada
kegiatan membelajarkan daripada mengajar.
e. Penghematan sumber-sumber yang tersedia
Dalam kegiatan pembelajaran melibatkan tenaga-tenaga atau sarana-sarana
yang tersedia di masyarakat dan lingkungan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk
menghemat biaya kegiatan pembelajaran tersebut. Dan mengingat bahwa
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga
swasta dan masyarakat untuk itu semua sumber harus dilibatkan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Mencapai efisiensi hasil belajar yang optimal, perlu diperhatikan faktor
atau kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses belajar. Kondisi atau faktor-
faktor mungkin terdapat dalam diri individu atau mungkin pula terdapat diluar diri
individu. Faktor yang berasal dari pihak siswa maupun yang berasal dari luar
siswa keduanya saling berkaitan dan saling menunjang. Tetapi ada kalanya faktor
36
yang satu akan menghambat faktor yang lainnya, dan hal ini juga tergantung mana
yang lebih dominan dan lebih kuat pengaruhnya.
Keberhasilan atau kegagalan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari dalam atau dari luar siswa. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat
menghambat atau menunjang (menguntungkan) dalam belajar, tergantung dari
intensitas dan juga tanggapan atau reaksi dan siswa terhadap faktor itu.
4. Komponen-Komponen Proses Pembelajaran
Tujuan yang diharapkan dalam proses pembelajaran, maka diciptakan
situasi mengajar sedemikian rupa sehingga warga belajar dapat aktif belajar,
selain itu perlu diperhatikan beberapa unsur (komponen) yang dapat menunjang
terhadap proses pembelajaran. Adapun komponen-komponen pembelajaran dalam
Pendidikan Luar Sekolah serta hubungan komponen yang satu dengan yang
lainnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
37
Gambar 2.1 Hubungan fungsional Antara Komponen-Komponen
Proses Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah Sumber : Djuju Sudjana (2001:34)
Gambar di atas menunjukan secara jelas adanya sistematika mengenai
hubungan antar komponen proses pembelajaran pada Pendidikan Luar Sekolah.
Adapun ruang lingkup serta system kerja dari komponen-komponen tersebut
sebagai berikut :
Masukan Sarana (Instrumental Input), meliputi sumber dan fasilitas
yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan
kegiatan belajar. Yang termasuk kedalam masukan sarana adalah : tujuan
program, kurikulum, pendidik, (tutor, pelatih, fasilitator), tenaga kependidikan
lainnya, tenaga pengelola program, sumber belajar, media, fasilitas, biaya, dan
pengelolan program.
Masukan Mentah (Raw Input), yaitu peserta didik (warga belajar)
dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, termasuk ciri-ciri yang
berhubungan dengan faktor internal yang meliputi struktur kognitif, pengalaman
MASUKAN SARANA
KELUARAN
PROSES
MASUKAN MENTAH
PENGARUH
MASUKAN LINGKUNGAN
MASUKAN LAIN
MASUKAN LINGKUNGAN
38
sikap, minat dan sebagainya serata ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor
eksternal seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status, biaya
dan sarana belajar, serta cara dan kebiasaan belajar.
Masukan Lingkungan (Environmental Input), faktor lingkungan yang
menunjang atau mendorong berjalannya program pendidikan, meliputi lingkungan
keluarga, lingkungan sosial seperti teman bergaul atau teman kerja, lapangan
kerja, kelompok sosial dan lingkungan alam seperti iklim, lokasi, tempat tinggal
di desa maupun dikota.
Masukan lain (Other Input), yakni daya dukung lain yang
memungkinkan warga belajar dan lulusan dapat memanfaatkan hasil
pendidikannya untuk kemajuan hidupnya. Masukan lain ini meliputi dana atau
modal, lapangan kerja/usaha, informasi, alat dan fasilitas, paguyuban pesertadidik
(warga belajar) latihan lanjutan, bantuan eksternal, dan lain sebagainya.
Proses (Process) merupakan Interaksi dedukasi antara masukan mentah,
masukan sarana, dan masukan lingkungan. Di sini konsep yang berasal dari
psikologi, psikologi sosial, sosiologi, antropologi, dan ilmu komunikasi berperan
untuk menjalankan proses yang berlangsung secara efektif.
Keluaran (Output), yaitu kuantitas lulusan yang disertai dengan kualitas
perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar-membelajarkan.
Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang
sesuai dengan kebutuhan belajar.
Pengaruh (Inpact), yakni menyangkut hasil yang dicapai oleh peserta
didik dan lulusan. Pengaruh ini meliputi : a) perubahan taraf hidup, b)
39
membelajarkan orang lain, c) peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan
pembangunan masyarakat baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda dan
dana.
Sedangkan menurut Ishak Abdulhak (2000 : 23), komponen-komponen
yang terlibat dalam pembelajaran ini terdiri dari :
1. Keluaran (output);
2. Proses pembelajaran (learning proses);
3. Masukan mentah (instrumental input); dan
4. Masukan lingkungan (enviromental input).
Komponen-komponen tersebut digambarkan dalam gambar berikut :
Gambar 2.2 Sistem Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah
Sumber : Ishak Abdulhak (2000 : 23)
Singkatnya, subsistem Pendidikan Luar Sekolah memiliki komponen-
komponen yang saling berhubungan secara fungsional, dan meliputi masukan
lain, dan pengaruh.
MASUKAN SARANA
PROSES PEMBELAJARAN
MASUKAN MENTAH
MASUKAN LINGKUNGAN
KELUARAN
40
5. Teori Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah
Proses pembelajaran merupakan interaksi antara warga belajar dengan
sumber belajar, sehingga adanya timbal balik antara kedua pihak yang berperan
didalam satu kerangka berfikir yang telah disepakati bersama. Sebagai hasil dari
interaksi tersebut, individu mengalami benyak perubahan dalam segala hal.
Sejalan dengan hal tersebut, Sudjana (1993 ; 43-46) mengemukakan tentang teori
pembelajaran, diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, Teori Koneksionisme yang menyatakan bahwa kegiatan belajar
akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila memenuhi hukum di bawah
ini, yaitu :
1) Hukum kesiapan, kegiatan belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien
apabila warga belajar telah memiliki kesiapan belajar. Kesiapan belajar ini
sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh
warga belajar.
2) Hukum latihan, materi yang disampaikan dalam proses belajar akan lebih baik
dan lebih kuat apabila ada proses pengulangan.
3) Hukum efek, warga belajar akan belajar apabila menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bila diberikan itu tidak berguna, maka warga belajar
cenderung untuk menghentikannya.
Kedua, Teori Conditioning yang hampir sejalan dengan teori di atas, teori
ini menyatakan bahwa kegiatan belajar seseorang akan terjadi setelah adanya
pengkondisian. Pengkondisian yang dimaksud adalah dalam bentuk rangsangan
terhadap individu.
41
Ketiga, Teori Gestal yang menyatakan bahwa seseorang individu tidak
menangkap bagian-bagian dari suatu gejala, yang menerimanya secara
keseluruhan. Menurut teori ini belajar adalah wawasan. Belajar terjadi apabila
diperoleh pemahaman, dimana pemahaman tersebut timbul secara tiba-tiba bila
individu dapat melihat hubungan antar unsur-unsur dalam situasi yang
problematik.
Dalam teori ini belajar lebih diarahkan memberi kesempatan kepada warga
belajar untuk melakukan sesuatu yang akan diperoleh pengertian dan menekankan
kepada belajar melalui pengalaman.
Keempat, Teori Medan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin,
menurutnya ada tiga fase tingkah laku, yaitu fase pencarian, fase perubahan dan
fase pemntapan. Adapun penjelasan dari ketiganya adalah sebagai berikut :
1) Fase pencarian adalah fase mengubah cara atau tradisi dan kebiasaan lama
yang menghalangi suatu perubahan seseorang atau kelompok, sehingga pada
akhirnya mereka siap untuk menerima alternatif perubahan yang baru.
2) Fase perubahan, disini berbagai alternatif perubahan baru dapat diberikan
kepada seseorang atau kelompok sehingga mereka mempunyai model tingkah
laku baru dengan mengidentifikasikan dan mencoba model baru tersebut.
3) Fase pemanfaatan yaitu proses pengintigrasian tingkah laku baru yang telah
dipelajari seseorang kepada kepribadian. Dengan demikian orang yang berada
dalam proses perubahan tingkah laku memerlukan upaya pemanfaatan dari
lingkungannya.
42
6. Tipe Kegiatan Belajar Keterampilan
Tipe kegiatan belajar keterampilan merupakan suatu kegiatan
pembelajaran yang difokuskan pada pengalaman didalam dan melalui gerakan-
gerakan yang dilakukan oleh warga belajar.
Napitupulu dan Dedi Kusniadi (1997:31), mengemukakan
bahwa:”Pendidikan keterampilan adalah pengusaan hal-hal yang bersifat segera
dapat dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan serta kegiatan belajarnya dititik
beratkan pada pelajaran praktek”.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, menjadikan dasar dalam pencapaian
tujuan kegiatan belajar keterampilan dimana tujuan pendidikan keterampilan ini
dikemukakan oleh Soeharsono Sagir dalam Kusnadi (1997 :32), yaitu :”Tujuan
pelaksanaan pendidikan keterampilan yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja
yang siap pakai”. Berdasarkan tujuan tersebut maka berbagai pihak dan lembaga
baik pemerintah maupun swasta sebagai penyelenggara pendidikan tersebut harus
menciptakan kondisi belajar yang mampu memberikan kejelasan tujuan dan
proses kegiatan belajar kepada warga belajar. Hal ini didukung oleh pendapat D.
Sudjana (1993:91) bahwa pembelajaran memerlukan kondisi sebagai berikut :
a. Tujuan dan manfaat keterampilan yang dipelajari harus diketahui dengan jelas
oleh warga belajar.
b. Tingkat keberhasilan atau prestasi belajar akan tercapai dan ukuran penilaian
hasil belajar perlu dipahami oleh warga belajar.
c. Kegiatan belajar dimulai dengan cara mendemonstrasikan keterampilan yang
dilakukan oleh sumber belajar.
43
d. Mulailah kegiatan belajar dengan latihan keterampilan dasar.
e. Tinjau kembali kegiatan belajar yang telah dilakukan.
f. Pada waktu kegiatan belajar berlangsung, sumber belajar mengatur waktu
yang tepat untuk mempelajari pengertian aturan-aturan, cara-cara dan teknik
yang berhubungan denagan keterampilan yang dipelajari.
g. Latihan perluasan yang diperlukan sebagai tambahan keterampilan yang
dipelajari.
h. Kegiatan belajar keterampilan dilakukan dengan pendekatan atau mengaitkan
keterampilan dengan penerapannya dalam dunia kehidupan warga belajar.
i. Penilaian kegiatan dan hasil belajar perlu dititik beratkan pada penilaian oleh
warga belajar baik secara individu maupun kelompok.