bab ii kajian teori a. landasan teori 1. ilmu pengetahuan ...repository.ump.ac.id/614/3/puput...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu bidang studi yang
ada di dalam pembelajaran sekolah yang mulai diajarkan di Indonesia
sekitar tahun 1975 pada jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). Pembelajaran IPS
diberikan dengan menggunakan pendekatan terpadu (integrated), meskipun
terdapat perbedaan di antara tiga jenjang pendidikan tersebut.
Susanto (2014:137) menjelaskan bahwa IPS adalah
Ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya di tingkat dasar dan menengah.
Kemudian Jarolimek (Susanto, 2014: 141) mengungkapkan bahwa
‘pada dasarnya pendidikan IPS berhubungan erat dengan pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan siswa berperan
serta dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal’. Pendidikan IPS
menurut Soemantri dalam (Sapriya, 2014:11), adalah ‘penyederhanaan atau
adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis
atau psikologis untuk tujuan pendidikan’.
7
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
8
National Council for the Sosial Studies (NCSS) menjelaskan bahwa
IPS lebih komperehensif, tidak saja dilihat dari maknanya namun juga dari
segi kegunaannya, yaitu:
Social studies is the integrated study of social science and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinate, systemaic study drawing upon such disciplines as the anthropology, archeology, economic, geography, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisins for the public good as citizens of culturally diverse, democatic society in a independent world (Susanto, 2014: 143).
Definisi pendidikan IPS yang diberikan oleh NCSS pada prinsipnya
menjelaskan bahwa pendidikan IPS adalah suatu kajian terpadu dari ilmu-
ilmu sosial dan ilmu-ilmu kemanusiaan untuk meningkatkan kemampuan
kewarganegaraan. Di dalam program sekolah, IPS menyediakan kajian
terkoordinasi dan sistematis dengan mengambil atau meramu dari disiplin-
disiplin sosial, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah,
hukum, ilmu politik, agama, dan sosiologi. Juga isi yang sesuai dengan
ilmu-ilmu kemanusiaan, seperti matematika, dan ilmu-ilmu alam.
“Pendidikan IPS sebagai seleksi dari integrasi dari displin ilmu-ilmu
sosial dan dispilin ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah,
pedagogis, dan sosial-kultural untuk tujuan pendidikan (Sapriya, 2014:12)”.
Artinya bahwa berbagai hal yang terkandung dalam ilmu sosial seperti
konsep, struktur, cara kerja, ilmuwan sosial,aspek metode atau aspek nilai
yang dikembangkan pada ilmu sosial dikemas secara psikologis, ilmiah,
pedagogis, dan sosio kultural untuk kepentingan pendidikan.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
9
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah ilmu yang mempelajari berbagai macam hal yang
berkaitan dengan kehidupan sosial, seperti kemasyarakatan, perekonomian,
Sumber Daya Manusia, peninggalan sejarah, keanekaragaman suku bangsa,
dan lain-lain yang dapat memeberikan pengetahuan, sikap, serta
keterampilan sosial kepada siswa. Yang bertujuan untuk membentuk siswa
agar dapat hidup dengan baik di lingkungan masyarakatnya, membentuk
kepekaan siswa terhadap berbagai macam fenomena sosial, membentuk
siswa yang dapat bermanfaat di keluarga, masyarakat, negara, maupun
internasional.
Di dalam IPS terdapat berbagai disiplin-disiplin ilmu yang saling
melengkapi, seperti sosiologi, ekonomi, geografi, antropologi, arkeologi,
sejarah, hukum, dan lain sebagainya. Dengan demikian maka dapat
dijelaskan bahwa IPS bukanlah mata pelajaran disiplin ilmu tunggal, namun
gabungan dari berbagai disiplin ilmu (interdisipliner).
Selain definisi mengenai Ilmu Pendidikan Sosial terdapat pula
hakikat dari Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu “telaah mengenai manusia dan
dunianya” (Gunawan, 2014: 17). Susanto (2014:138) juga menjelaskan
mengenai hakikat dari Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu untuk
mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial
yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS
diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung
jawab terhadap bangsa dan negaranya).
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
10
Kemudian IPS sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang diberikan
guru kepada siswa juga memiliki tujuan. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
yang hendak dicapai harus berkaitan dengan kebutuhan dan tantangan-
tantangan kehidupan yang akan dihadapi oleh siswa di dalam kehidupannya.
Berkaitan dengan hal tersebut maka kurikulum 2004 untuk pendidikan
dasar, Rudy (2014:18) menyatakan bahwa tujuan dari IPS yaitu:
a. Mengajarkan konsep-konsep sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan
kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
c. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial.
Sejalan dengan tujuan tersebut, tujuan pendidikan IPS menurut
Nursid Sumaatmaja adalah ‘membina anak didik menjadi warga negara
yang baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna
bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara’ (Gunawan, 2014:18).
Selain itu dijelaskan tujuan pembelajaran IPS menurut Susanto
(2014:145):
Mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
11
Nur Hadi (Susanto, 2014:146), menyebutkan ada empat tujuan
pendidikan IPS, yaitu:
a. Knowledge, membantu para siswa untuk mengenal diri mereka sendiri
dan lingkungannya, dan mencakup geografi, sejarah, politik, ekonomi,
dan sosial psikologi.
b. Skill, yang mencakup keterampilan berpikir (thinking skills).
c. Attitudes, terdiri dari tingkah laku berpikir (intelectual behavior), dan
tingkah laku sosial (social behavior).
d. Value, yaitu nilai yang terkandung dalam masyarakat yang diperoleh dari
lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintah, termasuk di
dalamnya nilai kepercayaan, nilai ekonomi, pergaulan antar bangsa, dan
ketaatan kepada pemerintah dan hukum.
Tujuan pendidikan ilmu sosial dibagi kedalam tiga kategori oleh
Hamid Hasan dalam (Susanto, 2014:147) sebagai berikut:
a. Pengembangan kemampuan intelektual siswa yang berorientasi pada
pengembangan kemampuan intelektual siswa yang berhubungan dengan
diri siswa dan kepentingan ilmu. Tujuannya adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam berpikir dan memahami ilmu sosial serta
kemampuan prosesual dalam mencari informasi, mengelola informasi,
dan mengkomunikasikan hasil temuan.
b. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota
masyarakat dan bangsa berorientasi pada pengembangan diri siswa dan
kepentingan masyarakat yang dinamakan kemampuan sosial. Tujuannya
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
12
mengembangkan kemampuan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat dan bangsa termasuk tanggung jawab sebagai warga dunia.
Selain itu juga mengembangkan pemahaman dan sikap positif siswa
terhadap nilai, norma, dan moral, yang berlaku di masyarakat.
c. Pengembangan diri sebagai pribadi, berorientasi kepada pengembangan
pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat, maupun ilmu.
Tujuannya berkenaan dengan pengembangan sikap nilai, norma, moral
yang menjadi anutan siswa dalam pembentukan kebiasaan positif
terhadap diri untuk memacu perkembangan diri sebagai pribadi.
Ilmu Pengetahuan Sosial juga memiliki filsafat yang merupakan
salah satu dasar untuk dilaksanakannya IPS di dalam pendidikan. Berikut ini
adalah filsafat pendidikan IPS menurut Gunawan (2014: 9):
a. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship
transmission)
Program pendidikan citizenship transmission dilakukan dengan
memberikan contoh-contoh dan pemakaian cerita yang disusun untuk
mengajarkan kebijakan, cita-cita luhur suatu bangsa, dan nilai-nilai
kebudayaan. Tujuan instruksional citizenship transmission tentang warga
negara yang baik telah diasumsikan bahwa bahan penting dalam
menyiapkan warga negara yang baik adalah pengetahuan dan apresiasi
terhadap nenek moyangnya.
Program pendidikan yang seperti ini dilakukan dalam
pembelajaran IPS yang membahas kompetensi sejarah, dan pendidikan
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
13
kewarganegaraan. Dengan adanya program pendidikan citizenship
transmission dapat membentuk masyarakat yang baik, yang dapat hidup
berdampingan satu sama lain.
b. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflective inquiry)
Pendidikan reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu
pengetahuan dan pemindahan nilai secara akumulatif, tetapi kurikulum
sekolah harus berpegang kepada kebutuhan dan minat murid. Cara
terbaik untuk melatih dan mempersiapkan sikap kewarganegaraan untuk
masa mendatang adalah dengan membekali kesempatan-kesempatan
untuk mempraktekkan citizenship pada saat ini.
Oleh karena itu pendidikan IPS harus mengajarkan kejadian-
kejadian mutakhir dan decision making serta pengalaman masa lalu.
Dengan demikian pendidikan IPS diharapkan dapat mengembangkan
konsep revolusioner tentang studi-studi sosial.
c. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social critism)
Pendidikan IPS sebagai media penyumbang kritisme murid agak
jarang dilakukan oleh guru, disamping karena takut salah dan kena sanksi
juga relatif sulit. Pendidikan model ini lebih pada pendidikan
kontroversial issue dan pendidikan yang mengutamakan pengembangan
kemampuan pengetahuan dan memupuk keberanian mengemukakan
pendapat atau argumen. Untuk itu IPS harus dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis (critical thinking) dengan metode pemecahan
masalah (problem solving).
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
14
d. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal
development of the individual)
Pengembangan pribadi sesorang melalui pendidikan IPS tidak
langsung tampak hasilnya tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan
membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui
berbagai keterampilan sosial dalam kehidupannya. Pendidikan IPS di sini
harus membekali siswa tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
nilai, sehingga semua itu dapat membentuk citra diri yang mampu hidup
di tengah masyarakat dengan damai, dan dapat menjadi contoh teladan
serta memberikan kelebihannya kepada orang lain.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif
Proses berpikir sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari, di mana proses berpikir ini diperlukan agar seseorang dapat menerima
dan mengolah informasi dengan baik. Adair berpendapat bahwa “thinking is
a way of trying to find out for yourself. If you always blindly accepted whatr
others told you there would be nothing to be curious about”(Adair,
2007:37). Berdasarkan pendapat Adair maka dapat dijelaskan bahwa
berpikir merupakan cara untuk mencari tahu sesuatu yang belum seseorang
ketahui atau merupakan hal baru bagi orang tersebut.
Adair juga menjelaskan apabila kita selalu menerima informasi apa
saja dengan apa adanya dari orang lain tanpa memperjelas dengan mencari
tahu informasi lain yang mendukung maka kita akan menjadi tidak
penasaran atau menghilangkan rasa ingin tahu kita, dan hal tersebut tidak
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
15
termasuk ke dalam proses berpikir karena tidak mencari tahu sendiri
informasi lain yang berkaitan. Selain Adair, Santrock (2010:357) juga
memiliki penjelasan mengenai berpikir, yaitu:
Memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Tingkatan berpikir dapat dibagi kedalam empat tingkatan, yaitu berpikir yang sifatnya mengingat (recall), berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical) dan berpikir kreatif (creative) (Santrock, 2010:357).
Dilihat dari empat tingkatan berpikir tersebut, berpikir kreatif
menempati urutan yang paling tinggi, berpikir kreatif sendiri yaitu
“kemampuan seseorang untuk keluar dari pola berpikir biasa, yang
membebaskan diri dari pola yang biasa diingat otak” (Langrerh, 2006: 14).
Pendapat Langrerh sesuai dengan pendapat Adair yang menjelaskan bahwa
“For creative thinking is essentially about freedom. To think freely means to
be free from processes, systems, and drills” ( Adair, 2007: 88).
Berdasarkan pendapat Adair dapat dijelaskan bahwa sebenarnya
untuk berpikir kreatif pada dasarnya berkaitan dengan kebebasan.
Kebebasan disini maksudnya adalah individu dapat berpikir secara bebas,
baik itu bebas dari proses yang dijalani, sistem yang ada maupun latihan-
latihan. Individu tidak dibatasi untuk berpikir maupun menciptakan sesuatu
yang merupakan hasil dari berpikir kreatifnya, namun harus tetap berada
pada koridor yang benar. Manusia yang kreatif menurut Russefendi
(Susanto, 2014: 106), ialah
Manusia yang selalu ingin tahu, fleksibel, awas, sensitif terhadap reaksi dan kekeliruan, mengemukakan pendapat dengan teliti dan penuh keyakian tidak bergantung pada orang lain, berpikir ke arah yang tidak diperkirakan, berpandangan jauh, cakap mengahadapi
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
16
persoalan, tidak begitu saja menerima suatu pendapat, dan kadang susah diperintah.
Pembicaraan mengenai kreatif tidak terlepas dari pembahasan
tentang sikap kreatif. Carin dan Sund (Susanto, 2014: 106) menjelaskan
bahwa,
Orang-orang kreatif memiliki karakteristik tertentu, mereka memiliki rasa ingin tahu, banyak akal, mempunyai keinginan menemukan, memilih pekerjaan sulit, senang menyelasaikan masalah, mempunyai dedikasi terhadap pekerjaan, berpikir luwes, banyak bertanya, memberikan jawaban yang lebih baik dari yang lainnya, mampu menyintesis, mampu melihat implikasi baru, mempunyai semangat tinggi untuk menyelidiki, dan mempunyai pengetahuan yang luas.
Salah satu karakteristik yang disebutkan yaitu terdapat karakteristik
rasa ingin tahu, hal tersebut sejalan dengan pendapat Adair yang
menyebutkan bahwa “creative thinkers tend to have a habit of curiosity that
leads them to give searching attention to what interest them” (Adair, 2007:
37). Pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pemikir kreatif cenderung
memiliki rasa ingin tahu dalam berbagai hal terutama berkaitan dengan hal-
hal yang baru bagi dirinya. Rasa ingin tahu tersebut yang kemudian
mendorong seseorang untuk memperhatikan apa saja yang menarik
perhatiannya dan mencari tahu terhadap apa yang membuatnya penasaran.
Susanto (2014:110), menjelaskan bahwa berpikir kreatif dapat
menumbuhkan ketekunan, disiplin diri, dan berlatih penuh, yang di
dalamnya melibatkan aktivitas mental, seperti:
a. Mengajukan pertanyaan.
b. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan
pemikiran terbuka.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
17
c. Membangun ketertarikan, khususnya di antara hal-hal yang berbeda.
d. Menghubung-hubungkan berbagi hal yang bebas.
e. Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda.
f. Mendengarkan intuisi.
Seringkali kreatif dipersamakan dengan kreativitas. Kreatif
merupakan kata dasar dari kreativitas, sedangkan kreativitas adalah
aktivitasnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 599) menyatakan
kreativitas sebagai kemampuan untuk mencipta.Sebagaimana dikemukakan
oleh Santrock (2010:366) menjelaskan bahwa kreativitas adalah
kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan
menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem.
Selanjutnya, Michael (Santrock, 2010:366), mengemukakan bahwa
‘pemikiran divergen yang menghasilkan banyak jawaban untuk satu
pertanyaan dan merupakan karakteristik dari kreativitas.Kemudian Guilford
(Munandar, 2009:31) berpendapat bahwa
Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang terutama di latih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berpikir logis). Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif
adalah kemampuan proses berpikir seseorang untuk menemukan cara-cara
baru atau ide-ide baru di dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Hal
tersebut biasanya keluar dari pola-pola berpikir yang biasa diingat oleh otak
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
18
yang kemudian menghasilkan sesuatu yang baru bagi yang bersangkutan
serta merupakan sesuatu yang berbeda dari yang biasanya ia lakukan.
Kreativitas adalah bentuk dari aktivitas kemampuan berpikir kreatif yang
diwujudkan dalam sebuah kegiatan mencipta dan tindakan penyelesaian
masalah.
Kreativitas biasanya berhubungan dengan hal yang dilakukan orang
yang kreatif. Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu masing-masing orang hendaknya dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Terkadang beberapa
orang merasa bahwa dirinya tidak kreatif dan tidak memiliki kemampuan
untuk berpikir kreatif, sesungguhnya masing-masing orang memiliki
kemampuan untuk berpikir dan melakukan tindakan yang kreatif.
Perbedaanya terletak pada intensitas pengembangan kemampuan
kreatif seseorang, dari situ dapat terlihat mana yang kemampuan kreatifnya
dapat berkembang secara maksimal dan mana yang tidak. Dalam hal ini
lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berpikir kreatif seseorang seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Apabila
kemampuan itu dapat dikembangkan secara optimal maka orang tersebut
dapat melakukan berbagai macam hal dengan baik dan kreatif dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari.
Berikut ini adalah karakteristik kemampuan berpikir kreatif menurut
Munandar,(2009:192):
a. Berdasarkan kognitif-intelektual:
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
19
1) Berpikir lancar: menghasilkan banyak gagasan atau gagasanyang
relevan, arus pemikiran lancar.
2) Berpikir luwes (fleksibel): menghasilkan gagasan-gagasan yang
seragam, mampu mengubah cara atau pendekatan, arah pemikiran
yang berbeda-beda.
3) Berpikir orisinil: memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain
dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang.
4) Berpikir terperinci (elaborasi): mengembangkan, menambah,
memperkaya suatu gagasan, memperinci detail-detail, memperluas
suatu gagasan.
b. Berdasarkan afektif-perasaan:
1) Mengambil resiko: tidak takut gagal atau kritik, berani membuat
dugaan, mempertahankan pendapat.
2) Merasakan tantangan: mencari banyak kemungkinan, melihat
kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya, melibatkan diri
dalam masalah-masalah atau gagasan-gagasan yang sulit.
3) Rasa ingin tahu: mempertanyakan sesuatu, bermain dengan suatu
gagasan, tertarik pada kegaiban (misteri), terbuka terhadap situasi
yang merupakan teka-teki, senang menjajaki hal-hal baru.
4) Imajinasi atau firasat: mampu membayangkan, membuat gambaran
mental, merasakan firasat, memimpikan hal-hal yang belum pernah
terjadi, menjajaki hal-hal di luar kenyataan indrawi.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
20
Treffinger, dalam Munandar (2009:35) mengatakan ‘pribadi kreatif
biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan’. Rencana inovatif serta produk
orisinal mereka yang telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan
mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya. Hal
tersebut dapat terlihat pada pribadi-pribadi kreatif ketika memecahkan
sebuah permasalahan, mereka cenderung lebih hati-hati dan berpikir
panjang sebelum memutuskan sesuatu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Selanjutnya menurut Langrerh (2006:16),
Sebenarnya anak-anak kecil memiliki sikap pemikiran bebas dari awal tahun sekolah mereka sebagai hasil berfantasi dan pengambilan resiko selama masa bermain di rumah yang menjadikan mereka mampu untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki. Bersekolah, dengan penekanan pada pemikiran dengan jawaban yang benar, segera menekankan kebebasan ini.
Di dalam berpikir kreatif biasanya seseorang memiliki sikap-sikap
tertentu yang merupakan kontribusi bagi proses berpikir kreatif dan menjadi
ciri khas orang yang berpikir kreatif. Langrerh (2006:16), berpendapat
bahwa terdapat lima aspek sikap yang baik untuk berpikir kreatif yaitu
sebagai berikut:
a. Fantasi
Orang-orang dewasa sulit untuk berfantasi. Namun para penemu
kerap memimpikan sesuatu yang tampaknya tidak mungkin terjadi atau
solusi yang sangat konyol terhadap suatu masalah. Kemudian mereka
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
21
membawa kembali masa kecil mereka di mana fantasi sangat kuat
melekat hingga dihapus oleh kehadiran pendidikan formal di sekolah.
b. Inkubasi
Pemikir kreatif biasanya melakukan inkubasi atau membiarkan
ide dan solusi untuk beberapa waktu, bukannya bergegas dan segera
memilih satu yang akan dilakukan. Kreativitas tidak bisa tergesa-gesa.
Solusi kreatif ke dua atau ke tiga untuk suatu masalah biasanya lebih
kreatif dibanding solusi pertama.
c. Pengambilan resiko
Pengambilan resiko bukan hal yang mudah dilakukan, terutama
apabila seseorang dibesarkan dibudaya yang tidak mendorong. Pemikiran
akan gagal, atau menjadi bahan tertawaan pada upaya kreatif sesorang
sering membuat orang segan melakukan sesuatu.
d. Sensitivitas pada desain kreatif
Pemikir kreatif sensitif pada desain kreatif, baik yang diciptakan
manusia atau yang tercipta secara alamiah. Sensitivitas pada desain
kreatif kita menjadi penting, karena mendorong kita untuk
mempertanyakan pada diri sendiri pertanyaan yang sama yang melintas
dipikiran orang yang pertama menciptakan desain tersebut. Misalnya
pernahkah terpikir mengapa pensil dibuat dari kayu, mengapa ukurannya
sepanjang itu, mengapa biasanya memiliki enam sisi, bukan sepuluh sisi,
dan lain-lain. Menganalisis desain kreatif adalah cara terbaik untuk
mengembangkan kemampuan pemikiran kreatif.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
22
e. Bergairah
Gairah, atau menikmati kesenangan dengan ide-ide kreatif
merupakan hal penting karena kita tidak bisa berharap ide kreatif
mengalir begitu mudah jika kita berada di bawah tekanan. Otak
memerlukan suasana yang rileks agar dapat berpikir kreatif secara
efektif. Dalam kondisi semacam ini otak kaya akan gelombang theta dan
unsur kimiawi otak menghasilkan zat yang disebut endorfin atau molekul
bahagia. Penelitian menunjukkan bahwa kedua faktor ini hadir dalam
konsentrasi tinggi saat pemikiran kreatif terjadi.
3. Model Pembelajaran Treffinger Model pembelajaran Treffinger merupakan salah satu dari sedikit
model yang menangani kreativitas secara langsung dan memberikan saran-
saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan” (Munandar, 2009:172).
Huda (2013:316) berpendapat bahwa Model Treffinger,
Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan model Creative Problem Solving (CPS) yang digagas oleh Osborn. Model Treffinger juga dikenal dengan Creative Problem Solving, keduanya sama-sama berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah namun sintaknya yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama lain. Model Treffinger merupakan revisi atas kerangka kerja CPS yang dikembangkan oleh Osborn. Ia memodifikasi enam tahapannya Osborn menjadi tiga komponen penting. Model Treffinger menggambarkan susunan tiga tingkat yang mulai
dengan unsur-unsur dasar kemudian menanjak ke fungsi-fungsi berpikir
kreatif yang lebih majemuk, berikut ini adalah tingkatan yang terdapat pada
model pembelajaran treffinger menurut Munandar (2009:172):
a. Tingkat I, basic tool atau teknik-teknik kreativitas tingkat I meliputi:
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
23
Keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif.
Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan
kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif
kepada orang lain. Di dalam tingkat satu terdapat aspek kognitif yang
meliputi kelancaran, kelenturan, orisinalitas, pemerincian, pengenalan
dan ingatan. Kemudian pada aspek afektif meliputi rasa ingin tahu,
kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman,
keberanian mengambil resiko, kepekaan terhadap masalah, tenggang rasa
terhadap kesamaan kedwiartian, percaya diri.
b. Tingkat II, practice with process:
Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan
keterampilan yang dipelajari pada tingkat I dalam situasi praktis. Untuk
tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran, stimulasi, dan studi
kasus. Kemahiran dalam berpikir kreatif menutut siswa memiliki
keterampilan untuk melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi,
imajinasi, dan fantasi.
Di dalam tingkat dua terdapat aspek kognitif yang meliputi
penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, keterampilan metodologis dan
penelitian, transformasi, metafor dan analogi. Dan pada aspek afektif
meliputi keterbukaan terhadap perasaan-perasaan majemuk, meditasi dan
kesantaian, pengembangan nilai, keselamatan psikologis dalam berkreasi,
penggunaan khayalan dan tansil.
c. Tingkat III, working with real problem atau teknik kreatif tingkat III:
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
24
Menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tingkat
pertama terhadap tantangan dunia nyata. Siswa menggunakan
kemampuan mereka dengan cara-cara yang bermakna untuk
kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar berpikir kretaif, tetapi juga
bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.
Di dalam tingkat satu terdapat aspek kognitif yang meliputi
pengajuan pertanyaan secara mandiri, pengarahan diri, pengelolaan
sumber, dan pengembangan produk. Dan pada aspek afektif meliputi
pembribadian nilai pengikatan diri terhadap hidup produktif, dan menuju
perwujudan diri.
Kemudian Treffinger (Huda,2013:318), menyebutkan bahwa model
pembelajaran Treffinger terdiri atas 3 komponen penting, yaitu
Understanding Challenge, Generating Ideas, dan Preparing for Action,
yang kemudian dirinci ke dalam beberapa tahapan jika diterapkan di dalam
pembelajaran di kelas.
a. Komponen I, Understanding Challenge (Memahami Tantangan)
1) Menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajarannya.
2) Menggali data: guru mendemonstrasi atau menyajikan fenomena
alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa.
3) Merumuskan masalah: guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi permasalahan.
b. Komponen II, Generating Ideas (Membangkitkan Gagasan)
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
25
1) Memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada
siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa
untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji.
c. Komponen III, Preparing for Action (Mempersiapkan Tindakan)
1) Mengembangkan solusi: guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
2) Membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh
siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih
kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh.
Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya model Treffinger yaitu
Siswa akan mampu melihat kemampuan mereka untuk menggunakan kreativitas dalam hidup dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendorong dan memungkinkan penggunaannya, karena model ini dapat diterapkan pada semua segi dari kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konfliksampai dengan pengembangan teori ilmiah. (Munandar, 2009:174).
Kemudian menurut Huda (2013:320) manfaat yang dapat diperoleh
dari model ini yaitu:
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep
dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan.
b. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran.
c. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah
pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk
mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
26
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah,
mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan
percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.
e. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya
ke dalam situasi baru.
Selain manfaat yang diperoleh dari model Treffinger menurut Huda
(2013:320) ada juga tantangan yang dihadapi guru di dalam penerapannya
pada pembelajaran di kelas, yaitu sebagai berikut:
a. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menghadapi
masalah.
b. Ketidaksiapansiswa untuk mengadapi masalah baru yang dijumpai di
lapangan.
c. Model ini mungkin tidak terlalu cocok diterapkan untuk siswa taman
kanak-kanak dan kelas-kelas awal sekolah dasar.
d. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan siswa
melakukan tahap-tahap model ini.
B. Penelitian yang Relevan
Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Triffenger, Selby, dan
Schoonover (2012)tentang“Creativity in The Person: Contemporary
Perspectives” menjelaskan bahwa setiap orang memiliki karakteristik yang
kreatif, namun untuk menerapkan dan mengaktifkannya mereka memiliki cara
yang bervariasi pada waktu yang berbeda, dansebagai respon terhadap tugas-
tugas dan kondisi yang berbeda pula. Masing-masing individu memiliki tingkat
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
27
kreativitas yang berbeda (tinggi, sedang, maupun rendah), dan memiliki gaya
kreativitas yang berbeda pula yaitu berbagai cara untuk mengekspresikandan
menerapkankreativitas. Dengan adanya keunikan kreativitas pada masing-
masing individu maka pendidik dapat membedakanpembelajarandan
pengajaran siswanya untuk mengembangkan kreativitasdan inovasi secara
efektifsertahasil pendidikanpenting lainnya.
Hasil penelitian relevan yang lainnya yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Siti Nur Aeni, mengenai pengaruh pembelajaran Treffinger terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X SMA N Banyumas menunjukkan
bahwa model pembelajaran Treffinger mempunyai pengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X SMA N Banyumas.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan melaksanakan penelitian
mengenai upaya peningkatan berpikir kreatif siswa, karena berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan oleh Triffenger, Selby, dan Schoonover
(2012)tentang“Creativity in The Person: Contemporary
Perspectives”menjelaskan bahwa masing-masing individu memiliki
kemampuan berpikir kreatif tinggal bagaimana cara mengembangkannya.
Peneliti akan mengupayakan peningkatan berpikir kreatif siswa melalui model
Treffinger karena sesuai dengan hasil dari penelitian yang dilaksanakan Siti
Nur Aeni menunjukkan bahwa model Treffinger memiliki pengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa. Peneliti akan menerapkan model Treffinger
tersebut di kelas IV pada mata pelajaran IPS.
C. Kerangka Pikir
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
28
Kondisi awal pada penelitian ini masih banyakpeserta didik yang
mendapatkan nilai IPS di bawah KKM. Kemampuan peserta didik dalam
berpikir kreatif juga masih rendah dan belum semuanya berkembang hal itu
dapat terlihat dari rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
yang disajikan guru. Pola pikir siswa yang masih sebatas itu-itu saja, proses
pembelajaran yang dilaksanakan juga masih pada tingkat menyampaikan,
memberikan, dan mentransfer ilmu dari guru ke siswa sehingga tidak
menumbuhkan kebiasaan berpikir kreatif. Ditambah lagi dengan kebiasaan
belajar siswa dengan cara menghafal yang membuat siswa tidak terbiasa
menggunakan kemampuan berpikirnya, yang kemudian masih sedikit siswa
yang dapat memecahkan masalah dengan penyelesaian yang berbeda-beda.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka peneliti menggunakan
model pembelajaran Treffinger dalam proses pembelajaran yang diterapkan
pada mata pelajaran IPS. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
model ini, guru akan menyajikan permasalahan yang harus dipecahkan siswa,
sehingga siswa akan terangsang untuk berpikir secara kreatif karena siswa
dituntut untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar
mengajar dengan penyelesaian masalah yang beragam yang pada akhirnya
akan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
29
Kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:
Kondisi awal: 1. Sebagian besar siswa belum mencapai KKM mata pelajaran IPS. 2. Siswa belum seluruhnya dapat memecahkan permasalahn yang
disajikan guru di dalam pembelajaran dengan baik. 3. Pola berpikir yang masih belum berkembang. 4. Proses pembelajaran masih pada tingkat menyampaikan, memberikan,
dan mentransfer ilmu dari guru ke siswa, belum menumbuhkan kebiasaan berpikir kreatif.
5. Dalam proses pembelajaran siswa cenderung menghafal, kurang dalam hal berpikir.
6. Sedikit siswa yang mampu mengerjakan soal atau memecahkan permasalahan dengan penyelesaian yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas IV diduga masih rendah dan kurang berkembang.
Tahapan model Treffinger a. Komponen I, Understanding Challenge (Memahami Tantangan).
1) Menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya.
2) Menggali data: guru mendemonstrasi atau menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa.
3) Merumuskan masalah: guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan.
b. Komponen II, Generating Ideas (Membangkitkan Gagasan). 1) Memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa
untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji.
c. Komponen III, Preparing for Action (Mempersiapkan Tindakan). 1) Mengembangkan solusi: guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
2) Membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh.
Kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015
30
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan dalam
penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan bahwa kemampuan berpikir
kreatif siswa dapat di tingkatkan melalui model Treffinger pada mata pelajaran
IPS di kelas IV SD.
Upaya Meningkatkan Kemampuan..., Puput Weningtyas Jayanti, FKIP UMP, 2015