bab ii kajian teori a. kajian pustaka 1....

19
7 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaan Kebudayaan mencakup pengertian sangat luas. Kebudayaan merupakan keseluruhan hasil kreativitas manusia yang sangat komplek. Di dalamnya berisi struktur-skurtur yang saling berhubungan, sehingga merupakan kesatuan yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan. Anthopolog Indonesia Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan yang mengemukakan bahwa budaya manusia itu mempunyai paling sedikit tiga wujud yaitu: 1) Wujud kebudayaan yang sebagai suatu komplek dan ide-ide, gagasan- gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya; wujud ini berada pada alam pikiran dari warga masyarakat atau dapat pula berupa tulisan-tulisan, karangan-karangan warga masyarakat yang bersangkutan. 2) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, wujud ini berupa sistem sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. 3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, ia berupa kebudayaan fisik yang berbentuk nyata yang merupakan hasil karya masyarakat yang bersangkutan.

Upload: vuongnhan

Post on 05-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Kebudayaan

Kebudayaan mencakup pengertian sangat luas. Kebudayaan merupakan

keseluruhan hasil kreativitas manusia yang sangat komplek. Di dalamnya berisi

struktur-skurtur yang saling berhubungan, sehingga merupakan kesatuan yang

berfungsi sebagai pedoman kehidupan.

Anthopolog Indonesia Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan,

Mentalitet dan Pembangunan yang mengemukakan bahwa budaya manusia itu

mempunyai paling sedikit tiga wujud yaitu:

1) Wujud kebudayaan yang sebagai suatu komplek dan ide-ide, gagasan-

gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya; wujud ini

berada pada alam pikiran dari warga masyarakat atau dapat pula berupa

tulisan-tulisan, karangan-karangan warga masyarakat yang bersangkutan.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyarakat, wujud ini berupa sistem sosial dalam

masyarakat yang bersangkutan.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, ia berupa

kebudayaan fisik yang berbentuk nyata yang merupakan hasil karya

masyarakat yang bersangkutan.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

8

Konsepsi ahli Antropolog, Alfred Ktoeber dan Clyde Kluckhohn, yaitu

“kebudayaan terdiri dari pola-pola yang nyata maupun tersembunyi, dari dan

untuk perilaku yang diperoleh dan dipindahkan dengan simbol-simbol, yang

menjadi hasil-hasil yang tegas dari kelompok-kelompok menusia; termasuk

perwujudannya dalam barang-barang buatan manusia; inti yang pokok dari

kebudayaan terdiri dari gagasan-gagasan tradisional (yaitu yang diperoleh dan

dipilih secara historis) dan khususnya nilai-nilainya yang tergabung; di satu pihak,

sistem-sistem kebudayaan dapat dianggap sebagai hasil-hasil tindakan, di pihak

lainnya sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi tindakan selanjutnya”, hal ini

sesuai dengan keyakinan para filsuf yang cenderung untuk menganggap gagasan-

gagasan, siombol-simbol dan nilai sebagai inti kebudayaan.

Seorang Antrhopolog, yaitu E.B. Tylor dalam tahun 19871 pernah

memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannay) :

“Kebudayaan adalah komplek yang mencangkup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-

kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai

anggota masyarakat”. Dengan ini, perkataan kebudayaan mencakup kesemuanya

yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola

perikelakuan yang normatif, yaitu mencakup segala cara-cara atau pola-pola

berpikir, merasakan dan bertindak. (Soerjono Soekamto, 1969: 40).

Adanya kait mengait diantara unsur-unsur kebudayaan dapat dikatakan

bahwa kebudayaan adalah sebagai sistem. Artinya, kebudayaan merupakan

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

9

kesatuan organisasi dari rangkaian gejala, wujud, dan unsur-unsur yang berkaitan

satu dengan yang lainnya. (Tri Widiarto dkk, 2000: 10).

Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

kehendaknya yang membedakannya dari binatang, karena manusia mampu

berbicara, berbahasa dan bekerja. Dengan demikian, kebudayaan adalah dari

manusia, hasil karyanya serta dipersembahkan bagi sesamanya. (Mudji

Sutrisno,1993: 24). Konsep filosofi kebudayaan biasanya berangkat dari

perbedaan antara manusia dan binatang. Binatang dipahami sebagai gejala

alamiah. Dalam pendekatan sosiologi, konsep kebudayaan dikaitkan dengan

masyarakat. Disini kebudayaan dapat dirumuskan sebagai cara hidup suatu

masyarakat. Kebudayaan sebagai cara hidup yang dianut oleh warga masyarakat

itu pada umumnya cara hidup yang dianut bersama dalam masyarakat inilah

kebudayaan. Jadi subyek kebudayaan bukan manusia individual, melainkan

masyarakat. (Pamerdi Giri Wiloso dkk, 1990:14-15).

Pada hakekatnya unsur kebudayaan yang disebut religi adalah amat

komplek, dan berkembang atas berbagai tempat di dunia. Semua manusia tahu

bahwa akan adanya suatu alam dunia yang tak nampak, yang ada di luar batas

pancaindranya dan diluar batas akal. Dunia supranatural menurut kepercayaan

manusia adalah dunia gaib yang memiliki kekuatan yang sehingga ditakuti

manusia. ( Koentjaraningrat, 1977: 228-229). Menurut Bakker SJ, (1984:42)

kesosiaalan sebagai sifat, unsur, asas dan alat yang erat hubungannya dengan

kebudayaan.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

10

Pertanyaan yang sering muncul dalam masyarakat adalah “Apakah

sebenarnya yang mencangkup dalam konsep kebudayaan itu?”. Banyak orang

yang mengartikan konsep itu dalam arti yang terbatas, ialah pikiran, karya, dan

hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan. Dengan singkat:

kebudayaan adalah kesenian. Dalam arti seperti itu konsep itu memang terlampau

sempit. Sebaliknya, banyak para ahli ilmu sosial mengartikan konsep kebudayaan

itu dalam arti yang amat luas yaitu seluruh total dari pemikiran, karya, dan hasil

karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan yang karena itu hanya

bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar.

(Koentjaraningrat,1974: 11).

Koenjtaraningrat (1974: 19) mendefinisikan kebudayaan sebuah

keseluruahan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata

belajar memberi pengertian bahwa amat sedikit tindakan kehidupan manusia

ditengah-tengah masyarakat yang tidak dilakukan dengan belajar. Memang

”kebudayaan” dan “ tindakan kebudayaan” adalah segala perbuatan yang harus

dilakukan oleh manusia dengan belajar.

Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan didasarkan pada penalaran,

kesengajaan dan pandangan hidup orangnya. Kebudayaan memiliki sifat-sifat dan

gejala-gejala dinamik, karena kebudayaan peka terhadap perubahan. Kebudayaan

memang berubah-ubah dari generasi kegenerasi. Kebudayaan generasi nenek

moyang berbagi dengan kebudayaan kita sekarang. Kebudayaan dapat diwariskan

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

11

dari generasi kegenerasi, tapi proses pewarisan itu berlangsung dalam bentuk

pendidikan, pelajaran baik dilakukan secara formal, non formal maupun informal.

Kebudayaan dapat dianggap sebagai way of life atau suatu sikap hidup

dengan segala aspeknya. Segala sikap hidup dan pandangan hidup itu tidak

diperlihatkan oleh perorangan, tetapi nampak pada kelompok masyarakat tertentu.

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang hidup di dalam

lingkungan alam. Dalam kaitannya dengan pembicaran tentang kebudayaan

manusia dipandang sebagai makhluk sosial.

Demikianlah maka kebudayaan merupakan suatu sistem atau nilai

masyarakat. Sistem nilai itulah yang membentuk sikap mental atau pola berpikir

manusia dalam masyarakat sebagaimana terpantul dalam pola sikap dan tingkah

laku sehari-hari dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan lain

sebagainya. Dari situ muncullah apa yang disebut sistem keagamaan, sistem

politik, sistem ekonomi, dan lain sebagainya yang ada dalam kehidupan

masyarakat. (Suwaji Bostami, 1992: 4-5).

2. Tradisi

Tradisi adalah adat kebiasaan yang dilakukan turun temurun dan masih

terus dilakukan di masyarakat disetiap tempat atau suku yang berbeda-beda.

(Badudu, J.S., Zain, Sutan Mohammad. 1994: 1531). (Tradisi dalam bahasa latin

Traditio, “diteruskan” atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana

adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari

kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan,

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

12

waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah

adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun

lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Menurut Bostami (1989:1) upacara tradisi adalah kegiatan yang

melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama-sama untuk mencapai tujuan

keselamatan bersama. Berdasarkan dua pengertian di atas maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

a. Upacara tradisi bertujuan untuk menciptakan suasana yang tenang serta

menghindarkan dari bahaya yang akan mengancam di kemudian hari.

b. Upacara tradisi merupakan suatu kegiatan yang didalamnya mengandung

makna bahwa upacara tersebut harus diikuti dan dilaksanakan seluruh warga

masyarakat tanpa ada rasa terpaksa.

c. Dalam upacara tradisi ini banyak larangan yang tidak boleh dilanggar oleh

masyarakat, karena kalau dilanggar bisa berakibat kematian.

d. Upacara tradisional tumbuh dan menyebar melalui berbagai sikap perbuatan

manusia terhadap peristiwa tertentu.

Adapun tradisi dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan

unsur-unsur, adat istiadat, kaidah-kaidah, pewarisan harta kekayaan. Baik adat

maupun tradisi bukanlah sesuatu yang tak dapat berubah. Tradisi justru terpadu

dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya.

(Suwaji Bostami, 1992: 12).

3. Upacara Tradisional

“Upacara tradisional” merupakan suatu kegiatan sosial yang melibatkan

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

13

warga masyarakat pendukungnya dalam usaha bersama untuk mencapai

tujuan keselamatan, yang mengandung aturan-aturan yang wajib dipenuhi dan

dilaksanakan oleh warga masyarakat”. (Depdikbud, 1984; 1).

Tradisional adalah suatu tradisi atau adat istiadat yang sudah menjadikan

kebiasaan dan tetap dilakukan secara turun temurun dari dahulu hingga sekarang.

(Badudu, J.S., Zain, Sutan Mohammad. 1994: 1531-1532). Upacara tradisional

merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah

warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya

dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap

masyarakat untuk mamaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di

dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang bersangkutan.

Mematuhi norma serta menunjang nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat

demi kelesterian hidup bermasyarakat. (Purwadi, 2005: 1).

Dari beberapa pengertian di atas, terdapat beberapa hal yang penting yaitu:

a. Upacara tradisional sebagai suatu kegiatan sosial yang dilakukan oleh

sekelompok warga masyarakat, dimana warga masyarakat tersebut memiliki

keyakinan bahwa hal tersebut sebagai sarana untuk mencapai tujuan.

b. Upacara tradisional dalam pelaksanaannya mengandung aturan-aturan yang

harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh warga pendukungnya.

c. Upacara tradisional dilakukan menurut tradisi atau adat istiadat atau sudah

menjadi kebiasaan dan tetap dilakukan secara turun temurun dari dahulu

hingga sekarang.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

14

4. Komponen-Komponen Upacara Tradisional

Tiap upacara keagamaan terdapat empat komponen, ialah:

(Koentjaraningrat, 1977: 241-245).

a. Tempat upacara

Tempat upacara yang keramat adalah biasanya suatu tempat yang

dikhususkan dan yang tidak boleh didatangi orang yang tak berkepentingan.

Malahan meraka yang mempunyai kepentingan pun tidak boleh sembarangan

di suatu tempat upacara. Mereka harus berhati-hati dan memperhatikan

berbagai macam larangan dan pantangan. Tempat upacara biasanya terletak di

kuburan karena merupakan suatu tempat keramat yang dipakai sebagai tempat

upacara keagamaan. Hal ini mudah dapat dimengerti karena kuburan

dibanyangkan sebagai tempat dimana orang dapat paling mudah berhubungan

dengan ruh-ruh nenek moyang yang meninggal. Penghormatan kuburan

nenek moyang adalah memang suatu adat yang kita kenal tidak hanya di

Indonesia saja, tetapi di hampir seluruh dunia. Selain itu tempat keramat ada

juga di pusat desa, makam/ kuburan,laut, hutan, batu, ladang/ sawah dan lain

sebagainya.

b. Prosesi upacara

Ritual upacara biasanya dirasakan sebagai saat-saat yang genting dan

gawat, dan yang penuh dengan bahaya gaib. Hal itu biasanya yang berulang

tetap, sejajar dengan irama gerak alam semesta. Misalnya dalam jangka

waktu kehidupan tiap individu dalam masyarakat ada pada saat yang

dianggap saat genting atau krisis. Saat-saat itu adalah misalanya waktu hamil,

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

15

waktu kelahiran, waktu pertama bayi dipotong rambutnya, waktu pertama-

tama bayi menginjak tanah, waktu anak ditusuk telinganya dan lain

sebagainya.

c. Benda-benda dan alat-alat upacara

Benda-benda upacara merupakan alat-alat yang dipakai dalam hal

menjalankan upacara-upacara keagamaan. Alat-alat itu bisa berupa alat-alat

seperti wadah untuk tempat sesaji, alat kecil seperti sendok, pisau dan lain

sebagainya. Alat upacara yang amat lazim dimana-mana adalah patung-

patung yang mempunyai fungsi sebagai lambang dewa atau ruh nenek

moyang tujuan dari upacara. Serupa dengan itu topeng juga merupakan benda

upacara yang penting dari religi berbagai suku bangsa di dunia. Topeng-

topeng itu juga melambangkan dewa-dewa dan ruh-ruh nenek moyang, dan

dipakai dalam upacara-upacara keagamaan yang berupa tarian atau permainan

seni drama yang keramat.

d. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara

Dalam pelaksanaan upacara tradisional dibutuhkan masyarakat

pendukung untuk melakukan serangkaian kegiatan dengan aturan-aturan

tertentu untuk membina kerukunan. Dibutuhkan pula orang-orang yang

berperan penting dalam pelaksanaan upacara, yaitu Modin, seorang pemuka

agama yang termasuk kategori religius dalam masyarakat Jawa.

5. Unsur-Unsur Upacara Tradisoanal

Upacara-upacara ini terdiri dari perbuatan-perbuatan yang sering kali tidak

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

16

dapat diterangkan lagi alasan atau asal mulanya. Perbuatan-perbuatan itu

dilakukan oleh orang-orang secara spontan dengan tak dipikirkan lagi gunanya.

Suatu upacara keagamaan yang komplek seringkali dapat dikupas ke dalam

beberapa unsur perbuatan yang khusus, yang terpenting diantaranya adalah:

(Koentjaraningrat, 1977: 251-253).

a. Bersaji

Bersaji meliputi perbuatan-perbuatan upacara yang biasanya diterangkan

sebagai perbuatan-perbuatan untuk menyajikan makanan, benda-benda, atau

lain sebagainya kepada dewa-dewa, ruh-ruh nenek moyang, atau makhluk

halus lain, tetapi yang di dalam praktek jauh lebih komplek dari pada itu.

b. Berdoa

Berdoa adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara

keagamaan di dunia. Doa pada mula-mulanya adalah rupa-rupanya suatu

upacara dari keinginan yang diminta dari para leluhur dan juga upacara-

upacara hormat dan pujian kepada leluhur itu.

c. Makan Bersama

Makan bersama juga merupakan suatu unsur perbuatan yang amat penting

dalam banyak upacara religi dan agama di dunia. Dasar pemikiran di

belakang perbuatan itu adalah rupa-rupanya mencari hubungan dengan dewa-

dewa dengan cara mengundang dewa-dewa pada suatu pertemuan makan

bersama. Juga arti dari ucapan makan bersama dalam kenyataan sering sudah

kabur dan tercampur dengan unsur-unsur lain. Dalam kehidupan beberapa

suku bangssa di Indonesia yang beragama Islam, upacara kenduri atau

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

17

selametan merupakan suatu unsur yang amat penting dalam banyak upacara

keagmaan.

6. Tujuan Upacara Tradisional

Upacara tradisional adat Jawa dilakukan demi mencapai ketrentaman

hidup lahir dan batin. Dengan mengadakan upacara tradisional itu, orang Jawa

memenuhi kebutuhan spiritualnya, eling marang purwa duksina. Kehidupan

rohani orang Jawa memang bersumber dari ajaran agama yang berisi hiasan

budaya lokal. Oleh karena itu, orientasi kehidupan beragama orang Jawa

senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek

moyangnya.

Di samping itu, upacara tradisional dilakukan orang Jawa dengan tujuan

memperoleh solidaritas sosial, lila lan legawa kanggo mulyaning negara. Upacara

tradisional juga menumbuhkan etos kolektif, yang tercermin dalam ungkapan

gotong-royong nyambut gawe. (Purwadi, 2005).

7. Pengertian Simbol

Kata simbol berasal dari kata Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri

yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Di dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia susunan W. J. S. Poerwadarminta simbol atau lambang ialah

sesuatu seperti : lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya, yang menyatakan

sesuatu hal atau mengandung makna tertentu, misalnya warna putih ialah lambang

kesucian, gambar padi sebagai lambang kemakmuran; atau berarti juga tanda

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

18

pengenal yang tetap yang mengatakan sifat, keadaan dan sebagainya, misalnya

tutup kepala peci merupakan tanda pengenal tutup kelapa nasional Negara.

(Budiono Herusatoto, 2008: 17-18).

Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan

pengantar pemahaman terhadap obyek. Untuk mempertegas pengertian simbol

atau lambang ini dibedakan antara pengertian-pengertian isyarat, tanda dan simbol

atau lambang:

a) Isyarat ialah sesuatu hal atau keadaan yang diberitahukan oleh si subyek

kepada obyek, artinya subyek selalu berbuat sesuatu untuk memberitahukan

kepada si obyek yang diberi isyarat agar si obyek mengetahuinya pada saat

itu juga.

b) Tanda ialah sesuatu hal atau keadaan yang menerangkan atau

memberitahukan obyek kepada si subyek.

c) Simbol atau lambang ialah sesuatu hal atau keadaan yang memimpin

pemahaman si subyek kepada obyek.

8. Simbolisme Dalam Budaya Manusia

Mitos dan magi berasal dari zaman prasejarah, dimana orang-orang Jawa

masih menganut paham mitologi animisme dinamisme. Mitos dan magi tetap

lekat dalam pribadi-pribadi Jawa walaupaun ajaran-ajaran religi atau agama yang

murni ataupun yang mengambil jalan mistik dan filsafat telah diterima selama

berabad-abad lamanya.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

19

Bentuk-bentuk sombolisme dalam budaya Jawa sangat dominan dalam

segala hal dan dalam segala bidang. Hal ini terlihat dalam tindakan sehari-hari

orang Jawa, sebagai realisasi dari pandangan dan sikap hidupnya yang berganda.

(Budiono Herusatoto, 2008: 154).

Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan

simbol-simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai

dengan simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekanakan

atau mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri kepada simbol-simbol.

Sepanjang sejarah budaya manusia, simbolisme telah mewarnai tindakan-tindakan

manusia baik tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan maupun religi. Simbolisme

sangat menonjol peranannya pertama-tama dalam religi. Cara-cara berdoa

manusia dari dulu hingga sekarang selalu diikuti dengan tingkah laku simbolis

yaitu mengucapkan doa sambil mengadahkan kedua telapak tangan ke atas dan

kadang-kadang dengan mendongakkan kepala ke atas seolah-olah siap menerima

sesuatu dari Tuhan yang dianggap tinggal di langit.

Pada dasarnya segala bentuk religius ataupun upacara-upacara peringatan

apapun oleh manusia adalah bentuk simbolisme. Makna dan maksud upacara

itulah yang menjadi tujuan manusia untuk memperingatinya.

Hal yang kedua dimana simbolisme sangat menonjol peranannya adalah

dalam tradisi atau adat istiadat. Simbolisme ini kentara sekali dalam upacara-

upacara adat yang merupakan warisan turun-temurun dari generasi yang tua ke

generasi berikutnya yang lebih mudah.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

20

Segala bentuk dan macam kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional

itu merupakan upacara pendekatan manusia kepada Tuhannya, yang menciptakan,

menurunkannya ke dunia, memelihara hidup dan menentukan kematian manusia.

Dengan demikian simbolik dalam masyarakat tradisional di samping

membawakan pesan-pesan kepada generasi-generasi berikutnya juga selalu

dilaksanankan dalam kaitannya dengan religi.

Bentuk-bentuk simbolisme dalam budaya Jawa sangat dominan dalam

segala hal dan dalam segala bidang. Hal ini terlihat dalam tindakan sehari-hari

orang Jawa, sebagai realisasi dari pandangan dan sikap hidupnya. (Budiono

Herusatoto, 2008: 46-64).

9. Makna Simbolik Sesaji Ritual

a). Negosiasi Spritual

Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji, tumbal, dan

umbarape. Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan

prasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya

pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya bentuk akumulasi budaya

yang bersifat abstrak.

Sesaji juga merupakan wacana simbol yang digunakan sebagai

sarana „negosiasi‟ spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar

makhluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak menggangu.

Dengan pemberian makan secara simbol kepada roh halus, diharapkan

roh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

21

Kepercayaan terhadap roh halus, khusunya dhanyang (roh

pelindung) sering diwujudkan dalam bentuk slametan. Salah satu bentuk

slametan adalah tumbal, yaitu upaya persembahan untuk penolak bala.

Tumbal Spiritual tadi mengandung pengaruh sinkretisme Hindu – Jawa

dan Islam – Jawa yang menyatu padu dalam wawancara kultural mistik.

Sinkretisme juga terlihat pada saat pelaku mistik meyakini bahwa dengan

membakar kemenyan, pada saat ritual mistik merupakan perwujudan

persembahan kepada Tuhan. Kukus (asap) dupa dari kemenyan yang

membubung ke atas, tegak lurus, tidak mobat – mabit ke kanan ke kiri,

merupakan tanda bahwa sesajinya dapat diterima. Sebagai ujud agar

sesajinya dikabulkan, penganut mistik berniat: “Niat ingsun ngobong

menyan menyan talining iman, urubing cahya kumata, kukuse ngambah

swarga, ingkang nampi dzat ingkang maha kuwasa”. Artinya, saya

berniat membakar kemenyan sebagai pengikat iman. Nyala kemenyan

merupakan cahaya kumara, asapnya diharapkan sampai surga, dan dapat

diterima oleh Tuhan.

Berbagai sesaji yang digunakan dalam ritual, di samping

kemenyan juga menggunakan tumpeng dan ubarampe-nya. Sesaji

tersebut dimaksudkan sebagai sarana wilujengan (keselametan). Semua

wilujengan, sebelum dikeluarkan dan diletakkan didekat gong, diletakkan

pada suatu ruang khusus untuk diujud-kan. Ujub dari slametan itu

menurut tradisi Jawa berupa mantra. Mantra yang dimaksud, hanya

singkat saja yaitu: “Lemah sangar kayu aeng ronge landhak guwane

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

22

wong lwmah miring aja nganggu ewang-ewangana karepku”.

Maksudnya, tanah yang gawat, pohon yang aneh, lubang landak,

rumahnya manusia, tanah miring jangan mengganggu, bantulah

keinginanku. Ujub semacam ini lama-kelamaan bergeser dan bercampur

dengan doa Islam. (Suwadi Endraswara, 2006: 247-250).

b). Mencapai Kemulyaan Sejati

Ubarampe sesisir pisang yang dipakai sesaji adalah pisang raja

sepasang, yaitu raja biasa dan raja pulut. Pisang ini termasuk sesaji yang

utama. Pemakaian pisang raja biasa dimaksudkan agar yang melakukan

mistik kejawen berhasil seperti hal manusia raja. Yakni menjadi manusia

„raja‟ yang bersikap mahambeg adil pamarta berbudi bawa leksana.

Artinya, raja yang berwatak adil, berbudi luhur, dan tepat janji.

Sedangkan pisang raja pulut, dimaksudkan agar pelaku mistik dapat pulut

(terjadi hiperkorek dengan kata luput (bebas) dari marabahaya.

Setalah selametan tadi selesai, pisang tadi oleh pelaku mistik

diphotel (diambil) pada bagian tengah sisiran. Pelaku tidak mau

mengambil pisang bagian tepi (sangkal), kerena meraka yakin bahwa

hidup yang sedang dijalani berada di zaman madya (tengah). Mereka

tidak hidup di zaman wusuna (akhir), karenanya tidak berani mengambil

pisang bagian tepi (pinggir) yang dianalogikan sebagai zaman akhir. Jika

mengambil pisang sangkal, berarti mereka telah nggere mangsa

(mendahului takdir Tuhan).

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

23

Tindakan simbolik semacam itu, kemungkinan yang

mempengaruhi masyarakat Jawa mempunyai gugon tuhon: “Aja mangan

gedhang sangkal, ora ilok!” (Jangan makan pisang pinggir, tidak pantas

atau dilarang). Sesaji lain yakni jajan pasar lengkap berisi: kelapa, padi,

pala kepnedhem, rujak degan, asem, cam, nanas, kopi dan lain-lain.

Kelengkapan sesaji ini merupakan seratan winadi yang tersembunyi,

yakni sebagai suguhan (sajian) kepada dhayang penyenyengan, yang

baureksa (menjaga) tempat mistik, agar tidak diganggu.

Jajanan pasar merupakan lambang sesrawungan (hubungan).

Jajanan pasar adalah lambang kemakmuran. Hal ini diasosiakan bahwa

pasar adalah tempat bermacam-macam barang, seperti dalam jajan pasar

ada buah-buahan, makanan anak-anak, sekar setaman, kinang, dan

rokok. Dalam jajanan pasar juga ada uangnya berjumlah seratus rupiah.

Maksudnya, satus berarti lambang bahwa manusia telah bersih dari dosa.

Sesaji lain yang paling penting adalah tumpeng. Dalam ritual

budaya Jawa memang banyak macam-macam tumpeng, seperti tumpeng

sangga langit, arga dumilah, tumpeng robyong, tumpeng megono, dan

lain-lain. Khusus ritual mistik kejawen menggunakan menggunakan

tumpeng robyong yang telah dimodofikasi dengan gaya estetis.

Wujudnya adalah seperti kerucut atau gunung. Puncak tumpeng diberi

lombok merah, di bawahnya brambang dua butir, dan di bawahnya lagi

diberi hiasan daun-daunan dan sayuran kacang panjang, adapun dasar

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

24

tumpengan berisi berbagai uban-rampe, antara lain: ikan ayam, telur,

toge, kacang panjang, dan gudangan.

Tumpeng robyong merpakan gambaran kesuburan dan

kesejahteraan. Puncak tumpeng merupakan lambang puncak keinginan

manusia, yakni untuk mencapai kemulyaan sejati. Titik puncak juga

merupakan gambaran kekuasaan Tuhan yang bersifat transendental.

Tumpeng yang menyerupai gunung (meru) melukiskan kemakmuran

sejati. Ubarampe tumpeng bermacam-macam, yang masing-masing

merupakan simbol budaya. Simbol-simbol itu dibuat didasarkan pada

analogi (otak-atik mathuk) dan olah nalar pelaku mistik. (Suwadi

Endraswara, 2006: 251-255).

B. Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian Septia Irnawati (152006001) dengan judul “Makna

Upacara Tradisi Kembang Kuningan Dalam Membina Kerukunan Masyarakat Di

Desa Polobogo Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang”, menjelaskan bahwa

Upacara Kembang Kuningan merupakan tradisi masyarakat Polobogo Kecamatan

Getasan Kabupaten Semarang, yang biasanya dilaksakan pada bulan Rejeb.

Pelaksanaan upacara Kembang Kuningan tersebut jatuh pada tanggal 13 Agustus

2009. Upacara Kembang Kuningan dilakukan untuk mengirim doa kepada Kyai

Sugeng, yang dipercaya sebagai cikal bakal masyarakat Polobogo, Karang Ombo,

Krasak dan Gompyong.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7482/11/T1_152009023_BAB II... · Manusia sebagai makhluk berbudaya karena akal dan kebebasannya,

25

Sedangkan penelitian yang ditulis Penulis menjelaskan tentang tradisi

Lamporan di Desa Kunden. Tradisi Lamporan ini dilaksanakan pada bulan Suro

yang di identikan atau sebagai simbolis bagi kalangan masyarakat sebagai bulan

yang sakral. Tradisi Lamporan dilaksanakan pada tangal 22 November 2012,

tepatnya pada hari Kamis Legi, malam Jum‟at Pahing. Pelaksanaannya pada

malam hari seusai Shalat Mahgrib yang diawali dengan keliling Desa Kunden

(kirap budaya) yang diikuti kalangan petani dan peternak (cah angon) yang

membawa obor dan pecut, selain itu barongan yang merupakan kesenian khas

Desa Kunden juga diikut sertakan. Tujuannya sebagai tolak bala agar desa dan

masyarakatnya terhindar dari malapetaka dan gangguan roh-roh jahat baik

nampak seperti hama tanaman dan masa pageblug serta yang tidak nampak seperti

gendruwon/ makhluk halus. Perkembangan jaman membuat tradisi ini bergeser,

hal ini terbukti dengan adanya kesenian barong yang diikut sertakan. Selain itu

juga wujud ritual tradisi Lamporan yang tadinya untuk memuja dan meminta

kepada leluhur berubah menjadi penghormatan dan mendoakan para leluhur hal

ini karena masyarakat sudah mengenal agama.