bab ii kajian teoretis dan hipotesis tindakan 2.1....
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1. Kajian Teoretis
2.1.1 Pengertian Membaca Puisi
Membaca puisi ialah memahami apa yang terdapat dalam puisi atau apa
yang ingin disampaikan penyair lewat puisinya. Membaca puisi tidak hanya
menyuarakan lambang-lambang bahasa saja, tetapi lebih dari pada itu
(Suharianto dalam Ismail, 2009: 21). Membaca puisi pada hakikatnya
menyuarakan kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan, atau dialami
penyairnya. Oleh karena itu, pembaca puisi sebelumnya harus
menginterpretasikan apa yang ada di balik puisi. Ekspresi dan emosi yang lahir
merupakan hasil interpretasi pembaca terhadap puisi. Dalam membaca puisi,
emosi sangat penting.
Pada hakikatnya membaca puisi atau poetry reading juga berupaya
untuk menangkap curahan perasaan, buah pikiran, dan pengalaman batin
penyair yang tertuang dalam karya sastra berbentuk puisi. Membaca puisi yang
baik selalu didahului interpretasi yang tepat seperti yang diinginkan
penyairnya. Apapun yang dilakukan pembaca oleh puisi di depan publik
sebenarnya merupakan pencerminan perasaan, pikiran, dan pengalaman batin
penyairnya.kesedihan, kegembiraan, kebencian, semangat yang menyala-nyala,
kebahagiaan pembaca puisi sebenarnya merupakan manifestasi pengalaman
batin penyairnya.
Semua yang terlahir pada waktu membaca puisi, baik itu teknik vokal
maupun performance atau penampilan adalah sesuatu yang wajar sesuai
dengan tuntunan puisi yang dibacanya. Bila puisi yang dibaca menghendaki
semangat yang menyala-nyala, maka pembaca puisi harus bersemangat.
Pembaca puisi akan bersedih, bila puisi yang dibacanya menuntut untuk
bersedih. Dengan demikian interpretasi puisi yang dilakukan pembaca puisi
sudah tepat, bila sudah mencerminkan apa yang diharapkan penyairnya. Jadi,
membaca puisi ialah membaca suatu karya sastra berupa puisi dengan
memperhatikan ekspresi, teknik vokal, dan kinesik yang tepat sesuai dengan isi
puisi.
2.1.2 Unsur-Unsur Membaca Puisi
Membaca puisi terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut harus
dikuasai agar pembacaan puisi yang dilakukan baik, yaitu sesuai dengan yang
dikehendaki penyairnya. Menurut Husnan (2004: 23) dalam membaca puisi
yang baik dan komunikatif, diperlukan penguasaan dua unsur, yaitu unsur
teknik vokal dan unsur performance atau penampilan. Teknik vokal
merupakan sarana untuk menyampaikan interpretasi puisi secara lisan, sedang
performance atau penampilan merupakan perwujudan dari hasil interpretasi
puisi secara fisik.
Teknik vokal dalam membaca puisi meliputi: intonasi yaitu lagu atau penadaan
alur suara, diksi atau tekanan penyuaraan; jeda yaitu pemenggalan penyuaraan,
enjembement yaitu perlompatan penyuaraan, dan lafal atau pengucapan abjad
secara jelas dan tepat.
Performance atau penampilan dalam membaca puisi meliputi:
pemahaman dan penguasaan pentas dan publik, pemilihan timing yang tepat
atau sesuai dengan pusi yang dibawakan, pemindahan pandangan mata adri
teks agar dapat lebih berkomunikasi dengan publik, dan penggunaan mimik,
gesture, dan blocking.
Pendapat tersebut dapat disederhanakan seperti yang dikemukakan
Suharianto (dalam Ismail 2009 :53), bahwa dalam membaca puisi terdapat dua
hal pokok yang harus dikuasai oleh pembaca puisi agar pembacaanya baik.
Kedua hal tersebut adalah (1) penghayatan atas puisi yang dibacanya, dan (2)
teknik vokal atau pelafalan. Penghayatan atas puisi yang dibaca merupakan
unsur utama karena hakikat membaca puisi adalah menyampaikan perasaan
dan pikiran penyair. Dalam praktiknya, penghayatan tersebut akan menemukan
intonasi, irama, jeda, gerak-gerik anggota tubuh, dan mimik. Dengan kata lain,
penghayatan atas puisi yang dibaca akan menentukan penampilan di depan
hadirin. Atas dasar itu maka sesungguhnya pada waktu seseorang membaca
puisi, akan bergerak atau tidak, ada besar atau kecil, semata-mata bergantung
pada penafsiran terhadap puisi yang dibacanya.
Jadi, puisi itulah sebenarnya yang menciptakan gerak-gerik itu, bukan si
pembaca.Gerak-gerik tersebut diperlukan sejauh dapat mendukung maksud
dan suasana yang ingin digambarkan. Oleh karena itu, gerak-gerik yang
dituntut adalah gerak-gerik yang wajar dan sejati. Selanjutnya karena membaca
puisi berkaitan dengan bahasa, maka faktor ucapan atau pelafalan tidak bisa
dianggap aneh. Semua ucapan atau pelafalan bunyi-bunyi bahasa harus
sempurna, yaitu harus betul dan baik. Membaca puisi merupakan bacaan
tontonan. Karena pembaca puisi merupakan bacaan tontonan maka, membaca
puisi dikatakan mencapai tingkat kesempurnaan apabila sudah ditonton dan
dinikmati publik, sehingga unsur teknik penampilan menjadi sangat penting.
Dalam penampilan membaca puisi yang baik, dapat dinikmati hasil perpaduan
antara penghayatan atas puisi dan teknik vokal. Kedua unsur tersebut harus
dikuasai dengan baik oleh pembaca puisi yang baik.
Meskipun penghayatan baik, tetapi bila pelafalan kurang baik, maka
pembacaan puisi yang dilakukan belum dapat dikatakan baik. Begitu pula
sebaliknya, meskipun pelafalannya baik, tetapi penghayatannya kurang maka
pembacaan puisi tersebut dikatakan kurang baik. Kedua pendapat tersebut
saling melengkapi. Akan tetapi, yang dipakai adalah pendapat Suharianto
karena pendapat tersebut lebih baik dan lebih sederhana. Jadi, unsur-unsur
dalam membaca puisi adalah (1) penghayatan atas puisi, dan (2) teknik vokal
dan pelafalan, dan (3) ekspresi atau penampilan di depan publik.
2.1.3 Langkah-Langkah Membaca Puisi
Doyin (dalam Ismail, 2009: 23) mengemukakan, dari proses awal
sampai akhir pembacaan puisi dapat dirangkum menjadi tiga langkah, yaitu
langkah sebelum membaca puisi (prapembacaan), langkah pada saat membaca
puisi di depan pendengar atau penonton (saat pembacaan), dan langkah setelah
pembaca turun dari panggung (pascapembacaan).
1) Pembacaan
Ada empat aktivitas yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu analisis
situasi dan pendengar, memilih puisi, membedah puisi, dan mengadakan
pelatihan.
a. Analisis
Langkah awal yang harus dilakukan oleh orang yang akan membaca
puisi adalah menganalisis situasi dan pendengar. Langkah ini dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi pada saat pembacaan puisi dan di mana tempatnya,
siang atau malam hari, di luar atau di dalam ruangan, dalam suasana sedih,
gembira, atau serius dan sebagainya.
b. Memilih Puisi
Setelah mengetahui situasi dan pendengar, kita harus memilih puisi
yang akan dibaca. Tidak semua puisi baik atau tepat untuk dibacakan di depan
audiens. Atas dasar itu, setiap calon pembaca puisi harus memiliki kemampuan
memilih dan menentukan puisi.
Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih puisi
adalah: (1) tidak bersifat prismatis, (2) bersifat melodius, (3) tidak terlalu
panjang atau pendek, (4) isinya sesuai dengan situasi dan suasana yang tengah
dihadapi, (5) bersifat teatrikal artinya ada unsur enaknya ketika dibaca.
c. Membedah Puisi
Maksud langkah ini adalah calon pembaca mengupas tuntas isi teks
puisi yang akan dibaca. Langkah ini juga dimaksudkan agar calon pembaca
memahami benar maksud atau arti puisi yang akan dibaca, nada dan suasana
yang bersangkutan serta dapat menentukan nada dan algu yang tepat dalam
puisinya.
d. Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Secara langsung berarti pembaca berlatih membaca dengan vokal yang jelas
serta ekspresi yang benar, sedangkan secara tidak langsung berarti dapat
ditempuh dengan cara menonton pembacaan puisi orang lain, bertanya atau
berdialog dengan teman, membaca buku bagaimana cara membaca puisi yang
baik dan benar dan sebagainya.
2). Saat Pembacaan
Pada saat membaca puisi hakikatnya si pembaca puisi sedang berdialog
dengan penonton. Dengan demikian, semua yang dilakukannya, baik dengan
suaranya maupun dengan gerak gerik anggota tubuhnya, harus komunikatif.
Sedapat mungkin penonton dibawa masuk ke dalam maksud dan suasana puisi
yang bersangkutan. Untuk mencapai semua hal tersebut pembaca puisi perlu
memperhatikan tiga komponen pembacaan puisi, yaitu penghayatan, pelafalan
atau vokal, dan penampilan.
3). Pasca Pembacaan
Pada langkah ini hal penting yang harus dilakukan adalah evaluasi
tindak lanjut. Evaluasi ini penting dilakukan agar pembaca mengetahui
kekurangannya dalam membaca puisi. Pengetahuan akan kekurangan dan
kelemahan inilah yang kemudian harus kita tindak lanjuti, dalam arti hal-hal
yang sudah baik ditingkatkan dan hal-hal yang amsih kurang diperbaiki.
Membaca puisi adalah penampilan (baca) puisi secara ekspresif. Untuk
penampilan yang ekspresif ini mutlak didukung oleh pelafalan fonem yang
tepat dan sempurna. Bacaan gramatikal yang tepat, bacaan puitis yang baik,
penghayatan serta pemahaman yang baik terhadap isi puisi yang dibawakan.
Selanjutnya Ismail (2009:22-28) mengatakan bahwa: ―Membaca puisi
pada hakikatnya menyuarakan kembali apa yang pernah dirasakan, dipikirkan,
atau dialami penyairnya. Oleh karena itu, pembaca puisi. Ekspresi dan emosi
yang lahir merupakan hasil interprestasi pembaca terhadap puisi. Dalam
membaca puisi, emosi sangat penting.
Membaca bukan ucapan semata, tetapi harus disertai gerak gerik muka,
kalau perlu dengan gerak seluruh anggota badan atau seluruh tubuh, tetapi
yang paling penting sekali ialah gerak gerik muka. Dengan ucapan-ucapan
yang baik dan teratur disertai dengan gerak gerik muka niscaya akan
bertambah menarik, apa lagi kalau ditonton. Dari gerak gerik muka itu
penonton dapat merasakan dan menyaksikan, mengertikan puisi yang
dibacakan itu. Apakah puisi itu mengandung kesedihan, kemarahan,
kegembiraan dan lain-lain. Hanya saja dalam melakukan gerak gerik itu jangan
sampai berlebih-lebihan, membaca secara wajar, tertib dan mengesankan.
Dari beberapa pikiran para ahli di atas tentang membaca puisi dapatlah
disimpulkan bahwa kegiatan membaca puisi merupakan kegiatan
menyampaikan isi puisi dan pikiran pengarang. Sebagaimana dikatakan
membaca puisi bertujuan untuk menafsirkan makna yang terkandung di
dalamnya baik tersurat maupun tersirat. Dengan membaca puisi secara tidak
langsung dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama untuk diri
sendiri.
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Membaca Puisi
Tujuan pembelajaran membaca puisi pada dasarnya adalah memberi
bekal pengetahuan dan kemampuan kepada siswa untuk menguasai teknik-
teknik memahami dan menafsirkan serta menghayati isi puisi. Secara rinci
tujuan pembelajaran membaca puisi menurut Depdikbud (2003:5-6) adalah: (1)
memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan
melaksanakan cara membaca puisi dengan baik dan benar, (2) melatih dan
mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal dan menulis huruf
(abdjad) sesuai tanda bunyi atau suara, (3) mengenal dan melatih siswa mampu
membaca puisi dengan teknik membaca puisi, (4) mengungkapkan ide pesan
sederhana secara lisan dan tulisan.
2.1.5 Syarat-Syarat Membaca Puisi
Membaca puisi ialah membawakan puisi yang dihafal. Memang ada
juga orang membaca puisi di atas kertas saja. Cara seperti itu kurang enak
kecuali jika untuk siaran pembacaan puisi di radio atau rekaman. Tetapi
membaca puisi selalu saja didengar dan ditonton orang, sebaik mungkin
deklamator harus menghafal puisi yang mau dibacakan. Caranya ulangilah
puisi itu berkali-kali tanpa mempergunakan teks sampai terasa lancar sekali
dengan cara mengingatnya sebaris demi sebaris dan kemudian serangkap demi
serangkap disamping berusaha untuk mengerti setiap kata yang dicatatkan
karena hal itu menjadi jelas maksud dan tujuan isi puisi itu.
Menjadi pembaca puisi yang baik ada sejumlah syarat yang perlu
dipenuhi. Syarat-syarat tersebut sifatnya saling menunjang. Salah satu syarat
yang kurang dipenuhi akan berpengaruh secara totalitas terhadap taraf
kemenarikan pembacaan puisi yang ditampilkan. Menurut Ali (dalam Faisal
(2010:9-4) syarat yang harus dipenuhi seorang pembaca puisi adalah sebagai
berikut:
a. Mempunyai kemampuan teknis
Kemampuan teknis yang harus dipenuhi untuk menjadi soerang
pembaca atau deklamator pusi yang baik adalah suara yang jelas, vokal yang
sempurnya, mahir membantuk irama, mampuh mengubah warna suara secara
tepat dan menarik.
b. Pengusaaan mimik
Seorang deklamator harus memiliki kemampuan mengubah-ubah raut
muka yang alamiah dan wajar sesuai makna larik atau bait puisi yang
dimembacakan, mimik marah, mimik takut, mimik terharu, mimik sedih,
mimik heran dan sebagainya.
c. Penguasaan gestur
Seorang pembaca atau deklamator puisi harus memiliki gerak anggota
tubuh (gestur) secara reflek dan pantas sesuai isi larik puisi yang
dimembacakan. Fungsinya sebagai kompelemnter bagi pelafalan dan intonvasi
larik/bait yang dilanturkan.
d. Penguasaan memahami puisi dengan tepat
Salah memahami isi suatu sajak yang dimembacakan akan berpengaruh
pada pelafalan intonasi, mimik dan gerak tubuh yang ditampilkan. Karena itu,
seorang pembaca/deklamator puisi harus memiliki kemampuan memahami isi,
suasana, sikap pengarang yang tersembunyi dalam puisi yang dimembacakan.
2.1.6 Cara Membaca Puisi yang Baik dan Benar
Agar dapat membaca puisi dengan baik, pembaca perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Interpretasi (penafsiran)
Untuk memahami sebuah puisi, pembaca harus dapat menangkap simbol-
simbol atau lambang-lambang yang dipergunakan oleh penyair. Bila
pembaca salah dalam menafsirkan makna/simbol atau lambang, tentu bisa
salah dalam memahami isinya.
2. Teknik vokal (vokalisasi)
Untuk pengucapan yang komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi,
jeda, ejaan dan lafal yang tepat.
3. Performa (penampilan)
Dalam hal performa, pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami pentas
dan publik.
Pembaca puisi juga dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang
meyakinkan, berani menatap penonton dan mengatur ekspresi yang tidak
berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus memperhatikan irama serta mimik.
Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah benar-benar dapat
menjiwai atau meresapi isi puisi. Harmonisasi antara mimik dengan isi
(maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca puisi.
Disamping hal tersebut, cara lain dalam membaca puisi tidak boleh
seenaknya saja, tapi harus tunduk kepada aturan-aturannya, dimana harus
ditekankan atau dipercepat, dimana harus dikeraskan, harus berhenti, dimana
harus dilambatkan atau dilunakkan, dimana harus diucapkan biasa, dan
sebagainya. Jadi, bila kita membaca puisi itu supaya menarik, maka harus
dipakai tanda-tanda tersendiri seperti di bawah ini:
—— : diucapkan biasa saja
/ : berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di
tengah baris
// : berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih
berhubungan artinya dengan baris berikutnya
/// : berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada
penghabisan puisi
^ : suara perlahan sekali seperti berbisik
^^ : suara perlahan saja
^^^ : suara keras sekali seperti berteriak
V : tekanan kata pendek sekali
VV : tekanan kata agak pendek
VVV : tekanan kata agak panjang
VVVV : tekan kata agak panjang sekali
____/ : tekanan suara meninggi
____ : tekanan suara agak merendah (Aning. 2008)
Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing
orang berbeda tergantung kepada kemauannya sendiri-sendiri. Dari sinilah kita
dapat menilai siapa orang yang mahir dan pandai membaca puisi.
Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita letakkan dengan baik dan dalam
meletakkannya jangan asal meletakkan saja, tapi harus memakai perasaan dan
pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca berita: ada koma, ada titik,
tanda-tandanya, titik koma dan lain-lain.
Kalau tanda-tanda itu sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca
puisi tersebut berulang-ulang sesuai dengan irama dan aturan tanda itu. Dengan
sendirinya kalau kita sudah lancar benar tekanan-tekanan, irama-irama dan
gayanya takkan terlupa lagi selama kita membaca puisi.
Dalam membaca puisi diperlukan pula latihan-latihan tertentu, seperti
latihan vokal, mimik (ekspresi wajah) dan pantomimik (ekspresi seluruh
tubuh). Menurut Doyin (dalam Ismail 2009:22-28) mengemukakan, dari
proses awal sampai akhir pembacaan puisi dapat dirangkum menjadi tiga
langkah, yaitu langkah sebelum membaca puisi di depan pendengar atau
penonton (saat pembacaan), dan langkah setelah pembaca turun dari panggung
(pascapembacaan).
2.1.2. Hakikat Puisi
2.1.1.1 Pengertian Puisi
Istilah puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu poiesis yang berarti
penciptaan. Istilah tersebut lama-kelamaan menjadi sempit ruang lingkupnya.
Menurut Sudjiman bahwa ―puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat
oleh irama, mantra, rima serta penyusunan larik dan bait‖. Pengertian tersebut
relatif sejalan dengan pengertian puisi yang dikemukakan oleh Ralph Waldo
Emmerson (dalam Faisal 2010:7-13) menyatakan bahwa ―puisi adalah
mengajarkan sebanyak-banyaknya dengan kata-kata dengan sedikit-
sedikitnya‖. Berbeda dengan pendapat Mattew Arnold yang melihat dari segi
pendendangnya bahwa ―Puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah,
impresif dan paling efektif mendendangkan sesuatu‖,(dalam Faisal 2010:7-13).
Wordsworth (2007:12) ―Puisi adalah ciptaan pengucapan yang
imaginatif dari perasaan yang mendalam, biasanya berirama pengucapan
secara spontan tentang perasaan yang memuncak timbul dari daya ingatan
ketika berada dalam keadaan tenang‖.
Puisi pada hakikatnya adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan
hidup seorang penyair yang memandang sesuatu peristiwa alam dengan
ketajaman perasaannya. Perasaan yang tajam inilah yang menggetar rasa
hatinya, yang menimbulkan semacam gerak dalam daya rasanya. Lalu
ketajaman tanggapan ini berpadu dengan sikap hidupnya mengalir melalui
bahasa, menjadilah ia sebuah puisi, satu pengucapan seorang penyair, Said
(dalam Handayani 2006:2)
Puisi merupakan pengucapan dengan perasaan yang didalamnya
mengandung fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan. Puisi adalah karangan
yang terikat berarti puisi terikat oleh aturan-aturan ketat. Akan tetapi, pada
waktu sekarang, para penyair berusaha melepaskan diri dari aturan yang ketat
itu. Aturan di luar diri puisi itu ditentukan oleh penyair yang membuat dahulu
ataupun masyarakat Pradopo (dalam Wibowo 2010:2).
Dari pengertian di atas juga diartikan bahwa puisi merupakan karya seni
yang erat hubungannya dengan bahasa dan jiwa. Tersusun dengan kata-kata
yang baik sebagai hasil curahan lewat media tulis yang bersifat imajinatif oleh
pengarangnya untuk menyoroti aspek kehidupan yang dialaminya. Atas dasar
itulah penulis mengemukakan bahwa puisi pada hakikatnya adalah curahan
perasaan si penciptanya sehingga keberadaan suatu puisi tidak terlepas dari
keberadaan pikiran, perasaan, dan lingkungan si penciptannya.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa
puisi merupakan karya sastra yang membentuk untaian bait demi bait yang
relatif memperhatikan irama dan rima sehingga sungguh indah dan efektif
didendangkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan bentuk karya
sastra lainnya.
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat,
dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata –kata kias atau
imajinatif (Waluyo, 2005: 1). Walaupun singkat atau padat, puisi memiliki
kekuatan. Adapun berbagai pendapat sastrawan dunia tentang puisi (Waluyo,
2005: 1) adalah sebagai berikut :
a) Puisi adalah peluapan spontan dari perasaan – perasaan yang penuh daya;
dia memperoleh rasanya dari emosi/rasa yang dikumpulkan kembali dalam
kedamaian. (William Wordsworth)
b) Puisi adalah lava imajinasi yang letusannya mencegah timbulnya gempa
bumi. (Byron)
c) Puisi adalah rekaman dari saat – saat yang terbaik dan paling menyenangkan
dari pikiran – pikiran yang terbaik dan paling menyenangkan. (Percy
Bysche).
d) Puisi adalah ekspresi yang konkret dan artistik dari pikiran manusia secara
emosional & berirama. (Watts Dunton)
e) Puisi adalah kata – kata terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih
kata – kata yang setepatnya dan disusun sebaik – baiknya, misalnya
seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
hubungannya, dan sebagainya. (Samuel Taylor Coleridge)
f) Puisi adalah perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. (Wordsworth)
g) Puisi adalah rekaman detik – detik terindah dalam hidup kita. (Shelley)
Dari berbagai definisi di atas, seperti dikemukakan Shanon Ahmad
(dalam Pradopo, 2005: 7) bila unsur–unsur dari berbagai pendapat itu
dipadukan, akan diperoleh garis – garis besar tentang pengertian puisi. Unsur –
unsur tersebut berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan
pancaindera, susunan kata – kata, kata – kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur baur. Dengan demikian, dapat disimpulkan ada tiga unsur
yang pokok dalam puisi, yaitu hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi,
bentuk puisi dan kesan dari puisi.
Struktur fisik puisi dibangun oleh diksi, bahasa kias (figurative
language), pencitraan (imagery), dan persajakan. Sedangkan struktur batin
puisi dibangun oleh pokok pikiran, tema, nada (tone), suasana (atmosphere)
dan amanat (message). Menurut Bouton (dalam Djojosuroto, 2006: 16), diksi
merupakan esensi seni penulisan puisi. Ada pula yang menyebut diksi sebagai
dasar bangunan puisi. Kata-kata yang dipilih penyair sesuai perasaan dan nada
puisi. Nada dan perasaan penyair menentukan pemilihan kata. Jika
dihubungkan dengan lambang, sebuah kata mungkin melambangkan sesuatu,
efek yang dihasilkan oleh kata tertentu akan mempunyai makna tertentu pula.
Gaya bahasa dalam puisi digunakan untuk menghasilkan kesenangan
yang bersifat imajinatif, menghasilkan makna tambahan, menambah intensitas,
konkret sikap dan perasaan penyair serta memadatkan makna yang
diungkapkan. Gaya bahasa atau majas dapat dibagi menjadi dua bagian pokok,
yaitu pengiasan dan pelambangan. Dua jenis majas yang kerap digunakan
dalam puisi adalah metafora dan personifikasi. Metafora adalah ungkapan
kebahasaan yang tak dapat diartikan secara langsung dari lambang yang
dipakai karena makna yang dimaksud terdapat pada predikasi ungkapan
kebahasaan tersebut.
Personifikasi adalah jenis bahasa kias yang mempersamakan benda
dengan manusia, benda – benda mati dapat berbuat, berpikir sebagaimana
seperti manusia. Untuk menggambarkan sesuatu secara lebih jelas, penyair
biasanya menggunakan kata – kata konkret yang lebih sulit ditafsirkan bagi
pembaca dan pengimajian. Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang
dapat memperjelas apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui pengimajian,
apa yang digambarkan seolah–olah dapat dilihat, didengar, atau dirasa.
2.1.1.2 Jenis-Jenis Puisi
Puisi sebagai suatu karya sastra seni terdiri atas berbagai ragam.
Menurut waluyo (dalam Faisal 2010:7-14) mengklasifikasikan puisi
berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak
disampaikan, terbagi atas :
a. Puisi naratif
Puisi naratif adalah yang isinya berupa cerita. Penyair menyampaikan
gagasan dalam bentuk puisi dengan cara naratif yang didalamnya tergambar
ada pelaku yang terkisah.
b. Puisi Lirik
Adalah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadinya dengan carata tidak
bercerita. Puisi lirik dapat berupa pengungkapan pujaan terhadap seseorang.
c. Puisi deskriptif
Adalah puisi penyair yang mengungkapkan gagasannya dengan cara
melukiskan sesuatu untuk mengungkapkan kesan, peristiwa, pengalaman
menarik yang pernah dialaminya.
2.1.1.3 Unsur-Unsur Puisi
Penjelmaan kembali suatu peristiwa yang tercurah lewat karya tulis
puisi merupakan proses imajinasi yang matang yang berhasil lahir dengan
energik dan alami. Untuk memberikan batasan pada puisi sangatlah sukar
dilakukan secara pasti. Puisi mempunyai rangkaian unsur-unsur yang apabila
salah satunya hilang atau terlepas, maka akan mengurangi makna universal
yang terkandung dalam sebuah puisi.
Dalam membaca puisi yang baik dan komunikatif, menurut Husnan
(2004:23) ―Diperlukan penguasaan dua unsur, yaitu unsur teknik vokal dan
unsur performance atau penampilan. Teknik vokal merupakan sarana untuk
menyampaikan interprestasi puisi secara lisan, sedang performance atau
penampilan merupakan perwujudan dari hasil interprestasi puisi secara fisik.
Teknik vokal dalam membaca puisi meliputi : intonasi yaitu lagu atau
penandaan alur suara, diksi atau tekanan penyuaraan ; jeda yaitu pemenggalan
penyuaraan, enjembement yaitu perlompatan penyuaraan, dan lafal atau
pengucapan abjad secara jelas dan tepatn. Perfomance atau penampilan dalam
membaca puisi meliputi: pemahaman dan penguasaan pentas dan publik,
pemilihan timing yang tepat atau sesuai dengan puisi yang dibawakan,
pemindahan pandangan mata dari teks agar tepat lebih bekomunikasi dengan
publik, dan penggunaan mimik, gestur, dan blocking‖.
Menurut Ismail (2009:22-28) ―Membaca puisi terdiri dari beberapa
unsur. Unsur – unsur tersebut harus dikuasai agar pembacaan puisi yang
dilakukan baik, yaitu sesuai dengan yang dikehendaki penyairnya‖.
Adapun unsur-unsur yang dimaksud dalam puisi terebut sebagai berikut
:
1 Tema
Unsur penting dalam puisi adalah tema atau makna utuh, yaitu apa yang
dimaksud dengan keseluruhan puisi adalah mengandung keseluruhan
makna yang bulat. Makna keseluruhan dalam puisi itu timbul sebagai
akibat pengungkapan diksi (imaji, kias, ligas, simbolik), bunyi disamping
bentuk penyajiannya. Tema dalam puisi merupakan sumber dari
pengungkapan gagasan pokok puisi.
2 Rasa
Yang dimaksud dengan rasa dalam puisi adalah sikap penyair dalam pokok
persoalan yang terdapat dalam puisinya.
3. Nada
Yang dimaksud dengan nada puisi adalah sikap penyair terhadap pembaca
atau penikmat karya ciptanya.
4. Amanat
Penyair disamping mengemukakan pendapt, mencurahkan perasaannya
mungkin juga ingin menyampaikan sesuatu amanat kepada pembaca.
Amanat itu ada kalanya dikemukakan secara tersurat, tetapi ada juga yang
dikemukakan secara tersirat.
5. Gaya Bahasa
Yang dimaksud gaya bahasa dalam puisi adalah gaya bahasa yang intensif
dan mampu memberi irama tersendiri dalam penulisan puisi, yang bersifat
konsentrasi dan intensifikasi.
6. Bunyi dan irama
Irama dalam puisi adalah gerakan biasa yang sederhana, seperti yang
terjadi pada ombak-ombak lautan atau hati insan.
Itulah unsur-unsur puisi yang biasa mengantar imajinasi pembaca untuk
melakukan batasan-batasan tertentu dalam memaknai sebuah puisi.
2.1.1.4 Membaca Puisi dan Unsur Penilaiannya
Menilai dan menentukan suatu pembacaan puisi yang baik perlu
memperhatikan berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut menurut Ali (dalam
Faisal 2010:9-5) meliputi aspek interpretasi dan presentasi. Interpretasi
meliputi: visi, arikulasi, dan intonasi, sedang presentasi meliputi: vokal,
gesture atau gerak, tekanan, volume suara, ekspresi mimik. Sedangkan
menurut Aminudin (2004:12) bahwa aspek-aspek yang diperhatikan dalam
menilai suatu pembacaan puisi adalah (1) aspek pemahaman dan penghayatan
tentang makna, suasana penuturan, sikap pengarang, dan intensi pengarang, (2)
aspek pemaparan yang meliputi: kualitas ujaran, tempo, durasi, pelafalan,
ekspresi wajah, kelenturan tubuh, dan konversasi.
Sasaran penilaian membaca puisi di atas adalah untuk orang dewasa.
Yang diperlukan adalah aspek penilaian untuk keperluan membaca puisi siswa
usia Sekolah Dasar. Namun demikian, aspek penilaian di atas tetap dijadikan
acuan, hanya saja mengalami penyederhanaan.
Menurut Faisal (2010:9-5) penilaian membaca puisi untuk keperluan
siswa usia sekolah dasar adalah terdiri atas 5 aspek yaitu sebagai berikut.
a. Pelafalan
Pelafalan yang dimaksud adalah pelafalan bunyi vokal, konsonan secara
tepat misalnya makan tidak diucapkan makang tetapi makan, kiri tidak
dilafalkan keri tetapi kiri.
b. Intonasi
Intonasi yang dimaksud kaitannya dengan membaca puisi bukan hanya
berkatian dengan aspek panjang pendeknya suara (tempo), tinggi rendahnya
suara (nada) melainkan juga termasuk keras lembutnya suara (tekanan) dan
perhatian suara siswa (jeda) pada saat membaca larik atau bait puisi.
Keseluruhan aspek tersebut tentu nampak secara keseluruhan sebagai suatu
komponen yang saling berhubungan secara utuh.
c. Ekspresi Wajah (mimik)
Mimik adalah perubahan raut wajah sesuai konteks makna dan suasana
puisi atau prosa yang dibaca. Penampakan mimik yang tepat merupakan
cerminan dari tingkat pemahaman dan penghayatan makna dan suasana
penuturan, dan sikap pengarang karya sastra tersebut.
d. Gestur (kelenturan tubuh)
Yakni kemampuan pembaca menguasai anggota tubuh dalam
menggerakkannya secara lentur, refleks namun kelihatan wajar dan alamiah
sebagai sarana penunjang.
e. Konversasi
Pembaca puisi dihadapan khalayak penonoton secara langsung menurut
Amiruddin (dalam Faisal 2010:9-7) pada hakikatnya sedang berkomunikasi
dengan penikmat itu sendiri. Olehnya itu, pembaca puisi selayaknya
memperhatikan sikap yang dapat menumbuhkan suasana simpatik dan
keakraban antara dirinya dengan khalayak penonton, misalnya penciptaan
kontak lewat pandangan mata, pengaturan posisi tubuh, pengaturan gerak-gerik
tubuh secara wajar.
2.1.3 Hakikat Syair Lagu
2.1.3.1 Pengertian Syair Lagu
Syair adalah salah satu jenis puisi lama. Ia berasal dari Persia (sekarang
Iran) dan telah dibawa masuk ke Nusantara bersama-sama dengan kedatangan
Islam. Kata syair berasal dari bahasa Arab Syu’ur yang berarti perasaan. Kata
syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru yang berarti puisi dalam pengertian
umum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:758) syair didefinisikan
sebagai puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat larik (baris) yang
berakhir dengan bunyi yang sama. Syair dalam kesusastraan Melayu merujuk
pada pengertian puisi secara umum. Akan tetapi, dalam perkembangannya
syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga syair di desain
sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi.
Pada perkembangannya bahasa puisi diapresiasikan oleh sarana
kesenian salah satunya lirik lagu dalam seni musik. Seni musik yang awalnya
merupakan kegiatan mengolah nada dan irama untuk menghasilkan komposisi
suara yang harmonis (instrumentalia) memerlukan media bahasa untuk
menyampaikan ide dan gagasan. Maka hal inilah yang melatari kehadiran lirik
dalam suatu lagu.
Bahasa lirik lagu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bahasa puisi.
Hal ini sesuai dengan definisi lirik lagu yang terdapat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008:435), yaitu lirik lagu adalah karya sastra puisi yang
berisi curahan perasaan pribadi yang dinyanyikan. Bentuk ekspresi emotif
tersebut diwujudkan dalam bunyi dan kata.
2.1.3.2 Teknik Dasar Membaca Puisi Melalui Syair Lagu
Berikut ini teknik dasar yang dapat di praktikkan untuk berlatih
membaca puisi melalui syair lagu:
1. Kenali dulu gaya atau jenis puisi tersebut. Misalnya, puisi yang berisi
perjuangan nantinya harus dibawakan dengan gaya semangat. Adapun jika
puisi tersebut berisi hal yang penuh nilai-nilai religius dapat dibawakan
dengan suasana syahdu.
2. Hayati dan pahami isi puisi dengan interpretasi sendiri. Hal ini akan
membantu pembaca merasakan bahwa puisi yang dibawakan nantinya
akan menyatu dengan sanubari sendiri.
3. Selanjutnya, membaca secara berulang-ulang isi puisi tersebut. Mulanya,
mungkin bisa membacanya dalam hati kemudian mengucapkan secara
bergumam. Selama menghayati dengan membaca berulang-ulang,
janganlah terpengaruh oleh suasana sekeliling. Tanamkanlah dalam diri
pembaca bisa masuk dalam isi dunia puisi tersebut. Dengan begitu,
pembaca akan menyatu dengan keseluruhan bait puisi dan makna di
dalamnya secara penuh.
4. Lakukanlah latihan membaca puisi dengan berulang-ulang. Sebelumnya,
pembaca dapat memberi tanda intonasi, tekanan, atau nada pada puisi yang
akan dibacakan.
Hal ini nantinya akan membantu pembaca dalam membaca isi puisi dengan
pembawaan sepenuh hati. Sebagai langkah awal, lakukanlah latihan di depan
cermin. Dalam hal ini, pembaca sekaligus dapat menilai gestur serta mimik
sendiri. Selanjutnya, pembaca dapat mempraktikkan pembacaan puisi di
hadapan teman atau keluarga.
2.1.3.3 Langkah – Langkah Membaca Puisi Melalui Syair Lagu
Berikut ini pelaksanaan pembelajaran membaca puisi melalui syair
lagu:
1) Guru memperkenalkan topik pelajaran
2) Guru memberikan penjelasan tentang isi puisi yang akan dibacakan
berdasarkan tekniknya seperti lafal, intonasi dan ekspresi.
3) Guru memberikan contoh / mendemonstrasikan cara membaca puisi di
depan kelas dengan menggunakan lafal, intonasi dan ekspresi yang benar.
4) Guru membimbing siswa satu persatu untuk membaca puisi di depan kelas.
5) Bagi siswa yang belum mampu membaca puisi sesuai tekniknya diberikan
kesempatan untuk latihan kembali membaca puisi dengan bimbingan guru.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan membaca puisi
untuk siswa SD sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu
diantaranya;
Hermawan Wibowo (2010) dalam Skripsinya yang berjudul
Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Dengan Media Lagu Pada Siswa
Kelas V SD Negeri Tambakboyo I Mantingan Ngawi. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa; terjadi peningkatan kemampuan menulis puisi melalui
media lagu mulai dari siklus I ke siklus II, hal ini berdasarkan data siswa yang
belum mampu menulis puisi pada siklus I terjadi peningkatan dari 20%
menjadi 80% pada siklus II, terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum
dan sesudah dilakukannya tindakan. Sehingga terjadi peningkatan kemampuan
menulis puisi siswa melalui media lagu. Untuk itu disarankan kepada guru SD
untuk dapat menerapkan media lagu dalam pembelajaran sastra Indonesia
khususnya menulis puisi, karena lagu dapat digunakan untuk menciptakan
suasana yang nyaman dan memberikan sugesti yang merangsang
berkembangnya imajinasi siswa.
Handayani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul: Peningkatan
Keterampilan Membaca Puisi dengan Pendekatan Metode Demonstrasi di
Sekolah Dasar menyimpulkan bahwa Pendakatan metode demonstrasi yang
didukung penampilan model dapat meningkatkan keterampilan membaca puisi,
sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran membaca
puisi. Pendekatan metode demontrasi tidak hanya mendukung peningkatan
keterampilan membaca puisi dengan hanya menirukan model, tetapi dapat
meningkatkan kreatifitas sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Penelitian di
atas membahas tentang kemampuan menulis puisi dan keterampilan membaca
puisi melalui lagu, sementara penelitian ini memfokuskan penelitian pada
peningkatan kemampuan siswa membaca puisi melalui syair lagu.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan dalam
penelitian ini, maka hipotesis tindakan penelitian adalah ―Jika guru
menggunakan syair lagu, maka kemampuan siswa kelas V SDN 6 Limboto
Kecamatan Limboto dalam membaca puisi akan meningkat‖.
2.4 Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila kemampuan
siswa kelas V SDN 6 Limboto Kabupaten Gorontalo dalam membaca puisi
melalui syair lagu dapat meningkat menjadi 76% dari jumlah siswa yang
berada di kelas atau 19 siswa dari 25 siswa dengan kategori baik sesuai
dengan aspek yang diamati melalui proses pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya membaca puisi, dengan nilai ketuntasan secara klasikal 70.