bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan …thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2012-1-00218-mn...

25
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Performance Appraisal (Penilaian Kinerja) 2.1.1.1 Pengertian Performance Appraisal (Penilaian Kinerja) Penilaian kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator- indikator input, output, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi output atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan atau program yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi perusahaan. Menurut Byras dan Rue (2006, p223) penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan dan menyusun rencana pengembangan kepada para karyawan itu sendiri. Saat dilakukan secara tepat, penilaian kinerja tidak hanya memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka berkinerja tetapi juga memengaruhi tingkat usaha dan arahan tugas mereka di masa depan. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006, p382), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada

Upload: vankhanh

Post on 05-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Performance Appraisal (Penilaian Kinerja)

2.1.1.1 Pengertian Performance Appraisal (Penilaian Kinerja)

Penilaian kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan

didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-

indikator input, output, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak

terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi output atau

penilaian dalam proses penyusunan kebijakan atau program yang dianggap

penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Penilaian

kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan

pelaksanan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam

rangka mewujudkan visi dan misi perusahaan.

Menurut Byras dan Rue (2006, p223) penilaian kinerja adalah proses

mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan

dan menyusun rencana pengembangan kepada para karyawan itu sendiri. Saat

dilakukan secara tepat, penilaian kinerja tidak hanya memungkinkan karyawan

mengetahui seberapa baik mereka berkinerja tetapi juga memengaruhi tingkat

usaha dan arahan tugas mereka di masa depan. Sedangkan menurut Mathis dan

Jackson (2006, p382), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik

karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan

seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada

10

karyawan. Penilaian kinerja juga disebut sebagai evaluasi karyawan, tinjauan

kinerja, dan penilaian hasil. Jadi, penilaian kinerja adalah proses pengevaluasian

kinerja, penyusunan rencana pengembangan, dan pengomunikasian hasil proses

tersebut kepada karyawan itu sendiri.

Penilaian kinerja atau performance appraisal dalam rangka pengembangan

sumber daya manusia di dalam perusahaan sangat penting. Hal ini mengingatkan

bahwa dalam kehidupan organisasi setiap orang ingin mendapatkan penghargaan

dan perlakuan yang adil dari pemimpin perusahaan. Penilaian kinerja juga dapat

dipakai untuk mengetahui apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan jadwal

dan waktu yang ditentukan.

Menurut Atiomo yang dikutip Chris Obisi (2011) performance appraisal

adalah sistem yang dapat mendukung organisasi dengan tujuan bukan hanya untuk

mengidentifikasi level kinerja tetapi juga area dari level kinerja tersebut yang

butuh dikembangkan bagi para human resource. Menurut Atimo yang dikutip

Chris Obisi (2011), setiap perusahaan seharusnya dapat meyakinkan setiap

individu agar dapat mengetahui apa fungsi serta tanggung jawab yang dimilikinya

untuk dapat membuat performance appraisal berjalan dengan efektif.

Menurut Sirait (2006, p128) penilaian kinerja adalah proses evaluasi prestasi

atau unjuk kerja pegawai yang dilakukan oleh organisasi. Sedangkan menurut

Veithzal (2004, p309) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan

kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang.

Melalui kegiatan ini, para manajer atau supervisor bisa memperoleh data

tentang bagaimana pegawai bekerja. Jika prestasi karyawan masih di bawah

11

standar, maka harus segera diperbaiki. Sebaliknya jika prestasi kerjanya sudah

baik, perilaku tersebut harus diberi penguat supaya pegawai tersebut menampilkan

kembali prestasi kerja yang dapat meningkatkan jenjang karir karyawan tersebut.

Dessler (Sirait, 2006, p129), menyebutkan beberapa alasan pentingnya

penilaian kinerja, yaitu:

1. Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji,

2. Memberikan peluang kepada karyawan itu sendiri serta supervisor untuk

meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

3. Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karir.

Perusahaan memiliki kewajiban untuk memanfaatkan karyawan yang

dimilikinya semaksimal mungkin agar kemampuan karyawan serta memberikan

kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan menyadari potensi yang dimiliki

serta pengembangan karirnya. Kecenderungan ini membuat perusahaan untuk

melaksanakan proses perencanaan dan pengembangan karir.

Perencanaan dan pengembangan karir adalah proses di mana seseorang

menjadi tahu kompetensi apa yang dimiliki yang berkaitan dengan karir

(ketrampilan, minat, pengetahuan, motivasi) yang berhubungan dengan

pencapaian karirnya.

2.1.1.2 Kriteria Performance Appraisal

Ada tiga macam kriteria yang paling sering digunakan dalam menilai

kinerja karyawan, yaitu hasil kerja individu, perilaku dan traits.

12

1. Hasil Kerja Individu

Jika hasil kerja adalah aspek kerja yang diutamakan pada jabatan tersebut,

maka hasil kerja individu dapat dijadikan kriteria penilaian.

2. Perilaku

Pada banyak jabatan, sulit menentukan keluaran tertentu yang dapat

dijadikan kriteria penilaian. Pada jabatan semacam ini, pihak manajemen

dapat menggunakan perilaku sebagai kriteria penilaian. Sebab, perilaku

merupakan faktor penentu efektivitas kerja karyawan. Perilaku yang

dinilai tidak selalu perilaku yang secara langsung berkaitan dengan

produktivitas. Yang penting perilaku tersebut mebantu efektivitas kerja

organisasi.

3. Traits

Traits adalah karakterisitk individu yang sering tampil dan

menggambarkan tingkah laku individu. Traits adalah kriteria penilaian

yang paling lemah karena dari ketiga kriteria yang ada, traits adalah yang

paling jauh dari performa individu yang sebenarnya. Sifat yang “baik”

atau “dapat diharapkan” adalah kriteria yang tidak terkait dengan performa

kerja. Di dalam interaksi sosial sifat-sifat semacam ini cenderung untuk

diperhatikan orang lain, termasuk oleh atasan langsung.

Untuk memilih kriteria dalam penilaian kinerja, dimensi-dimenasi yang

menjadi kriteria haruslah dimensi yang benar-benar penting pada jabatan tersebut.

13

Sehingga yang menjadi dasar untuk menentukan dimensi yang akan diukur adalah

melalui analisa jabatan.

2.1.1.3 Metode Penilaian Kerja

Metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah

dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan

(Mathis dan Jackson, 2006, p392-399).

1. Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu

Metode penilaian kinerja yang berorientasi masa lalu (past oriented

evaluation methods) dilakukan berdasarkan masa lalu. Dengan

mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh

umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa

mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian

ini adalah sebagai berikut:

a. Skala peringkat (rating scale)

Penilaian prestasi di mana para penilai diharuskan melakukan suatu

penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-

skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang

paling tinggi.

b. Daftar pertanyaan

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka

macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya

perlu memilih pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil

kerja karyawan.

14

c. Metode dengan pilihan terarah

Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk

mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian

dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan

deskriptif yang kelihatannya memiliki nilai yang sama.

d. Metode peristiwa kritis

Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang

dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat

baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan.

e. Metode catatan prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan oleh professional.

f. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku

Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan

untuk kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala

peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu.

g. Metode peninjauan lapangan

Penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal

prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi

tersebut.

15

h. Tes dan observasi prestasi kerja

Berdasarkan pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat

didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tertulis dan

peragaan, syaratnya tes harus valid dan reliabel.

2. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan

Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja

masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan

sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara pimpinan

dengan karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan

mencakup:

a. Penilaian diri sendiri (self appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan

sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal

kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga mampu

mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki

pada masa yang akan datang.

b. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective)

Manajemen berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di

mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan

atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di

waktu yang akan datang.

c. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO

(management by objective)

16

MBO digunakan untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan

keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

melalui konsultasi dengan atasan mereka. Keberhasilan dari penilaian

kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk

mendapatkan perbandingan hasil, ukuran, dan standar yang jelas,

selain penilaian harus bebas dari bias.

d. Penilaian dengan psikolog

Penilaian dengan menggunakan psikolog untuk melakukan penilaian

potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa lalu.

e. Pusat penilaian

Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang

tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat-pusat

penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe-tipe

evaluasi dan nilai-nilai ganda.

2.1.1.4 Subyek Yang Melakukan Penilaian

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik

kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut:

Supervisor menilai bawahan. Penilaian secara tradisional atas karyawan

didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling

memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil

(Mathis dan Jackson, 2006, p388).

17

Karyawan menilai atasan. Sejumlah perusahaan dimasa sekarang meminta para

karyawan untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer (Mathis dan

Jackson, 2006, p389).

Karyawan saling menilai karyawan lainnya. Penggunaan rekan kerja sebagai

penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu

ataupun sebaliknya (Mathis dan Jackson, 2006, p389).

Karyawan menilai diri sendiri . Menilai diri sendiri dapat diterpkan dalam

situasi-situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa

para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan

menetapkan tujuan untuk peningkatan (Mathis dan Jackson, 2006, p390).

Adapun metode penilaian yang dapat memungkinkan seseorang dinilai dari

tidak hanya satu arah namun dapat dari berbagai macam arah atau multisumber

yaitu metode penilaian 360° feedback.

2.1.2 Metode Penilaian Kinerja 360°

2.1.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja 360°

Penilaian 360° merupakan proses penilaian dengan atasan, bawah, dan rekan

kerja, dan diri sendiri. Dengan menggunakan proses penilaian kinerja 360°,

seluruh personel perusahaan bertanggung jawab menilai kinerja karyawan. Setiap

karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas di hadapan atasan,

bawahan, rekan kerja, dan bahkan diri sendiri. Karyawan mendapatkan feedback

atau umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari diri sendiri dalam

mengevaluasi kontribusi kepada perusahaan. Melalui feedback karyawan dapat

meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

18

Menurut Cumming & Worley yang dikutip oleh Arini Widyowati (2010)

penilaian kinerja 360° feedback yaitu instrumen yang digunakan untuk mengukur

perilaku kerja karyawan berdasarkan evaluasi dari dua atau lebih sumber, seperti

manajer, rekan kerja atau bawahan. Beehr, dkk yang dikutip oleh Arini

Widyowati (2010) menyatakan bahkan 360° feedback dapat melibatkan pihak luar

seperti pelanggan.

Dengan menggunakan banyak sumber dalam menilai, perusahaan dapat

melihat perilaku karyawan dari sudut pandang yang berbeda-beda dan informasi

yang terkumpul akan lebih menggambarkan kinerja karyawan secara luas.

Salah satu prinsip yang harus dipegang dalam pelaksanaan proses 360°

feedback adalah kerahasiaan identitas penilai. Prinsip anonimitas ini akan

membawa kenyamanan dan keamanan bagi penilai dalam memberikan penilaian,

sehingga kualitas penelitian dapat terjaga dan proses penilaian menjadi berarti

serta tidak sia-sia.

Dalam metode penilaian 360° feedback, manajer tidak lagi menjadi sumber

tunggal dari informasi penilaian kinerja. Berbagai rekan kerja dapat memberikan

feedback mengenai karyawan kepada manajer. Hal ini memungkinkan manajer

untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi, manajer tetap menjadi

titik pusat dalam dalam menerima feedback. Jadi, presepsi manajer mengenai

kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut (Mathis dan

Jackson, 2006).

Penilaian 360° feedback ini disebut juga multi-rater assesment. Dalam

penilaian ini, manajer, rekan kerja, ataupun kolega diminta untuk menyelesaikan

19

kuesioner tentang karyawan yang dinilai. Departemen sumber daya manusia

menyediakan hasilnya bagi karyawan (Byras dan Rue, 2006, p225).

Metode penilaian 360° feedback memiliki dampak positif serta negatif yang

dihasilkan yaitu, dampak positif yang didapat dari metode penilaian 360°

feedback yang di lakukan secara rutin adalah:

• Memperoleh feedback dari berbagai sumber, yang tentu akan lebih objektif

dibandingkan jika umpan baliknya hanya berasal dari diri sendiri.

• Mengurangi risiko terjadinya diskriminasi dan efek-efek pribadi dalam

penilaian kinerja.

• Mengembangkan kerja sama yang erat di kalangan anggota tim, mengingat

bahwa mereka cenderung lebih mau bertanggung jawab terhadap perilaku

mereka satu sama lain ketika mengetahui bahwa mereka harus saling

menyampaikan masukan mengenai kinerja rekan satu tim mereka itu.

• Memahami kebutuhan pengembangan perorangan maupun organisasi.

• Menyediakan informasi yang tepat mengenai apa yang harus dilakukan

untuk meningkatkan karir.

Walaupun demikian, metode penilaian 3600 sendiri bukannya tidak

memiliki sisi negatif yang pada akhirnya melemahkan efektivitasnya:

• Karena biasanya dilakukan secara anonim, karyawan yang memperoleh

penilaian tidak bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang

melatarbelakangi penilaian tersebut. Dalam situasi seperti ini, penerimaan

terhadap hasil penilaian tentu cenderung menurun.

20

• Karena dilakukan oleh para penilai yang kurang berpengalaman dan

kurang terlatih, akurasi hasil penilaian ini cenderung meragukan. Apa yang

terjadi kemudian adalah kenaikan nilai atau sebaliknya penurunan nilai.

• Karena dilakukan oleh banyak penilai, tidak jarang hasil penilaian yang

diperoleh justru saling bertentangan tanpa bisa ditentukan penilaian siapa

yang sebenarnya lebih akurat (Vinson, 1996).

• Berbeda dengan penilaian kinerja konvensional yang hanya membutuhkan

dua penilai dan satu formulir, metode ini mempersyaratkan adanya beberapa

penilai dengan sejumlah formulir. Konsekuensinya, untuk menerapkan

penilaian 3600, diperlukan lebih banyak waktu.

2.1.2.2 Penilaian Kinerja Tradisional vs Penilaian Kinerja 360° Feedback

Metode penilaian kinerja yang sering digunakan saat ini adalah metode

tradisional. Metode tradisional mewajibkan atasan untuk menilai kinerja bawahan.

Menurut Robbins (2005), 360° feedback adalah suatu pendekatan terkini untuk

mengevaluasi kinerja. Metode ini adalah metode yang memberikan kesempatan

kepada “lingkaran penuh” di sekitar individu yang akan dinilai, untuk

memberikan penilaian. ”lingkaran penuh” tersebut meliputi atasan, bawahan,

rekan kerja, dan diri sendiri. Ivancevich (2001) menambahkan bahwa 360°

feedback adalah sebuah pendekatan penilaian kinerja karyawan yang melibatkan

multi-source atau multi sumber yang terdiri dari diri sendiri dan orang lain

(atasan, rekan kerja, dan bawahan).

Bagaimanapun juga, penilaian kinerja menggunakan 360° feedback dianggap

sebagai penilaian kinerja yang efektif bagi perusahaan karena didasarkan pada

21

penilaian multi-source atau multi sumber sehingga lebih besifat obyektif dan

meminimalkan bias. Untuk lebih jelasnya, perbedaan antara penilaian kinerja

tradisional dan penilaian 360° feedback diringkas dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tradisional Feedback vs 360° Feedback

No. Keterangan Tradisional 360° Feedback

1. Fokus Penilaian Penilaian manajemen Penilaian manajemen

2. Proses Feedback Kerjasama

antar manajemen

Dilakukan secara

bersama antar

manajemen dan

karyawan

3. Sumber Feedback Atasan Berbagai sumber

(atasan, bawahan,

rekan kerja, dan diri

sendiri)

4. Sifat Penilaian Subyektif Obyektif

5. Tujuan Penilaian Evaluasi Pengembangan

Sumber: Penulis 2012

2.1.2.3 Faktor-faktor Metode Penilaian 360° Feedback

Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur penilaian 360° feedback adalah

a. Berorientasi pada tindakan, yaitu berpikir cepat dan bertindak

terhadap suatu keadaan untuk menghasilkan solusi permasalahan

yang baik dan efektif. Sikap ini terkadang dikaitkan dengan

seberapa responsif seseorang terhadap keadaan, dan seberapa cepat

22

untuk mengambil tindakan serta bertindak bila ada peluang waktu

yang tepat.

b. Naluri bisnis, naluri yang dibutuhkan adalah bagaimana pemimpin

dapat mengamati lingkungan bisnis terhadap ancaman didalam

lingkungan bisnis.

c. Kemampuan memberikan perintah, kemampuan seorang pemimpin

dalam mengatur bawahannya agar tetap bersama-sama mencapai

suatu tujuan serta menetapkan bagaimana standar kinerja didalam

perusahaan.

d. Mengelola visi dan tujuan, kemampuan pemimpin dalam

mengelola visi perusahaan dan membuat karyawan bekerja dengan

lebih baik lagi agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

e. Memberikan motivasi dan inspirasi bagi orang lain, bagaimana

karyawan atau pemimpin dapat menjadi panutan bagi orang lain

dan memberikan inspirasi serta memberi pengetahuan kepada

orang lain.

f. Berfokus pada organisasi, fokus terhadap kepentingan organisasi

dan memprioritaskan pekerjaan.

g. Pemecahan masalah dan kualitas keputusan, pemecahan masalah

dilakukan dengan tepat dan efektif agar permasalahan tersebut

ditemukan solusinya. Kualitas keputusan dapat dicapai dengan cara

23

menganalisa dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang

ada dalam keputusan tersebut.

h. Berorientasi pada hasil, berorientasi terhadap bagaimana cara

perusahaan dapat mencapai tujuannya tanpa melebihi batas

anggaran serta memaksimalkan pengerjaan tugas-tugas dengan

baik, sehingga mendapatkan hasil yang baik pula.

i. Berpikir strategis, berpikir strategis berupa proses bagaimana fokus

terhadap tujuang-tujuan yang harus dicapai sesuai dengan

kesadaran waktu akan pencapaian tujuan tersebut.

2.1.3 Feedback (Umpan Balik)

2.1.3.1 Pengertian Feedback (Umpan Balik)

Umpan balik adalah suatu proses dengan hasil atau akibat dari suatu respon

untuk mengontrolnya. Feedback (umpan balik) adalah infromasi yang berkenaan

dengan kemampuan karyawan guna lebih meningkatkan kemampuan yang

dimiliki oleh karyawan, baik dalam konteks pekerjaan maupun kepribadian.

Infromasi yang dimaksud adalah berkaitan dengan apa yang sudah dilakukan,

bagaimana hasilnya, dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.

2.1.3.2 Manfaat dan Fungsi Feedback (Umpan Balik)

Fungsi feedback adalah memberikan motivasi, reinforcement (penguatan) atau

punishment (hukuman). Dengan diperolehnya gambaran yang kongkrit perihal

kemampuan yang dimiliki oleh seroang karyawan satu dibandingkandengan

karyawan lainnya, maka hal itu akan dapat memacu karyawan lainnya untuk

berbuat yang lebih baik dari yang sudah dilakukannya. Dengan kata lain,

24

gambaran kemampuan yang dimiliki seorang karyawan akan terlihat saat adanya

feedback yang terlihat sehingga akan mendorong karyawan untuk berbuat lebih

baik lagi. Reinforcement maksudnya adalah pemberian penguatan atas kejadian

atau aktivitas yang telah dilaksanakan sehingga aktivitas tersebut mampu

dipertahkan atau memberikan respons yang serupa dan pada aktivitas berikutnya

dapat meningkat lagi.

Umpan balik kinerja atau performance feedback akan menjadi suatu alat ukur

yang handal apabila di gunakan dengan efektif (Laksmi Sito, dkk, 2009).

2.1.4 Service Level Agreement

2.1.4.1 Pengertian Service Level Agreement

Service level agreement adalah kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna

jasa mengenai tingkat (mutu) layanan. Suatu konsep Service level agreement yang

bagus sekaligus dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang baik pula bagi

perusahaan dengan para pelanggan dalam menangani harapan masing-masing

pihak. Service level agreement merupakan suatu kesepakatan yang telah

disepakati oleh kedua pihak, bukan suatu kontrak.

2.1.5 Kepuasan Kerja

2.1.5.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.

Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan

sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan

dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya

terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan

25

karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan

karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dipekerjaannya,

maka kedisiplinan karyawan rendah.

Hasibuan (2007, p202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah

sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini

dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.

Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009, p856) mengemukakan bahwa

kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas

perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

Menurut Robbins yang dikutip oleh Wibowo (2006, p299) menyatakan bahwa

kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang

menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan

jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

Siagian (2006, p295) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara

pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang

pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis

kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai

otonomi atau bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam

keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil

pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas.

Menurut Meyer et al yang dikutip oleh Roger J. Best (2008) faktor utama dari

kepuasan karyawan adalah kompensasi dan keuntungan atau tunjangan yang

diberikan perusahaan.

26

Bentuk program pengenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya

seseorang sebagai anggota kelompok kerja. Situasi lingkungan berbuntut pada

tingkat kepuasan kerja yang tinggi, pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan

kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuassan kerja dikaitkan dengan

prestasi kerja, dan besar kecilnya organisasi.

2.1.5.2 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Munandar A.S (2006, p362), banyak faktor yang telah diteliti

sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja, yaitu:

1. Ciri-ciri instrinsik pekerjaan

Menurut Locke dalam Munandar A.S (2006, p357), ciri-ciri intrinsik

dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman,

kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap

metode kerja, kemajemukan dan kreativitas. Ada satu unsur yang dapat

dijumpai pada ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan diatas, yaitu tingkat

tantangan mental. Konsep dari tantangan yang sesuai merupakan konsep

yang penting. Pekerjaan yang menuntut kecakapan lebih tinggi daripada

yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi tidak dapat dipenuhi

tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan akhirnya ketidakpuasan

kerja.

2. Gaji penghasilan, Imbalan yang dirasakan adil (Equitable reward)

Theriault dalam Munandar A.S (2006, p360), kepuasan kerja merupakan

fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji

memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan.

3. Penyeliaan

27

Locke dalam Munandar A.S (2006, p361) memberikan kerangka kerja

teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Ia

memperkenalkan dua jenis dari hubungan atasan-bawah; pertama,

hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional

mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk

memuaskan nilai-nilai yang menantang penting bagi tenaga kerja.

Kedua, hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi

yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

4. Rekan-rekan sejawat yang menunjang

Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai

satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-

kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan

aktualisasi diri) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi

kerja mereka.

5. Kondisi kerja yang menunjang

Kondisi kerja harus memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi, dalam

kondisi kerja seperti kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan

memuaskan tenaga kerja.

28

2.1.5.3 Teori Kepuasan Kerja

Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005), menyatakan bahwa teori-teori

tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam teori, yaitu:

1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam (1963). Prinsip teori ini adalah

orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan

adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi, diperoleh dengan cara

membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun

di tempat lain.

2. Teori Perbedaan ( Differences Person )

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang menyatakan bahwa

kepuasan kerja seseorang dapat dilihat dengan menghitung selisih antara apa

yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how

much of something there should be and how much there is now). Artinya

orang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan dengan persepsinya

atas kenyataan, karena batas minimum telah tercapai.

3. Teori Pemenuhan Kebutuhan ( Need Fulfillment Theory )

Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau

tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia

mendapatkan apa yang dibutuhkannya, makin besar kebutuhan pegawai

terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila

kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.

29

4. Teori dua faktor (The Two Factor Theory) dari Herzberg

Teori ini menyatakan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan

dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah:

a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara

lain adalah faktor prestasi, faktor pengakuan atau penghargaan, faktor

tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan

dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri.

b. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja (hygiene factors). Faktor ini

dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, kondisi kerja,

kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi dalam perusahaan.

2.1.5.4 Pengaruh Karyawan Yang Tidak Puas Dan Puas Di Tempat Kerja

Menurut Robbins & Judge (2009,p110), ada konsekuensi ketika karyawan

menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak

menyukai pekerjaan mereka. Konsekuensi didefinisikan daam empat respon

yakni:

a. Keluar, perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk

mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

b. Aspirasi, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi

termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasn,

dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

c. Kesetiaan, secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi,

termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman

30

eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan

“hal yang benar”.

d. Pengabdian, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,

termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus,

kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu

Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelurusuran lebih lanjut

dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis. Berikut ini adalah penelitian terdahulu :

1. Penelitian oleh Arini Widyowati (2010) yang berjudul “Penilaian Kinerja

360 Derajat Sebagai Usaha Meningkatkan Persepsi Positif Terhadap

Keadilan Prosedural Penilaian Kinerja”. Berdasarkan penelitian ini bahwa

pengaruh penilaian kinerja 360 derajat terhadap keadilan prosedural

penilaian kinerja berpengaruh positif dan signifikan artinya keadilan

prosedural dalam penilaian kinerja secara signifikan meningkat setelah

diberikannya penilaian kinerja 360 derajat.

2. Penelitian oleh Laksmi Sito Dwi Irvianti, dkk (2009) yang berjudul

“Analisa Penerapan Sistem Penilaian Kinerja Dengan Metode 360

Feedback Dan Hubungannya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

PT.’X’”. Dalam penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan dan

positif antara variabel penerapan sistem penilaian kinerja dengan metode

360 feedback terhadap kepuasan kerja.

31

2.3 Kerangka Pemikiran

H1

H3

H2

Keterangan :

X1= variabel performance appraisal

X2= variable metode penilaian 360⁰ feedback

Y= kepuasan kerja

2.3 Hipotesis

Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan hipotesis

atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan

sebagai berikut:

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:

Performance appraisal

(X1)

Metode Penilaian 360⁰

Feedback (X2)

Kepuasan Kerja

(Y)

32

Untuk T-1:

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal

terhadap kepuasan kerja karyawan

Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal terhadap

kepuasan kerja karyawan

Untuk T-2:

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penilaian

360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan

Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penilaian 360⁰

feedback terhadap kepuasan kerja karyawan

Untuk T-3:

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal dan

penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan

Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara performance appraisal dan

penerapan metode penilaian 360⁰ feedback terhadap kepuasan kerja karyawan