bab ii kajian pustaka dan teori 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/40944/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
32
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan ataupun referensi bagi
peneliti dalam melakukan penelitian. Dengan adanya penelitian terdahulu
dapat memperkaya teori maupun permasalahan-permasalah dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Peneliti mengangkat beberapa
penelitian terdahalu yang mengkaji terkait tema yang dilakukan
peneliti/penulis. Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan penulis dalam
melakukan penelitian, antara lain :
1. Penelitian terdahulu yang pertama yaitu, skripsi dari Muhammad Al
Imran (2014) yang berjudul “Efektivitas Kinerja Badan Narkotika
Nasional Provinsi Sulawesi Selatan dalam Upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Narkotika Dikalangan Remaja Kota Makassar”.
Penelitian ini bertujuan untuk mngetahui efektivitas pelaksanaa kinerja
kerja Badan Nrkotika Nasionla Provinsi Sulawesi Selatan dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan narkotika dikalangan remaja Kota
Makassar dan juga untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan kinerja Badan Narkotika
Nasional Provinsi Sulawesi Selatan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hingga tahun 2014 ini pelbagai
kegiatan yang telah dilaksanakan berkaitan dengan upaya program
Pncegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Nrkotika (P4GN), antara lain diseminasi informasi melalui media cetak,
33
media elektronik, dan media luar ruang; pembentukan dan pelatihan
kader anti narkoba; dalam upya P4GN; pemetaan jaringan; pmetaan
jaringan peredaran narkotika; pnyelidikan, penangkapan dan penyidikan
kasus nrkotika; penyitaan aset sindikat kjahatan narkotika. Begitu juga
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaa kinerja
pencegahan dan pemberantasan narkotika, yaitu terdiri dari faktor
hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas dalam
penegakan hukum, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
2. Penelitian terdahulu yang selanjutnya, yaitu jurnal dari Johansyah
(2015) yang berjudul “Peran Badan Narkotika Kabupaten (BNK) dalam
Mencegah dan Memberantas Peredaran Narkoba di Kecamatan
Bengalon Kabupaten Kutai Timur”. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Johansyah, bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan
Peran Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Dalam Mencegah Dan
Memberantas Peredaran Narkoba Di Kecamatan Bengalon Kabupaten
Kutai Timur.
Hasil dari penelitian ini diperoleh gambaran secara keseluruhan
mengenai peran Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Kabupaten Kutai
Timur dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan peredaran
narkoban sangat baik karena dalam hal pencegahan mereka sudah
melakukan dengan baik akan kurang maksimal dengan adanya kendala
pendanaan dari Pemerintahan, begitu juga dengan hal pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dilakukan dengan baik
yang dimana BNK dan Kepolisian sudah menangani kasus-kasus yang
34
ada di Kabupaten Kutai Timur. Selain itu masyarakat dapat membantu
kegiatan yang dilakukan oleh BNK dan Kepolisian dan memberikan
informasi tentang peredaran narkoba di Kabupaten Kutai Timur.
3. Penelitian terdahulu yang kegita, yaitu jurnal dari Tri Wulandari (2016)
yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
Pada Kalangan Pelajar di BNNP DIY”. Dalam penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN)
pada kalangan pelajar di BNN Provinsi DIY.
Hasil dari penelitian ini, yaitu mengenai implementasi kebijakan P4GN
di BNNP DIY meliputi tahap interpretasi, pengorganisasian dan
aplikasi. Hal ini ditunjukkan dengan BNNP DIY menyusun rencana
strategis dan rencana kerja anggaran. Hasil interpretasi, program dengan
sasaran kalangan pelajar adalah diseminasi informasi, advokasi,
pembentukan kader anti narkoba, dan pemberdayaan kader anti
narkoba. Dalam menjalankan kebijakan ini banyak memerlukan
dukungan ataupun kerjasama dengan berbagai elemen yang khsusnya
ada didalam lingkup pelajar Provinsi DIY.
35
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Temuan Relevansi
1. “Efektivitas
Kinerja Badan
Narkotika
Nasional Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam Upaya
Pencegahan dan
Pemberantasan
Narkotika
Dikalangan
Remaja Kota
Makassar”. Skripsi
Fakultas Hukum
Universitas
Hasanuddin
Makassar 2014.
Oleh: Muhammad
Al Imran
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
hingga tahun 2014 ini
pelbagai kegiatan
yang telah
dilaksanakan
berkaitan dengan
upaya program
Pencegahan dan
Pemberantasan
Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap
Narkotika (P4GN),
antara lain;
diseminasi informasi
melalui media cetak,
media elektronik, dan
media luar ruang;
pembentukan dan
pelatihan kader anti
narkoba; dalam
upaya P4GN;
Berkaitan dengan
penelitian tersebut
memiliki
kesamaan dalam
membahas
menganai
kebijakan P4GN
yang harus
dilakukan oleh
BNN, akan tetapi
ada beberapa
perbedaan yang
nantinya akan
dibahas oleh
peneliti yaitu
mengenai fungsi-
fungsi program
kerja dari setiap
seksi yang ada di
BNN dalam
menajalankan
kebijakan P4GN
tersebut. dalam
penelitian yang
dilakukan oleh
Muhammad Al
Imran
menganalisis dari
segi Hukum dan
tetntu itu beda
dengan penelitian
yang akan
dilakukan oleh
penulis yang
menganalisis dari
segi Sosiologi.
2. “Peran Badan
Narkotika
Kabupaten (BNK)
dalam Mencegah
dan Memberantas
Peredaran
Narkoba di
Hasil dari penelitian
ini diperoleh
gambaran secara
keseluruhan
mengenai peran
Badan Narkotika
Kabupaten (BNK)
Berkaitan dengan
penelitian dari
Johansyah, yaitu
memiliki
kesamaan
mengenai
pembahasan
36
Kecamatan
Bengalon
Kabupaten Kutai
Timur”.
eJournal Ilmu
Pemerintahan,
FISIP Universitas
Mulawarman
2015. Oleh:
Johansyah.
Kabupaten Kutai
Timur dalam
melakukan
pencegahan dan
pemberantasan
peredaran narkoban
sangat baik karena
dalam hal
pencegahan mereka
sudah melakukan
dengan baik akan
kurang maksimal
dengan adanya
kendala pendanaan
dari Pemerintahan,
begitu juga dengan
hal pemberantasan
penyalahgunaan dan
peredaran gelap
narkoba dilakukan
dengan baik yang
dimana BNK dan
Kepolisian sudah
menangani kasus-
kasus yang ada di
Kabupaten Kutai
Timur.
peran BNN
sedangkan yang
dilakukan oleh
penulis untuk
mengetahui
fungsi-fungsi
program kerja
dari setiap seksi
yang sama halnya
dengan peran
seksi-seksi yang
ada di BNN
dalam
melaksanakan
kebijkan P4GN.
Sedangkan
didalam
penelitian
Johansyah tidak
begitu menonjol
dalam membahas
kebijakan P4GN.
Tentu yang jadi
pembeda adalah
segi dalam
menganalisis
yang dimana
penelitian
Johansyah dari
segi Ilmu
Pemerintahan,
sedangkan dari
penulis dari
penelitian ini
yaitu dari segi
Sosiologi.
3. “Implementasi
Kebijakan
Pencegahan dan
Pemberantasan
Penyalahgunaan
dan Peredaran
Gelap Narkoba
(P4GN) Pada
Kalangan Pelajar
di BNNP DIY”.
Jurnal Filsafat dan
Sosiologi
Hasil dari penelitian
ini yaitu mengenai
implementasi
kebijakan P4GN di
BNNP DIY meliputi
tahap interpretasi,
pengorganisasian dan
aplikasi. Hal ini
ditunjukkan dengan
BNNP DIY
menyusun rencana
strategis dan rencana
Dalam penelitian
yang dilakukan
oleh Tri Wulndari
memiliki
kesamaan dalam
membahas
mengenai
implementasi
kebijkan P4GN,
akan tetapi dalam
hal ini Tri
Wulandari hanya
37
Pendidikan,
Kebijakan
Pendidikan,
Fakultas Ilmu
Pendidikan,
Universitas Negeri
Yogyakarta 2016.
Oleh: Tri
Wulandari
kerja anggaran. Hasil
interpretasi, program
dengan sasaran
kalangan pelajar
adalah diseminasi
informasi, advokasi,
pembentukan kader
anti narkoba, dan
pemberdayaan kader
anti narkoba. Dalam
menjalankan
kebijakan ini banyak
memerlukan
dukungan ataupun
kerjasama dengan
berbagai elemen
yang khsusnya ada
didalam lingkup
pelajar Provinsi DIY.
melihat kebijakan
ini berjalan pada
kalangan pelajar
dan tetntu tidak
sepenuhnya
melihat
keberfungsisan
dari setiap seksi
yang ada didalam
BNNP tersebut,
sedangkan
penelitian yang
akan dilakukan
oleh penulis yaitu,
mengenai
keberfungsian
setiap seksi dalam
menjalankan
kebijakn tersebut.
Mengapa
penelitian
terdahulu ini
berfokus pada
pelajar karena
menganalisis dari
segi Ilmu
Pendidikan,
sedangkan
penelitian yang
dilakukan oleh
penulis dari segi
Sosiologi.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Kebijakan P4GN
Menyikapi permasalahan Indonesia darurat narkoba, untuk
memperkuat UU yang telah ada kemudian dikeluarkannya
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tntang Pelaksana Kebijakan Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap Narkoba
38
Tahun 2011. Inpres ini dikeluarkan untuk memfokuskan
pencapaian "Indonesia Bebas Narkoba", diperlukan Kebijakan dan
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) sebagai bentuk komitmen
bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia. Dalam rangka melaksanakan kebijakan ini terdapat
empat (4) bidang, yaitu Bidang Pencegahan, Bidang Pemberdayaan
Masyrakat, Bidang Rehabilitasi, dan Bidang Pemberantasan
(Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2011:2-3)
Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 pelaksanaan
kebijakan ini, seperti yang dijelaskan diatas yaitu melalui bidang
yang sudah ditentukan, berikut tugas bidang dalam menjalankan
kebijakan P4GN:
1. Bidang Pencegahan, memfokuskan pada:
a. Upaya menjadikan pelajar pendidikan menengah dan
mahasiswa memilik pola pikir, sikap, dan terampil
menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba;
b. Upaya menjadkan para pekerja memiliki pola pikir,
sikap, dan terampil menolak penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba.
c. Upaya menjadikan masyarakat memiliki pola pikir,
sikap, dan terampil menolak penyalhgunaan dan
peredaran gelap narkoba.
2. Bidang Pemberdayaan Masyarakat, memfokuskan pada:
39
a. Upaya menciptakan lingkungan pendidikan menengah
dan kampus bebas dari penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba terutama ganja, shabu, ekstasi, dan
heroin;
b. Upaya menciptakan lingkungan kerja bebas dari
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terutama
ganja, shabu, ekstasi, dan heroin;
c. Upaya penyadaran dengan pemberdayaan di
masyarakat agar lingkungannya bebas dari
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
terutaman ganja, shabu, ekstasi, dan heroin;
d. Upaya penyadaran dan pemberdayaan masyarakat yang
berada di lokasi rawan narkoba agar lokasi itu bebas
dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
terutaman ganja, shabu, ekstasi, dan heroin;
3. Bidang Rehabilitasi, memfokuskan pada:
a. Upaya mengintensifkan Wajib Lapor Pecandu
Nrkotika;
b. Upaya memberikan pelayanan rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial kepada penyalahguna, korban
penyalahgunaan, dan pecandu narkoba;
c. Upaya pembangunan kapasitas lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial secara prioritas
berdasarkan kerawanan daerah penyalahgunaan;
40
d. Upaya pembinaan lanjut kepada mantan korban,
penyalahgunaan, dan pecandu narkoba
4. Bidang Pemberantasan, memfokuskan pada:
a. Upaya pengawasan ketat terhadap impor produksi,
distribusi, penggunaan (end user), ekspor, dan re-
ekspor bahan kimia prekusior dan penegakan hukum
terhadap jaringan tersangka yang melakukan
penyimpangan;
b. Upaya pengungkapan pabrikan gelap narkoba dan/atau
laboratorium rumahan dan jaringan sindikat yang
terlibat;
c. Upaya pengungkapan tindak pidana pencucian uang
yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika secara
tugas dan keras sesuai peraturan perundang-undangan;
d. Upaya penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, dan
peradilan jaringan sindikat narkoba baik dalam maupun
luar negeri secara sinergi;
e. Upaya penindakan yang tugas dan keras terhadap
aparat penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya
yang terlibat jaringan sindikat narkoba;
f. Upaya peningkatan kerjasama antar penegak hukum
untuk menghindari kesenjangan di lapangan;
g. Upaya kerjasama dengan aparat penegak hukum tingkat
internasional.
41
2.2.2 Arah Kebijakan P4GN
1. Menjadikan penduduk Kota Batu imun terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui
partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, pemerintah,
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), TNI, Polri se-Kota
Batu dengan menumbuhkan daya tolak terhadap narkoba dan
menciptakan lingkungan bebas narkoba.
2. Menjadikan penyalahguna maupun pecandu nrkoba di
masyarakat Kota Batu secara bertahap mendapat layanan
rehabilitasi medis dan rhabilitasi sosial melalui rawat inap atau
rawat jalan.
3. Menumpas jaringan sindikat peredaran narkoba sampai ke
akar-akarnya melalui pemutusan jaringan sindikat peredaran
narkoba di wilayah Kota Batu dan penghancuran kekuatan
ekonomi jaringan sindikat peredaran narkoba dengan cara
penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkoba melalui
penegakan hukum yang tegas dan keras (Peraturan Walikota
Batu, 2013).
2.2.3 Narkoba
Pengaturan tentang narkoba di Indonesia dapat ditemui dalam
UU No. 22/1997 tentang Narkotika serta UU No. 5/1997 tentang
Psikotropika. Narkotika menurut kedua UU tersebut didefinisikan
sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
42
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang tersebut
atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan. Narkotika sendiri dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Opiat (opium yang dijadkan morfin, heroin, putaw)
b. Ganja
c. Kokain.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan
berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan
khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah
NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (Santoso & Silalahi, 2000:38-39).
Semua istilah ini, baik “narkoba” ataupun “napza”, mengacu
pada kelompok senyawa yang umumnya memliki risiko kecanduan
bagia penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya
adalah senyawa-senyawa psikotropika yang bisa dipakai untuk
membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
43
menyebabakan penurunana atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
UU tersebut juga mengatur tentang penggolongan Narkotika
dan zat-zat. Dengan adanya peningkatan penyalahgunaan beberapa
zat baru yang memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan yang belum termasuk dalam Golongan Narkotika
(UU tentang Narkotika) maka diterbitkan Permenkes Nomor 2
Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
a. Narkotika Golongan 1 adalah Narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan (contoh: Opium,
tanaman ganja, Heroin, Amfetamina, Metamfetamina,
Etkatinona, tanaman KHAT (Catha edulis) dan lain-lain).
b. Narkotika Golongan 2 adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan
(contoh: Dekstromoramida, Metadona, Morfina, Petidina,
Dihidroetorfin, Oripavin dan lain-lain).
c. Narkotika Golongan 3 adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
44
ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: Kodeina,
Narkodeina, Buprenorfina dan lain-lain).
Zat Adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi atau
ketergantungan yang membahayakan kesehatan dengan ditandai
perubahan perilaku, kognitif, dan fenomena fisiologis, keinginan
kuat untuk mengonsumsi bahan tersebut, kesulitan dalam
mengendalikan penggunaannya, memberi prioritas pada
penggunaan bahan tersebut daripada kegiatan lain, meningkatnya
toleransi dan dapat menyebabkan keadaan gejala putus zat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk
Tembakau bagi Kesehatan (Departemen Kesehatan, 2017:1-2).
2.2.4 Dampak Narkoba
Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif/psikotropika
dapat menyebabakan efek dan dampak negatif bagi pemakainya.
Dampak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk
efeknya bagi kesehatan mental dan fisk, begitu juga bisa
merugikan masyarakat yang ada dilingkungannya.
Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih
dipakai dalam dunia kedokteran, namun hanya diberikan bagi
pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara umum dan
bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan narkotika yang
disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka
ragam:
45
1. Dampak Langsung Narkoba bagi Jasmani / Tubuh Manusia
Tiap zat dapat memberikan efek yang berbeda terhadap tubuh
yang dapat menyerang pada otak, pembulu darah, tulang, paru-
paru, sistem pencernaan, sistem syaraf dan dapat juga
terinfeksi penyakit menular berbahay seperti HIV/AIDS,
Hpatitis, Herps, TBC dll dan banyak masih banyak dampak
lainnya yang merugikan tubuh manusia.
2. Dampak Langsung Narkoba bagi Kejiwaan/Mental Manusia
Dapat menyebabkan depresi mental, gangguan jiwa
berat/psikotik, bunuh diri dan melakukan tindak kejahatan,
kekerasan dan pengerusakan. Efek depresi bisa ditimbulkan
akibat kecaman keluarga, teman dan masyarakat atau
kegagalan dalam mencoba berhenti memakai narkoba. Namun
orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba
karena mereka berfikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan
melupakan masalah dirinya, akan teteapi semua itu tidak benar.
Dampak buruk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
yang sangat merugikan kehidupan masyarakat mendorong
pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional untuk lebih fokus
melakukan berbagai upaya Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
(Departemen Kesehatan, 2017:2-5).
46
2.3 Landasan Teori
Teori dalam sebuah penelitian merupakan salah satu unsur penting
yang tidak bisa ditiadakan. Fungsi dari teori didalam penelitian adalah
sebagai dasar analisis, sehingga nantinya data yang didapatkan selama
proses penelitian akan dapat dijelaskan dengan baik. Penelitian ini
mengenai pelaksanaan dan keberfungsian program kerja Badan Narkotika
Nasional Kota Batu dalam kebijkan pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN), peneliti mengacu
pada teori fungsionalisme struktural yang dimana akan menganalisis
fungsi program kerja pencegahan dan pemberdayaan masyarakat Badan
Narkotika Nasional Kota Batu melalui pendekatan sosiologi.
Didalam Penelitian ini menggunakan teori Fungsional struktural
Robert K. Merton. Menurut Merton, fungsi adalah konsekuensi -
konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau
penyesuaian dari sistem tertentu (Ritzer,2011:139). Fungsi tidak
selamanya mempunyai akibat positif, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa
satu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhdap fakta sosial
lainnya. Merton menggagas empat konsep fungsi, yaitu disfungsi,
nonfungsi, fungsi manifes (nyata),dan fungsi laten (tersembunyi).
Disfungsi merupakan sebuah struktur atau lembaga-lembaga dapat
menyumbang dalam pemeliharaan bagian-bagian sistem sosial dan
struktur tetapi bisa juga menimbulkan konsekuensi negatif terhadap siatem
sosial, sedangkan nonfungsi adalah sebagai konsekuensi - konsekuensi
yang benar-benar tidak relevan dengan sistem yang dipertimbangkan
47
(Ritzer,2011:140). Selain menggagas konsep disfungsi dan nonfungsi,
Merton juga menggagas dengan dua konsep fungsi yaitu manifes (nyata)
dan fungsi laten (tersembunyi).
Menurut pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang
diharapkan, sedangkan fungsi tersembunyi adalah fungsi yang tak di
harapkan (Ritzer,2011:141). Kemudiaan lebih lengkap dan detail dalam
Social Structures and System beberapa ciri fungsi manifes diungkapkan
oleh William M Dobriner dalam Rachmad K. Dwi Susilo (2008:216)
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi manifes adalah jelas, milik publik, ideologis, nyata, alamiah
/ tidak dibuat-buat, memiliki maksud dan penjelmaan akal sehat;
b. Fungsi manifes untuk menjelaskan aktor dalam struktur yang
berguna untuk menilai atau menjelaskan fakta sosial, kelompok,
atau peristiwa.
Sedangkan fungsi laten adalah “unintended and unrecognized
consequences of the same order”, pada pokoknya menyatakan bahwa
konsekuensi yang tidak diinginkan dan tidak dikenali dari urutan yang
sama. Dalam suatu perilaku seseorang tidak ada perilaku tunggal yang
hanya bersifat manifes saja, karena seringkali ada lebih dari satu motif
yang bisa dimasukkan baik secara manifes maupun laten (Susilo, 2008:
217).