bab ii kajian pustaka dan perumusan hipotesis 2.1 …eprints.umm.ac.id/38733/3/bab ii.pdf · antara...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini hal-hal yang diutarakan oleh peneliti yang sifatnya
mendukung adanya penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu,
antara lain:
Fachrorozi et. al (2017)meneliti tentang Pengaruh Cash Holding, Harga Saham
Perusahaan, Dan Earning Per Share Terhadap Income Smoothing (Studi Empiris
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh positif terhadap tindakan
income smoothing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hal tersebut
juga disampaikan oleh peneliti Yulia (2013) meneliti tentang Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, Dan Nilai Saham Terhadap Perataan
Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur, Keuangan Dan
Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berkesimpulan
bahwa variabel harga saham pada penelitian adalah berpengaruh positif terhadap
perataan laba. Sedangkan berbeda dengan penelitian Rifai dan Widyatmini (2013)
yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Harga
Saham Dan Pajak Terhadap Tindakan Income Smoothing Pada Perusahaan
Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menyimpulkan
penelitiannya bahwa harga saham tidak berpengaruh terhadap income smoothing
atau perataan laba.
10
Oktora dan Imelda (2012) yang meneliti tentang Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Praktik Perataan Laba, dapat disimpulkan bahwa Price to Book
Value (PBV) tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Dan hal tersebut
berkebalikan dengan peneliti Arif (2013) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh
Nilai Perusahaan, Kebijakan Deviden, Reputasi Auditor Dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Praktik Perataan Laba, yang menyimpulkan penelitiannya bahwa Nilai
Perusahaan yang diproksikan dengan PBV pengaruh terhadap perataan laba.
Rahmawantari (2016) meneliti tentang Pengaruh Profitabilitas, Risiko
Keuangan Dan Price Earning Ratio (PER) Terhadap Perataan Laba (Income
Smoothing) Pada Industri Perkebunan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia yang
berkesimpulan bahwa variabel Price Earning Ratio berpengaruh terhadap income
smoothing. Sedangkan peneliti Mustofa (2008) meneliti tentang Pengaruh Rasio
Keuangan terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI,
yang dapat disimpulkan bahwa PER tidak berpengaruh terhadap praktik perataan
laba.
Marpaung dan Latrini (2014), meneliti tentang Pengaruh Dewan Komisaris
Independen, Komite Audit, Kualitas Audit Dan Kepemilikan Manajerial Pada
Perataan Laba. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah dewan komisaris
independen dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perataan
laba. Dan hal tersebut bertentangan dengan penelitian Ujiyantho Dan Pramuka
(2007) yang meneliti tentang Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba
Dan Kinerja Keuangan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah dewan
komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.
11
Serta peneliti Wedari (2004) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Proporsi
Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajamen,
dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa komisaris independen dan komite
audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Teori Agency
Teori agensi merupakan suatu pendekatan yang dapat menjelaskan
timbulnya praktik perataan laba dalam konsep manajemen laba yang akan dibahas
dalam penelitian ini. Teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara pemilik
(principal) dan manajer (agent). Masalah yang mendasari teori keagenan (agency
theory) adalah konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Pemilik disebut
principal dan manajer disebut agent, merupakan dua pihak yang masing-masing
saling memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama
menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang
dicapai melalui aktivitas usaha (Zulkarnaini, 2007).
Masalah keagenan antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan
manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas
perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan
bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham,
tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri (Kodrat dan Herdinata,
2009:14). Hal ini memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba agar
12
kinerja perusahaan terlihat baik dimata pemegang saham dengan cara melakukan
perataan laba pada laporan keuangan perusahaan.
2.2.2 Teori Sinyal
Menurut Jogiyanto (2008), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan
investasi. Pada saat informasi diumumkan, investor terlebih dahulu
menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good
news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut dianggap
sebagai signal baik, maka investor akan tertarik untuk melakukan investasi, dengan
demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume
perdagangan saham (Suwardjono, 2010). Salah satu jenis informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar
perusahaan adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan
tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan
laporan keuangan maupun informasi yang tidak berkaitan dengan laporan
keuangan.
Laba akuntansi juga merupakan salah satu signal dari seperangkat informasi
yang tersedia di pasar modal. Menurut Suwardjono (2010), informasi dalam (inside
information) berupa kebijakan manajemen, rencana manajemen, pengembangan
produk, strategi bisnis dan sebagainya yang tidak tersedia secara publik, akhirnya
akan terefleksi dalam angka laba yang dipublikasikan melalui laporan keuangan.
Oleh karenanya, laba merupakan sarana bagi perusahaan untuk mengirimkan sinyal
kepada publik.
13
2.2.3 Manajemen Laba
Scott (2000) dalam Rahmawantari dkk. (2016) membagi cara pemahaman
atas manajemen laba menjadi dua:
1. Melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political
costs (opportunistic earnings manajement).
2. Memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient
earnings manajement), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibelitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-
pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat
mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya
dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba
sepanjang waktu.
2.2.4 Perataan Laba
Perataan Laba (Income smoothing) didefinisikan sebagai pengurangan atau
fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap
normal oleh perusahaan Belkaoui (2007:193). Perataan laba (income smoothing)
merupakan salah satu pola dari manajemen laba dan dapat dipandang sebagai upaya
yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income (laba) dalam rangka
mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan oleh manajemen (Yulia,
2013).
14
a. Tujuan Perataan Laba
Tujuan perataan laba adalah dapat memberi informasi yang relevan dalam
melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan
persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen perusahaan, serta
meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen Foster (1996) dalam Suwito dan
Herawaty (2005).
b. Teknik dalam Perataan Laba
Berbagai teknik yang dilakukan dalam perataan laba, diantaranya adalah
menurut Sugiarto (2003) dalam Zuhriya dan Wahidaywati (2015):
1) Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak
manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui
kebijakan manajemen sendiri (acrual) misalnya: pengeluaran biaya riset dan
pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang menggunakan
kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter
dan laba kelihatan stabil pada periode tertentu.
2) Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer mempunyai
wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode
tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat
membebankan biaya riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada
periode itu untuk menstabilkan laba.
3) Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk
mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya:
15
jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat
mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non
operasi.
c. Jenis-Jenis Perataan Laba
Ada dua jenis income smoothing, yaitu (Riahi-Belkaoui, 2007):
1) Intentional atau designed smoothing
Intentional atau designed smoothing ialah keputusan atau pilihan yang dibuat
untuk mengatur fluktuasi earnings pada level yang diinginkan.
2) Natural smoothing
Natural smoothing adalah income generating process yang natural, bukan
hasil dari tindakan yang diambil oleh manajemen.
d. Cara Mendeteksi Perataan Laba
Cara mendeteksi suatu perusahaan melakukan perataan laba yaitu dengan
menggunakan indeks eckel. Perusahaan diklasifikasikan melakukan perataan laba
apabila indeks eckel lebih besar sama dengan 1 maka perusahaan tergolong tidak
melakukan perataan laba, dan apabila indeks eckel kurang dari 1, maka
perusahaan tergolong melakukan perataan laba. Indeks eckel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Eckel, 1981 dalam Rifai dan Widyatmini,
2011):
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐸𝑐𝑘𝑒𝑙 = 𝐶𝑉 ∆𝐼
𝐶𝑉 ∆𝑆
Keterangan:
I = Perubahan laba dalam satu periode
16
S = Perubahan penjualan dalam satu periode
CV = Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan
nilai yang diharapkan
Langkah-langkah yang dilakukan untuk perhitungan indeks Eckel adalah
sebagai berikut:
1) Menghitung penjualan dan laba bersih dari masing-masing perusahaan dari
tahun 2011-2016
2) Menghitung perubahan penjualan dan laba bersih dari tahun 2011-2016
3) Menghitung koefisien perubahan laba dan perubahan penjualan 2011-2016
4) Dengan diperolehnya koefisien perubahan laba dan koefisien perubahan
penjualan dari tahun 2011-2016 maka perhitungan indeks Eckel perusahaan
yang diteliti dapat dilakukan.
5) Perusahaan yang memiliki nilai indeks kurang dari satu dikategorikan sebagai
perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba, sedangkan perusahaan
yang mempunyai indeks sama dengan lebih dari satu termasuk perusahaan non
perataan laba (Jatiningrum, 2000).
2.2.5 Kaitan Teori Agensi dengan Perataan Laba
Teori agensi merupakan suatu pendekatan yang dapat menjelaskan
timbulnya praktik perataan laba dalam konsep manajemen laba yang akan dibahas
dalam penelitian ini. Teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara pemilik
(principal) dan manajer (agent). Masalah yang mendasari teori keagenan (agency
theory) adalah konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Pemilik disebut
principal dan manajer disebut agent, merupakan dua pihak yang masing-masing
17
saling memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama
menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang
dicapai melalui aktivitas usaha (Zulkarnaini, 2007).
Masalah keagenan antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan
manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas
perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan
bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham,
tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri (Kodrat dan Herdinata,
2009:14). Hal ini memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba agar
kinerja perusahaan terlihat baik dimata pemegang saham dengan cara melakukan
perataan laba pada laporan keuangan perusahaan.
Dalam hubungan antara manajer dan pemegang saham akan timbul masalah
jika terdapat informasi asimetri. Kondisi dimana beberapa pihak yang terkait dalam
transaksi bisnis lebih memiliki informasi daripada pihak lainnya, maka dikatakan
sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi dapat berupa informasi yang
terdistribusi dengan tidak merata diantara agen dan prinsipal, serta tidak
mungkinnya prinsipal untuk mengamati secara langsung usaha yang dilakukan oleh
agen. Hal ini menyebabkan agen cenderung melakukan perilaku yang tidak
semestinya (disfunctional behaviour). Salah satu disfunctional behaviour yang
dilakukan agen adalah pemanipulasian data dalam laporan keuangan agar sesuai
dengan harapan prinsipal meskipun laporan tersebut tidak menggambarkan kondisi
perusahaan yang sebenarnya.
18
Pemanipulasian data dalam laporan keuangan tersebut dapat berupa praktek
manajemen laba (earning management) dengan cara perataan laba. Perataan laba
merupakan salah satu pola dari manajemen laba dan dapat dipandang sebagai upaya
yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income (laba) dalam rangka
mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan oleh manajemen (Yulia,
2013). Jadi perataan laba digunakan manajer untuk melakukan pemanipulasian data
dengan tujuan pemilihan kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus.
2.2.6 Harga Saham
Saham merupakan salah satu sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal.
Menurut UU No.5 Tahun 1995 tentang pasar modal, saham adalah bukti
penyertaan modal di suatu perusahaan atau merupakan bukti kepemilikan atas
suatu perusahaan. Saham merupakan bukti kepemilikan seseorang atau badan pada
suatu perseroan terbatas. Saham yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia adalah
saham atas nama, artinya nama pemilik saham akan tercantum dalam daftar
pemegang saham perseroan yang bersangkutan. Menurut Jogiyanto (2008:167)
pengertian dari harga saham adalah harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa
pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal.
2.2.7 Price Earning Ratio
Price Earning Ratio (PER) merupakan salah satu indikator terpenting di
pasar modal. Rasio ini dapat didefinisikan sebagai suatu rasio yang
menggambarkan bagaimana keuntungan perusahaan atau emiten saham (company's
19
earnings) terhadap harga sahamnya (stock price). Secara matematis, rumus untuk
menghitung PER adalah sebagai berikut:
𝑃𝐸𝑅 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚
Earning per lembar saham dapat diperoleh dengan earning perusahaan
dibagi dengan jumlah saham beredar. Menurut Hanafi, perusahaan yang diharapkan
tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tinggi (yang berarti mempunyai prospek yang
baik), biasanya mempunyai PER yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang
diharapkan mempunyai pertumbuhan yang rendah dan mempunyai PER yang
rendah juga.
2.2.8 Price to Book Value
Price to book value nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen
dan perusahaan sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Menurut Kustono, Price to
book value (PBV) lebih dari satu menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai di
mata pasar sehingga pasar mengapresiasinya. Price to Book Value diukur
menggunakan rasio, dengan rumus:
𝑃𝐵𝑉 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑢𝑘𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚
2.2.9 Komisaris Independen
Pedoman Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Code of Good Corporate
Governance) tahun 2006 menyebutkan bahwa Dewan Komisaris dapat terdiri dari
Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris
Independen. Namun bagi Perseroan Terbuka, terdapat kewajiban untuk memiliki
Komisaris Independen dengan komposisi sekurang-kurangnya 30% (tigapuluh
20
persen) dari jajaran anggota Dewan Komisaris. Yang dimaksud dengan terafiliasi
adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan
pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain serta
dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang
terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk
kategori terafiliasi. Adapun persyaratan menjadi komisaris independen antara lain:
1) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali
perusahaan tercatat yang bersangkutan.
2) Memahami peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
3) Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya
perusahaan tercatat yang bersangkutan.
4) Tidak merangkap jabatan sebagai direktur pada perusahaan lainnya yang
terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
5) Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang saham yang bukan
merupakan pemegang saham pengendali dalam rapat umum pemegang saham.
2.2.10 Komite Audit
Komite audit memiliki tugas untuk, mengamati sistem pengendalian
internal, mengawasi audit eksternal dan mengawasi laporan keuangan untuk
mengurangi sifat opportunistic manajemen (Siallagan dan Machfoedz, 2006 dalam
Marpaung dan Latrini, 2014). Keberadaan komite audit bermanfaat dalam
menjamin transparansi, keterbukaan laporan keuangan, keadilan bagi stakeholder,
dan pengungkapan informasi yang dilakukan oleh manajemen. Rapat komite audit
21
yang secara rutin dilakukan akan meningkatkan fungsi monitoring terhadap
manajemen. Dengan adanya pengawasan yang semakin ketat maka manajemen
akan kehilangan kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan curang terkait
dengan laporan keuangan.
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh harga saham terhadap income smoothing
Harga saham termasuk faktor yang berpengaruh terhadap income
smoothing. Harga yang ideal dari suatu saham adalah harga yang sepenuhnya
mencerminkan nilai intrinsik perusahaan. Nilai intrinsik saham direfleksikan dalam
harga penutupan akhir tahun yang akan memengaruhi nilai perusahaan di pasar
saham. Perubahan harga saham penutupan akhir tahun dimasa lalu akan
mempengaruhi keputusan investor dimasa sekarang. Manajer yang bertindak
sebagai agen akan memberikan sinyal kepada investor yang bertindak sebagai
prinsipal berupa informasi perusahaan yang dibutuhkan investor untuk
menanamkan modalnya yaitu laporan keuangan, terutama yang menjadi perhatian
investor yaitu jumlah laba yang dihasilkan perusahaan.
Jika harga saham tinggi dapat dikatakan bahwa investor membelinya
dengan harga tinggi yang berarti akan menambah jumlah laba yang dihasilkan
perusahaan. Apabila harga saham rendah, investor membelinya dengan harga
rendah yang berarti jumlah laba yang dihasilkan juga rendah. Dengan fluktuatifnya
jumlah laba yang terlalu signifikan, kebanyakan para investor tidak berminat untuk
melakukan penanaman modal di suatu perusahaan. Maka manajer yang bertindak
sebagai agen memiliki motivasi untuk meratakan laba perusahaan yaitu dengan cara
22
perataan laba. Dengan laba yang lebih rata atau stabil, investor akan lebih tertatrik
untuk menanamkan modalnya.
Menurut Yulia (2013) nilai saham berpengaruh terhadap praktik perataan
laba, semakin rendah nilai saham perusahaan maka perusahaan memilih praktik
perataan laba pada sektor manufaktur, keuangan, dan pertambangan yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia periode tahun 2007-2011.
H1 = Harga saham berpengaruh terhadap income smoothing
2.3.2 Pengaruh price earning ratio terhadap income smoothing
Untuk membeli saham, berbagai pihak atau investor dapat mempergunakan
price earning ratio. Rasio PER ini mengukur seberapa besar perbandingan antara
harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoeh para pemegang saham.
PER ini merupakan salah satu indikator yang digunakan investor untuk menilai
suatu perusahaan dengan melihat kinerja perusahaan. Dimana nilai perusahaan
merupakan ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam operasi masa lalu
dan prospek dimasa yang akan datang untuk meyakinkan pemegang saham.
Manajer selaku agent dalam perusahaan akan terus melakukan yang terbaik bagi
perusahaan, agar nilai perusahaan dimata investor selaku prinsipal terlihat baik.
Ketika nilai PER tinggi berarti nilai perusahaan tinggi, yang berarti kinerja
perusahaan baik dimata investor. Dengan nilai perusahaan yang baik, maka agent
akan memberikan sinyal yang bagus kepada prinsipal/investor agar mereka mau
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Prinsipal atau investor ini akan melakukan investasi di suatu perusahaan
dengan nilai PER yang tinggi, maka semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan
23
bahwa kinerja perusahaan juga semakin membaik. Sebaliknya jika PER terlalu
tinggi juga mengindikasikan bahwa harga saham sudah sangat tinggi atau tidak
rasional dengan laba persahamnya terlalu rendah. Apabila kondisi ini terjadi maka
manajer yang bertindak sebagai agent ini termotivasi akan melakukan penekanan
atau pemerataan pada nilai laba yang dimiliki perusahaan. Sehingga agar kondisi
perusahaan stabil dan nilai/kinerja perusahaan tetap baik dimata investor maka
manajer perusahaan akan melakukan perataan.
Penelitian Dhistianti Mei Rahmawantari (2016) menunjukkan bahwa Price
Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap perataan laba.
H2 = Price Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap income smoothing.
2.3.3 Pengaruh price to book value terhadap income smoothing
Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau price to book value
(PBV) menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif
terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan harga
saham yang tinggi dibandingkan nilai buku per lembar saham. Semakin tinggi harga
saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi para pemegang
sahamnya. Dengan nilai perusahaan yang baik maka investor lebih tertarik untuk
menanamkan modalnya. Agar investor mau menanamkan modalnya maka manajer
yang bertindak sebagai agent dalam suatu perusahaan akan memberikan sinyal yang
bagus kepada investor / prinsipal berupa laporan keuangan perusahaan yang
didalamnya ada informasi yang sangat penting bagi investor untuk melihat kinerja
perusahaan ditahun sebelumnya seperti laba perusahaan. Dengan melihat kinerja
ditahun sebelumnya investor dapat memperkirakan prospek dimasa depan berupa
24
resiko tinggi atau rendah yang didapat dari hal tersebut. Adanya resiko tinggi karena
laba perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan secara drastis. Akan tetapi,
kebanyakan investor menginginkan perusahaan dengan resiko rendah untuk
berinvestasi. Untuk itu manajer perusahaan termotivasi untuk melakukan perataan
laba agar laba yang dihasilkan stabil dan para investor lebih tertarik untuk
berinvestasi.
Penelitian ini didukung dengan peneliti Dharmadiaksa dan Peranasari
(2014) dan Daud (2013) yang menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang
diproksikan dengan PBV berpengaruh positif terhadap perataan laba.
H3 =Price to book value berpengaruh terhadap income smoothing.
2.3.4 Pengaruh komisaris independen terhadap income smoothing
Adanya konflik kepentingan dalam teori keagenan mengakibatkan
munculnya kemungkinan tinggi adanya manajemen laba dengan salah satu pola
perataan laba. Pihak manajemen lebih mengetahui kondisi perusahaan yang
sebenarnya daripada pemilik saham. Hal ini akan memicu tindak kecurangan oleh
manajemen dalam bentuk memaparkan laba yang terkesan selalu stabil atau bahkan
meningkat padahal laba sebenarnya menurun atau bahkan rugi. Dengan kondisi
yang stabil berarti manajemen berusaha untuk memakmurkan perusahaan dan juga
bagi dirinya sendiri. Dengan nilai perusahaan yang baik berarti manajemen sudah
melakukan yang terbaik bagi perusahaan, sehingga perusahaan akan memberikan
reward kepada manajemen.
Namun, kenyataannya apabila investor tahu bahwa perusahaan melakukan
perataan laba, mereka tidak akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan
25
tersebut karena dengan perataan laba ini berarti perusahaan tidak menggambarkan
kondisi perusahaan yang sebenarnya. Dari hal tersebut diperlukan komisaris
independen yang ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Dengan proporsi yang lebih
besar diharapkan dapat mendorong tugas komisaris independen yang lebih efektif
yang kemudian laporan keuangan menjadi dapat diandalkan dan mampu
mengurangi praktik perataan laba yang dilakukan dalam perusahaan. Dengan
demikian berarti komisaris independen berpengaruh negatif terhadap perataan laba.
Yang berarti apabila komisaris independen meningkat maka praktik perataan laba
akan berkurang sejauh peningkatan proporsi komisaris independen.
Penelitian oleh Ujiyantho Dan Pramuka (2007) yang menguji variabel yang
sama menemukan hal yang sama yaitu komisaris independen berpengaruh terhadap
perataan laba.
H4 = Komisaris independen berpengaruh terhadap income smoothing.
2.3.5 Pengaruh komite audit terhadap income smoothing
Adanya komite audit yang efektif, mampu meningkatkan kualitas dan
kredibilitas laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dan membantu dewan
direksi dalam memajukan kepentingan pemegang saham. Karena adanya tugas
komite audit yaitu bertanggungjawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit internal dan mengamati sistem pengendalian internal maka komite
audit ini dapat mengurangi tindak kecurangan yang dilakukan oleh manajemen.
Dimana manajemen ini selaku orang dalam suatu perusahaan yang akan melakukan
26
H1
H2
H3
H5
H4
apapun guna untuk kemakmuran perusahaan dan dirinya sendiri yaitu salah satunya
melakukan perataan laba. Adanya perilaku tersebut, dihadirkanlah komite audit
beserta tugas-tugasnya guna untuk mengurangi praktik perataan laba yang
dilakukan manajemen.
Dalton et al. (1999) dalam Rahmat et al. (2008) menemukan bahwa komite
audit menjadi tidak efektif jika ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar. Ukuran
komite audit yang tepat akan memungkinkan anggota untuk menggunakan
pengalaman dan keahlian mereka bagi kepentingan terbaik stakeholder. Semakin
kecil ukuran komite audit maka kualitas pelaporan keuangan kurang terjamin.
Sehingga besarnya proporsi komite audit dapat mengurangi terjadinya praktik
perataan laba.
Penelitian oleh Wedari (2008) yang menguji variabel yang sama
menemukan hal yang sama yaitu komite audit berpengaruh terhadap perataan laba.`
H5 = Komite audit berpengaruh terhadap income smoothing.
2.4 Kerangka Pemikiran
Harga Saham (X1)
Price Earning Ratio (PER) (X2)
Price to Book Value (PBV) (X3)
Komisaris Independen (X4)
Komite Audit (X5)
Income
Smoothing
(Perataan laba)
(Y)