bab ii kajian pustaka dan perumusan hipotesis 2.1 …eprints.umm.ac.id/38733/3/bab ii.pdf · antara...

19
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini hal-hal yang diutarakan oleh peneliti yang sifatnya mendukung adanya penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu, antara lain: Fachrorozi et. al (2017)meneliti tentang Pengaruh Cash Holding, Harga Saham Perusahaan, Dan Earning Per Share Terhadap Income Smoothing (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh positif terhadap tindakan income smoothing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hal tersebut juga disampaikan oleh peneliti Yulia (2013) meneliti tentang Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, Dan Nilai Saham Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur, Keuangan Dan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berkesimpulan bahwa variabel harga saham pada penelitian adalah berpengaruh positif terhadap perataan laba. Sedangkan berbeda dengan penelitian Rifai dan Widyatmini (2013) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Harga Saham Dan Pajak Terhadap Tindakan Income Smoothing Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menyimpulkan penelitiannya bahwa harga saham tidak berpengaruh terhadap income smoothing atau perataan laba.

Upload: hanhu

Post on 07-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini hal-hal yang diutarakan oleh peneliti yang sifatnya

mendukung adanya penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu,

antara lain:

Fachrorozi et. al (2017)meneliti tentang Pengaruh Cash Holding, Harga Saham

Perusahaan, Dan Earning Per Share Terhadap Income Smoothing (Studi Empiris

Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh positif terhadap tindakan

income smoothing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hal tersebut

juga disampaikan oleh peneliti Yulia (2013) meneliti tentang Pengaruh Ukuran

Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, Dan Nilai Saham Terhadap Perataan

Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur, Keuangan Dan

Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berkesimpulan

bahwa variabel harga saham pada penelitian adalah berpengaruh positif terhadap

perataan laba. Sedangkan berbeda dengan penelitian Rifai dan Widyatmini (2013)

yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Harga

Saham Dan Pajak Terhadap Tindakan Income Smoothing Pada Perusahaan

Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menyimpulkan

penelitiannya bahwa harga saham tidak berpengaruh terhadap income smoothing

atau perataan laba.

10

Oktora dan Imelda (2012) yang meneliti tentang Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Praktik Perataan Laba, dapat disimpulkan bahwa Price to Book

Value (PBV) tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Dan hal tersebut

berkebalikan dengan peneliti Arif (2013) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh

Nilai Perusahaan, Kebijakan Deviden, Reputasi Auditor Dan Ukuran Perusahaan

Terhadap Praktik Perataan Laba, yang menyimpulkan penelitiannya bahwa Nilai

Perusahaan yang diproksikan dengan PBV pengaruh terhadap perataan laba.

Rahmawantari (2016) meneliti tentang Pengaruh Profitabilitas, Risiko

Keuangan Dan Price Earning Ratio (PER) Terhadap Perataan Laba (Income

Smoothing) Pada Industri Perkebunan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia yang

berkesimpulan bahwa variabel Price Earning Ratio berpengaruh terhadap income

smoothing. Sedangkan peneliti Mustofa (2008) meneliti tentang Pengaruh Rasio

Keuangan terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI,

yang dapat disimpulkan bahwa PER tidak berpengaruh terhadap praktik perataan

laba.

Marpaung dan Latrini (2014), meneliti tentang Pengaruh Dewan Komisaris

Independen, Komite Audit, Kualitas Audit Dan Kepemilikan Manajerial Pada

Perataan Laba. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah dewan komisaris

independen dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perataan

laba. Dan hal tersebut bertentangan dengan penelitian Ujiyantho Dan Pramuka

(2007) yang meneliti tentang Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba

Dan Kinerja Keuangan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah dewan

komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

11

Serta peneliti Wedari (2004) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Proporsi

Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajamen,

dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa komisaris independen dan komite

audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Teori Agency

Teori agensi merupakan suatu pendekatan yang dapat menjelaskan

timbulnya praktik perataan laba dalam konsep manajemen laba yang akan dibahas

dalam penelitian ini. Teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara pemilik

(principal) dan manajer (agent). Masalah yang mendasari teori keagenan (agency

theory) adalah konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Pemilik disebut

principal dan manajer disebut agent, merupakan dua pihak yang masing-masing

saling memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama

menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang

dicapai melalui aktivitas usaha (Zulkarnaini, 2007).

Masalah keagenan antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan

manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas

perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan

memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan

bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham,

tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri (Kodrat dan Herdinata,

2009:14). Hal ini memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba agar

12

kinerja perusahaan terlihat baik dimata pemegang saham dengan cara melakukan

perataan laba pada laporan keuangan perusahaan.

2.2.2 Teori Sinyal

Menurut Jogiyanto (2008), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu

pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan

investasi. Pada saat informasi diumumkan, investor terlebih dahulu

menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good

news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut dianggap

sebagai signal baik, maka investor akan tertarik untuk melakukan investasi, dengan

demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume

perdagangan saham (Suwardjono, 2010). Salah satu jenis informasi yang

dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar

perusahaan adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan

tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan

laporan keuangan maupun informasi yang tidak berkaitan dengan laporan

keuangan.

Laba akuntansi juga merupakan salah satu signal dari seperangkat informasi

yang tersedia di pasar modal. Menurut Suwardjono (2010), informasi dalam (inside

information) berupa kebijakan manajemen, rencana manajemen, pengembangan

produk, strategi bisnis dan sebagainya yang tidak tersedia secara publik, akhirnya

akan terefleksi dalam angka laba yang dipublikasikan melalui laporan keuangan.

Oleh karenanya, laba merupakan sarana bagi perusahaan untuk mengirimkan sinyal

kepada publik.

13

2.2.3 Manajemen Laba

Scott (2000) dalam Rahmawantari dkk. (2016) membagi cara pemahaman

atas manajemen laba menjadi dua:

1. Melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan

utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political

costs (opportunistic earnings manajement).

2. Memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient

earnings manajement), dimana manajemen laba memberi manajer suatu

fleksibelitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam

mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-

pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat

mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya

dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba

sepanjang waktu.

2.2.4 Perataan Laba

Perataan Laba (Income smoothing) didefinisikan sebagai pengurangan atau

fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap

normal oleh perusahaan Belkaoui (2007:193). Perataan laba (income smoothing)

merupakan salah satu pola dari manajemen laba dan dapat dipandang sebagai upaya

yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income (laba) dalam rangka

mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan oleh manajemen (Yulia,

2013).

14

a. Tujuan Perataan Laba

Tujuan perataan laba adalah dapat memberi informasi yang relevan dalam

melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan

persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen perusahaan, serta

meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen Foster (1996) dalam Suwito dan

Herawaty (2005).

b. Teknik dalam Perataan Laba

Berbagai teknik yang dilakukan dalam perataan laba, diantaranya adalah

menurut Sugiarto (2003) dalam Zuhriya dan Wahidaywati (2015):

1) Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak

manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui

kebijakan manajemen sendiri (acrual) misalnya: pengeluaran biaya riset dan

pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang menggunakan

kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan

meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter

dan laba kelihatan stabil pada periode tertentu.

2) Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer mempunyai

wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode

tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat

membebankan biaya riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada

periode itu untuk menstabilkan laba.

3) Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk

mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya:

15

jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat

mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non

operasi.

c. Jenis-Jenis Perataan Laba

Ada dua jenis income smoothing, yaitu (Riahi-Belkaoui, 2007):

1) Intentional atau designed smoothing

Intentional atau designed smoothing ialah keputusan atau pilihan yang dibuat

untuk mengatur fluktuasi earnings pada level yang diinginkan.

2) Natural smoothing

Natural smoothing adalah income generating process yang natural, bukan

hasil dari tindakan yang diambil oleh manajemen.

d. Cara Mendeteksi Perataan Laba

Cara mendeteksi suatu perusahaan melakukan perataan laba yaitu dengan

menggunakan indeks eckel. Perusahaan diklasifikasikan melakukan perataan laba

apabila indeks eckel lebih besar sama dengan 1 maka perusahaan tergolong tidak

melakukan perataan laba, dan apabila indeks eckel kurang dari 1, maka

perusahaan tergolong melakukan perataan laba. Indeks eckel dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Eckel, 1981 dalam Rifai dan Widyatmini,

2011):

𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐸𝑐𝑘𝑒𝑙 = 𝐶𝑉 ∆𝐼

𝐶𝑉 ∆𝑆

Keterangan:

I = Perubahan laba dalam satu periode

16

S = Perubahan penjualan dalam satu periode

CV = Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan

nilai yang diharapkan

Langkah-langkah yang dilakukan untuk perhitungan indeks Eckel adalah

sebagai berikut:

1) Menghitung penjualan dan laba bersih dari masing-masing perusahaan dari

tahun 2011-2016

2) Menghitung perubahan penjualan dan laba bersih dari tahun 2011-2016

3) Menghitung koefisien perubahan laba dan perubahan penjualan 2011-2016

4) Dengan diperolehnya koefisien perubahan laba dan koefisien perubahan

penjualan dari tahun 2011-2016 maka perhitungan indeks Eckel perusahaan

yang diteliti dapat dilakukan.

5) Perusahaan yang memiliki nilai indeks kurang dari satu dikategorikan sebagai

perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba, sedangkan perusahaan

yang mempunyai indeks sama dengan lebih dari satu termasuk perusahaan non

perataan laba (Jatiningrum, 2000).

2.2.5 Kaitan Teori Agensi dengan Perataan Laba

Teori agensi merupakan suatu pendekatan yang dapat menjelaskan

timbulnya praktik perataan laba dalam konsep manajemen laba yang akan dibahas

dalam penelitian ini. Teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara pemilik

(principal) dan manajer (agent). Masalah yang mendasari teori keagenan (agency

theory) adalah konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Pemilik disebut

principal dan manajer disebut agent, merupakan dua pihak yang masing-masing

17

saling memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama

menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang

dicapai melalui aktivitas usaha (Zulkarnaini, 2007).

Masalah keagenan antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan

manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas

perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan

memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan

bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham,

tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri (Kodrat dan Herdinata,

2009:14). Hal ini memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba agar

kinerja perusahaan terlihat baik dimata pemegang saham dengan cara melakukan

perataan laba pada laporan keuangan perusahaan.

Dalam hubungan antara manajer dan pemegang saham akan timbul masalah

jika terdapat informasi asimetri. Kondisi dimana beberapa pihak yang terkait dalam

transaksi bisnis lebih memiliki informasi daripada pihak lainnya, maka dikatakan

sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi dapat berupa informasi yang

terdistribusi dengan tidak merata diantara agen dan prinsipal, serta tidak

mungkinnya prinsipal untuk mengamati secara langsung usaha yang dilakukan oleh

agen. Hal ini menyebabkan agen cenderung melakukan perilaku yang tidak

semestinya (disfunctional behaviour). Salah satu disfunctional behaviour yang

dilakukan agen adalah pemanipulasian data dalam laporan keuangan agar sesuai

dengan harapan prinsipal meskipun laporan tersebut tidak menggambarkan kondisi

perusahaan yang sebenarnya.

18

Pemanipulasian data dalam laporan keuangan tersebut dapat berupa praktek

manajemen laba (earning management) dengan cara perataan laba. Perataan laba

merupakan salah satu pola dari manajemen laba dan dapat dipandang sebagai upaya

yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income (laba) dalam rangka

mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan oleh manajemen (Yulia,

2013). Jadi perataan laba digunakan manajer untuk melakukan pemanipulasian data

dengan tujuan pemilihan kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus.

2.2.6 Harga Saham

Saham merupakan salah satu sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal.

Menurut UU No.5 Tahun 1995 tentang pasar modal, saham adalah bukti

penyertaan modal di suatu perusahaan atau merupakan bukti kepemilikan atas

suatu perusahaan. Saham merupakan bukti kepemilikan seseorang atau badan pada

suatu perseroan terbatas. Saham yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia adalah

saham atas nama, artinya nama pemilik saham akan tercantum dalam daftar

pemegang saham perseroan yang bersangkutan. Menurut Jogiyanto (2008:167)

pengertian dari harga saham adalah harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa

pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh

permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal.

2.2.7 Price Earning Ratio

Price Earning Ratio (PER) merupakan salah satu indikator terpenting di

pasar modal. Rasio ini dapat didefinisikan sebagai suatu rasio yang

menggambarkan bagaimana keuntungan perusahaan atau emiten saham (company's

19

earnings) terhadap harga sahamnya (stock price). Secara matematis, rumus untuk

menghitung PER adalah sebagai berikut:

𝑃𝐸𝑅 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

Earning per lembar saham dapat diperoleh dengan earning perusahaan

dibagi dengan jumlah saham beredar. Menurut Hanafi, perusahaan yang diharapkan

tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tinggi (yang berarti mempunyai prospek yang

baik), biasanya mempunyai PER yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang

diharapkan mempunyai pertumbuhan yang rendah dan mempunyai PER yang

rendah juga.

2.2.8 Price to Book Value

Price to book value nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen

dan perusahaan sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Menurut Kustono, Price to

book value (PBV) lebih dari satu menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai di

mata pasar sehingga pasar mengapresiasinya. Price to Book Value diukur

menggunakan rasio, dengan rumus:

𝑃𝐵𝑉 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑢𝑘𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

2.2.9 Komisaris Independen

Pedoman Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Code of Good Corporate

Governance) tahun 2006 menyebutkan bahwa Dewan Komisaris dapat terdiri dari

Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris

Independen. Namun bagi Perseroan Terbuka, terdapat kewajiban untuk memiliki

Komisaris Independen dengan komposisi sekurang-kurangnya 30% (tigapuluh

20

persen) dari jajaran anggota Dewan Komisaris. Yang dimaksud dengan terafiliasi

adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan

pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain serta

dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang

terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk

kategori terafiliasi. Adapun persyaratan menjadi komisaris independen antara lain:

1) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali

perusahaan tercatat yang bersangkutan.

2) Memahami peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

3) Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya

perusahaan tercatat yang bersangkutan.

4) Tidak merangkap jabatan sebagai direktur pada perusahaan lainnya yang

terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.

5) Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang saham yang bukan

merupakan pemegang saham pengendali dalam rapat umum pemegang saham.

2.2.10 Komite Audit

Komite audit memiliki tugas untuk, mengamati sistem pengendalian

internal, mengawasi audit eksternal dan mengawasi laporan keuangan untuk

mengurangi sifat opportunistic manajemen (Siallagan dan Machfoedz, 2006 dalam

Marpaung dan Latrini, 2014). Keberadaan komite audit bermanfaat dalam

menjamin transparansi, keterbukaan laporan keuangan, keadilan bagi stakeholder,

dan pengungkapan informasi yang dilakukan oleh manajemen. Rapat komite audit

21

yang secara rutin dilakukan akan meningkatkan fungsi monitoring terhadap

manajemen. Dengan adanya pengawasan yang semakin ketat maka manajemen

akan kehilangan kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan curang terkait

dengan laporan keuangan.

2.3 Perumusan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh harga saham terhadap income smoothing

Harga saham termasuk faktor yang berpengaruh terhadap income

smoothing. Harga yang ideal dari suatu saham adalah harga yang sepenuhnya

mencerminkan nilai intrinsik perusahaan. Nilai intrinsik saham direfleksikan dalam

harga penutupan akhir tahun yang akan memengaruhi nilai perusahaan di pasar

saham. Perubahan harga saham penutupan akhir tahun dimasa lalu akan

mempengaruhi keputusan investor dimasa sekarang. Manajer yang bertindak

sebagai agen akan memberikan sinyal kepada investor yang bertindak sebagai

prinsipal berupa informasi perusahaan yang dibutuhkan investor untuk

menanamkan modalnya yaitu laporan keuangan, terutama yang menjadi perhatian

investor yaitu jumlah laba yang dihasilkan perusahaan.

Jika harga saham tinggi dapat dikatakan bahwa investor membelinya

dengan harga tinggi yang berarti akan menambah jumlah laba yang dihasilkan

perusahaan. Apabila harga saham rendah, investor membelinya dengan harga

rendah yang berarti jumlah laba yang dihasilkan juga rendah. Dengan fluktuatifnya

jumlah laba yang terlalu signifikan, kebanyakan para investor tidak berminat untuk

melakukan penanaman modal di suatu perusahaan. Maka manajer yang bertindak

sebagai agen memiliki motivasi untuk meratakan laba perusahaan yaitu dengan cara

22

perataan laba. Dengan laba yang lebih rata atau stabil, investor akan lebih tertatrik

untuk menanamkan modalnya.

Menurut Yulia (2013) nilai saham berpengaruh terhadap praktik perataan

laba, semakin rendah nilai saham perusahaan maka perusahaan memilih praktik

perataan laba pada sektor manufaktur, keuangan, dan pertambangan yang terdaftar

pada Bursa Efek Indonesia periode tahun 2007-2011.

H1 = Harga saham berpengaruh terhadap income smoothing

2.3.2 Pengaruh price earning ratio terhadap income smoothing

Untuk membeli saham, berbagai pihak atau investor dapat mempergunakan

price earning ratio. Rasio PER ini mengukur seberapa besar perbandingan antara

harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoeh para pemegang saham.

PER ini merupakan salah satu indikator yang digunakan investor untuk menilai

suatu perusahaan dengan melihat kinerja perusahaan. Dimana nilai perusahaan

merupakan ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam operasi masa lalu

dan prospek dimasa yang akan datang untuk meyakinkan pemegang saham.

Manajer selaku agent dalam perusahaan akan terus melakukan yang terbaik bagi

perusahaan, agar nilai perusahaan dimata investor selaku prinsipal terlihat baik.

Ketika nilai PER tinggi berarti nilai perusahaan tinggi, yang berarti kinerja

perusahaan baik dimata investor. Dengan nilai perusahaan yang baik, maka agent

akan memberikan sinyal yang bagus kepada prinsipal/investor agar mereka mau

menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.

Prinsipal atau investor ini akan melakukan investasi di suatu perusahaan

dengan nilai PER yang tinggi, maka semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan

23

bahwa kinerja perusahaan juga semakin membaik. Sebaliknya jika PER terlalu

tinggi juga mengindikasikan bahwa harga saham sudah sangat tinggi atau tidak

rasional dengan laba persahamnya terlalu rendah. Apabila kondisi ini terjadi maka

manajer yang bertindak sebagai agent ini termotivasi akan melakukan penekanan

atau pemerataan pada nilai laba yang dimiliki perusahaan. Sehingga agar kondisi

perusahaan stabil dan nilai/kinerja perusahaan tetap baik dimata investor maka

manajer perusahaan akan melakukan perataan.

Penelitian Dhistianti Mei Rahmawantari (2016) menunjukkan bahwa Price

Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap perataan laba.

H2 = Price Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap income smoothing.

2.3.3 Pengaruh price to book value terhadap income smoothing

Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau price to book value

(PBV) menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif

terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan harga

saham yang tinggi dibandingkan nilai buku per lembar saham. Semakin tinggi harga

saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi para pemegang

sahamnya. Dengan nilai perusahaan yang baik maka investor lebih tertarik untuk

menanamkan modalnya. Agar investor mau menanamkan modalnya maka manajer

yang bertindak sebagai agent dalam suatu perusahaan akan memberikan sinyal yang

bagus kepada investor / prinsipal berupa laporan keuangan perusahaan yang

didalamnya ada informasi yang sangat penting bagi investor untuk melihat kinerja

perusahaan ditahun sebelumnya seperti laba perusahaan. Dengan melihat kinerja

ditahun sebelumnya investor dapat memperkirakan prospek dimasa depan berupa

24

resiko tinggi atau rendah yang didapat dari hal tersebut. Adanya resiko tinggi karena

laba perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan secara drastis. Akan tetapi,

kebanyakan investor menginginkan perusahaan dengan resiko rendah untuk

berinvestasi. Untuk itu manajer perusahaan termotivasi untuk melakukan perataan

laba agar laba yang dihasilkan stabil dan para investor lebih tertarik untuk

berinvestasi.

Penelitian ini didukung dengan peneliti Dharmadiaksa dan Peranasari

(2014) dan Daud (2013) yang menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang

diproksikan dengan PBV berpengaruh positif terhadap perataan laba.

H3 =Price to book value berpengaruh terhadap income smoothing.

2.3.4 Pengaruh komisaris independen terhadap income smoothing

Adanya konflik kepentingan dalam teori keagenan mengakibatkan

munculnya kemungkinan tinggi adanya manajemen laba dengan salah satu pola

perataan laba. Pihak manajemen lebih mengetahui kondisi perusahaan yang

sebenarnya daripada pemilik saham. Hal ini akan memicu tindak kecurangan oleh

manajemen dalam bentuk memaparkan laba yang terkesan selalu stabil atau bahkan

meningkat padahal laba sebenarnya menurun atau bahkan rugi. Dengan kondisi

yang stabil berarti manajemen berusaha untuk memakmurkan perusahaan dan juga

bagi dirinya sendiri. Dengan nilai perusahaan yang baik berarti manajemen sudah

melakukan yang terbaik bagi perusahaan, sehingga perusahaan akan memberikan

reward kepada manajemen.

Namun, kenyataannya apabila investor tahu bahwa perusahaan melakukan

perataan laba, mereka tidak akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan

25

tersebut karena dengan perataan laba ini berarti perusahaan tidak menggambarkan

kondisi perusahaan yang sebenarnya. Dari hal tersebut diperlukan komisaris

independen yang ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas

informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Dengan proporsi yang lebih

besar diharapkan dapat mendorong tugas komisaris independen yang lebih efektif

yang kemudian laporan keuangan menjadi dapat diandalkan dan mampu

mengurangi praktik perataan laba yang dilakukan dalam perusahaan. Dengan

demikian berarti komisaris independen berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

Yang berarti apabila komisaris independen meningkat maka praktik perataan laba

akan berkurang sejauh peningkatan proporsi komisaris independen.

Penelitian oleh Ujiyantho Dan Pramuka (2007) yang menguji variabel yang

sama menemukan hal yang sama yaitu komisaris independen berpengaruh terhadap

perataan laba.

H4 = Komisaris independen berpengaruh terhadap income smoothing.

2.3.5 Pengaruh komite audit terhadap income smoothing

Adanya komite audit yang efektif, mampu meningkatkan kualitas dan

kredibilitas laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dan membantu dewan

direksi dalam memajukan kepentingan pemegang saham. Karena adanya tugas

komite audit yaitu bertanggungjawab untuk mengawasi laporan keuangan,

mengawasi audit internal dan mengamati sistem pengendalian internal maka komite

audit ini dapat mengurangi tindak kecurangan yang dilakukan oleh manajemen.

Dimana manajemen ini selaku orang dalam suatu perusahaan yang akan melakukan

26

H1

H2

H3

H5

H4

apapun guna untuk kemakmuran perusahaan dan dirinya sendiri yaitu salah satunya

melakukan perataan laba. Adanya perilaku tersebut, dihadirkanlah komite audit

beserta tugas-tugasnya guna untuk mengurangi praktik perataan laba yang

dilakukan manajemen.

Dalton et al. (1999) dalam Rahmat et al. (2008) menemukan bahwa komite

audit menjadi tidak efektif jika ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar. Ukuran

komite audit yang tepat akan memungkinkan anggota untuk menggunakan

pengalaman dan keahlian mereka bagi kepentingan terbaik stakeholder. Semakin

kecil ukuran komite audit maka kualitas pelaporan keuangan kurang terjamin.

Sehingga besarnya proporsi komite audit dapat mengurangi terjadinya praktik

perataan laba.

Penelitian oleh Wedari (2008) yang menguji variabel yang sama

menemukan hal yang sama yaitu komite audit berpengaruh terhadap perataan laba.`

H5 = Komite audit berpengaruh terhadap income smoothing.

2.4 Kerangka Pemikiran

Harga Saham (X1)

Price Earning Ratio (PER) (X2)

Price to Book Value (PBV) (X3)

Komisaris Independen (X4)

Komite Audit (X5)

Income

Smoothing

(Perataan laba)

(Y)

27