bab ii kajian pustaka a. kajian teoritis 1. pengertian...
TRANSCRIPT
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi
kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang
membantu. Menurut Dimyati dan Mudijono (Syaiful Sagala, 2011, hlm. 62)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional,
untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar.
Proses pendidikan, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan suatu
usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan tujuan yang diharapkan.
Pergaulan yang bersifat mendidik itu terjadi melalui interaksi aktif antara siswa
sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan belajar dilakukan oleh
siswa, dan melalui kegiatan itu aka ada perubahan prilakunya, sementara kegiatan
pembelajaran dilakukan olah guru untuk memfasilitasi proses belajar, kedua
peranan itu tidak akan terlepas dari situasi saling mempengaruhi dalam pola
hubungan antara dua subjek, meskipun di sini guru lebih berperan sebagai
pengelolaan atau “director of learning.”Menurut Husdarta, Saputra (2010, hlm.
1).
Menurut Sukiyadi (2006, hlm. 139) yaitu:
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara komponen-komponen
system pembelajaran. Konsep dan pemahaman pembelajaran dapat
dipahami dengan menganalisis aktivitas komponen pendidik, peserta didik,
bahan ajar, media, alat, prosedur, dan proses belajar. Konsep awal dalam
memahami pembelajaran ini dapat dipandang dari pada “Belajar”.
Perubahan dan munculnya beberapa konsep dan pemahamannya merupakan
suatu bukti bahwa pembelajaran adalah proses mencari kebenaran, menggunakan
kebenaran dan mengembangkannya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
hidup manusia, khususnya yang berhubungan dengan upaya merubah prilaku,
sikap,pengetahuan, dan pemaknaan terhadap tugas-tugas selama hidupnya. Dalam
proses pembelajaran terdapat unsur-unsur yang akan menghasilkan hasil belaja,
16
17
melalui hasil belajar inilah maka pembelajaran biasa berkelanjutan sehingga
segala sesuatu yang di butuhkan manusia akan terpenuhi.
Menurut Husdarta, Saputra (2010, hlm. 9) yaitu:
Proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah tentunya memiliki
tujuan. Dalam bentuk pembelajaran tersebut mempunyai tingkatan mulai
dari tujuan ideal sampai tujuan khusus yang konkrit dan dapat diukur.
Tujuan yang terukur ini harus dapat di capai pada tingkat mikro kelas.
Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa pendidikan itu sangat
berperan penting dalam kehidupan, dan tujuan mengajar agar terjadi proses
belajar, siswa harus terus diberi motivasi untuk lebih berperan.
Pembelajaranmerupakan sesuatu yang kompleks, yang bukan hanya
menyangkut kegiatan berpikir untuk mencari pengetahuan, melainkan juga
menyangkut gerak tubuh dan emosi serta perasaan.Seperti halnya dikemukakan
oleh Gagne (Raharjo, 2011, hlm. 15) mengatakan bahwa aspek-aspek kemampuan
yang bisa ditingkatkan melalui pembelajaran adalah meliputi :
a. Keterampilan intelektual,
b. Kemampuan mengungkapkan informasi dalam bentuk verbal,
c. Strategi berfikir, dan
d. Keterampilan gerak emosi dan perasaan.
Pembelajaran juga merupakan suatu proses, fungsi, dan juga hasil, maka di
dalam istilah belajar terkandung pengertian-pengertian sebagai berikut:
1) Belajar adalah proses yang bisa menghasilkan,
2) Pembelajaran bisa menghasilkan perubahan-perubahan pada diri seseorang
dalam berbagai macam kemampuan atau sifat yang ada pada dirinya,
3) Perubahan dalam pembelajaran terjadi karena pengalaman, berbuat berulang-
ulang atau berlatih, dan
4) Perubahan yang terjadi karena belajar bisa bertahan dalam jangka waktu yang
relatif lama.
Definisi tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan pengertian
pembelajaran pendidikan jasmani. Dengan beberapa definisi, maka pengertian
belajar bisa menjadi lebih jelas. Dengan kata lain definisi tersebut digunakan dan
saling melengkapi.
18
2. Konsep Pendidikan Jasmani
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006, hlm. 175) bahwa
tujuan pendidikan jasamani adalah sebagai berikut:
Pendidikan jasamani dan kesehatan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya
pengmbangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup
sehatmelalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
b. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan pisikis yang lebih
baik.
c. Meletakan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-
nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan.
d. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
e. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga dai informasi untuk
mencapai pertumbuhan fisik yangsempurna, pola hidup sehat dan
kebugaran, serta memiliki sikap yang positif.
Tujuan pendidikan jasmani selaras dengan tujuan umum pendidikan.
Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan
dalam pembelajaran.
Menurut Muhadi (2001, hlm. 5) mengemukakan bahwaTujuan umum
Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar adalah memacu kepada pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, mental, emosional dan sosial yang selaras dalam upaya
membentuk dan mengembangkan kemampuan gerak dasar menanamkan nilai,
sikap dan membiasakan hidup sehat.
Diantara tujuan-tujuan tersebut ialah sebagai berikut:
1) Memacu perkembangan dan aktivitas sistem: peredaran darah, pencernaan dan
pernapasan.
2) Memacu pertumbuhan jasmani seperti bertambahnya tinggi dan berat badan.
3) Menanamkan nilai-nilai disiplin, kerjasama, sportivitas, tenggang rasa.
4) Meningkatkan keterampilan melakukan kegiatan aktivitas jasmani dan
memiliki sikap yang positif terhadap pentingnya melakukan aktivitas jasmani.
5) Meningkatkan kesegaran jasmani.
6) Meningkatkan pengetahuan pendidikan jasmani.
7) Menanamkan kegemaran untuk melakukan aktivitas jasmani.
19
Tujuan pendidikan jasmani selaras dengan tujuan umum pendidikan.
Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan.
Menurut Lutan (Safari, 2011: 8) mengatakan bahwa:
Tujuan pendidikan yang begitu luhur akan dicapai, setelah mencapai masa
yang cukup lama‟. Hal ini disebut tujuan jangka panjang. Boleh jadi, masa
yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut, selama berpuluh tahun.
Selanjutnya untuk mencapai tujuan jangka panjang itu, ada seperangkat
tujuan antara, yang menjadi penengah antara tujuan jangka panjang dan
tujuan jangka pendek.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan jasmani
itu pembelajaran yang akan di capai keberhasilannya dalam jangka panjang dan
baik untuk kesehatan anak.
Tujuan pendidikan jasmani dalah hanya meningkatkan keterampilan siswa
untuk berolahraga. Mungkin pula kawan anda yang lain mengatakan tujuannya
adalah agar anak mencapai taraf kesehatan yang memuaskan atau ada pula yang
berpendapat, kegiatan itu untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Semuanya
benar, namun pendapat itu kurang lengkap, sebab masih ada lagi tujuan lainnya
yang tidak kalah pentingnya. Tujuan pendidikan jasamani dan olahraga sudah
tercakup dalam pemaparan di atas, yaitu memberikan kesempatan kepada anak
untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan
potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, soslial, emosional dan moral.
Menurut Paturusi (2012, hlm. 12).
Tujuan belajar adalah menghasilkan perubahan prilaku yang melekat. Proses
belajar dalam pendidikan jasmani, juga bertujuan untuk menimbulkan perubahan
prilaku. Guru mengajar dengan maksud agar terjadi proses belajar. Melalui proses
tersebut, maka terjadi perubahan yang relatif melekat. Setelah beberapa lama,
hasil belajar mulai teramati dan bahkan dapat diungkapkan, misalnya ketika
diadakan evaluasi terhadap hasil belajar.
Mardiana dalam (Safari, 2011, hlm. 9) mengatakan bahwa, „Bahan ajar yang
diperlukan dalam pengajarannya adalah aktivitas jasmani dapat berupa permainan,
tari-tarian dan latihan‟. Untuk mendapatkan aktivitas jasmani tersebut, terdapat
perbedaan-perbedaan yang besar dalam tiap lingkungan budaya :
a. Penyesuaian geografik. Gunung, danau dan sungai, perairan yang tenang
memberikan kesempatan untuk aktivitas-aktivitas yang spesifik sesuai dengan
20
keadaan fisik geografik, renang, berkelana, mendayung, memanjat atau
kegiatan lain.
b. Tergantung dari pola budaya akan dijumpai aktivitas dalam rangka upacara
agama, sebagai pelepas keterangan bersama yang mengikat dengan peraturan-
peraturan yang sangat ketat. Kadang-kadang aktivitas keagamaan dan hiburan
itu merupakan aktivitas yang sama.
c. Aktivitas-aktivitas tradisional, yang fungsi kemasyarakatannya sudah hilang
namun sebagai tradisi masih terus hidup.
d. Aktivitas yang berubah karena pengaruh kemasyarakatan atau politik.
e. Kontak dengan dunia luar, orang-orang dengan lingkungan budaya lain, akan
menyebabkan ditirunya aktivitas-aktivitas hanya karena hal tersebut menarik
hati.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani di SD
Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangkan
keutuhan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, diartikan bahwa melalui fisik,
aspek mental dan emosional punturut terkembangkan, bahkan dengan penekanan
yang cukup dalam. Menurut Husdarta dalam (Paturusi, 2012, hlm. 7)
Menurut Husdarta (2009, hlm. 132-133).
Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dua istilah yang saling brkaitan
dan berdampak sangat kuat terhadap perkembangan dan berfungsian nilai-
nilai sosial olahraga, yaitu. Istilah pendidikan jasamni sudah tidak asing lagi
bagi siswa dan guru di lingkungan persekolahan dan istilah olahraga telah
terkenal lebih luas yaitu samping di sekolah juga di masyarakat. Pentingnya
memahami konsep pendidikan jasmani dan olahraga akan sangat membantu
dalam memahami nilai-nilai olahraga. Oleh karena itu, belum membahas
nilai-nilai sosial dalam olahraga akan di paparkan lebih dahulu dua istilah
tersebut.
Pendidikan jasmani dan kesehatan dilingkungan sekolah yang berpedoman
pada isi kurikulum pendidikan jasmani dan kesehatan dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) menjelaskan cabang-cabang olahraga yang dipelajari
disekolah antara lain, atletik, senam, dan permainan. Menurut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (dalam jurnal, 2012, hlm. 35)
Menurut Paturusin (2012, hlm. 7)
21
Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik (jasmani) untuk menghasilkan perubahan
holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental serta
emosional.
Dapat disimpulkan dari pengertian di atas pendidikan jasmani sangat
bermanfaat bagi anak dan tidak terpisah dalam pembelajaran apapun, dengan
olahraga siswa dapat merubah fisik, mentalnya dan prilakunya menjadi lebih baik
untuk menjadi dari yang baik lebih baik kedepannya.
Pendidikan jasmani di sekolah diberikan pada setiap smester mulai dari
kelas satu sampai kelas enam. Pembelajarannya lebih ditekankan pada usaha
untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
mental, emosional dan sosial.Beberapa macam ruang lingkup materi pendidikan
jasmani yang diberikan di sekolah dasar meliputi kegiatan pokok yang mengacu
pada Depdiknas (2006, hlm. 175) meliputi :
1) Permainan dan Olahraga
Berisikan tentang kegiatan berbagai jenis olahraga dan permainan, baik
terstruktur maupun tak terstruktur yang dilakukan secara perorangan maupun
beregu. Dalam aktivitas ini termasuk juga pengembangan system nilai seperti
kerjasama, sportivitas, juga berfikir kritis dan patuh pada peraturan yang
berlaku.
2) Aktivitas Pengembangan
Berisikan tentang kegiatan yang berfungsi untuk membentuk postur tubuh yang
ideal dan pengembangan kebugaran jasmani serta nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya, seperti kekuatan, daya tahan, kelenturan, keseimbangan dan lain-
lain.
3) Uji Diri / Senam
Berisikan tentang kegiatan yang berhubungan dengan ketangkasan seperti,
senam lantai, senam alat dan aktivitas fisik lainnya, yang bertujuan untuk
melatih keberanian dan kapasitas diri.
4) Aktivitas Ritmik
Berisikan tentang kegiatan seni gerak berirama. Dalam proses pembelajaran
menfokuskan pada kesesuaian dan keterpaduan antara gerak dan irama.
5) Akuatik (Aktivitas air)
Berisikan tentang kegiatan di air seperti ; permainan air, renang dan
keselamatan di air serta estetika di kolam renang.
6) Pendidikan luar sekolah (Out Door Education)
Berisikan tentang kegiatan di luar kelas atau sekolah dan di alam bebas lainnya
seperti bermain di lingkungan sekolah, taman, perkampungan pertanian atau
nelayan, berkemah dan kegiatan yang bersifat kepetualangan (mendaki gunung,
menelusuri sungai dan lain-lain) serta unsur prilaku yang berkaitan dengan
alam bebas.
22
Program pendidikan jasmani disesuaikan dengan tahap perkembangan
keterampilan gerak anak. Perkembangan keterampilan gerak merupakan inti dari
program pendidikan jasmani di SD, yang diartikan sebagai perkembangan dan
penghalusan aneka keterampilan gerak dasar yang berkaitan dengan olahraga.
Keterampilan gerak ini dikembang dan dihaluskan sehingga tahap tertentu untuk
memungkinkan siswa mampu melakukan dengan tenaga yang hemat dan sesuai
dengan keadaan lingkungan. Kemampuan gerak dasar yang berkembang dapat
diterapkan dalam aneka permainan, olahraga dan aktivitas jasmani yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Teori Belajar Pendidikan Jasmani
a. Teori belajar
Motorik anak perlu dilatih agar dapat berkembang dengan baik.
Perkembangan motorik anak berhubungan erat dengan kondisi fisik dan
intelektual anak. Faktor gizi, pola pengasuhan anak dan lingkungan ikut berperan
dalam perkembangan motorik anak, perkembangan motorik anak langsung secara
bertahap tapi memiliki alur kecepatan perkembangan yang berbeda pada setiap
anak.
Menurut Husdarta (2013, hlm. 6) mengemukakan bahawa:
Belajar merupakan merupakan gejala yang wajar, seperti insan manusia
akan belajar. Namun, kondisi belajar dapat diatur dan diubah guna
mengembangkan. Bentuk tingkah laku tertentu atau meningkatkan
kemampuan pada seseorang. Terjadi perubahan tingkah laku pada seseorang
tersebut dapat diakibatkan oleh berlangsungnya apa yang disebut dengan
proses belajar. Bagaimana proses belajar itu berlangsung, maka timbullah
berbagai macam teori belajar.
Belajar menurut Piaget (2014, hlm. 1) mengemukakan bahwa Belajar adalah
interaksi individu yang dilakukan terus menerus dengan lingkungan yang
menyebabkan fungsi intelektual individu semakin berkembang.
Belajar menurut Rogers (2014, hlm. 8)Belajar harus berpusat pada anak,
proses belajar harus sesuai dengan perkembangan potensi anak secara fisik,
mental, dan sosial.
23
Teori belajar mempunyai landasan ilmiah masing-masing. Bila dilihat dari
landasan itu,teori belajar dapat dimasukkan ke dalam dua kelompok, yaitu teori
belajar asosiasi dan teori belajar gestalt.
1) Teori belajar asosiasi
Menurut psikologi asosiasi bahwa tingkah laku individu pada hakikatnya
terjadi karena adanya keterkaitan antara S→R S adalah situasi yang memberi
stimulasi (rangsangan), sedangkan R adalah respon atas stimulus itu. Anak
berjalan karena di depannya ada mainan yang menarik yang menarik
perhatiannya. Contoh ini menggambarkan mengenai hubungan antara stimulus
dan respon.
2) Teori belajar gestalt
Menurut psikologi gestalt, belajar itu terjadi apabila diperoleh pemahaman.
Pemahaman merupakan proses untuk mengorganisasi kembali pengalaman
yang muncul secara tiba-tiba. Belajar melalui pemahaman inilah yang menjadi
dasar dan teori getstalt. Teori ini lebih banyak menekankan pada aspek
kognitif. Kemampuan kognitif inilah yang harus lebih dahulu dikembangkan
pada anak didik dalam proses belajar.
3) Arti teori belajar bagi pembelajaran
Kedua teori belajar ini mempunyai dampak bagi pembelajaran. Bagi guru teori
belajar tersebut, dapat memperjelas fungsinya dalam mengolah proses belajar.
Teori asosiasi banyak menekankan pada ikatan antara S→R. Pembentukan ini
dilakukan agar siswa dapat merespons setiap stimulasi yang di berikan guru.
Teori gestalt ini lebih banyak menekankan pada pengalaman yang akan
diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu proses pembelajaran
dalam teori ini lebih diarahkan agar siswa banyak atau lebih sering melakukan
tugas-tugas ajar, melalui aneka usaha yang menggabungkan antara pemahaman
dan bekerja, kemudian Dari bekerja itulah siswa belajar dari kenyataan. Prinsip
ini disebut Learning by doing.
Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari beberapa pandangan
mengenai teori belajar. Berikut adalah beberapa teori belajar yang dikemukakan
oleh Yulaelawati (2007, hlm. 60-67):
24
a) Teori Behavioris
Teori ini berdasarkan pada perubahan perilaku. Behavioris menekankan pada
pola perilaku baru yang diulang- ulang sampai menjadi otomatis. Hal tersebut
sejalan dengan apa yang dikatakan Pavlov (Yulaelawati, 2007,hlm. 63) yang
mengatakan bahwa „behavioris menekankan perhatian pada perubahan tingkah
laku yang dapat diamati setelah seseorang diberi perlakuan‟
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa teori behavioris
lebih menekankan pada tingkah laku apa yang harus dikerjakan siswa bukan
pada pemahaman siswa terhadap sesuatu.
b) Teori Kognitif
Teori kognitif adalah sebuah teori yang berdasarkan proses berpikir dibelakang
perilaku. Dimana perubahan perilaku ini diamati dan digunakan sebagai
indikator terhadap apa yang terjadi pada siswa.
Menurut Yulaelawati (2007, hlm. 64) mengatakan beberapa hal mengenai
teori kognitif, diataranya adalah:
(1) Semua gagasan dan citraan diwakili oleh skema
(2) Jika semua informasi sesuai dengan skema akan diterima, jika tidak maka akan
disesuaikan atau skema yang disesuaikan
(3) Belajar merupakan pelibatan penguasaan atau penataan kembali struktur
kognitif dimana seseorang memproses dan menyimpan informasi.
c) Teori Konstruktivis
Teori ini mengatakan bahwa pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang
yang berpikir. Menurut Schuman (Yulaelawati, 2007, hlm. 65) mengatakan
„konstuktif dikemukakan dengan dasar pemikiran bahwa semua orang
membangun pandangannya terhadap dunia melalui pengalaman individual‟.
Berdasarkan pendapat yang di atas bahwa teori konstruktif menekankan pada
pembangunan pengetahuan siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan
yang telah ada sebelumnya.
25
5. Perkembangan dan Karakteristik Anak Kelas 5 SD
a. Aspek Penilaian
Dalam tugas penelitian ini, peneliti melakukan analisis proses terhadap guru
dan siswa-siswi kelas V SDN Mukti Usman dalam proses pembelajaran
pendidikan jasmani menggunakan model STAD. Perlu diketahui pula tentang
kemampuan atau kompetensi siswa kelas V SD dalam implementasi mata
pelajaran Penjas. Di lihat dari sisi Perkembangan anak pada usia kelas 5 SD
meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
perkembangan ketiga aspek tersebut, anak memiliki ciri-ciri seperti yang
dijelaskan oleh Gagne (Raharjo, 2011, hlm. 39) di bawah ini:
1) Aspek kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat
susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir. Pada periode usia ini anak
menyadari perbedaan perspektif masing-masing orang. Anak sudah mampu
bekerja sama. Anak berusaha mengikuti peraturan-peraturan permainan dan
berusaha menang mengikuti peraturan tersebut. Berangsur-angsur anak
meninggalkan label hidup padaobjek-objek yang bergerak, dan melabelkannya
pada tumbuhan dan hewan. anak menyadari kalau mimpi bukan hanya tidak
nyata, namun juga tidak terlihat dari luar, berasal dari dalam.
2) Aspek afektif adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi
keadaan perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan
perasaan (tentang tata bahasa atau makna). Pentahapan psikososial manusia
pada usia kelas 5 SD temasuk pada tahap latensi dimana pada tahap ini anak
belajar untuk menguasai kemampuan kognitif dan sosial yang penting. Anak
belajar untuk bekerja sama dan bermain bersama teman sebayanya.
3) Aspek psikomotor secara harfiah berarti sesuatu yang berkenaan dengan gerak
fisik yang berkaitan dengan proses mental. Pada usia kelas 5 SDaspek
psikomotornya sudah memasuki tahap gerakan keahlian aplikasi dimana pada
tahap ini anak memiliki keterbatasan dalam kemampuan kognitif, afektif dan
pengalaman, dikombinasikan dengan keaktifan anak secara alami
mempengaruhi semua aktivitasnya. Peningkatan kognitif dan pengalaman anak
dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk belajar dan peran anak dalam
berbagai jenis aktivitas, individu dan lingkungan.
26
b. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami perubahan
yangsangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6
– 12tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan:
1) Perkembangan Fisik Siswa SD
Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot
dantulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan
beratbadannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu
12 ‐13tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada lakilaki, Sumantri
dkk(2005, hlm. 6).
a) Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan
daripertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang
lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun
tahundi SD.
b) Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan kurang
lebihsama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek.
c. Perkembangan Kognitif Siswa SD
Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan
polapikir. Tahap perkembangan kognitif individu menurut Piaget melalui
empatstadiumSensorimotorik (0‐2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks
bawaan
medorong mengeksplorasi dunianya.
1) Praoperasional(2‐7 tahun), anak belajar menggunakan
danmerepresentasikanobjek dengan gambaran dan kata‐kata. Tahap
pemikirannya yang lebih simbolistetapi tidak melibatkan pemikiran
operasiaonal dan lebih bersifat egosentrisdan intuitif ketimbang logis
2) Operational Kongkrit (7‐11), penggunaan logika yang memadai. Tahap ini
telahmemahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit. Operasional
Formal (12‐15 tahun). kemampuan untuk berpikir secara abstrak,menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia
d. Perkembangan Psikososial
27
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosiindividu.
J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harussejalan
dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis,moral
dan sosial.Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan
berpikirbertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa
ini, anakpada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka
adalahrumah keluarga, dan taman kanak‐kanaknya.Selama duduk di kelas kecil
SD, anak mulai percaya diri tetapi juga seringrendah diri. Pada tahap ini mereka
mulai mencoba membuktikan bahwa mereka"dewasa". Mereka merasa "saya
dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanyatahap ini disebut tahap "I can do it
my self". Mereka sudah mampu untuk diberikansuatu tugas.Daya konsentrasi anak
tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapatmeluangkan lebih banyak waktu
untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkalimereka dengan senang hati
menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnyatindakan mandiri,
kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara carayang dapat diterima
lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainanyang jujur.Selama
masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri
denganmembandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih mudah
menggunakanperbandingan sosial (social comparison) terutama untuk
norma‐norma sosial dan4kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu. Pada saat
anak‐anak tumbuh semakinlanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan
sosial untuk mengevaluasidan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak padakelas
besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin
diperlakukansebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti
dalam kehidupansosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki‐laki
dan perempuanmenganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan
perasaan bahwadirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa
pada masalahemosional yang serius Teman‐teman mereka menjadi lebih penting
daripadasebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi.
Remajasering berpakaian serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka
dengananggota kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku.
28
Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD
kelasrendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal
awaltahun kelas besar SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa
yangmenceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan
kepadaorang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai
model.Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang
tidakmereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan, beberapa anak
mungkin
secara terbuka menentang gurunya.Salah satu tanda mulai munculnya
perkembangan identitas remaja adalahreflektivitas yaitu kecenderungan untuk
berpikir tentang apa yang sedangberkecamuk dalam benak mereka sendiri dan
mengkaji diri sendiri. Mereka jugamulai menyadari bahwa ada perbedaan antara
apa yang mereka pikirkan danmereka rasakan serta bagaimana mereka
berperilaku.Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan‐kemungkinan.
Remajamudah dibuat tidak puas oleh dirimereka sendiri. Mereka mengkritik sifat
pribadimereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba
untuk5mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sampai 22 tahun,
umumnyatelah mengembangkan suatu status pencapaian identitas.
e. Karakteristik Siswa Kelas Rendah
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas
rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga,
sedangkan kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi,
1992: 44). Di Indonesia, rentang usia siswa SD, yaitu antara 6 atau 7 tahun sampai
12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas rendah, yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9
tahun. Siswa yang berada pada kelompok ini termasuk dalam rentangan anakusia
dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi sangat penting bagi
kehidupanseseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki
anak perlu didorongsehingga akan berkembang secara optimal. Berkaitan dengan
hal tersebut, ada beberapa tugas perkembangan siswa sekolah (Makmun, 1995,
hlm. 68), diantaranya:
1) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi
kehidupan sehari-hari.
29
2) Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala, nilai-nilai.
3) Mencapai kebebasan pribadi.
4) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-
institusi sosial. Beberapa keterampilan akan dimiliki oleh anak yang sudah
mencapai tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir dengan
rentang usia 6-13 tahun (Soesilowindradini, 1995, hlm. 116-119).
Keterampilan yang dicapai diantaranya, yaitu social-help skills dan play
skill. Social-help skills berguna untuk membantu orang lain di rumah, di sekolah,
dan di tempat bermain seperti membersihkan halaman dan merapikan meja kursi.
Keterampilan ini akan menambah perasaan harga diri dan menjadikannya sebagai
anak yang berguna, sehingga anak suka bekerja sama (bersifat kooperatif).
Dengan keterampilan ini pula, anak telah dapatmenunjukkan keakuannya tentang
jenis kelamin, mulai berkompetisi dengan teman sebaya,mempunyai sahabat,
mampu berbagi, dan mandiri. Sementara itu, play skill terkait dengan kemampuan
motorik seperti melempar, menangkap, berlari, keseimbangan. Anak yang
terampil dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang lebih baik di sekolah dan
di masyarakat. Anaktelah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat
mengendarai sepeda roda dua, dapatmenangkap bola dan telah berkembang
koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegangpensil maupun memegang
gunting.Pertumbuhan fisik sebagai salah satu karakteristik perkembangan siswa
kelas rendahbiasanya telah mencapai kematangan. Anak telah mampu mengontrol
tubuh dankeseimbangannya. Untuk perkembangan emosi, anak usia 6-8 tahun
biasanya telah dapatmengekspresikan reaksi terhadap orang lain, mengontrol
emosi, mau dan mampu berpisahdengan orang tua, serta mulai belajar tentang
benar dan salah. Perkembangan kecerdasan siswakelas rendah ditunjukkan dengan
kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan
obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata,
senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman
terhadap ruang dan waktu.
f. Karakteristik Pembelajaran Di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran
yang telah dikembangkan oleh guru. Proses pembelajaran harus dirancang guru
30
sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian
sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Hal lain yang harus dipahami, yaitu
proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini, guru
memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus respon agar siswa
menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Siswa kelas rendah masih banyak
membutuhkan perhatian karena focks konsentrasinya masih kurang, perhatian
terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih kurang. Hal ini memerlukan
kegigihan guru dalam menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan efektif.
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan
kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut
schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek
tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek
dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses
memanfaatkan konsepkonsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua
proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama
dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap
anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh
aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak
mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi
diri anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan
operasional konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku
belajar sebagai berikut:
1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke
aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2) Mulai berpikir secara operasional.
3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-
benda.
4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan
31
5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan
belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
a) Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit
yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik
penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna
dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang
sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih
bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
b) Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai
suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai
disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari
hal umum ke bagian demi bagian.
c) Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap
mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis,
keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
6. Model Kooperatif
a. Definisi pembelajaran kooperatif
Model dapat di artikan sebagai kerangka atau pedoman dalam melakukan
suatu kegiatan. Menurut Soekamto (Trianto, hlm. 22)
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas
belajar.
Menurut Husdarta, Saputra (2010, hlm. 39) yaitu:
Model pembelajaran merupakan sebuah rencana yang di manfaatkan untuk
merancang pengajaran. Isi yang terkandung didalam model pembelajaran
adalah berupa strategi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan
32
intruksional. Contoh strategi pembelajaran yang bias guru terapkan pada
saat proses belajar mengajar adalah manajemen kelas, pengelompokkan
siswa, dan penggunaan alat bantu pengajaraan.
Depdiknas (2003, hlm. 5) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok
kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar”.
Selain itu menurut Suprijono (2009, hlm. 176) “model pembelajaran adalah
pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas maupun tutorial”.
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rancangan yang di buat dalam merencanakan
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman bagi guru untuk mencapai tujuan
yang di tentukan untuk melancarkan pembelajaran.
Menurut Yuda, dalam (Safari, 2011, hlm. 3).
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang
berfungsi untuk menggali dan membagi-bagi ide pada anak strategi
pembelajaran ini mendorong anak untuk melakukan kegiatan dalam bentuk
kerjasama dan sikap tanggung jawab kepada teman satu kelompoknya dan
juga sikap tanggung jawab dengan dirinya.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme, dimana siswa harus
membangun pengetahuannya sendiri.
Strategi belajar dalam pembelajaran kooperatif yaitu dengan
menempatkan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingka kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran, memecahkan masalah yang dihadapi serta mencapai
tujuan yang mereka inginkan.
Menurut Robert E (2009, hlm. 103) yaitu:
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap
masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak
dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan untuk terjadinya kontak
personal diantara para siswa dengan latar belakang yang berbeda.Ketika guru
33
memberikan tugas kepada para siswa dari kelompok yang berbeda untuk bekerja
sama.
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan
kehidupan nyata masyarakat, sehingga dengan secara bersama-sama diantara
sesame anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan
perolehan belajar.
b. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif Menurut Huda (2011, hlm. ) yaitu:
1) Formal Cooperative Learning Group (Pembelajaran kooperatif formal),yaitu
pembelajaran yang di dalamnya siswa beekerja sama,dalam beberapa minggu
ke depan,untuk mencapai tujuan pembelajaran atau menyelesaikan masalah.
2) Informal Cooperative Learning Group (Pembelajaran kooperatif informal),
adalah pembelajaran yang di dalamnya siswa bekerja sama dalam kelompok-
kelompok kecil sementara untuk beberapa menit atau satu pertemuan saja.
3) Cooperatif Base Group (Kelompok besar kooperatif merupakan kelompok
prmbelajaran kooperatif dengan jumlah anggota yang stabil dan beragam,yang
biasanya ditugaskan untuk bekerja sama selama satu semester atau satu tahun.
4) Integrated Use of Cooperative Learning Group (Gabungan kelompok
kooperatif),tiga jenis kelompok pembelajaran kooperatif yang telah kita
pelajari sebelumnya dapat dipadukan menjadi satu.Satu kelas memiliki satu
kesempatan untuk memadukan ketiganya sekaligus.Bahkan,untuk setiap materi
pembelajaran pun,ketiga kelompok pembelajaran kooperatif tersebut dapat
dipadukan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi itu.
c. Metode-metode pembelajaran kooperatif
Beberapa metode-metode pembelajaran kooperatif menurut Huda (2011,
hlm. 116-124),yaitu:
1) Student Teams-Achievement Divisions (STAD)
STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan
membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh
guru,dalam hal ini guru pendidikan jasmani.
34
2) Team Game Tournament (TGT)
Metode TGT menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan guru dan
tim kerja yang sama seperti dalam STAD,tetapi menggantikan tugas gerak dan
turnamen mingguan,dimana siswa memainkan game dengan anggota tim lain
untuk menyumbang poin bagi skor timnya.
3) STAD
Metode STAD kegiatannya adalah para siswa ditugaskan untuk membaca
bab,buku kecil pendidikan jasmani, atau materi pendidikan jasmani
lainnya,biasanya di bidang studi pendidikan jasmani, bidang
sosial,biografi,atau materi-materi yang bersifat.
4) Team Accelerated Intruction
Dalam TAI,para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes
penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka
sendiri.Secara umum,anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang
berbeda.
Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif tersebut bertujuan agar para siswa
menjalankan peran-peran khusus dalam menyelesaikan seluruh tugas kelompok
mengenai rangkaian gerak di pelajari.
7. Model Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions)
Menurut Slavin (Taniredja, 2011, hlm. 64) model STAD merupakan “salah
satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,dan merupakan
model yang paling sederhana,dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan bagi guru yang baru menggunakan metode kooperatif”.Disamping itu
metode ini sangat mudah diadaptasi dan telah digunakan didalam berbagai macam
mata pelajaran.Selanjutnya menurut Trianto (2009, hlm. 68) bahwa:
model pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota 4-5 orang secara heterogen”.
Metode yang dikembangkan oleh Slavin ini melibatkan “kompetensi” antar
kelompok.Siswa di kelompokkan secara beragam berdasakan kemampuan,
gender,ras,dan etnis.Pertama-tama,siswa mempelajari materi bersama dengan
35
teman-teman satu kelompoknya,kemudian mereka diuji secara individual melalui
kuis-kuis.
Perolehan nilai kuis setiap anggota menentukan skor yang diperoleh oleh
kelompok mereka.Jadi,setiap anggota harus berusaha memperoleh nilai maksimal
dalam kuis jika kelompok mereka ingin mendapatkan skor yang tinggi.Slavin
menyatakan bahwa metode STAD ini dapat diterapkan untuk beragam materi
pelajaran,termasuk sains,yang di dalamnya terdapat unit tugas yang hanya
memiliki satu jawaban yang benar.
STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan
membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh
guru,dalam hal ini guru pendidikan jasmani.
Menurut Suprijono (2009, hlm. 133) bahwa strategi prlaksanaan STAD
(Student Teams-Achievement Divisions) adalah sebagai berikut ini:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.
2) Guru menyajikan pembelajaran.
3) Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-
anggota kelompok.
4) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa, pada saat menjawab
kuit tidak boleh saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan.
Menurut Huda (2011, hlm. 116) yaitu :
Metode Student Team-Achievement Divisions (STAD) yang dikembangkan
oleh slavin ini melibatkan “kompetisi” antar kelompok. Siswa
dikelompokan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan
etnis. Pertama-tama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman-
teman satu sekelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual
melalui kuis-kuis.
Menurut Slavin (dalam Jurnal, 2014, hlm. 37) menjelaskan bahwa
permainan pembelajaran kooperatif dengan model STAD adalah siswa
ditempatkan dalam kelompok belajarberanggotakan empat atau lima orang
siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda,
sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa berprestasi tinggi, sedang,
dan rnedah atau variasi jenis kelamin, kelompok, ras, dan etnis, atau
kelompok social lainnya.
36
Dapat disimpulkan dari pendapat di atas bahwa metode STAD dapat
melibatkan atau berkompetisi dalam pembelajaran dengan melihat kemampuan,
jenis kelamin untuk membentuk kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran yang di bentuk secara berkelompok dan di bagi secara
heterogen berdasarkan kemampuan, jenis kelamin. Meningkatkan kebersamaan
dalam belajar mudah menyerap materi yang di ajarkan, memupuk kerjasama
dalam kelompok dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD.
8. Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement
Divisions) Dalam Pembelajaran Pendidikkan Jasmani
Siswa harus di beri penerapan pembelajaran dengan menggunakan model
kooperatif tipe STAD untuk mempermudah melakukan pembelajaran. Dengan
menggunakan model tersebut jadi siswa dibagi kelompok oleh guru untuk saling
kerjasama antar kelompok yang dibagi secara heterogen berdasarkan kemampuan,
jenis kelamin, untuk mencapai pembelajaran yang maksimal.
Pembelajaran pendidikan jasamni menggunakan model kooperatif tipe
STAD sangat menguntungkan bagi siswa. Adanya pembelajaran menggunakan
model untuk mempermudah siswa saling mengenal dengan teman atau
kelompoknya merasa lebih dekat dalam pembelajaran. Dalam penerapan
pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan model kooperatif
tipeSTAD dilakukan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku di
dalam metode model kooperatif tipe STAD itu sendiri, dimana yang harus
menjadi patokannya adalah menciptakan suasana pembelajaran yang tidak biasa
dan yang akan mempermudah siswa dalam menguasai materi pembelajaran yang
sedang dibahas.
Ketentuan atau peraturan di dalam model kooperatif tipe STAD tersebut
berlaku pada setiap pembelajaran pendidikan jasmani pada setiap siklus dengan
materi atau praktek pembelajaran pendidikan jasmani yang berbeda pada setiap
siklusnya, yang nantinya diharapkan pada setiap siklus dengan materi yang
berbeda-beda pada setiap pembelajaran pendidikan jasmanni tersebut dapat
meningkat hasil yang akurat dan berhasil sesuai harapan peneliti.
37
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
1. Hidayat, (2014) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model
Kooperatif Tipe STAD dalam Meningkatkan Pembelajaran Aktivitas Ritmik
Terstruktur Bebas”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
aktivitas ritmik terstruktur bebas. Pembelajaran pada kelas IV SDN 1
Lemahabang Kulon. Peneliti ini menggunakan metode penelitian tindakan
kelas (PTK). Sumber data dalam penelitian ini siswa kelas IV Lemahabang
Kulon. Berdasarkanhasil yang di peroleh simpulkan bahawa: Dengan
perencanaan pembelajaran seperti itu, kita dapat melihat kelebihan dan
kekurangan hasil dari penelitian ini sebesar 71,75% kemudian pada siklus II
meningkat sebesar 92,6% dan sikuls III telah memenuhi target dengan
persentase 100%. Proses pelaksanaan pembelajaran aktivitas ritmik terstruktur
bebas melalui penerapan model kooperatif tipe STAD diikuti dengan kinerja
atau pelaksanaan guru yang optimal dalam memberikan bimbingan serta
motivasi kepada siswa melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang jelas dan
koreksi yang tepat baik secara khusus maupun mendapatkan hasil yang
optimal. Pada siklus I pada pelaksanaan kinerja guru yaitu pada siklus 1
77,92%, kemudian pada siklus II meningkat sebesar 94,17%, dan siklus III
meningkat menjadi 100% dan telah mencapai target bias. Dalam
memaksimalkan aktivitas siswa saat berlangsungnya pembelajaran pemberian
motivasi siswa harus diberikan saat pembelajaran berlangsung agar aktivitas
siswa dapat meningkat. Dapat dilihat dari data siklus I yang mendapatkan
kriteria baik 53,85%, kriteria cukup 46,15%, siklus II siswa yang mendapatkan
kriteria baik 81%, cukup 19%, dan siklus III cukup mendapatkan kriteria baik
93,2%, cukup 6,8%. Aktivitas siswa yang mendapatkan kriteria baik
mengalami peningkatan. Penerapan pembelajaran aktivitas ritmik terstruktur
bebas melalui penerapan model kooperatif tipe STAD menunjukan adanya
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes pembelajaran aktivitas ritmik
pada data awsal menunjukkan 14,9% atau hanya 7 siswa yang tuntas dalam
pembelajaran aktivitas ritmik dari 47 siswa, kemudian meningkat setelah di
beri tindakan pada siklus I menjadi 64,1%, kemudian pada siklus II meningkat
lagi menjadi 83,3%, dan siklus III dengan persentase ketuntasan 95,5%.
38
2. Rophul Cahya, Tri Agusta, (2013). Penerapan Model Pembelajaran
Cooperative Learning Tipe STAD (Student Team Achivment Division) Untuk
Meningkatkan HasilBelajar Chest Pass Pada Siswa Kelas XI IPS 3 SMA
NEGERI 5Surakarta. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Maret 2013. Penelitian ini bertujuan
Untuk meningkatkan hasil belajar chest pass siswasiswi kelas XI IPS 3 SMA
Negeri 5 Surakarta tahun 2012/2013 dengan penerapan model pembelajaran
cooperative learning tipe STAD (student team achievementdivision).Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian inidilaksanakan
dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 3SMA N 5
Surakarta yang berjumlah 32 siswa yang terdiri dari 13 siswa putra dan19
siswa putri. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari guru dan
siswa.Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi dan penilaian hasil
belajarchest pass. Pembelajaran cooperative learning tipe STAD (student team
achievement division) dapat meningkatkan hasil belajar belajar chest pass dari
pra tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II.Dari hasil analisis yang
diperoleh peningkatan yang signifikan dari pratindakan ke siklus I dan dari
siklus I ke siklus II. Pada pratindakan, siswa belum menunjukan hasil belajar
yang baik, dengan kategori baik 31,3% atau 10 siswa dari 32 siswa, cukup
prosentase 21,9 % atau 7 siswa dari 32 siswa, kategori kurang dengan
prosentase 46,9 % atau 15 siswa dari 32 siswa. Pada siklus I Sangat Baik
dengan prosentase 18,8% atau 6 siswa dari 32 siswa, Baik dengan prosentase
34,4% atau 11 siswa dari 32 siswa, Cukup dengan prosentase 15,6% atau 5
siswa dari 32 siswa, Kurang dengan prosentase 25% atau 8 siswa dari 32 siswa,
Sangat Kurang dengan prosentase 6,3% atau 2 siswa dari 32 siswa, dari data
tersebut bisa di dapat ada Sejumlah 17 siswa telah mencapai kriteria Tuntas
sedangkan 15 siswa Tidak Tuntas. Pada siklus II menunjukan hasil belajar
chest pass bola basket siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun
Ajaran 2012 / 2013 setelah diberikan Tindakan II adalah Sangat Baik 53,1%
atau 17 siswa dari 32 siswa; Baik 28,1% atau 9 siswa dari 32 siswa; Cukup
15,63% atau 5 siswa dari 32 siswa; Kurang 3,13% atau 1 siswa dari 32 siswa;
Sangat Kurang 0%. Sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa 26
39
Siswa mencapai kriteria Tuntas sedangkan 6 siswa Tidak Tuntas dengan
jumlah murid 32 siswa. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II
menimbulkan terjadinya proses pembelajaran yang aktif, efektif, efisien dan
menyenangkan sehingga dapat mendukung terjadinya suatu pembelajaran yang
berkualitas. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran
cooperative learning tipe STAD (student team achievement division) dapat
meningkat.
3. Wakhidun, (2012). Model Pembelajaran Kelincahan dan Kecepatan Dalam
Penjasorkes. Melalui pendekatan Metode Student Teams Achievement Division
pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sidorejo Kecamatan Brangsong Kabupaten
Kendal tahun pelajaran 2011-2012. Skripsi jurusan pendidikan jasmani
kesehatan dan rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan air Universitas Negeri
Semarang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengembangan model kelincahan dan kecepatan dalam penjasorkes melalui
metode student Temas Achievement Division Pada siswa kelas V SD Negeri 1
Sidorejo Kecamatan Brangsong tahun pelajaran 2011-2012. Dari permasalahan
tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model
pembelajaran kelincahan dan kecepatan yang sesuai dengan karakteristik siswa
kelas V SD Negeria 1 Sidorejo dengan metode STAD. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian pengembangan yang mengacu pada model
pengembangan dari Borg dan Gall yang telah dimodifikasi yaitu (I) melakukan
penelitian pendahluan, pengumpulan informasi dan analisis kebutuhan
termasuk observasi lapangan dan kajian pustaka, (2) mengembangkan bentuk
produk awal (berupa model pembelajaran kelincahan dan kecepatan Drible
bola), (3) evaluasi para ahli dengan menggunakan satu ahli pensorkes dan satu
ahli pembelajaran, serta uji coba pada kelompok dengan menggunakan
kuesioner yang kemudian dianalisis, (4) revisi produk pertama Siklus I
berdasarkan hasil evaluasi ahli sebagai bahan perbaikan terhadap produk awal
Siklus I yang dibuat oleh peneliti, (5) uji keterampilan yang melibatkan 26
siswa, (6) revisi produk akhir (Siklus II) yang dilakukan berdasarkan uji
ketrampilan, (7) hasil akhir model pembelajaran dengan pendekatan metode
Student Teams Achievement Division (STAD). Kelincahan dan kecepatan
40
drible bola bagi siswa kelas V SD Negeri 1 Sidorejo. Pengumpulan data
Dilakukan dengan menggunakan Kuisioner yang diperoleh dari evaluasi ahli.
Uji kelincahan dan kecepatan 26 siswa kelas V SD Negeri 1 Sidorejo. Data
yang diperoleh berupa hasil penilaian mengenai kualitas produk, saran untuk
perbaikan produk dan hasil pengisian kuesioner oleh siswa. Teknik analisis
data yang digunakan adalah deskriptif persentase untuk mengungkap aspek
prikomotorik, kognitif dan afektif siswa setelah menggunakan produk. Dari
hasil uji coba diperoleh data evaluasi ahli dari 4 (kategori baik) presentase hasil
uji coba awal hasilnya 61.23% dari KKM yang telah ditentukan dan prosentase
pada Siklus I 69.23% sedangkan pada Siklus II 88.46% dari KKM.
Berdasarkan data tersebut maka model pembelajaran kelincahan dan kecepatan
dapat dipergunakan untuk siswa kelas V SD Negeri 1 Sidorejo Kecamatan
Brangsong Kabupaten Kendal.
C. Kerangka Berfikir
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa diarahkan untuk
menyelesaikan masalah yang sesuai dengan konsep pembelajaran yang sesuai
konsep yang dipelajari. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pembelajaran
pendidikan jasmani khususnya pada model atau cara guru menyampaikan materi
pelajaran. Sering kali materi yang diajarkan oleh guru kurang tertanam kuat di
benak siswanya. Khususnya dalam pembelajaran praktek. Siswa kurang mampu
menganalisis pembelajaran yang telah diajarkan oleh guru, sebab guru
menyampaikan materi secara verbal, adapun demontrasi atau contoh kurang bias
ditangkap oleh siswa secara optimal. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar
bagi siswa. Siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan
kemampuan berfikirnya dalam menyelesaikan masalah yang sesuai dengan materi
pembelajaran. Permasalahan umum dalam pembelajaran penjaskes adalah
kurangnya saran prasarana dan kurangnya peran aktif siswa dalam dalam kegiatan
belajar. Proses pembelajaran yang berlangsung belum mewujutkan adanya
partisipasi siswa secara penuh. Siswa berperan sebagai obyek pembelajaran, yang
hanya mendengarkan dan mengaplikasikan apa yang di sampaikan guru. Selain itu
41
16 pembelajaran kurang menoptimalkan penggunaan modifikasi pembelajaran
yang dapat memancing peran aktif siswa.
Penggunaan model nyata yang dapat di amati dan di pegang secara langsung
oleh siswa memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam belajar. Model
nyata yang digunakan dalam pembelajaran. Kurangnya kreatifitas guru dapat
mempengaruhi Hasil belajar siswa tidak memenui KKM yang telah ditentukan,
untuk itu kreatifitas guru pendidikan jasmani perlu ditanamkan agar dapat
mengembangkan model–model pembelajaran yang menarik bagi siswa. Dengan
pembelajaran yang menyenangkan siswa akan lebih bergairah dan semangat untuk
mengikuti materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
Kerangka penelitian adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis
besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Dalam Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ini peneliti membuat kerangka penelitian sebelum dilakukannya penelitian
sebagai gambaran/ rencana dan acuan pada saat akan melakukan penelitian.
Kerangka penelitian tersebut dapat dilihat di dalam sebuah diagram di bawah ini :
42
Diagram 2.1
Diagram Kerangka Penelitian
Kondisi Saat Ini
Tindakan
Tujuan/ Hasil
Pembelajaran monoton
Belum ditemukan strategi pembelajaran
yang tepat
Kurangnya semangat, kerja sama, percaya
diri, sportivitas, dan kejujuran dari siswa-
siswi
Rendahnya kualitas proses/ hasil KBM
Penjelasan pembelajaran kooperatif
Pelatihan pembelajaran kooperatif tipe
STAD
Simulasi pembelajaran kooperatif tipe
STAD
Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe
STAD di kelas dan di lapangan
Guru mampu melaksanakan pembelajaran
kooperatif tipe STAD
Kualitas KBM, baik proses maupun hasil
meningkat
Evaluasi Awal
Diskusi Pemecahan
Masalah
Evaluasi Efek
Penerapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Evaluasi Akhir
43
D. Asumsi
Beberapa asumsi yang muncul dalam permasalahan.
Asumsi peneliti dalam penelitian ini bahwa dengan menggunakan model
kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan pembelajaran pendidikan jasmani
akan menumbuhkan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam melakukan dan
menyampaikan materi pelajaran dalam proses pengajarannya. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zaini (2008, hlm. 56) mengemukakan
bahwa “Model pembelajaran STAD merupakan strategi yang menarik untuk
digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian
dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi
ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain”.
Menurut Slavin (Taniredja, 2011, hlm. 64) model STAD merupakan “salah
satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,dan merupakan
model yang paling sederhana,dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan bagi guru yang baru menggunakan metode kooperatif”.Disamping itu
metode ini sangat mudah diadaptasi dan telah digunakan didalam berbagai macam
mata pelajaran.Selanjutnya menurut Trianto (2009, hlm. 68) bahwa:
1. Model pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota 4-5 orang secara heterogen”.
2. Pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani yang dapat mengintegrasikan
aspek pengetahuan, sikap, dan psikomotor, merupakan pendekatan yang dapat
membentuk siswa secara utuh atau menyeluruh sesuai dengan tujuan
pendidikan secara umum yaitu untuk menjadikan manusia sebagai manusia
yang seutuhnya.
3. Pedoman oprasional tentang pendekatan pendidikan jasmani yang dapat
mengintegrasikan ketiga aspek secara bersamaan dalam waktu pembelajaran
dan meneraapkan dalam kegiatan pembelajaran dan kehidupan yang lebih luas
akan memberikan kemudahan baik bagi siswa maupun guru pendidikan
jasmani dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam penilaian saat
pembelajaran pendidikan jasmani dengan secara menyeluruh.
44
4. Dalam rangka pemecahan masalah dalam pembelajaran pendidikan jasmani di
perlukan tindakan-tindakan dalam kegiatan pembelajaran, selain dapat
mempermudah siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani yang terkandung
dalam nilai-nilai olahraga. Guru harus memberikan pendekatan yang sangat
erat pada siswa dalam pembelajaran dan penilaian pendidikan jasmani. Jadi
tujuan penjas dapat saling mendukung satu sama lainnya.
E. Hipotesis Penelitian
Rumusan hipotesis penelitian ini adalah:
1. Jika pembelajaran Pendidikan jasmani menggunakan model kooperatif
tipeSTAD (Student Teams-Achievement Divisions) dapat meningkatkan
pelakasanaan belajar siswa di kelas V SDN Mukti Usman Kecamatan
Tanjungsiang Kabupaten Subang maka hasilnya akan meningkat.
2. Jika pendidikan jasmani menggunakan model kooperatif tipeSTAD (Student
Teams-Achievement Divisions) dapat meningkatkan perencanaan belajar siswa
di kelas V SDN Mukti Usman Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang
maka hasilnya akan meningkat.
3. Jika pendidikan jasmani menggunakan model kooperatif tipeSTAD (Student
Teams-Achievement Divisions) dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas V
SDN Mukti Usman Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang maka
hasilnya akan meningkat.
4. Jika pendidikan jasmani menggunakan model kooperatif tipeSTAD (Student
Teams-Achievement Divisions) dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas
V SDN Mukti Usman Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang maka
hasilnya akan meningkat.