bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. model...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Model Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, maka kegiatan
pembelajaran bagi siswa kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan
Pembelajaran tematik, yaitu pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Tema adalah pokok
pikiran/gagasan yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta
dalam pusat kurikulum , 2006). Dengan tema diharapkan memberikan
keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena
materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi
nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata
pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan
secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua
atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan
remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa
dalam proses belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri
pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa
akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori
pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, yang menekankan
bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada
kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru perlu merancang
pengalaman belajar yang mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
menjadikan pembelajaran lebih efektif. Selain itu penerapan pembelajaran
tematik sangat membantu siswa yang masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan (holistik).
7
2.1.2. Media Perkalian dan Pembagian
2.1.2.1. Pengertian media
Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang
menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasarkan
fungsinya media dapat berbentuk alat peraga dan sarana. Namun
dalam keseharian kita tidak terlalu membedakan antara alat peraga
dan sarana. Sehingga semua benda yang digunakan sebagai alat
dalam pembelajaran matematika kita sebut alat peraga matematika.
Demikian pula pada penelitian ini, media matematika kita sebut alat
peraga matematika.
Menurut Estiningsih (1994) alat peraga merupakan media
pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep
yang dipelajari. Contoh: papantulis, buku tulis, dan daun pintu yang
berbentuk persegipanjang dapat berfungsi sebagai alat peraga
pada saat guru menerangkan bangun geometri dalam persegi
panjang. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan
keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu menangkap arti
sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba,
dan memanipulasi alat peraga maka siswa mempunyai pengalaman
nyata dalam kehidupan tentang arti konsep. Sedangkan sarana
merupakan media pembelajaran yang fungsi utamanya sebagai alat
bantu untuk melakukan pembelajaran. Dengan menggunakan
sarana tersebut diharapkan dapat memperlancar pembelajaran.
8
Contoh: papan tulis, jangka, penggaris,lembar tugas (LT), lembar
kerja (LK), dan alat-alat permainan.
2.1.2.2. Langkah-langkah Penggunaan media
Bila kita cermati pembelajaran yang terjadi di sekolah saat ini,
masih banyak yang dikelola secara klasikal. Artinya semua siswa
diperlakukan sama oleh guru. Pembelajaran klasikal merupakan
pembelajaran yang paling disenangi oleh guru karena cara ini
mudah dilaksanakan.
Pada pembelajaran klasikal umumnya komunikasi terjadi
searah, yaitu dari guru ke siswa, dan hampir tidak terjadi
sebaliknya. Oleh sebab itu penggunaan alat peraganya didominasi
oleh guru. Pada umumnya hanya sebagian kecil dari siswa yang
dapat memanfaatkan alat peraga tersebut. Untuk meminimalisasi
dominasi guru dalam penggunaan alat peraga, maka perlu
direncanakan dan dikembangkan alat peraga untuk kelompok atau
individu.
Menurut Arief S. Sadiman (1996) ada beberapa keuntungan
bila alat peraga digunakan untuk kelompok, antara lain: (1) adanya
tutor sebaya dalam kelompok, akan dapat membantu guru dalam
menerangkan pemanfaatan alat peraga kepada temannya, (2)
kerjasama yang terjadi dalam penggunaan alat peraga kelompok
akan membuat suasana kelas lebih menyenangkan, (3) banyaknya
9
anggota kelompok yang relatif kecil akan memudahkan siswa untuk
berdiskusi dan bekerjasama dalam pemanfaatan alat.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan alat
peraga kelompok yakni: (1) tugas-tugas pelengkap dari alat
peraga/sarana yang menjadi tanggung jawab kelompok hendaknya
mengaktifkan semua anggota kelompok, agar tidak terjadi dominasi
oleh seorang anggota kelompok, (2) pemilihan anggota kelompok
dalam melaksanakan tugas-tugas pemanfaatan alatperaga haruslah
secermat mungkin, sehingga tidak terjadi penumpukan siswa yang
pandai atau sebaliknya dalam satu kelompok.
2.1.3. Tujuan Penggunaan Alat Peraga
a) Memberikan kemampuan berpikir matematika secara kreatif. Bagi
sebagian siswa, matematika tampak seperti suatu sistem yang kaku,
yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan dalil-dalil untuk
dipecahkan. Padahal sesungguhnya matematika memiliki banyak
hubungan untuk mengembangkan kreatifitas.
b) Mengembangkan sikap yang menguntungkan ke arah berpikir
matematika. Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah
sedemikian rupa, sehingga para siswa dapat menyukai pelajaran
tersebut. Suasana semacam ini merupakan salah satu hal yang dapat
membuat para siswa memperoleh kepercayaan diri akan kemampuannya
10
dalam belajar matematika melalui pengalaman-pengalaman yang akrab
dengan kehidupannya.
c) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan penerapan
matematika dalam keadaan sebenarnya. Siswa dapat menghubungkan
pengalaman belajarnya dengan pengalaman-pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan keterampilan masing-
masing mereka dapat menyelidiki atau mengamati benda-benda di
sekitarnya, kemudian mengorganisirnya untuk memecahkan suatu
masalah.
d) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi. Dengan alat peraga
diharapkan siswa lebih memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru
dan menyenangkan, sehingga mereka dapat menghubungkannya
dengan matematika yang bersifat abstrak.
e) Dari tujuan di atas diharapkan dengan bantuan penggunaan alat peraga
dalam pembelajaran dapat memberikan permasalahan-permasalahan
menjadi lebih menarik bagi siswa yang sedang melakukan kegiatan
belajar. Karena penemuan-penemuan yang diperoleh dari aktivitas siswa
biasanya bermula dari munculnya hal-hal yang merupakan tanda tanya,
maka permasalahan yang diselidiki jawabannya itu harus didasarkan
pada obyek yang menarik perhatian siswa. Jadi bila memungkinkan hal
itu haruslah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang mengarah pada
bahan diskusi dalam berbagai cabang penyelidikan, misalnya dari buku,
dari guru atau bahkan dari siswa sendiri. Hal itu dapat ditentukan melalui
11
peragaan dari guru dan diskusi yang melibatkan seluruh kelas atau oleh
kelompok kecil/seorang siswa yang bekerja dengan lembar kerja.
Dengan menggunakan suatu lembar kerja, mereka dapat menggunakan
bahan-bahan yang dirancang untuk mengarahkan dalam menjawab
pertanyaan yang akan membantu mereka menemukan suatu jawaban
yang dimaksudkan pada arti pertanyaannya. Oleh karena itu sebaiknya
setiap alat peraga dilengkapi dengan kartu-kartu atau lembar kerja atau
petunjuk penggunaan alat untuk menjawab permasalahan.
2.1.4. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Alat Peraga
Menurut Briggs (1977) selain mempersiapkan langkah-langkah
penggunaan alat peraga, seperti persiapan guru, lingkungan, persiapan
siswa, maka perlu pula mengetahui prinsip-prinsip umum dalam penggunaan
alat peraga, di antaranya sebagai berikut.
a) Penggunaan alat peraga hendaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b) Alat peraga yang digunakan hendaknya sesuai dengan metode/strategi
pembelajaran.
c) Tidak ada satu alat peragapun yang dapat atau sesuai untuk segala
macam kegiatan belajar.
d) Guru harus terampil menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.
e) Peraga yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan siswa dan
gaya belajarnya.
12
f) Pemilihan alat peraga harus obyektif, tidak didasarkan kepada
kesenangan pribadi.
g) Keberhasilan penggunaan alat peraga juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan.
2.1.5. Perkalian dan Pembagian
Perkalian dan pembagian merupakan operasi hitung yang harus
dikuasai siswa sejak kelas rendah. Hal ini supaya pembelajaran di kelas-
kelas selanjutnya tidak mengalami hambatan. Dalam penelitian ini dibahas
tentang bagaimana membelajarkan perkalian dasar, perkalian lanjut,
pembagian dasar, dan pembagian lanjut.
2.1.5.1. Perkalian Dasar
Menurut Widowati (2012) Perkalian dasar adalah perkalian dari dua
bilangan yang masing-masing terdiri dari satu angka (dalam penelitian ini
disebut perkalian dua bilangan satu angka). Pembelajaran perkalian dasar
dilakukan dengan memberikan masalah nyata kepada siswa sehingga
siswa mengonstruksi sendiri tentang konsep perkalian di kepalanya.
Masalah-masalah yang diberikan kepada siswa hendaknya masalah yang
dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Untuk pembinaan keterampilan, guru dapat memberikan permainan-
permainan terkait perkalian dasar. Hal ini supaya siswa mahir perkalian
dasar dengan sendirinya tanpa merasa tertekan perasaannya.
13
2.1.5.2. Perkalian Lanjut
Perkalian lanjut adalah perkalian yang melibatkan dua bilangan
selain dua bilangan satu angka. Artinya perkalian dari dua bilangan
dengan salah satu bilangannya lebih dari satu angka atau kedua-duanya
lebih dari satu angka. Pembelajaran perkalian lanjut dilakukan dengan
memanfaatkan sifat-sifat perkalian. Sifat-sifat tersebut adalah:
a. Komutatif
a × b = b × a
b. Distributif
a × (b + c) = (a × b) + (a × c)
a × (b + c + d) = (a × b) + (a × c) + (a × d)
Pembelajaran perkalian bersusun diawali dengan memberikan media
kartu perkalian dan pembagian untuk memudahkan siswa mempelajari
nilai tempat ratusan, puluhan, dan satuan. Dengan sifat distributif, siswa
diajak menalar teknik bersusun dalam menyelesaikan perkalian yaitu
dengan mengumpulkan ratusan dengan ratusan, puluhan dengan
puluhan, dan satuan dengan satuan. Dengan peragaan ini, perkalian
bersusun tanpa menyimpan atau dengan menyimpan tidak akan
mengalami kendala.
2.1.5.3. Pembagian dasar
Definisi pembagian adalah sebagai berikut.a : b = c artinya adalah
ada sekumpulan benda sebanyak a dibagi rata (sama banyak) dalam b
14
kelompok. Maka cara membaginya dilakukan dengan pengambilan
berulang sebanyak b sampai habis dengan setiap kali pengambilan dibagi
rata ke semua kelompok (Widowati: 2012)
Banyaknya pengambilan ditunjukkan dengan hasil yang didapat oleh
masing-masing kelompok yaitu c. Hasil bagi (c) adalah banyaknya satuan
pengambilan b dalam setiap kali mengambil untuk dibagi rata. Jika
banyaknya anggota yang dimuat oleh masing-masing kelompok adalah c,
maka banyaknya pengambilan b satuan sampai habis pada kumpulan
benda sebanyak a adalah c kali. Mengapa? Sebab untuk setiap kali
pengambilan sebanyak b anggota dari kumpulan benda beranggotakan a
selalu dibagi rata pada masing-masing kelompok sebanyak b. Sehingga
jika hasil pada masing-masing anggota adalah c, maka dapat dipastikan
bahwa banyaknya satuan pengambilan b anggota sampai habis dari
sekumpulan benda sebanyak a itu adalah c kali. Dalam membelajarkan
pembagian dasar, siswa diberikan pengalaman membagi, misalnya
dengan membagikan sejumlah barang kepada beberapa temannya.
Dengan memberikan pengalaman, siswa akan selalu mengingat
konsep pembagian tersebut di kepalanya. Selanjutnya dengan memberi
banyak latihan, siswa diajak untuk mengamati hubungan antara bilangan
yang dibagi, pembagi, dan hasil baginya. Setelah dicermati ternyata
bilangan yang dibagi = pembagi × hasil bagi.
15
2.1.5.4. Pembagian Lanjut
Pembagian lanjut adalah pembagian yang tidak berhubungan
langsung dengan perkalian dua bilangan satu angka. Pembagian lanjut
dilakukan dengan teknik yang dikenal dengan sebutan “pembagian
bersusun”. Untuk mengetahui mengapa pembagian bersusun selalu
diawali dengan kumpulan terbesar terlebih dahulu barulah kemudian
dilanjutkan ke satuan kumpulan benda berikutnya yang lebih kecil, guru
dapat mengawalinya dengan membagi rata sedotan 36 kepada 3 orang
temannya. Peraga 36 ditunjukkan di papan tulis dengan 3 ikat sedotan
yang masing-masing ikatannya sebanyak 10 satuan, dan 6 sedotan yang
tidak diikat. Sedotan yang diikat dimasukkan di kantong puluhan (kantong
sebelah kiri) dan yang tidak diikat dimasukkan di kantong satuan (kantong
di sebelah kanannya). Dari peragaan itu guru kemudian meminta 4 orang
siswa untuk maju ke depan bermain peran. Salah seorang siswa ditunjuk
sebagai pihak yang melakukan pembagian dan 3 siswa lainnya berperan
sebagai pihak yang menerima bagian. Guru mengamati jalannya
peragaan. Ada 2 cara pembagian yang dapat dilakukan pada kegiatan
bermain peran tersebut. Cara pertama adalah 3 ikat yang puluhan dilepas
ikatannya untukdigabung dengan satuannya yakni sebanyak 6. Sehingga
seluruhnya menjadi 36. Selanjutnya dari 36 sedotan itu diambil secara
berulang tiga-tiga sedotan sampai habis dengan setiap kali ambil dibagi
rata pada 3 orang temannya. Hingga pembagian habis itu ternyata setelah
masing-masing siswa disuruh menghitung banyak sedotan yang
16
diterimanya, ternyata masing-masing menerima sedotan sebanyak 12.
Guru kemudian menulis di papan tulis 36 : 3 = 12.
2.1.6. Hakekat Matematika
2.1.6.1. Pengertian Matematika
Matematika merupakan ilmu yang mempunyai peranan sangat
penting dalam berbagai aktivitas yang dilakukan manusia di dalam
kehidupannya. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak
terlepas dari pemanfaatan dan penerapan konsep-konsep yang ada di
dalam matematika. Sebagai ilmu yang universal, matematika tidak
dapat terpisahkan dari berbagai disiplin ilmu lain yang ada dalam
kehidupan manusia.
Menurut Freudenthal (Zulkardi, 2001), matematika haruslah
dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas
manusia. Sementara itu Maulana (2006), menyatakan bahwa
matematika merupakan kegiatan manusia dan oleh karena matematika
merupakan kegiatan manusia, matematika dapat dipelajari dengan
baik bila disertai dengan mengerjakannya.
Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, maka dengan kata
lain matematika merupakan bagian dari seluruh kegiatan dan aktivitas
manusia. Oleh karena itu, manusia akan mampu memahami dan
menguasai matematika hanya jika manusia tersebut mempelajarinya
disertai dengan mengerjakan konsep-konsep matematika baik itu
17
aktivitas yang dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari, maupun
aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran.
Matematika adalah satu diantara mata pelajaran yang sangat vital
dan berperan strategis dalam pembangunan iptek, karena mempelajari
matematika sama halnya melatih pola inovatif dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Pentingnya ilmu matematika dalam kehidupan
manusia tidak perlu diperdebatkan lagi. “Ilmu matematika tidak hanya
untuk matematika saja tetapi teori maupun pemakaiannya praktis
banyak membantu dan melayani ilmu-ilmu lain” (Ruseffendi dkk,
1993:106). Bisa dikatakan bahwa semua aspek kehidupan manusia
tidak dapat dilepaskan dari ilmu ini. Artinya bahwa matematika
digunakan oleh manusia di segala bidang.
Meskipun ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat umum, namun sering kali ilmu ini
dipahami dengan cara yang salah. Ilmu ini sering kali sekedar
dipahami sebagai rumus-rumus yang sulit sehingga banyak siswa
yang kurang menyukainya.
Matematika merupakan ilmu yang mengkaji obyek abstrak dan
mengutamakan penalaran deduktif. “Objek Matematika adalah benda
pikiran yang bersifat abstrak dan tidak dapat diamati dengan panca
indra” (Pujianti, 2004:1).
18
2.1.7. Pembelajaran Matematika
Treffers (Zulkardi, 2001) mengklasifikasikan pendidikan matematika
berdasarkan matematika horizontal dan vertikal ke dalam empat tipe sebagai
berikut. 1) Mekanistik, pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan
tradisional yang didasarkan pada drill and practice dan pola. Pendekatan ini
menganggap siswa sebagai sebuah mesin (mekanik). 2) Empiristik,
pendekatan ini menganggap bahwa dunia adalah realistis, yang membuat
siswa dihadapkan pada sebuah situasi yang mengharuskan mereka
menggunakan aktivitas matematisasi horizontal. 3) Strukturalistik, pendekatan
ini didasarkan pada teori himpunan dan permainan yang bisa dikategorikan
ke daam matematisasi horizontal. Tetapi ditetapkan dari dunia yang dibuat
sesuai dengan kebutuhan, yang tidak ada kesamaanya dengan dunia siswa.
4) Realistik, yaitu pendekatan yang menggunakan situasi dunia nyata atau
suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini
siswa melakukan aktifitas matematisasi horizontal, yaitu pada saat siswa
mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek
matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan
menggunakan matematisasi vertikal siswa sampai pada tahap pembentukan
konsep.
2.1.8. Pembelajaran Matematika di SD
Proses belajar akan dirasakan bermakna jika siswa terlibat langsung dan
melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan teori belajar yang
19
dikemukakan oleh David Ausubel (Maulana, 2008b: 66) “Belajar bermakna
adalah belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya, untuk
kemudian dikaitkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar
lebih mengerti.”
2.1.9. Metode Demonstrasi
2.1.9.1. Pengertian metode demonstrasi
Metode adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan materi
pembelajaran. Dalam suatu metode mengandung pengertian
terlaksananya kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Metode dilaksanakan melalui prosedur tertentu. Keaktifan siswa dalam
belajar mendapat perhatian utama dibandingkan keaktifan guru yang
bertindak sebagai fasilitator. Istilah metode yang penekanannya pada
keaktifan guru selanjutnya diganti dengan istilah strategi pembelajaran
yang menekankan pada kegiatan siswa (Surakhmad, 1994:96).
Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk
memperhatikan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang
berkenaan dengan bahan pelajaran. Menurut Hamzah (2007: 81)
menjelaskan bahwa metode ini mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik
secara langsung maupun melalui pengunaan media pengajaran yang
relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
20
Biasanya, setelah guru melakukan demonstrasi, mengajak siswa
untuk mempraktekkannya. Siswa diberi kesempatan melakukan
keterampilan atau proses yang sama di bawah bimbingan guru.
Sebagai hasilnya, peserta akan memperoleh pengalaman belajar
langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan
dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktik adalah
membuat perubahan pada ranah keterampilan. Hal ini untuk
menanamkan pengetahuan kepada siswa tentang cara menggunakan
barang atau alat yang benar atau membuktikan suatu kejadian.
Adapun tujuan peneliti menggunakan metode demonstrasi adalah
(1) memperlihatkan cara kerja suatu operasi matematika; (2)
membuktikan teori dan penggunaan alat peraga matematika; (3)
memberikan pemahaman siswa yang tidak mungkin disampaikan
secara penjelasan saja; (4) meningkatkan keterampilan menggunakan
operasi hitung perkalian dan pembagian yang menghasilkan dua
angka.
2.1.9.2. Kelebihan metode demonstrasi
Tidak ada metode yang paling baik dan sesuai untuk diterapkan
pada setiap kompetensi dasar yang akan diajarkan. Setiap metode
memilliki kelebihan dan kekurangan. Kelebiha dari metode
demonstrasi adalah sebagai berikut
21
a). Membantu siswa didik memahami dengan jelas jalannya suatu
proses penyelesaian operasi matematika.
b). Memudahkan menghitung operasi perkalian dan pembagian.
c). Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat
diperbaiki dengan peragaan dan contoh konkrit, dengan
menghadirkan objek sebenarnya berupa bilangan.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa metode
demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan
siswa dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-
langkah pengerjaan sesuatu dengan cara memperagakan barang,
kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalalui penggunaan media pengajaran yang
relevan dengan bagian pelajaran.
2.1.9.3. Langkah-langkah metode demonstrasi dalam pembelajaran
Setiap metode memilki langkah-langkah sendiri yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Perbedaan langkah tersebut menjadikan
karakteristik atau kekhasan dari metode tersebut. Adanya karakteristik
metode dalam langkah-langkahnya. Maka pembelajaran tidak dapat
hanya menggunakan satu metode saja, tetapi bisa lebih dari satu
metode.
Menurut Hamzah (2007) metode demonstrasi memiliki langkah-
langkah pembelajaran sebagai berikut:
22
a) Menunjukkan dan mengenalkan operasi perkalian dan pembagian
dengan menggunakan kartu perkalian dan pembagian yang akan
didemonstrasikan.
b) Memberikan penjelasan sambil menunjukkan dan memeragakan
cara mencari perkalian dan pembagian dengan menggunakan kartu
perkalian dan pembagian.
c) Siswa memperagakan kembali cara menghitung perkalian dan
pembagian dengan menggunakan kartu perkalian dan pembagian.
d) Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam operasi hitung
perkalian dan pembagian, guru dapat memberikan bimbingan dan
peragaan kembali cara menghitung perkalian dan pembagian
dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian.
2.1.9.4. Penerapan metode demonstrasi dengan media kartu
perkalian dan pembagian
Penerapan metode demonstrasi dengan media kartu perkalian
dan pembagian pada siswa dalam pembelajaran matematika dapat
berupa siswa demonstrasi menghitung perkalian dan pembagian
menggunakan kartu perkalian dan pembagian (Mardianingrum:2011).
Siswa sebelum memulai dengan menggunakan media kartu perkalian
dan pembagian, diberikan penjelasan oleh guru tentang tata cara dan
penggunaan kartu perkalian dan pembagian dengan tepat dan benar.
Kemudian, siswa dibentuk dalam satu kelompok untuk melakukan
23
diskusi dan diberi soal latihan berupa perkalian dan pembagian yang
hasilnya dua angka untuk dikerjakan secara berkelompok, kemudian
wakil dari masing-masing kelompok mendemonstrasikan menghitung
soal perkalian dan pembagian dengan menggunakan perkalian dan
pembagian di depan kelas.
Siswa yang semula tidak aktif dalam pembelajaran akan
memperhatikan siswa lain yang berdemonstrasi memperagakan cara
menghitung perkalian dan pembagian. Dengan menggunakan media
kartu perkalian dan pembagian tersebut dapat menumbuhkan
pemahaman siswa tentang operasi hitung perkalian dan pembagian.
Pemahaman siswa yang meningkat akan berdampak pada
meningkatnya hasil belajar matematika tentang operasi hitung
perkalian dan pembagian hingga mencapai tingkat ketuntasan 75%
dari jumlah siswa kelas II dengan rata-rata klasikal di atas KKM yaitu
6,0.
2.1.10. Belajar
Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar
merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang
kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari
24
perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif
permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa
diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat
kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.
Jadi, pengertian belajar adalah suatu proses untuk merubah tingkah laku
sehingga diperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di
dalam diri seseorang setelah melakukan aktifitas tertentu. Walaupun pada
hakikatnya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar.
2.1.11. Hasil Belajar
Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dalam usaha
penguasaan materi dan ilmu penegetahuan yang merupakan suatu kegiatan
yang menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Melalui belajar dapat
diperoleh hasil yang lebih baik.
Belajar berarti mengubah tingkah laku. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Suhardiman (1988) bahwa belajar adalah mengubah
tingkah laku. Belajar akan membantu terjadinya suatu perubahan pada diri
individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya dikaitkan dengan perubahan
ilmu pengetahuan, melainkan juga berbentuk percakapan, ketrampilan, sikap,
pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Belajar menyangkut
segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang, prestasi belajar
pada hakekatnya merupakan hasil dari belajar sebagai rangkaian jiwa raga.
25
Psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang
berarti menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, efektif dan
prestasi motorik.
Prestasi belajar sebagai suatu hasil belajar akan menjangkau tiga ranah
atau matra seperti yang dikemukakan oleh (Bloom dalam Dimyati, 2002),
yaitu ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik dimana ranah tersebut dipenuhi
menjadi beberapa jangkauan kemampuan. Jangkauan kemampuan ranah
kognitif tersebut adalah meliputi (1) pengetahuan dan ingatan (knowledge);
(2) Pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh (coprehention); (3)
penerapan (application) ; (4) menguraikan, menentukan hubungan (analysis);
(5) mengorganisasikan, merencanakan membentuk bangunan baru
(syntesis), dan (6) menilai (evaluation).
Termasuk kedalam ranah afektif (affective) adalah; (1) sikap menerima
(receiving); (2) partisipasi (participation); (3) menentukan penilaian (valuing);
(4) mengorganisasi (organization); dan (5) pembentukan pola hidup
(characterization).
Sedangkan ranah psikomotor menurut (Simpson dalam Dimyati, 2002)
meliputi: (1) persepsi; (2) kesiapan; (3) gerakan terbimbing; (4) gerakan yang
terbiasa; (5) gerakan kompleks; (6) pentesuaian pola gerakan; (7) kreativitas.
Dengan demikian hasil belajar dapat dikatakan sempurna apabila target
jangkauan mengenai pencapaian tingkat sebagaimana yang telah
diasebutkan sesuai denga tujuan belajar yang diharapkan siswa.
26
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil maksimum yang telah
dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar dalam
mempelajari materi pelajaran tertentu. Hasil belajar tidak mutlak berupa nilai
saja, akan tetapi dapat berupa perubahan atau peningkatan sikap, kebiasaan,
pengetahuan, keuletan, ketabahan, penalaran, kedisiplinan, ketrampilan dan
sebagaimana yang menuju pada perubahan positif. Prestasi belajar
menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya yang telah mengalami
proses pengalihan ilmu pengetahuan dari seseorang yang dapat dikatakan
dewasa atau memiliki pengetahuan kurang. Walaupun sebenarnya prestasi
ini bersifat sesaat saja, tetapi sudah dapat dikatakan bahwa siswa tersebut
benar-benar memiliki ilmu pada materi atau bahasan tertentu. Jadi, dengan
adanya prestasi belajar, orang dapat mengetahuii seberapa jauh siswa dapat
menangkap , memahami, memiliki materi pelajaran tertentu. Atas dasar itu
pendidik dapat menentukan strategi belajar-mengajar yang lebih baik.
2.2. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sudah dilakukan oleh peneliti lain yang
menggunakan metode demonstrasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Penelitian tersebut antara lain seperti yang dilakukan oleh peneliti berikut ini:
2.2.1. Anggraeni (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Prestasi
Belajar Matematika pada Pokok Bahasan Trigonometri dengan Metode
Demonstrasi pada Siswa kelas III di SMP 4 Malang” yang hasilnya
27
menunjukkan dengan penggunaan metode demonstrasi prestasi belajar siswa
dapat meningkat.
2.2.2. Rumain (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Penguasaan
Konsep Penjumlahan Bilangan Cacah melalui Metode Demonstrasi di Kelas III
SDN Pukul Kecamatan Kraton Pasuruan” yang hasilnya dengan penerapan
metode demonstrasi dapat meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan
bilangan cacah.
2.2.3. Widowati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode
demonstrasi Menggunakan Kartu Bilangan Bulat untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika dalam menyelesaikan Penjumlahan Bilangan Bulat pada
Siswa Kelas IV SDN Kebotohan Pasuruan” dan hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar matematika dalam menyelesaikan operasi hitung
penjumlahan tersebut.
2.2.4. Mardianingrum (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode
Demonstrasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas IV SDN
Purwantoro 8 Malang” menyatakan bahwa dengan metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD.
2.2.5. Hanesti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar
Jaring-jaring Kubus dan Balok melalui Metode demonstrasi di Kelas IV SDN
Tanjungrejo 2 Malang” hasilnya dengan penerapan metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar jaring-jaring kubus dan balok pada siswa kelas IV
SDN Tanjungrejo 2 Malang.
28
Dengan referensi kelima penelitian tersebut peneliti ingin memperbaiki prestasi
belajar siswa kelas II SDN Keniten Kecamatan Pecalungan dengan menggunakan
metode demonstrasi dengan media kartu perkalian dan pembagian.
2.3. Kerangka Berpikir
2.3.1. Kondisi Awal
Kegiatan pembelajaran matematika di kelas II SDN Keniten kurang
menarik perhatian siswa karena guru kurang memanfaatkan media yang ada di
sekitar sekolah. Siswa merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran yang selalu
monoton, kurang bervariasi sehingga menyebabkan hasil belajar yang kurang
memuaskan.
2.3.2. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika materi perkalian dan
pembagian bilangan dua angka dengan menggunakan media kartu perkalian dan
pembagian melalui metode demonstrasi siswa akan semakin mudah memahami
materi yang dipelajari. Dalam penelitian ini, pada siklus I demontrasi
penggunaaan media kartu perkalian dan pembagian dilakukan oleh siswa secara
kelompok besar. Sementara pada siklus II demontrasi penggunaaan media kartu
perkalian dan pembagian dilakukan oleh siswa secara kelompok
kecil/berpasangan.
29
2.3.3. Kondisi Akhir
Dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian melalui
metode demonstrasi diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada
siswa kelas II SDN Keniten semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat penulis
gambarkan seperti pada diagram di bawah ini.
Gambar 1 Kerangka Berpikir
Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Berpikir
Tindakan
Kondisi Awal
Sudah menggunakan media kartu perkalian
dan pembagian melalui
metode demonstrasi
SIKLUS I
Menggunakan media kartu perkalian dan pembagian melalui
metode demonstrasi secara kelompok
besar
Belum menggunakan media kartu perkalian
dan pembagian melalui metode demonstrasi
Hasil belajar matematika rendah
SIKLUS II
Menggunakan media kartu perkalian dan pembagian melalui
metode demonstrasi secara kelompok
kecil
Diduga menggunakan media kartu perkalian
dan pembagian melalui metode demonstrasi dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas
II SDN Keniten semester II tahun
pelajaran 2011/2012
Kondisi Akhir
30
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori diatas hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:
penggunaan media kartu perkalian dan pembagian melalui metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II SDN Keniten, Kecamatan
Pecalungan, kabupaten Batang semester II tahun pelajaran 2011/2012.