bab ii kajian pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15357/2/t1_292012619_bab ii... ·...

17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab II ini akan membahas tentang matematika, pembelajaran Problem Solving, hasil belajar, kajian penelitian relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan. 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Matematia Menurut Abraham S Lunchis dan Edith N Lunchins (Suherman, 2001), matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika. Mustafa (Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. Berdasarkan Elea Tinggih (Suherman, 2001), mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Namun ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang abstrak dan dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bilangan secara cermat, jelas dan akurat.

Upload: phungquynh

Post on 27-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II ini akan membahas tentang matematika, pembelajaran

Problem Solving, hasil belajar, kajian penelitian relevan, kerangka berpikir, dan

hipotesis tindakan.

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Hakikat Matematia

Menurut Abraham S Lunchis dan Edith N Lunchins (Suherman, 2001),

matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana

pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa

sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.

Mustafa (Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu

tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan

proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten,

sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika

murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan.

Berdasarkan Elea Tinggih (Suherman, 2001), mengatakan bahwa

matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang

banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Namun ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa matematika adalah ilmu

yang dikembangkan untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang

struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah salah satu ilmu pengetahuan yang abstrak dan dapat menyelesaikan

masalah yang berkaitan dengan bilangan secara cermat, jelas dan akurat.

7

2.1.2. Karakteristik Matematika

Beberapa karakteristik pembelajaran pembelajaran matematika di sekolah

(Suherman, 2001) yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)

Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari

hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep

mudah ke konsep yang lebih sukar.

2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral

Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan

yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan

dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar

dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam

pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menarik).

3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif

Matematika adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif

aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang

cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya

menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan

kebenaran dengan yang lainnya konsistensi, tidak bertentangan antara

kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap

benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang

telah diterima kebenarannya.

2.1.3. Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran

matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

8

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang pembelajaran matematika, menyelesaikan pembelajaran dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1 4 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Menurut Ibrahim (2012:36) secara umum, pendidikan matematika SD

bertujan agar siswanya mempunyai kemampuan seperti berikut ini:

1. Memahami konsep matematika, konsep dan pengaplikasian pada

matematika dapat dijelaskan secara tepat dan akurat dalam penyelesaian

masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, dalam bernalar siswa mampu

menyusun bukti untuk menjelaskan gagasan dalam penyelesaian masalah.

3. Memecahkan masalah, mampu merancang dan mendesain pembelajaran

matematika dengan kemampuan memecahkan masalah.

4. Mengkomunikasiah gagasan dengan simbul, untukmemperjelas masalah

siswa dapat menggunakan gagasannya dengan diagram maupun

pembelajaran.

5. Memiliki sikap menghargai matematika, dengan pembelajaran ini siswa

diharapkan memiliki rasa ingin tahu, minat mempelajari matematika,

memiliki sikappercaya diri dalam mengemukakan gagasan dan pemecahan

masalah dalam kehidupan sehari-hari.

9

2.2 Pembelajaran Problem Solving

Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk

mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu makin efektif pula pencapaian

tujuan. Metode Problem Solving berasal dari Jhon Dewey, maksud utama metode

ini adalah memberikan latihan kepada siswa dalam berpikir. Metode ini dapat

menghindarkan dalam pembuatan kesimpulan yang tergesa-gesa. Proses

menimbang-nimbang berbagai kemungkinan pemecahan dan menangguhkan

pengambilan keputusan sampai keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang cukup

akan menjadi dasar dalam penerapan metode ini.

Metode Problem Solving atau suatu metode dalam pendidikan dan

pengajaran dengan sejalan melatih siswa untuk menghadapi masalah-masalah dari

yang paling sederhana sampai kepada masalah yang paling rumit. Di dalam

Problem Solving, peserta didik belajar sendiri untuk mengidentifikasi penyebab

masalah dan alternatif untuk memecahkan masalahnya (Endang, 2011).

Menurut Arends (2008:45) pembelajaran Problem Solving merupakan

bagian dari pembelajaran berbasis masalah (PBL). Pembelajaran berdasarkan

masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan

permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka

sendiri. Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan

pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi

sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan

yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu

jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kritis. Siswa

diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat

hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya.

Senada dengan pendapat diatas Sanjaya (2006:214) menyatakan pada

metode pemecahan masalah, materi pelajaran tidak terbatas pada buku saja tetapi

juga bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang

berlaku. Ada beberapa kriteria pemilihan bahan pelajaran untuk metode

pemecahan masalah yaitu:

10

a. Mengandung isu-isu yang mengandung konflik bias dari berita, rekaman

video dan lain-lain.

b. Bersifat familiar dengan siswa.

c. Berhubungan dengan kepentingan orang banyak.

d. Mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai

kurikulum yang berlaku.

e. Sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa perlu untuk

mempelajari

Kegiatan proses pembelajaran sehari-hari metode pemecahan masalah

banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya. Dengan

metode ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh

siswa setelah memecahkan masalahnya. Pembelajaran pemecahan masalah

berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau

pengamatan.

Suatu soal dapat dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang

sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi

orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka. Dengan demikian,

guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai

pemecahan masalah. Bagi sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun

soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi siswa mungkin

termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi antara lain

melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bervariasi baik bentuk, tema

masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual yang ingin

dicapai atau dikembangkan pada siswa.

2.2.1. Ciri-ciri Pembelajaran Problem Solving

Adapun ciri-ciri pembelajaran problem solving Tjadimojo (2001:3) yaitu :

1. Metode problem solving merupakan rangkaian pembelajaran artinya

dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang

harusdilakukan siswa,

11

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah,

metodeini menempatkan sebagai dari proses pembelajaran,

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatanberfikir

secara ilmiah.

2.2.2. Sintak Pembelajaran Problem Solving

Berdasarkan Standar Proses (Permendiknas No. 41 Tahun 2007), langkah-

langkah pembelajaran Problem Solving tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Sintak Problem Solving

Pemetaan pembelajaran Problem Solving berdasarkan Standar Proses

(Permendiknas No. 41 Tahun 2007) tersaji pada tabel sebagai berikut:

Fase Kegiatan/Aktivitas Guru Fase 1 Merumuskan Masalah

Guru merumuskan masalah berdasarkan materi yang akan dibahas, meminta siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan mengenai masalah yang berbeda.

Fase 2 Menelaah Masalah

Guru membimbing siswa membahas kembali masalah yang telah dirumuskan bersama.

Fase 3 Merumuskan Hipotesis

Guru meminta siswa menyampaikan jawaban yang berbeda tiap siswa.

Fase 4 Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis

Guru mengumpulkan data, menyusun data dan menyajikan data dari hasil yang berbeda guna untuk membuktikan hipotesis jawaban.

Fase 5 Pembuktian Hipotesis

Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan, dan membuktikan hipotesis yang telah ada.

Fase 6 Menentukan Pilihan Penyelesaian

Guru membimbing siswa untuk mengambilkan keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah, melakukan refleksi dan menyimpulkan materi pelajaran.

Pembelajaran Sintak

Langkah dalam Standar Proses

Pendahuluan Kegiatan Awal Penutup

Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

Problem Solving

Merumuskan Masalah √

Menelaah Masalah √

Merumuskan Hipotesis √

Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis

√ √

Pembuktian Hipotesis √

Menentukan Pilihan Penyelesaian

√ √

12

2.2.3. Implementasi Pembelajaran Problem Solving pada Matematika SD

Implementasi pembelajaran Problem Solving pada Matematika SD

berdasarkan Standar Proses tergambar pada tabel berikut:

Sintak Problem Solving

Lamgkah-langkah dalam Standar Proses

Kegiatan Guru

Merumuskan masalah

Pendahuluan Guru merumuskan suatu masalah terlebih dahulu dan mengetahui masalah apa saja yang terjadi pada pembelajaran pada saat kelas berlangsung

Menelaah masalah Guru mempelajari pengetahuan untuk memperinci, dan menganalisis masalah dari berbagai sudut masalah di dalam pembelajaran.

Merumuskan hipotesis

Pendahuluan Guru dan siswa bersama-sama berimajinasi menemukan sebab akibat masalah dan penyelesaian masalah di dalam pembelajaran.

Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis

Eksplorasi Elaborasi

Guru mengumpulkan data, menyusun data dan menyajikan data dari hasil menemukan masalah di dalam pembelajaran dengan menggunakan tabel atau diagram

Pembuktian hipotesis

Konfirmasi Guru membahas data yang sudah di dapatkan, dari hasil bahasan tersebut, guru menghitung atau memberikan hasil data kemudian menyimpulkan.

Menentukan pilihan penyelesaian

Konfirmasi Penutup

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka atau proses-proses yang mereka gunakan.

13

2.2.4. Kelebihan Pembelajaran Problem Solving

Menurut Lestari (2013:10), adapun kelebihan dari pembelajaran problem

solving, yaitu :

a. Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.

Memberikan siswa kesempatan untuk berkreasi dan berfikir dengan lebih

luas untuk dapa memecahkan suatu masalah di dalam pembelajaran

tersebut.

b. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

Dapat membantu anak agar lebih aktif dan kreatif dalam melakukan

sesuatu/belajar sesuai dengan apa yang mereka inginkan dengan

membuat pembelajaran-pembelajaran agar lebih menarik.

c. Berpikir dan bertindak kreatif.

Bekerja dalam pembelajaran baik individu maupun kelompok dengan

membuat pembelajaran yang menarik bersama.

d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

Kesempatan saling bertukar pikiran, dapat memberikan dorongan siswa

untuk semakin mencari tahu wawasan dilingkungan sekitar mereka dan

memecahkan suatu masalah tersebut. Dan memberikan kesempatan

kepada siswa yang menjadikan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari

sebagai bahan belajar menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar

karena sesuai dengan dunianya.

e. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

f. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

g. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

h. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan

kehidupan,khususnya dunia kerja.

i. Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.

j. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.

k. Mendidik siswa percaya diri sendiri.

14

2.2.5. Kekurangan Pembelajaran Problem Solving

Djamarah (2010:93) menjelaskan kekurangan model pembelajaran Problem

Solving antara lain :

1. Kesulitan dalam menentukan tingkat kesulitan masalah

Solusi yang dapat diterapkan adalah menentukan suatu masalah yang

tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat

sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah

dimiliki siswa.

2. Membutuhkan alokasi waktu yang relatif lebih lama dibandingkan

model pembelajaran lain

Solusi yang dapat digunakan adalah dengan membagi pokok

bahasan menjadi bagian-bagian kecil yang masih tetap saling

berhubungan sehingga membutuhkan waktu yang relatif lebih sedikit

untuk menyelesaikannya.

3. Kebiasaan belajar siswa yang tidak sesuai dengan proses

pembelajaran Problem Solving

Solusi yang dapat digunakan adalah mengubah kebiasaan siswa

belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru

menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan

sendiri atau kelompok melalui berbagai sumber belajar.

Pembelajaran matematika dengan Problem Solving akan lebih

mudah dimengerti dan mudah dilakukan dengan menggunakan

permainan, dengan adanya permainann akan lebih mudah dan terbantu

dalam pemecahan masalah dan pengumpulan data.

2.3 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

2.3.1. Belajar

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2), “belajar adalah perubahan

disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas, Yamin

(2007:96) belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan,

dan sikap, Syaodih (2010:35), “belajar merupakan serangkaian upaya untuk

mengembangkan Prinsip belajar yang kedua adalah belajar merupakan proses.

15

Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.Dan

prinsip belajar yang ketiga belajar merupakan bentuk pengalaman.

Kemampuan-kemampuan dan sikap seta kemampuan intelektual, sosial,

afektif, maupun psikomotor”.Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan sebagai hasil pengalaman

dan perubahan tingkah lakunya dapat diamati.Prinsip belajar yang pertama adalah

perubahan perilaku.

Perubahan perilaku memiliki ciri-ciri seperti:

a. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup,

b. Permanen atau tetap,

c. Bertujuan dan terarah, dan

d. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.

Tujuan belajar adalah untuk mendapat pengetahuan sehingga mampu

berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain dan

sebagainya.

2.3.2. Hasil Belajar

Menurut Udin (2007), “hasil belajar dinilai melalui beragam cara dan

perwujudan menggunakan berbagai bentuk”. Hasil belajar menurut Sudjana

(2010: 22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasil

belajar merupakan wujud dari keberhasilan belajar yang menunjukkan kecakapan

dalam penguasaan materi pengajaran. Bloom dalam (Suprijono, 2011:7)

mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif

adalah knowlwedge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,

menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis

(menguraikan, menentukan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan

evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),

responding (memberikan respons), valuing (nilai), organizations (organisasi),

16

characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi initiatory, pre-

routine, dan rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampilan produktif,

teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Hasil belajar menurut Winkel (Purwanto, 2011:45), adalah perubahan yang

mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek

perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan

oleh Blom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik (Winkel, 1996: 244). Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

suatu hal yang diharapkan dari pembelajaran yang telah ditetapkan dalam

rumusan perilaku tertentu sebagai akibat dari proses belajarnya.

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan para ahli dapat

disimpulkan bahawa hasil belajar merupakan suatu kemampuan atau keterampilan

yang dimiliki siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Dan hasil belajar tersebut

digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran dalam mencapai tujuan

pembelajaran.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem

lingkungan belajar yang kondusif, hai ini akan bekaitan dengan faktor dari luar

siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan,

penanaman konsep, ketrampilan, dan pembentukan sikap.

Menurut Slameto (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-

faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain: (1) faktor jasmaniah

(kesehatan dan cacat tubuh); (2) faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian,

bakat motif, dan kematangan); dan (3) faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan

kelelahan rohani).

17

Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri

individu. Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah: (1) faktor keluarga (cara

mendidik orang tua, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan

ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan); (2) faktor sekolah

(metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, isiplin

sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar dan tugas rumah); (3) faktor masyarakat (keadaan siswa

dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan

masyarakat).

Dari penjelasan yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal terdiri dari: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan

faktor kelelahan. Sedangkan untuk faktor eksternal, terdiri dari: faktor keluarga,

faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

2.4 Hasil Belajar Matematika

Menurut Dimyati dan Mudjiono (Slameto 2010), hasil belajar merupakan

hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sudjana (2010),

dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan

kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari

Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:

1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan

18

keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi; 2) Ranah afektif

berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban

atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; 3)Ranah psikomotor

berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.Ada enam

aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar,

kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan

komplek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi

objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang

paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan

para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

Matematika adalah perubahan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dari

sebelumnya akibat dari proses pembelajaran yang diukur dengan pemberian

evaluasi oleh guru sehingga akan diketahui hasil belajar dan mengajar yang

dilakukan oleh siswa dan guru pada pembelajaran Matematika. Hasil belajar

Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif

siswa setelah diberikan treatment atau perlakuan berupa metode pembelajaran

Problem Solving.

2.5 Hubungan Pembelajaran Problem Solving dengan Hasil Belajar

Matematika

Suasana pembelajaran yang menuntut siswa membangun sendiri konsep,

hipotesis dan teori akan mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif untuk

menemukan sendiri. Suasana pembelajaran yang dimaksud adalah suasana

pembelajaran yang ada dalam metode problem solving.

Suasana dimana murid aktif mencari dan memecahkan masalah. Atau

menemukan konsep, hipotesis dan teori akan menuntut mereka untuk saling

berinteraksi sesamanya dan interaksi murid dengan guru dalam konteks murid

butuh pada guru bukan sebaliknya.

Pembelajaran problem solving ini merupakan pembelajaran yang tidak

mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian

19

menghafalkan materi pelejaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis

masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan

akhirnya menyimpulkan. Kemudian aktivitas pembelajaran diarahkan untuk

menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini juga menekankan berpikir secara ilmiah

dan menggali keterampilan siswa sehingga siswa aktif belajar matematika.

Penerapan problem solving dapat membangkitkan keingintahuan antar

peserta didik serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga

dapat membuat siswa lebih aktif lagi dalam memecahkan suatu pelajaran

khususnya pada mata pelajaran matematika. Tujuan dalam pembelajaran problem

solving ini untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Rahmad Rismawan. 2014. Penggunaan Metode Problem Solving Untuk

Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Gambar Teknik Di SMK

N 3 Yogyakarta.

Hasil penelitian tindakan kelas ini adalah: (1) pada siklus I 64.583

meningkat menjadi di siklus II 75,875 dan menjadi pada siklus III 78,375 dan

peningkatan yang mendapatkan nilai diatas nilai KKM yaitu pada siklus I 18

siswa meningkat menjadi 4 siswa pada siklus II dan pada siklus III siswa sudah

berhasil lulus KKM semua; (2) penggunaan metode pembelajaran Problem

Solving sebagai berikut: (a) melakukan identifikasi masalah oleh siswa atau

kelompok; (b) melakukan perencanaan pemecahan yang harus dikerjakan oleh

siswa; (c) melakukan penerapan masalah yang telah direncanakan oleh siswa;

(d) Siswa melakukan penyelesaian masalah yang didukung dengan bimbingan

dan diskusi kemudian dipresentasikan; (e) Melakukan evaluasi bersama siswa

mengenai hasil pembelajaran untuk menunjukan hasil dan tingkatan yang

dicapai oleh siswa.

2. Meningkatkan Hasil Belajar Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Pada Pokok

Bahasan Pengukuran (Satuan Ukur Panjang) Melalui Implementasi Metode

Problem Solving Dan Memanfaatkan Alat Peraga Tangga Satuan Ukur Panjang

Pada Siswa Kelas IV Semester I Tahun Pelajaran 2006/2007 di SDN

Karangrejo 02 Kecamatan Gajahmungkur Semarang, Chadwan Dwi

20

Yoganingsih, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Negeri Semarang, 2007.

Hasil penelitian yaitu melalui implementasi metode problem solving dan

memanfaatkan alat peraga tangga satuan ukur panjang pada pokok bahasan

pengukuran (satuan ukur panjang), hasil belajar siswa kelas IV semester I

tahun 2006/2007 SDN Karangrejo 02, Kecamatan Gajahmungkur Semarang

dapat ditingkatkan. Pada siklus I nilai rata-rata 71, naik menjadi 80 pada siklus

II.

3. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas III A SMP Negeri 12 Tegal

Untuk Menyelesaikan Soal Cerita Dalam Pokok Bahasan Fungsi Kuadrat Dan

Grafiknya Melalui Model pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem

Solving), Muri Prartifina, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Semarang, Tahun 2006.

Hasil Penelitian menyimpulkan, penggunaan model pembelajaran Pemecahan

Masalah (Problem Solving) dalam menyelesaikan soal cerita tentang fungsi

kuadrat dan grafiknya, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III A SMP

Negeri 12 Tegal, yaitu dari 54,3% menjadi 82,7% secara klasikal.

2.7 Kerangka Berpikir

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru

dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola

lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dengan model pembelajaran

diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubung dengan kegiatan

mengajar guru, dengan kata lain terciptalah interaksi antara guru dengan siswa.

Banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa terhadap pelajaran

Matematika salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan

suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan

materi yang diajarkan.

21

Dalam pembelajaran Problem Solving guru hanya sebagai fasilitator dan

pendamping siswa serta membantu siswa yang kurang paham. Langkah-langkah

dalam pembelajaran menggunakan pembelajaran problem Solving yakni dimulai

dengan memberikan soal kemudian siswa diminta secara mandiri menjawab soal

dan tidak terlepas dari arahan dan bimbingan dari guru selanjutnya siswa diminta

untuk berpasangan dengan teman yang memiliki soal yang sama. Kemudian dari

hasil perpaduan jawaban yang ditemukan, siswa diminta untuk mempresentasikan

hasil dari diskusi yang telah dilakukan didepan kelas. Tahap akhir, setelah

melakukan presentasi siswa diberikan lembar evaluasi.

Dengan pembelajaran Problem Solving siswa aktif dalam pembelajaran

baik secara individu maupun kelompok hal inilah yang mempengaruhi hasil

belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar siswa merupakan tingkat

penguasaan terhadap suatu nilai yang berbeda-beda yakni ada yang memperoleh

nilai yang tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan uraian diatas diduga dengan

menerapkan metode pembelajaran tipe Problem Solving dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

2.8 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis

tindakan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini adalah

1. Penerapan Pembelajaran Problem Solving dalam meningkatkan hasil belajar

matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 06 kecamatan

sidorejo semester 1 tahun ajaran 2016/2017 dengan beberapa tahap sebagai

berikut :

a. Mengemukakan persoalan atau masalah. Guru menghadapkan masalah

yang akan dipecahkan kepada siswa

b. Memperjelaskan persoalan atau masalah. Masalah tersebut dirumuskan

oleh guru bersama siswa.

c. Siswa bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan

dilaksanakan dalam pemecahan persoalan.

22

d. Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru

menetapkan cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.

e. Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil

yang diharapkan atau tidak.

2. Penerapan Pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar

matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 06 kecamatan

sidorejo semester 1 tahun ajaran 2016/2017.