bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 matematika · 2017. 5. 3. · 8 bab ii . kajian...

24
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian yang di pilih untuk menumbuhkembangkan kemamuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Wahyudi dan Kriswandani (2013:11). Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh secara logis BNSP (2004:2). Matematika merupakan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola yang deduktif Soedjadi (2012:1). Menurut James dan James (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) ”Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri”. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Subarinah (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:10) bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, srtuktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Sependapat dengan Johnson dan Rising (2012:3) matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara dedukif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan. Matematika merupakan tujuan yang abstrak. Sependapat dengan James dan James (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) dan Johnson dan Rising (2012:3) dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai, bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan

Upload: others

Post on 13-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Matematika

    Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian yang di pilih untuk

    menumbuhkembangkan kemamuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta

    berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Wahyudi dan

    Kriswandani (2013:11). Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki

    objek abstrak dan dibangun melalui proses yaitu kebenaran suatu konsep yang

    diperoleh secara logis BNSP (2004:2).

    Matematika merupakan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada

    kesepakatan dan pola yang deduktif Soedjadi (2012:1). Menurut James dan James

    (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) ”Matematika adalah ilmu tentang logika

    mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan

    satu sama dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam 3 bidang yaitu aljabar,

    analisis dan geometri”. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Subarinah (dalam

    Wahyudi dan Kriswandani 2013:10) bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan

    yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.

    Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, srtuktur

    konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Sependapat dengan

    Johnson dan Rising (2012:3) matematika merupakan pola pikir, pola

    mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi

    memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara dedukif berdasarkan unsur yang tidak

    didefinisikan.

    Matematika merupakan tujuan yang abstrak. Sependapat dengan James dan

    James (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) dan Johnson dan Rising (2012:3)

    dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai,

    bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan

  • 9

    yang lainnya dengan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola

    yang deduktif.

    Matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan

    mencari pengalaman tentang belajar matematika dalam batasan pengertian

    pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran dimaksudkan sebagai proses

    yang sengaja dirancang untuk siswa melakukan kegiatan belajar matematika di

    sekolah Wahyudi dan Kriswandani (2013:13). Menurut Permendiknas No 22 Tahun

    2006, mata pelajaran matematika SD bertujuan agar peserta didik memiliki

    kemampuan sebagai berikut: a). Memahami konsep Matematika, menjelaskan

    keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara akurat, efisien, dan tepat

    dalam pemecahan masalah. b). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

    melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau

    menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c). Memcahkan masalah yang

    meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

    menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d).

    Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk

    menjelaskan keadaan atau masalah. e). Memiliki sikap menghargai kegunaan

    Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

    dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

    masalah.

    2.2 Belajar

    Belajar merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu

    Fudyartanto (dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni 2015:15). Belajar merupakan

    aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya

    melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengaalaman Baharuddin dan Esa Nur

    Wahyuni (2015:14). Sependapat dengan Purwanto (2014:38-39) Belajar merupakan

    proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan

    perubahan dalam perilakunya. Menurut Winkel (dalam Purwanto 2011:39) belajar

  • 10

    merupakan suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif

    untuk menghasilkan suatu perubahan pada diri seseorang yang menonjol baik dari

    pengetahuan, keterampilan dan sikap. Belajar ialah suatu proses usaha yang

    dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

    secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

    lingkungannya Slameto (2003:2). Menurut Hilgrad dan Bower (dalam Baharuddin

    dan Esa Nur Wahyuni 2015:15) belajar memiliki arti: 1). To gain knowledge,

    compreshension, or mastery of trough experience or study, 2). To fix in the mind or

    memory, memorize, 3). to acquire trough experience, 4). to become in forme of to

    find out. Menurut definisi ini belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan

    atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai

    pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.

    Oemar Hamalik (2005:27) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan

    melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of

    behavior through experiencing). Artinya belajar adalah suatu proses kegiatan dan

    bukan suatu hasil yang hanya sekedar untuk gaya hidup saja. Dalam belajar bukan

    hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni memahami, mengerti dan

    menerapkannya didalam kehidupan. Dari beberapa pendapat disimpulkan bahwa

    belajar merupakan suatu proses usaha untuk memperoleh Perubahan sebagai hasil

    dari proses belajar seseorang yang menonjol atau ditunjukkan dalam berbagai

    bentuk seperti baik dari pengetahuan, keterampilan, sikap, pemahaman, kecakapan,

    dan kebiasaan.

  • 11

    2.2.1 Hasil Belajar

    Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan

    biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru Nasution (2006:36).

    Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjono (2002:3) hasil belajar adalah hasil yang

    ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi siswa,

    hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dari sisi

    guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.

    Pendapat yang sama juga menurut Oemar Hamalik bahwa hasil belajar

    menunjukan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan

    indikator adanya derajat perubahan. Dan menurut Arikunto (2006) mengungkapkan

    pengertian belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan

    belajar dan merupakan penilaian seseorang untuk mengetahui sejauh mana materi

    yang sudah diterima. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil

    belajar merupakan suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan

    dengan nilai tes yang diberikan guru yang berupa evaluasi hasil belajar.

    Gagne (dalam Agus Suprijono, 2014:5) Hasil belajar merupakan kemampuan

    yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran yang terdiri dari lima jenis

    yaitu: 1). Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

    lambang, dimana kemampuan ini merupakan kemampuan melakukan aktifitas

    kognitif. 2). Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan

    dalam bentuk bahasa, baik lisan ataupun tertulis dan tidak memerlukan manipulasi

    simbol, pemecahan masalah maupun penerapan. 3). Strategi kognitif yaitu kecakapan

    menyalurkan dan mengarahkan kemampuan kognitifnya, 4). Keterampilan motorik

    yaitu kemampuan siswa melakukan serangkaian gerak jasmani sehingga terwujud

    otomatisme gerak jasmani. 5). Sikap yaitu kemampuan menerima dan menolak objek

    berdasarkan penilaian terhadap objek-objek tersebut. Berdasarkan pendapat Gagne

    dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai kemampuan mengungkapkan

    pengetahuan, mempresentasikan, kecakapan menyalur, melakukan gerak dan sikap

    kita terhadap objek. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar

  • 12

    merupakan kemampuan yang di miliki siswa yang dapat ditunjukan berupa prestasi

    belajar yang di dapatkan melalui interaksi tindak belajar mengajar.

    2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003:54-72)

    dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor yang berasal dari dalam (intern) dan faktor

    dari luar (ekstern). Faktor intern meliputi jasmaniah, psikologis, dan kelelahan.

    Sedangkan faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut

    Baharudin (2015:23-34) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi

    faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologis,

    psikologis. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sosial dan instrumental.

    Sependapat dengan Wina Sanjaya (2006:50-55) faktor yang mempengaruhi hasil

    belajar adalah guru, siswa, sarana dan prasarana dan lingkungan. Berdasarkan

    pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah faktor-faktor yang

    dapat mempengaruhi hasil belajar siswa berasal dari dalam maupun luar siswa itu

    sendiri yang meliputi jasmaniah, psikologis, kelelahan, keluarga, sekolah,

    masyarakat, bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif,

    Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada

    kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Wina

    Sanjaya (2006:50) karena setiap guru pasti akan memiliki pengalaman, pengetahuan,

    kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang

    menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda

    dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan

    kepada peserta didik. Jadi, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan

    bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of

    learning). Dengan demikian, hasil belajar seseorang terletak di pundak guru. Oleh

    karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas

    atau kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran Wina Sanjaya (2006:50).

  • 13

    Faktor yang menonjol yaitu guru masih menggunakan pendekatan konvensional

    dimana siswa menerima informasi secara pasif, belajar secara individu, pembelajaran

    secara teoritis, interaksi antara siswa yang satu dengan yang lainnya masih kurang,

    dalam kegiatan belajar pengetahuan dari guru ke siswa sehingga siswa pasif, peserta

    didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru didepan kelas dan melaksanakan

    tugas jika guru memberikan latihan soal-soal. Metode yang digunakan oleh guru saat

    mengajar adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi dan metode

    penugasan. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konvensional merupakan

    pembelajaran yang lebih banyak berpusat kepada guru dan siswa nya kebanyakan

    pasif. Jadi pada proses pembelajaran saat melakukan tanya jawab kebanyakan siswa

    pasif dikarena kan siswa tidak berani untuk mengeluarkan ide-ide dan itu dapat

    mengakibatkan siswa merasa bosan sehingga dalam penelitian ini model yang

    digunakan untuk mengarahkan siswa untuk dapat aktif dalam belajar adalah

    menggunakan model Numbered Heads Together (NHT) dengan Think Pair Share

    (TPS).

    2.3 Model Pembelajaran Kooperatif

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan

    sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran

    dalam tutorial Trianto (2009:22). Menurut Aunurrahman (2014:146) bahwa model

    pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

    yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

    belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran

    dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Kata

    kooperatif berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama yaitu dengan saling

    membantu satu sama lain sebagai sebuah tim Jamal Ma’mur Asmani (2016:37).

  • 14

    Pembelajaran kooperatif merupakan pedoman pembelajaran. Sependapat

    dengan para ahli Trianto (2009:22) dan Aunurrahman (2014:146) dapat disimpulkan

    bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu perencanaan atau pola pedoman

    pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman yang melukiskan prosedur yang

    sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

    belajar tertentu.

    2.3.1 Model Pembelajaran Tipe Numbered Head Together (NHT)

    Menurut Miftahul Huda (2014: 130) pada dasarnya NHT merupakan varian

    dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaanya hampir sama dengan diskusi kelompok.

    Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-

    masing anggota diberi nomor. Setelah selesai guru memanggil nomor untuk

    mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang

    akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil.

    Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat

    dalam diskusi.

    NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang

    menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola

    interaksi siswa. Menurut Slavin (dalam Mitfahul Huda 2014: 130) NHT yang

    dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu

    dalam diskusi kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran

    yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai

    tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan

    diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan

    dibentuknya kelompok koopertif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa

    agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan

    belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa,

    yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

  • 15

    Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran

    kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk

    mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

    penguasaan akademik. Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan

    pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang

    dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, dimana setiap kelompok masing-masing

    mempunyai nomor, kemudian siswa yang mempunyai nomor tersebut akan dipanggil

    secara acak oleh guru untuk menjawab pertanyaan.

    2.3.2 Langkah-langkah Model Numbered Head Together (NHT)

    Untuk melakukan pembelajaran NHT Miftahul Huda (2014: 138)

    menjelaskan langkah-langkah sebagai berikut:

    1. Siswa dibagi dalam kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok

    diberi nomor.

    2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok

    mengerjakannya

    3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap

    paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui

    jawaban tersebut.

    4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang

    dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

    Sintaks pembelajaran numbered heads together menurut Kegan (dalam Ibrahim

    2000: 28).

  • 16

    Tabel 1

    Sintak Pembelajaran Model Numbered Head Together (NHT)

    Fase-Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

    Fase 1

    Penomoran

    Guru membagi siswa menjadi beberapa

    kelompok atau tim yang beranggotakan

    3-5 orang dan memberi nomor siswa.

    Setiap siswa dalam tim mempunyai

    nomor yang berbeda-beda sesuai dengan

    jumlah siswa dalam kelompok

    Fase 2

    Pengajuan

    pertanyaan

    Guru mengajukan pertanyaan kepada

    siswa sesuai dengan materi yang

    sedang dipelajari yang bervariasi dari

    yang spesifik hingga bersifat umum

    dan dengan tingkat kesulitan yang

    bervariasi.

    Siswa menyimak dan menjawab

    pertanyaan.

    Fase 3

    Berpikir

    bersama

    Guru memberikan bimbingan bagi

    kelompok yang membutuhkan

    Siswa berpikir bersama untuk

    menemukan jawaban dan menjelaskan

    jawaban kepada anggota dalam timnya

    hingga semua anggota mengetahui

    jawaban dari masing-masing pertanyaan.

    Fase 4

    Pemberian

    jawaban

    - Guru menyebutkan salah satu nomor.

    - Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab

    pertanyaan tersebut.

    - Setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan

    dan menyiapkan jawaban untuk

    seluruh kelas.

    - Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mangangkat

    tangan dan berdiri untuk menjawab

    pertanyaan.

    Tabel 2

    Pemetaan Model Numbered Head Together (NHT) berdasarkan

    Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

    No

    Fase NHT

    (Numbered Head

    Together)

    Langkah dalam standar proses

    Pendahuluan

    Kegiatan inti

    Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

    1 Penomoran

    2 Mengajukan

    Pertanyaan

    3 Berfikir bersama

    4 Menjawab

  • 17

    Berdasarkan penjabaran sintaks Model Numbered Head Together (NHT)

    dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dan pemetaan

    langkah-langkah model NHT menurut Trianto (2012:82), langkah selanjutnya akan

    menyusun implementasi model Numbered Head Together (NHT) berdasarkan standar

    proses. Langkah-langkah implementasi NHT berdasarkan Standar Proses yaitu: 1).

    Pendahuluan (Penomoran dan Mengajukan Pertanyaan); 2). Elaborasi (Berfikir

    bersama); 3). Konfirmasi (Menjawab) 4). Penutup (Menjawab). Berikut adalah tabel

    implementasi model Numbered Head Together (NHT)

    Tabel 3

    Implementasi Model Numbered Head Together (NHT) Berdasarkan

    Permendiknas No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

    Tahap Kegiatan

    Pendahuluan - Memberikan apersepsi

    - Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan

    - Menjelaskan langkah pembelajaran NHT

    - Membagi siswa dalam kelompok kecil

    - Memberikan nomor kepala kepada setiap anggota kelompok

    Kegiatan Inti Eksplorasi

    - Guru menyampaikan materi pelajaran

    - Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok

    - Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi

    Elaborasi

    - Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka

    dapatkan dari kegiatan membaca materi

    - Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab pertanyaan agar

    menemukan jawaban yang dianggap paling tepat

    - Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta

    membantu siswa yang memerlukan

  • 18

    2.3.3 Implementasi Model Numbered Head Together (NHT)

    Adapun implementasi yang dilakukan dalam penerapan model pembelajaran

    Numbered Head Together (NHT) sebagai berikut:

    1. Guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran

    2. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat

    nomor

    3. Guru membagikan nomor kepada masing-masing siswa dan menggunakan nomor

    tersebut sebagai kepala bernomor.

    4. Guru memberikan arahan kepada siswa dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau

    kompetensi yang akan di capai.

    5. Guru menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan materi yang akan di

    sampaikan

    6. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

    7. Guru memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk berdiskusi

    memikirkan jawaban untuk soal yang telah di berikan.

    8. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa yang nomor nya di pilih melakukan

    presentasi tentang hasil kerja kelompoknya.

    9. Guru melakukan kegiatan membuat kesimpulan bersama siswa.

    Konfirmasi

    - Guru memanggil salah satu nomor secara acak

    - Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan mempresentasikan

    jawaban dari hasil diskusi kelompok

    - Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari hasil dari

    kelompok yang presentasi

    - Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa

    - Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan motivasi

    siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi

    Penutup - Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan tentang materi

    - Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru sebagai proses

    penilaian pembelajaran

    - Melakukan kegiatan tindak lanjut

  • 19

    2.3.4 Kelebihan dan kelemahan model Numbered Head Together (NHT)

    Keunggulan dari pembelajaran Numbered Head Together (NHT) ialah

    sebagai berikut : a). Mempermudahkan dalam pembagian tugas, b). Memudahkan

    siswa belajar melaksanakan tanggung jawan pribadinya, c). Meningkatkan semangat

    kerja siswa, d). Siswa dapat saling berbagi ide-ide Anita Lie (2005:59). Sedangkan

    kelemahan model ini adalah : a). Kurang cocok untuk jumlah siswa yang banyak

    karena membutuhkan waktu yang lama dan b). tidak semua anggota kelompok

    dipanggil oleh guru.

    2.3.5 Model Pembelajaran Tipe Think Pair and Share (TPS)

    Pembelajaran Kooperatif tipe Tipe Think Pair and Share (TPS) ini

    merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola

    interaksi siswa untuk mendorong rasa ingin tahu, ingin melakukan, ingin maju.

    Model pembelajaran ini lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk

    mengatur tempat duduk ataupun mengelompokkan siswa (Asyhar, 2009).

    Pembelajaran ini melatih siswa untuk berpendapat dan menghargai pendapat teman

    Sa’dijah (dalam Adib, 2010). Strategi Think Pair and Share (TPS) atau berfikir

    berpasangan berbagi adalah merupakan pembelajaran kooperatif yang dirancang

    untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model ini dapat memberikan siswa lebih

    banyak waktu untuk berfikir, untuk saling merespon dan saling membantu Trianto

    (2012:81). Pendapat ini sejalan dengan Isjoni (2013:112) bahwa Think Pair and

    Share (TPS) ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama

    dengan orang lain.

    Think Pair and Share (TPS) ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja

    sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan melatih siswa untuk

    berpendapat dan menghargai pendapat teman yang lain.

  • 20

    2.3.6 Langkah-langkah Model Think Pair and Share (TPS)

    Pembelajaran dengan tipe Think Pair and Share (TPS) terdiri dari tiga tahapan

    utama yaitu Thinking (berfikir), Pairing (berpasangan), Sharing (berbagi), Agus

    Suprijono (2015:110). Menurut Trianto (2012:81-82) bahwa langkah-langkah model

    TPS ada tiga yaitu Berfikir (thinking), Berpasangan (pairing), dan Berbagi (Sharing).

    Tahap pertama (pendahuluan) diawali dengan Thinking (berfikir), dimana guru

    mengajukan pertanyaan terkait dengan pelajaran untuk difikirkan oleh siswa. Guru

    memberi kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawabannya secara individu.

    Tahap selanjutnya yaitu Pairing (berpasangan), pada tahap ini guru meminta siswa

    untuk berpasang-pasangan. Guru memberikan kesempatan kepada pasangan-

    pasangan tersebut untuk berdiskusi, dan diharapkan pada tahap ini dapat

    memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan dengan pasangannya.

    Tahap terakhir adalah Sharing (berbagi), dimana siswa secara individu memawakili

    pasangan melaporkan hasil diskusinya pada pasangan seluruh kelas dan diharapkan

    terjadi tanya jawab. Langkah-langkah model Think Pair and Share (TPS) dapat

    dilihat pada pada penjelasan di bawah ini.

    1. Guru mengajukan pertanyaan terkait dengan materi pelajaran kepada siswa,

    kemudian guru memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk

    memikirkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tanpa bertanya kepada

    teman.

    2. Guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan. guru memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan berfikir, dan diharapkan

    siswa dapat memperdalam jawaban yang telah dipikirkan bersama

    pasangannya.

    3. Siswa secara individu mewakili pasangan melaporkan hasil diskusinya

    kepada pasangan didepan kelas sebagai hasil diskusi kelompok mereka.

  • 21

    Tabel 4

    Sintak Pembelajaran Model Think Pair and Share (TPS)

    Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

    Fase 1

    Berfikir (Thinking)

    Guru mengajukan suatu pertanyaan

    yang dikait dengan materi pelajaran

    Masing-masing siswa untuk

    memikirkan jawaban atas

    pertanyaan yang diberikan

    tanpa bertanya kepada teman.

    Fase 2

    Berpasangan

    (Pairing)

    Guru meminta siswa untuk

    berpasang-pasangan dan berdiskusi

    Siswa memiliki pasangan dan

    berdiskusi bersama

    pasangannya.

    Fase 3

    Berbagi (Sharing)

    Guru meminta pasangan-pasangan

    untuk melaporkan hasil diskusinya

    Siswa secara individu

    mewakili pasangan

    melaporkan hasil diskusinya

    kepada pasangan didepan

    kelas sebagai hasil diskusi

    kelompok mereka.

    Tabel 5

    Pemetaan Model Think Pair and Share (TPS) berdasarkan Permendiknas

    No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

    No

    Think Pair and

    Share (TPS)

    Langkah dalam standar proses

    Pendahuluan

    Kegiatan inti

    Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

    1 Berfikir (Thinking)

    2 Berpasangan

    (Pairing)

    3 Berbagi (Sharing)

    4 Menyimpulkan

    Berdasarkan penjabaran sintaks Model Think Pair and Share (TPS) dalam

    Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dan pemetaan langkah-

    langkah model Think Pair and Share (TPS) menurut Trianto (2012:82), langkah

    selanjutnya akan menyusun implementasi model Think Pair and Share (TPS)

    berdasarkan standar proses. Langkah-langkah implementasi Think Pair and Share

  • 22

    (TPS) berdasarkan Standar Proses yaitu: 1). Pendahuluan [Berfikir (Thinking)]; 2).

    Eksplorasi [Berfikir (Thinking)]; 3). Elaborasi [Berbagi (Sharing) dan berpasangan

    (Pairing)]; 4). Konfirmasi [Berbagi (Sharing)]; 4). Penutup (Menyimpulkan).

    Tabel 6

    Implementasi Model Think Pair and Share (TPS) Berdasarkan

    Permendiknas No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

    Langkah dalam

    Standar Proses

    Kegiatan guru

    Pendahuluan 1. Memberikan apersepsi 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan 3. Menjelaskan langkah pembelajaran TPS 4. Membagi siswa dalam kelompok kecil

    Eksplorasi 1. Guru menyampaikan materi pelajaran 2. Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok 3. Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi

    Elaborasi 1. Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka dapatkan dari kegiatan membaca materi

    2. Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab pertanyaan agar menemukan jawaban yang dianggap paling tepat

    3. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta membantu siswa yang memerlukan

    Konfirmasi 1. Guru memanggil salah satu nomor secara acak 2. Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan

    mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok

    3. Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari hasil dari kelompok yang presentasi

    4. Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa 5. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan

    motivasi siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi

    2.3.7 Implementasi model Think Pair and Share (TPS)

    Pada dasarnya, model pembelajaran kooperatif tie TPS (Think Pair Share) dapat

    di terapkan pada semua mata pelajaran. Menurut MMiftahul Huda (2012:136),

    rosedur pelaksanaan model ini adalah sebagai berikut:

    1. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada para siswa.

  • 23

    2. Guru memberikan soal/pertanyaan kepada siswa. Siswa diminta untuk memikirkan

    jawaban atas soal tersebut secara individu (Think).

    3. Siswa kemudian diminta duduk dengan siswa lain untuk mendiskusikan jawaban

    atas soal yang diberikan guru secara berpasangan (Pair).

    4. Guru meminta pasangan siswa untuk membagikan/mempresentasikan hasil diskusi

    di depan kelas (Share).

    5. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.

    Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS

    cukup sederhana, namun guru harus dapat menghindari kesalahan dalam kerja

    kelompok. Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik,

    berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya

    kegiatan berpikir berpasangan-berbagi dalam model ini memberi banyak keuntungan.

    Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena

    adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat

    meningkat.

    2.3.8 Kelebihan dan kelemahan model Think Pair and Share (TPS)

    Kelebihan model Think Pair and Share (TPS) yaitu dapat mendidik siswa untuk

    berfikir dengan teliti dan tekun, mendidik siswa agar mampu menyelesaikan kesulitan

    yang dihadapi secara individu maupun secara berkelompok serta mampu melatih

    siswa agar percaya diri (Khodir, 2012). Kelebihan Think Pair and Share (TPS) yaitu

    memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain,

    mengoptimalkan partisipasi siswa, serta bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran

    dan tingkatan kelas Miftahul Huda (2011:136).

    Kekurangan model ini yaitu (Khodir, 2012), siswa yang pandai selalu

    mendominasi pembelajaran. Susanto (2010) juga menyatakan bahwa apabila terdapat

    pasangan-pasangan kelompok yang tidak memahami informasi sama sekali, siswa

    diperlambat untuk menjelaskan informasi dari awal dan apabila terdapat pasangan

  • 24

    yang salah satu anggota nya malas, maka akan ada yang harus melakukan semua

    pekerjaan yang diberikan

    2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan

    Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan model

    pembelajaran kooperatif Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together

    (NHT) dengan konvensional. Berikut beberapa penelitian yang membandingkan

    model pembelajaran kooperatif dengan konvensiaonal.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Manuaba (2012) dengan judul

    “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Model

    Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair and Share (TPS) dan Konvensional Pada

    Siswa Kelas VII SMP Mater Alma Materi Pokok Segitiga dan Segi empat”. Hasil

    penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and

    Share (TPS) lebih efektif dan nilai hasil belajar lebih tinggi dibandingkan

    pembelajaran dengan model konvensional.

    Penelitian yang dilakukan oleh Mei Lane Tanjungsari (2013) melakukan

    penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar

    Matematika dengan Model kooperatif Learning Tipe Numbered Heads Together

    (NHT) dan Think Pair Share (TPS). Penelitian ini dilakukan dikelas X-3 dan X-4

    dimana kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dengan model kooperatif learning tipe

    NHT dan kelas X-4 sebagai kelas kontrol dengan model kooperatif learning tipe TPS.

    Hasil analisis nilai kemampuan awal menunjukan bahwa kedua kelas sebelum diberi

    perlakuan mempunyai data yang berdistrbusi normal dan homogen. Hail observasi

    menunjukan skor penilaian minimal 3, yang berarti guru mengajar dengan baik sesuai

    dengan model pembelajaranyang ada. Hasil posttest dengan uji t menunjukan bahwa

    terdapat perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model kooperatif learning tipe

    NHT dan TPS. Hasil ini ditunjukan dengan nilai sig.(2-tailed) pada equal variances

    not assumed sebesar 0,000 < 0,05 yang dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan

    hasil belajar matematika siswa yang signifikan. Nilai rata-rata kelas dengan model

    cooverative learning tipe NHT sebesar 93,74, lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata

  • 25

    kelas dengan model kooperatif learning tipe TPS lebih baik (lebih efektif) dari model

    kooperatif learning tipe TPS.

    Penelitian Lia Lutfi Marwandari yang telah melakukan penelitian dengan judul

    Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

    (Numbered Head Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD

    Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun

    Pelajaran 2012/2013. Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya

    Wacana Salatiga. Pembimbing Wahyudi, S.Pd., M.Pd. Hasil penelitian yang

    didapatkan menunjukan bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT

    (Numbered Head Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD

    Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun

    Pelajaran 2012/2013. Hasil analisa data menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan

    nilai rata-rata dari 64 pada pra siklus menjadi 75 pada siklus I dan 84 pada siklus II.

    Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari 16 siswa atau 37% pada pra siklus

    menjadi 31 siswa atau 72% pada siklus I dan 43 siswa atau 100% siswa tuntas pada

    siklus II. Penelitian ini dianggap berhasil karena sudah mencapai indikator kinerja

    yaitu 80% siswa tuntas belajar.

    Penelitian Luthfiatul Khusna yang telah melakukan penelitian dengan judul

    “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered head Together (NHT)

    Dan Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Kimia Dan Keterampilan

    Kerja Sama”. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain

    the tatic group pretest-posttest design. Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa

    tidak ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif

    tipe NHT dan TPS terhadap hasil belajar kimia peserta didik. Hal ini didasarkan pada

    hasil uji T nilai signifikan (2-tailed) sebesar 0,874 > 0,05. Artinya H0 diterima atau

    tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran

    kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap hasil belajar kimia peserta didik. Selain itu,

    hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan

    model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap keterampilan kerja sama

  • 26

    peserta didik. Hal ini didaarkan pada hasil uji T nilai signifikansi (2-tailed) sebesar

    0,000 < 0,05. Artinya, H0 ditolak atau terdapat pengaruh yang signifikan pada

    penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap keterampilan

    kerja sama peserta didik.

    Penelitian Tri Sugiarto (2012) yang melakukan penelitian dalam bentuk

    eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa yang

    Diajarkan dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

    Head Together (NHT) dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas VIII di SMP

    Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil Penelitian Menunjukan bahwa

    terdapat perbedaan hasil belajar matematika antarasiswa yang diajar dengan

    menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

    dan model pembelajaran konvensional.

    Penelitian Rahmawan dan Pramukantoro yang melakukan penelitian dalam

    bentuk eksperimen dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Menerapkan Dasar-

    Dasar Kelistrikan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

    and Share (TPS) dan tipe Numbered Head Together (NHT) di SMK Negeri 03

    Jombang”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang

    signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

    Penelitian Noviana Dini Rahmawati (2011) yang melakukan penelitian dalam

    bentuk skripsi eksperimen dengan judul Eksperimentasi Model Pembelajaran

    Kooperatif Tipe Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)

    pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Ditinjau Dari Aktivitas

    Belajar Siswa SMP Negeri SE-Kabupaten Grobogan. Kesimpulan dari penelitian ini

    adalah: 1. Model Pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika yang

    lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model NHT. 2. Prestasi belajar

    matematika pada siswa beraktivitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa

    yang beraktivitas rendah, prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas sedang

    lebih baik dibandingkan dengan siswa beraktivitas rendah, prestasi belajar

  • 27

    matematika pada siswa beraktivitas tinggi sama baiknya dibandingkan dengan siswa

    beraktivitas sedang. 3. Pada masing-masing kategori aktivitas (rendah, sedang dan

    tinggi), model pembelajaran TGT memberikan Prestasi belajar matematika yang

    lebih baik dari pada model pembelajaran NHT. 4. Pada masing-masing model

    pembelajaran Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)

    prestasi belajar siswa beraktivitas tinggi lebih baik dari pada prestasi belajar siswa

    beraktivitas rendah dan prestasi belajar siswa beraktivitas sedang samabaiknya

    dibandingkan dengan siswa beraktifitas tinggi.

    Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Adi Wibowo (2015). Melakukan penelitian

    yang berjudul pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap kemampuan

    berfikir kritis matematika siswa kelas IV SD Negeri Kebumen 01 dan SD Negeri

    Kebumen 03 Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil penelitian dan

    analisis data, disimpulkan dengan perhitungan menggunakan uji-t pada hasil posttest

    kelompok eksperimen dan posttest kelompok kontrol, diperoleh hasil nilai t adalah

    2,163 dengan signifikansi 0,036 < 0,05 maka Ho ditolak, hal ini berarti terdapat

    perbedaan nilai rata-rata antara siswa yang diajar dengan menggunakan model

    Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran konvensional. Dengan

    melihat rata-rata kedua kelas dimana kelas eksperimen rata-ratanya lebih tinggi yaitu

    72,01, sedangkan kelas kontrol yang rata-ratanya hanya 59,35, disimpulkan bahwa

    terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika antara siswa yang diajar

    dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model

    pembelajaran konvensional kelas IV SDN Kebumen 01 dan kelas 4 SDN Kebumen

    03.

  • 28

    2.5 Kerangka Pikir

    Kerangka Pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

    berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai hal yang

    penting. Artinya sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang

    lainnya, sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya,

    sebuah pemahaman yang aling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran

    suatu bentuk proses dari keseluruhan penelitian yang dilakukan. Hasil belajar

    merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya di tunjukan

    dengan nilai tes yang diberikan guru. Dengan adanya hasil belajar kita dapat melihat

    seberapa jauh dan seberapa besar siswa memahami materi yang telah kita berikan.

    Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal suasana pembelajaran harus di

    kondisikan sedemikian rupa agar tercipta nya pembelajaran yang menarik.

    Pembelajaran yang menarik dapat diciptakan melalui penerapan berbagai model

    pembelajaran. Salah satu nya adalah melalui model pembelajaran kooperatif. Dalam

    model ini siswa akan belajar secara kelompok. Salah satu nya adalah model

    pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), model ini memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk belajar secara berasangan dengan siswa lain yang

    memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan pasangan dalam kelompok ini akan

    menimbulkan saling ketergantungan di dalamnya. Peran aktif siswa dalam

    pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Kerja

    sama menjadi suatu hal yang penting dalam pembelajaran ini agar tujuan dapat

    tercapai dan peranan siswa dalam kelompoknya yaitu rasa tanggung jawab yang

    mendorong siswa untuk belajar.

    Dalam penerapan model TPS (Think Pair Share), siswa berusaha

    mengeksplorasi kemampuan dirinya dengan berfikir (Think) sendiri atas soal yang

    telah diberikan guru sebelum bekerja sama dalam kelompok. Kemudian guru

    mengorganisasikan siswa kedalam bentuk kelompok agar berpasangan (Pair) dengan

    siswa lainnya untuk mendiskusikan hasil pemikiran nya supaya terjadi proses

    interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain. Masing-masing siswa dalam

  • 29

    pasangan harus bekerja sama untuk mendapatkan hasil kerja sama yang baik. Dan

    langkah yang terakhir adalah siswa harus membagi (Share) hasil diskusi dan kerja

    sama yang telah dilakukan. Berbeda dengan penerapan model kooperatif tipe

    Numbered Head Together (NHT), dalam model pembelajaran ini semua siswa harus

    aktif dalam kelompok supaya mampu menjawab pertanyaan guru apabila nomor yang

    mendapat giliran menjawab. Apabila siswa data menjawab dengan benar maka

    kelompok akan mendapat nilai tambah, sebaliknya apabila siswa tidak dapat

    menjawab dengan benar maka kelompok juga tidak mendapat nilai tambah. Dengan

    demikian diharapkan siswa saling membantu dalam bekerja sama dalam suatu

    kelompok, siswa yang mampu akan membantu temannya yang kurang mampu. Pada

    model Numbered Head Together (NHT) ini berbeda dengan langkah-langkah yang

    ada pada model Think Pair Share (TPS), adapun langkah-langkah model Numbered

    Head Together (NHT) sebagai berikut: Pada tahap Penomoran guru membagi siswa

    ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok

    diberi nomor 1-5 sesuai jumlah anggota dalam setiap kelompok. Kemudian guru

    mengajukan pertanyaan atau tugas kepada siswa dan siswa diberi kesempatan untuk

    memikirkan jawaban untuk soal yang diberikan. Guru mendampingi siswa saat

    melalkukan kegiatan kerja sama, diskusi dalam kelompok dan menjawab pertanyaan

    jika ada yang bertanya saat melakukan diskusi. Kemudian guru mengundi atau

    memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang memiliki nomor tersebut

    mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang telah diberikan untuk seluruh

    kelas.

  • 30

    Gambar 1 Kerangka Pikir Model NHT dan TPS

    (Kondisi Awal)

    Kegiatan Belajar

    Mengajar dengan guru

    kelas

    Kelas Eksperimen 1

    Model NHT

    Kelas Eksperimen 2

    Model TPS

    Pretest

    Uji Validitas

    dan Reliabilitas

    1. Membagikan siswa dalam kelompok

    2. Memberikan kartu nomor

    3. Mengajukan pertanyaan

    4. Siswa melakukan diskusi (proses berfikir)

    5. Menjawab pertanyaan

    6. Mempresentasikan hasil kerja kelompok

    1. Mengajukan pertanyaan

    2. Meminta siswa untuk berfikir secara

    individu

    3. Siswa diminta secara berpasang-pasangan

    dan berfikir dengan pasangannya

    4. Siswa melakukan diskusi

    5. Memberi kesempatan untuk bertanya

    6. Melaporkan hasil diskusinya

    Perbedaan Hasil

    Belajar Kelas

    Eksperimen 1 dan

    Kelas Ekserimen 2

    Posstest

    Uji Validitas

    dan Reliabilitas

    Hasil belajar

    Perbedaan Hasil

    Belajar Kelas

    Eksperimen 1 dan

    Kelas Ekserimen 2

    Perbedaan Hasil

    Belajar Kelas

    Eksperimen 1 dan

    Kelas Ekserimen 2

    Hasil belajar

  • 31

    2.6 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir yang

    diuraikan diatas maka hipotesis atau dugaan sementara dalam penelitian ini adalah

    terdapat perbedaan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Tipe

    Think Pair and Share (TPS) dengan Numbered Head Together (NHT) dalam

    pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan siswa kelas IV SD Negeri

    Kuowinangun 08 dan Kutowinangun 09 Semester II.