bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 keaktifan
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Keaktifan
Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonisia (2002) berarti giat (bekerja
atau berusaha), sedangkan keaktifan diartikan sebagai hal atau dimana siswa dapat
aktif. Keaktifan siswa dalam belajar matematika tampak dalam kegiatan berbuat
sesuatu untuk memahami materi pelajaran. Aktivitas siswa selama proses belajar
mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang
dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan
belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa,
sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi
belajar aktif. Depdiknas (2005), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif,
afektif dan psikomotor”. Moh User Usman (2002) terdapat empat jenis interaksi
dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya sebagai berikut:
Komunikasi Satu Arah
Gambar 1.a
S S S
G
Ada Balikan Dari Guru, Tidak
Ada Interaksi Diantara Siswa
Gambar 1.b
G
S S S
6
Komunikasi satu arah (gambar 1.a) merupakan komunikasi yang hanya
dilakukan oleh guru terhadap siswa, sementara siswa hanya pasif sebatas
mendengarkan komunikasi dari guru. Komunikasi dari guru sudah dapat
merespon balik dari siswa, tetapi tidak ada komunikasi antar siswa. Interaksi yang
terjadi hanya antar guru dan siswa selama pembelajaran (gambar 1.b).
Komunikasi dari guru sudah mendapat respon balik dari siswa dan ada interaksi
antar siswa, tetapi belum keseluruhan siswa yang melakukan interaksi baik
dengan guru maupun siswa lainnya (gambar 1.c). Komunikasi sudah berjalkan
baik antar guru dengan siswa maupun antar siswa dengan siswa yang lainnya.
Dalam hal ini interaksi sudah optimal selama proses pembelajaran (gambar 1.d).
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu
indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan
memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya
kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu
menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Menurut penulis aktif artinya giat bekerja dan berusaha. Keaktifan dapat diartikan
bahwa dalam pembelajaran siswa memperhatikan penjelasan guru, mampu
bekerjasama dalam kelas, aktif mengemukakan pendapat, memberikan
Ada Balikan Dari Guru, Ada
Interaksi Diantara Siswa
Gambar 1.c
G
S S S
Gambar 2.1
Interaksi Kegiatan Belajar
Interaksi Optimal Antar Guru
dengan Siswa, Siswa dengan
Siswa
Gambar 1.d
G
S S
S S
7
kesempatan kepada teman untuk berpendapat, mendengarkan dengan baik ketika
teman berpendapat, mampu bemberikan gagasan atau ide yang cemerlang,
memanfaatkan potensi yang ada dan saling membantu dalam menyelesaikan
maslah. Keaktifan siswa merupakan suatu keadaan dimana siswa berpartisipasi
secara aktif dalam pembelajaran. Dalam hal ini keaktifan dapat juga terlihat dari
respon pertanyaan atau perintah dari guru, mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan guru, berani mengemukakan pendapat, dan aktif mengerjakan soal
yang diberikan guru. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan
kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya
semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula
terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada
peningkatan prestasi.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian keaktifan dari para ahli, maka
peneliti menyimpulkan pengertian aktif artinya giat bekerja dan berusaha.
Keaktifan dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran siswa memperhatikan
penjelasan guru, mampu bekerjasama dalam kelas, aktif mengemukakan pendapat,
memberikan kesempatan kepada teman untuk berpendapat, mendengarkan dengan
baik ketika teman berpendapat, mampu bemberikan gagasan atau ide yang
cemerlang, memanfaatkan potensi yang ada dan saling membantu dalam
menyelesaikan masalah.
Selanjutnya tingkat keaktifan belajar siswa dalam suatu proses
pembelajaran juga merupakan tolak ukur dari kualitas pembelajaran itu sendiri.
Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-
tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental
maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan
belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri
sendiri.
2.1.2 Pengertian Belajar
Matematika memiliki nilai-nilai yang sangat penting dalam pembentukan
sumber daya manusia yang berkualitas. Dari beberapa ahli mendefinisikan belajar
8
menurut visi masing-masing. Menurut Sanjaya (2005) mengatakan bahwa belajar
merupakan proses mental yang ada dalam diri seseorang, sehingga muncul
perubahan perilaku dan mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat
siswa belajar. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam
rangka pelaksanaan pengembangan diri dan aktif dalam pembelajaran, oleh sebab
itu belajar adalah proses aktif.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu
yaitu mengalami (Oemar Hamalik, 2002). Sedang menurut Siti Julaeha (2005)
mengatakan agar siswa berhasil dalam belajarnya, dalam arti mampu menemukan
dan membentuk pengetahuan, guru hendaknya merancang dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat
langsung dalam menemukan dan membentuk pengetahuan. Dari beberapa
pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses
atau serangkaian kegiatan yang terjadi secara terus menerus dan berjenjang, hal
ini dimaksudkan untuk mencapai perkembangan yang lebih maju serta perubahan-
perubahan pada diri seseorang, misalnya tingkah laku, pola pikir, sikap, sifat dan
pemahamannya.
Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam menemukan
dan membentuk pengetahuan akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar
yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan
kondusif yang sengaja diciptakan.
Menurut sosiologi, belajar adalah jantungnya dari proses sosiologi,
pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar
tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar seoptimal dalam
mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang
baik. Sama halnya dengan belajar, mengajarpun sebenarnya suatu proses, yakni
usaha yang dilakukan oleh guru untuk membimbing, mengatur,
9
mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar peserta didik. Sehingga dapat
menumbuh kembangkan peserta didik untuk melakukan proses belajar guru
sebagai pemimpin dan fasilitator dalam kegiatan tersebut. Di samping itu banyak
teori dan prinsip-prinsip belajar namun terdapat beberapa prinsip-prinsip yang
berlaku umum yang dapat dipakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran yaitu
sebagai berikut :
a. Perhatian dan motivasi.
Hal ini mempunyai peranan sangat penting dalam kegiatan belajar. Tanpa
adanya perhatian tidak mungkin belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik.
b. Keaktifan
Proses belajar mengajar akan berhasil dengan baik apabila antara guru dan
murid sama-sama aktif.
c. Keterlibatan Langsung.
Belajar melalui pengalaman langsung tidak sekedar mengamati tetapi terlibat
langsung dan bertanggung jawab atas hasilnya.
d. Pengulangan.
Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia.
e. Tantangan.
Dalam belajar terdapat hambatan, jika hambatan telah dapat diatasi maka
tujuan belajar akan dapat dicapai.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian belajar dari para ahli, maka
peneliti menyimpulkan pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh siswa dan merupakan proses mendapatkan pengetahuan serta perubahan
dalam diri seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan
siswa secara langsung dalam menemukan dan membentuk pengetahuan.
2.1.3 Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses penguasaan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan melalui belajar, mengajar, dan pengalaman (Slameto, 2007).
Sedangkan menurut poerwadaminta (2005) menyebutkan pembelajaran
10
merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut
“intructus” atau “intruere” yang berati menyampaikan pikiran. Dengan demikian
arti intruksional adalah penyampaian pikiran atau ide yang telah diolah secara
bermakna melalui pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru
sebagai pelaku perubahan.
Menurut Nana Sudjana (2002) mengatakan bahwa kondisi pembelajaran
yang berkualitas di pengaruhi oleh beberapa faktor tujuan pengajaran yang
jelas,bahan pengajaran yang memadahi, metodologi pengajaran yang tepat dan
cara penilaian yang baik. Di dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang
menonjol yaitu metode mengajar dan alat peraga sebagai alat bantu mengajar,
dimana metode mengajar dan alat peraga merupakan salah satu lingkungan
belajar yang dikondisikan oleh guru dan dapat memberikan motivasi dalam
pembelajaran
Menurut Sugihartono, dkk (2007) pembelajaran merupakan suatu upaya
yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan
berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efesien serta dengan hasil yang optimal.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian pembelajaran dari para ahli, maka
peneliti menyimpulkan pengertian pembelajaran adalah suatu proses belajar dan
mengajar atau proses yang terjadi secara terus menerus dan bertahap untuk
mencapai perubahan yang lebih maju pada diri seseorang. Misalnya pola pikir,
sifat, sikap, tingkah laku atau pemahaman dan dalam pembelajaran di perlukan
alat peraga sebagai alat bantu dalam mengajar untuk memotivasi siswa dalam
mengikuti pelajaran sehingga memberi kemungkinan kepada peserta didik agar
terjadi proses belajar yang efektif atau mencapai hasil yang diinginkan.
2.1.4 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2004) hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia memerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar menurut
Anni (2004) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah
11
mengalami aktifitas belajar. Sedangkan menurut TIM pengembangan Universitas
Negeri Semarang (Sulistyani, 2003), ada lima syarat agar perubahan tingkah laku
dapat disebut hasil belajar, yaitu :
1) Hasil belajar sebagai pencapai tujuan belajar
2) Hasil belajar harus sebagai buah dari proses kegiatan yang disadari
3) Hasil belajar sebagai produk latihan
4) Hasil belajar merupakan tingkah laku yang berfungsi efektif dalam kurun
waktu tertentu
5) Hasil belajar harus berfungsi operasional dan potensial yang merupakan
tingkah laku itu sendiri yang berfungsi positif bagi pengembangan tingkah
laku lainnya.
Hasil belajar menurut Oemar Hamalik (2006) hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengeri menjadi mengerti.
Hasil belajar pada penelitian ini adalah hasil belajar matematika yaitu yang telah
dicapai oleh peserta didik pada mata pelajaran matematika setelah mengalami
proses belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelahia menerima
pengalaman belajarnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-
tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut
guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik
untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian belajar dari para ahli, maka
peneliti menyimpulkan pengertian hasil belajar adalah hasil akhir dari dari seluruh
kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima
suatu palajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek kognitif yang
diungkapkan dengan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang
dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa
dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik yang menunjukkan
keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam mengikuti pembelajaran.
12
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai seseatu
yang diperoleh. Akan tetapi apabila kiat bicara tentang hasil belajar, maka hal itu
merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pembelajar.
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor
dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
adalah:
1. Faktor-faktor Internal
- Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh
- Psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, kematangan, kesiapan)
- Kelelahan
2. Faktor-faktor Eksternal
- Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakan
keluarga.
- Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas
rumah
- Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk
kehidupan masyarakat.
Menurut Sardiman (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah
faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan
dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain
yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi
sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam
belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan
senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan
belajar secara optimal. Sardiman (2007) menguraikan enam macam faktor
13
psikologis yaitu (1) motivasi, (2) konsentrasi, (3) reaksi, (4) organisasi, (5)
pemahaman, (6) ulangan.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dari para ahli, maka peneliti menyimpulkan pengertian bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa antara
lain kemampuan yang dimiliki siswa tentang materi yang akan disampaikan,
sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru
di dalam proses belajar mengajar.
2.1.6 Pengertian Matematika
Istilah Mathematics (Inggris), Mathematik (Jerman), Mathematique
(Perancis), Matamatico (Itali), Matematiceski (Rusia), atau Mathematick
(Belanda) berasal dari bahasa Latin Mathematica yang mulanya diambil dari
bahasa Yunani yaitu Mathematike yang berarti “relating to learning”. Bahasa
Mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainya yang serupa
yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Jadi berdasarkan
etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suhrman, 2003), kata matamatika berarti
“Ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Matematika barasal dari
bahasa latin mathanein atau mathema yang berarti belajar atau dipelajari.
Matematika adalah ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran
(Depdiknas 2003).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian matematika, maka
peneliti menyimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam matematika adalah
disiplin berpikir logis, konsisten, inovativ dan kreatif.
2.1.6.1 Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Matematika
Setiap yang dilakukan manusia pastilah memiliki tujuan, begitu pula
dengan pembelajaran matematika. Tujuan umum pendidikan matematika
ditekankan pada siswa untuk memiliki:
14
a. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang
berkaitan dengan kehidupan nyata.
b. Kamampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi.
c. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat
dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,
berpikir sistematis, bersifat obyektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam
memandang dan menyelsaikan suatu masalah.
d. Matematika berfungsi mengembangakan kemampuan menghitung, mengukur,
menurunkan dan menggunakan rumus, matematika yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang,
statistic dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan
kemampuan mengomunikasikan gagasan melalui model matematika yang
dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik
atau tabel.
2.1.6.2 Penerapan Pembelajaran Matematika di SD
Salah satu dari Standar Kompetensi Lulusan SD pada mata pelajaran
matematika yaitu, memahami konsep simetri lipat dan pencerminan, perbandingan
dalam pemacahan masalah serta penggunaan dalam kehidupan sehari-hari
(Depdiknas 2006). Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pemahamn
guru tentang hakikat pembelajaran matematika di SD dapat merancang
pelaksanaan proses pembelajaran dengan baik yang sesuai dengan perkembangan
kongnitif siswa, pemggunaan alat peraga, metode dan pendekatan yang sesuai
pula. Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta
terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: bilangan, geometri, pengolahan data
(Depdiknas 2006). Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan
dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi,
transformasi dan simetri, lokasi dan susunan, berkaitan dengan koordinat.
15
Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suatu obyek,
penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian penerapan matematika di SD
dari para ahli, maka peneliti menyimpulkan pengertian bahwa penerapan
Matematika di SD tentang simetri lipat dan pencerminan hakikat pembelajaran
dapat merancang pelaksanaan proses pembelajaran dengan baik yang sesuai
dengan perkembangan kongnitif siswa, penggunaan alat peraga, metode dan
pendekatan yang sesuai pula. Sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang kondusif serta terseranggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.
2.1.7 Materi Simetri Lipat dan Pencerminan
2.1.7.1 Simetri Lipat
Mengulang Pengertian Simetri Lipat
Jika sebuah benda dilipat melalui sumbu simetrinya yang kedua bagiannya
dapat secara tepat saling menutupinya, benda tersebut dikatakan memiliki
simetri lipat. Perhatikan gambar berikut.
Bangun-bangun tersebut mempunyai simetri lipat. Garis tempat melipat
ditunjukkan dengan garis putus-putus. Garis tersebut disebut garis simetri atau
sumbu simetri. Dalam kisah sehari-hari, sering dijumpai bangun-bangun yang
memiliki simetri lipat, misal : kupu-kupu, pesawat terbang dan Lainnya.
Mengenal Simetri Lipat dan Menentukan Sumbu Simetri Bangun-Bangun
Datar
• Simetri lipat disebut juga simetri sumbu karena tempat melipatnya berupa
sumbu ( garis ).
Sumbu Simetri
16
• Simetri lipat disebut juga simetri cermin karena sumbu simetrinya seolah-
olah sebagai cermin sehingga setengah bagian bangun yang satu
merupakan bayangan dari setengah bagian yang lainnya.
A E D
B F C
EF sebagai simetri cermin sehingga EDCF merupakan bayangan dari
AEFB.
Selanjutnya perhatikan gambar berikut !
Bangun persegi merupakan contoh bangun yang memiliki simetri lipat.
Sumbu-sumbu simetrinya ditunjukkan dengan garis putus-putus.
Dengan demikian bangun persegi memiliki empat simetri lipat.
2.1.7.2 Pencerminan
Membuat Bangun dan Mengamati Hasil Pencerminan
Perhatikan contoh pencerminan dengan menggunakan papan berpaku.
Cara kerja sbb :
1. Buatlah papan berpaku yang panjangnya 20 cm, lebar 20 cm dan jarak
antar paku dengan papan 2 cm
2. Buat bangun segitiga menggunakan karet gelang pada papan berpaku
3. Perhatikan bayangan karet gelang pada cerminan
......A……….……A¹......... ................................... ...B....... C.....B¹.........C¹.....
17
Membuat Hasil Pencerminan Suatu Bangun Pada Kertas Bertitik
Contoh :
4. Cermin Tegak
. . . . . . . A. . . . . . . A¹. . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .B . . . . . . . . . . . . .B¹. . .
5. Cermin datar
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .B . . .
. .A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
. . A¹. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .B¹ ...
Dari gambar-gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa penentuan hasil
pencerminan dapat dilakukan dengan cara menghitung titiknya yaitu :
Contoh untuk cermin tegak :
- Menghitung jarak titik A ke cermin ( ada 3 titik )
- Menghitung jarak cermin ke titik A¹ yang merupakan bayangan titik A (ada 3
titik ke sebelah kanan )
- Menghitung jarak titik B ke cermin ( ada 8 titik )
- Menghitung jarak cermin ke titik B¹ yang merupakan bayangan titik B (ada 8
titik ke sebelah kanan )
- Menghubungkan titik A¹ dengan titik B¹ sehingga membentuk ruas garis A¹B¹
Model alat peraga yang nantinya digunakan dalam penelitian adalah :
- Kertas warna warni yang berbentuk bangun / suatu simbol yang mudah dilipat
- Menggunakan papan berpaku yang terbuat dari triplek dengan ukuran 20cm x
20 cm dengan jarak antar paku 2 cm
- Kertas / buku petak
- Karet gelang
18
2.1.7 Penggunaan Alat peraga Matematika
Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga
dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif
dan efesien (Nana Sudjana, 2002). Menurut Djoko Iswandi (2003) alat peraga
matematika adalah seperangkat benda konkrit yang dirancang, dibuat, dihimpun
atau disusun secara sengaja dan digunakan untuk membantu menanamkan atau
mengembangkan konsep-konsep dalam matematika.
Penggunaan alat peraga matematika adalah suatu hal yang logis bila dalam
proses pembelajaran seorang guru menggunakan media pembelajaran, agar tidak
terjadi kesesatan dalam proses pembelajaran perlu digunakan sarana untuk
membantu komunikasi dalam pembelajaran di kelas yang disebut media. Dalam
proses pembelajaran, media yang digunakan untuk memperlancar komunikasi
disebut Media Instruksional Edukatif (Rohman, 2004)
Ciri-ciri umum Media Instruksional Edukatif :
1. Media Instruksional Edukatif dengan alat peraga langsung dan tidak langsung
2. Media Instruksional Edukatif digunakan dalam proses komunikasi
instruksional
3. Media Instruksional Edukatif merupakan alat yang efektif dalam instruksional
4. Media Instruksional Edukatif memiliki muatan normatif bagi keperluan
pendidikan
5. Media Instruksional Edukatif erat kaitannya dengan metode mengajar
khususnyamaupun komponen-komponen instruksional lainnya.
Sejalan dengan istilah Media Instruksional Edukatif ada istilah alat peraga.
Keduahal ini sulit dipisahkan namun dapat dibedakan, tetapi pada dasarnya alat
peragaadalah salah satu unsur dalam media edukatif, karena alat peraga
merupakan alatbantu visual dalam pembelajaran biasanya berupa gambar, model,
benda atau alat-alat lain yang memberikan pengalaman visual yang nyata kepada
peserta didik.
Alat bantu visual bertujuan untuk :
1. Memperkenalkan, membentuk, serta memperjelas pengertian dan konsep yang
abstrak kepada peserta didik.
19
2. Mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki
3. Mendorong kegiatan peserta didik lebih lanjut
Alat peraga / alat bantu visual sering digunakan oleh guru apabila proses
pembelajaran matematika di kelas, peserta didik sulit memahami konsep secara
abstrak, sehingga alat peraga tersebut dapat membantu guru dalam berkomunikasi
dengan peserta didik dan alat peraga sebagai perantara yang membuat peserta
didik dapat lebih mudah memahami suatu konsep matematika. Alat peraga
sebagai komponen penting dalam KBM ditingkat dasar, karena alat peraga
mempunyai beberapa fungsi dan manfaat sebagai berikut:
a. Dengan alat peraga anak akan belajar matematika dengan gembira,
terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap matematika.
b. Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk kongkrit, maka
peserta didik pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah
memahami dan mengerti.
c. Alat peraga dapat membantu daya tilik ruang, karena tidak membayangkan
bentuk-bentuk geometri ruang.
d. Anak menyadari bahwa ada hubungan antara ilmu dengan alam sekitar dan
masyarakat.
Pemakaian alat peraga dalam pengajaran matematika dikaitkan dengan hal-hal
sebagai berikut:
a. Pembentukan Konsep.
b. Pemahaman Konsep.
c. Latihan dan Penguatan.
d. Melayani Perbedaan Individu.
e. Pengukuran.
f. Pengamatan dan Penemuan Sendiri.
g. Pemecahan Masalah.
h. Mengundang Berfikir dan Berdiskusi.
i. Mengundang untuk Berpartisipasi Aktif.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian penerapan matematika di SD dari
para ahli, maka peneliti menyimpulkan pengertian bahwa pengertian alat peraga
20
adalah benda nyata atau konkrit. Sedangkan penggunaan alat peraga dalam PBM
untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran di kelas.
2.1.9 Alat Peraga papan paku
Belajar peserta didik akan meningkat bila ada motivasi. Oleh karena itu
dalam proses pembelajaran diperlukan faktor-faktor yang dapat memotivasi
peserta didik untuk belajar bahkan untuk pengajarnya. Misalnya: upaya untuk
membuat sebuah pengajaran menjadi ”kaya dan menarik”, dapat menimbulkan
dan meningkatkan minat belajar peserta didik, sikap guru dan penilaiannya
menjadi lebih baik, suasana sekolah bagi guru dan peserta didik menjadi
menyenangkan. Bahwa pada dasarnya, peserta didik belajar melalui sesuatu yang
kongkrit, mengingat pola perkembangan berpikir peserta didik Sekolah Dasar
pada umumnya sudah memerlukan contoh-contoh benda konkrit. Untuk
memahami sebuah konsep abstrak, peserta didik memerlukan benda-benda
konkrit sebagai perantara/visualisasinya.
Konsep abstrak pada peserta didik dapat dicapai melalui tingkatan belajar
yang berbeda-beda. Bahkan, orang dewasapun yang pada umumnya sudah
memahami konsep abstrak, pada keadaan tertentu seringkali masih memerlukan
visualisasi. Selanjutnya, konsep abstrak yang baru dipahami anak akan
mengendap, melekat dan tahan lama bila peserta didik belajar melalui ”berbuat”
dan pengertian bukan hanya melalui mengingat sebuah fakta yang ada, karena
beberapa hal tersebut maka untuk menunjang keberhasilan belajar peserta didik,
mutlak diperlukan peraga, dalam hal inip apan berpaku. Di antara para ahli hanya
mengelompokkan alat peraga papan berpaku ini dengan cara klasifikasi yang
bermacam-macam.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2002) mengelompokkan media
papan berpaku ke dalam alat peraga ukuran besar yang terbuat dari tripleks dan
dapat digunakan secara klasikal. Sedangkan Ibrahim dkk (2003)
mengelompokkan media bentuk papan ini, termasuk media dua dimensi. Arief S.
Sadiman dkk (2002) menyebutkan bahwa Media papan ini merupakan media
pembelajaran yang dapat diklasifikasikan ke dalam media grafis. Papan berpaku
dimaksud, banyak sekali manfaatnya dalam pengajaran matematika di Sekolah
Dasar. Harga murah dan juga dapat dibuat sendiri.
21
Bentuk papan berpaku bisa persegi atau persegi panjang, sesuai dengan
kebutuhan. Cara pembuatannya: papan yang disediakan permukaannya dihaluskan
menggunakan amplas kemudian dicat sesuai dengan warna lingkungan sekitar dan
permukaannya digambar kotak-kotak persegi berukuran 2 cm x 2 cm dan pada
setiap titik sudutnya ditancapi paku yang agak besar / sekitar 2,5 cm sehingga
mudah dalam pengoperasiannya. Peralatan pendukungnya adalah karet gelang.
Gambar 2.1
Contoh Papan Berpaku
22
Langkah-langkah untuk menggunakan alat peraga papan berpaku menurut
Sukayati (2009) adalah sebagai berikut:
a. Guru menunjukan papan berpaku di depan kelas, bisa digantung atau
disandarkan pada benda lain.
b. Papan berpaku dilengkapi sejumlah karet gelang dengan warna-warna yang
berbeda untuk membuat bangun datar yang diinginkan
c. Mengosongkan papan kayu yang sudah ditancapkan paku terlebih dahulu.
d. Menentukan ukuran bangun datar yang akan kita buat pada papan paku.
Bangun datar yang dibentuk misalnya bangun datar-bangun datar yang
sederhana, seperti bujur sangkar, persegi panjang, layang-layang, belah
ketupat, trapesium dan lain-lain.
e. Membuat bangun datar tersebut pada papan paku dengan meregangkan dan
mengaitkan karet yang tersedia pada paku-paku di atas papan tersebut.
f. Cerminkan bangun datar tersebut sesuai bangun datar sebelumnya (bagun
tersebut menjadi bayangan dari bangun sebelumnya) dengan menghitung
jarak bangun ke cermin sehingga ukuran bangun sama.
g. Guru menugaskan kepada seorang anak untuk membentuk bangun datar
yang mereka kenal pada papan berpaku klasikal.
h. Selanjutnya anak diminta menggambar hasil yang diperolehnya pada kertas
bertitik atau kertas berpetak.
i. Guru menanyakan nama-nama bangun datar yang telah dibuat oleh anak.
Namun tidak semua bangun yang dibuat punya nama, kecuali bangun-
bangun datar yang khusus misal: segiempat, persegi, persegipanjang,
jajargenjang, trapesium, belah ketupat, layang-layang, segitiga siku-siku,
segitiga samakaki, segitiga tumpul, segitiga lancip, segitiga sembarang.
j. Demikian cara pengguanaan papan berpaku
k. kesimpulan
23
Gambar 2.2
Gambar contoh penggunaan papan berpaku
Beberapa manfaat / kegunaan papan berpaku antara lain:
a. Guru dapat dengan mudah dan cepat menunjukkan bermacam – macam bentuk
bangun datar seperti: persegi, persegi panjang, segitiga, trapesium, jajar
genjang, belah ketupat dan layang-layang.
b. Peserta didik akan dengan cepat belajar bila mengikuti dalam memahami
materi yang terkait dengan yang diajarkan.
c. Bentuk geometri yang diajarkan bentuknya sesuai dengan kenyataan,
dibandingkan jika pengajaran dengan contoh-contoh dari benang sehingga
tidak mewujudkan persepsi siswa.
2.1.10 Penerapan Papan Berpaku Dalam Proses Belajaran Mengajar
Penerapan alat peraga papan berpaku, diperoleh beberapa temuan bahwa
alat peraga papan berpaku dapat memupuk cara berfikir siswa dalam menjawab
soal dengan membuat pencerminan menggunakan alat peraga papan berpaku,
proses pembelajaran lebih menarik, nampak sebagian besar siswa lebih aktif
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat
siswa menggunakan alat peraga papan berpaku. Kegiatan yang dilakukan guru ini
merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya dapat
menciptakan keaktifan dan pemahaman siswa tentang simetri lipat dan
pencerminan. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai
tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Selanjutnya, penerapan alat peraga
...... A……….…A¹............ ................................... ....B..........C....B¹.........C¹...
24
papan berpaku dapat membangkitkan keingintahuan dan pemahaman siswa serta
mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses
pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa;
mengembangkan keingintahunan dan imajinasi; memiliki semangat mandiri,
bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan;
mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik
mata pelajaran.
Sedangkan prosedur penerapan papan berpaku dalam proses belajar
mengajar, peneliti tetap mengacu pada langkah-langkah pembelajaran
menggunakan alat peraga papan berpaku menurut Sukayati (2009) adalah sebagai
berikut:
1. Guru menunjukan papan berpaku di depan kelas, bisa digantung atau
disandarkan pada benda lain.
2. Papan berpaku dilengkapi sejumlah karet gelang dengan warna-warna
yang berbeda untuk membuat bangun datar yang diinginkan
3. Mengosongkan papan kayu yang sudah ditancapkan paku terlebih
dahulu.
4. Menentukan ukuran bangun datar yang akan kita buat pada papan paku.
Bangun datar yang dibentuk misalnya bangun datar-bangun datar yang
sederhana, seperti bujur sangkar, persegi panjang, layang-layang, belah
ketupat, trapesium dan lain-lain.
5. Membuat bangun datar tersebut pada papan paku dengan meregangkan
dan mengaitkan karet yang tersedia pada paku-paku di atas papan
tersebut.
6. Cerminkan bangun datar tersebut sesuai bangun datar sebelumnya
(bagun tersebut menjadi bayangan dari bangun sebelumnya) dengan
menghitung jarak bangun ke cermin sehingga ukuran bangun sama.
7. Guru menugaskan kepada seorang anak untuk membentuk bangun datar
yang mereka kenal pada papan berpaku klasikal.
25
8. Selanjutnya anak diminta menggambar hasil yang diperolehnya pada
kertas bertitik atau kertas berpetak.
9. Guru menanyakan nama-nama bangun datar yang telah dibuat oleh
anak. Namun tidak semua bangun yang dibuat punya nama, kecuali
bangun-bangun datar yang khusus misal: segiempat, persegi,
persegipanjang, jajargenjang, trapesium, belah ketupat, layang-layang,
segitiga siku-siku, segitiga samakaki, segitiga tumpul, segitiga lancip,
segitiga sembarang.
10. Demikian penggunaan alat peraga papan berpaku
11. Kesimpulan
Adapun penerapan alat peraga papan berpaku yang akan digunakan
digunakan peneliti dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi
(1) Persiapan mengajar, memberi salam, melaksanakan presensi
(2) Mengecek persiapan siswa dan mengingatkan cara duduk yang
baik saat membaca dan menulis
(3) Memotivasi siswa dengan brand game
(4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Tahap Penyampaian dan Pelatihan
Pada tahap kegiatan pembelajaran inti menggunakan alat peraga yang
disesuaikan karakteristik siswa dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan Eksporasi:
(1) Menunjukkan alat peraga papan berpaku dan karet gelang
berwarna warni
26
(2) Bertanya jawab seputar papan berpaku dan karet gelang berwarna
warni jawaban
(3) Melalui tanya jawab guru menjelaskan tentang materi
(4) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
menggunakan alat peraga papan berpaku
Elaborasi :
Dalam kegiatan Elaborasi:
(1) Menjelaskan tentang materi yang akan disampaikan
(2) Dengan tanya jawab disertai contoh, guru menjelaskan materi yang
disampaikan
(3) Menjelaskan cara penggunaan papan berpaku dan karet gelang
(4) Membagikan alat peraga papan berpaku pada siswa
(5) Siswa memikirkan membuat bangun datar pada papan paku dengan
meregangkan dan mengaitkan karet yang tersedia pada paku-paku
di atas papan tersebut.
(6) Siswa mencerminkan bangun datar tersebut sesuai bangun datar
sebelumnya (bagun tersebut menjadi bayangan dari bangun
sebelumnya) dengan menghitung jarak bangun ke cermin sehingga
ukuran bangun sama
(7) Meminta siswa menggabar hasil yang diperolehnya di kertas
berpetak
(8) Memfasilitasi siwa dalam melakukan pencerminan menggunakan
papan berpaku
(9) Melalui tanya jawab guru bersama siswa mengoreksi hasil
pekerjaan siswa
Konfirmasi
Dalam kegiatan Konfirmasi:
(1) Memberi kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi yang
belum dipahami siswa
(2) Membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan simetri
lipat
27
(3) Guru memberikan siswa soal evaluasi
3. Tahap Penampilan Hasil, Kesimpulan, dan Refleksi
c. Kegiatan Penutup
(1) Melalui bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan dan mengulangi kesimpulan yang sudah
dibuat
(2) Meminta siswa mempelajari materi yang akan datang
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1. Peneliti yang dilakukan oleh Ratna kurniasari (2010) yang berjudul “upaya
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan
alat peraga papan berpaku pada siswa”. Kesimpulan peneliti ini adalah
pelaksanaan pembelajaran sangat menarik mendorong siswa dalam
mempelajari konsep bangun datar dengan menggunakan alat peraga papan
berpaku.
2. Peneliti yang dilakuka oleh Antonius Novan Setio Nugroho (2006) yang
berjudul “Upaya meningkatkan hasil pembelajaran dan aktivitas belajar peserta
didik pada pokok bahasan simetri lipat dan pencerminan melalui implementasi
model pembelajaran Tutor Sebaya dengan Memanfaatkan LKS dan alat peraga
papan berpaku”. Kesimpulan penelitian ini adalah Pelaksanaan Kegiatan
Pembelajaran lebih hidup dengan keaktifan belajar peserta didik dalam belajar
baik secara kelompok maupun individu apabila menggunakan model
pembelajaran Tutor Sebaya dengan memanfaatkan LKS dan Alat Peraga Papan
Berpaku, sehingga peserta didik mampu mengurangi kesalahan dalam
membuat hasil pencerminan suatu bangun datar terhadap sumbu tegak dengan
bantuan alat peraga papan berpaku.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Abdulhafi (2008) yang berjudul “Peningkatan
prestasi belajar matematika pengenalan konsep keliling dan luas bangun datar
dengan media papan berpaku siswa kelas V SDN Sumbersari 1 Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang”. Kesimpulan peneliti ini adalah Kegiatan
28
pembelajaran yang menyenangkan dengan adanya media pembelajaran papan
berpaku dengan materi Matematika yang akan diajarkan siswa akan merasa
tertarik mempelajari Matematika, mencoba dan membuktikan sendiri, sehingga
akan memperkuat kemampuan kognitifnya dengan demikian pembelajaran
menjadi lebih bermakna.
Beberapa hasil kajian penelitian yang relevan, penenliti menyimpulkan
bahwa alat peraga papan berpaku sangat penting bagi siswa untuk pembelajaran.
Dengan pemberian alat peraga papan berpaku kepada siswa diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika simetri lipat dan
pencerminan kelas V SD Negeri Sendang Kecamatan Wonotunggal Kabupaten
Batang.
2.3 Kerangka Berpikir
Pada PBM di kelas V SD Negeri Sendang dalam mengajarkan materi
Simetri lipat dan Pencerminan guru menggunakan metode yang monoton dan
tanpa bantuan alat peraga sehingga siswa kurang memahami pelajaran simetri
lipat dan pencerminan . Hal ini dapat dilihat dari hasil tes tertulis yang telah
dilaksanakan oleh guru kelas V, 14 siswa memperoleh nilai di bawah KKM yang
sudah di tetapkan yaitu 60 dinyatakan belum tuntas dan 8 siswa memperoleh nilai
di atas KKM dinyatakan sudah tuntas.
Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi antara guru kelas dan
peneliti. Peneliti sebagai pemberi ide dan observer saat guru yang melaksanakan
PBM. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat peraga papan berpaku pada
pelajaran Matematika materi Simetri Lipat dan Pencerminan, sehingga dapat
membantu siswa untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar mereka dalam
mata pelajaran Matematika. Penggunaan alat peraga Papapn berpaku dalam PBM
dapat membantu siswa dalam menerima materi yang telah disampaikan oleh guru
dan aktifitas belajar siswa di meningkat.
29
Kerangka pikir di atas dapat digambarkan sebagai beriku:
Gambar 2.3
Bagan kerangka berpikir penelitian
Penyebab rendahnya nilai tes siswa kelas
V pada pelajaran matematika (simetri
lipat dan pencerminan)
- Hasil belajar
matematika (simetri
lipat dan
pencerminan) siswa
tergolong rendah
terbukti dari hasil tes
belum memenuhi
ketuntasan
(KKM=60)
- Guru kurang
maksimal dalam
mengondisikan kelas
dan menggunakan
metode ceramah
- Siswa kurang
bekerjasama dengan
teman lain, siswa bosan
dengan kondisi kelas
yang ramai
Diterapi dengan pembelajaran menggunakan alat peraga papan berpaku
Kelebihan alat peraga papan berpaku yaitu:
1. Guru dapat dengan mudah dan cepat menunjukkan hasil pencerminan
dan bermacam – macam bentuk bangun datar seperti: persegi, persegi
panjang, segitiga, trapesium, jajar genjang, belah ketupat dan layang-
layang.
2. Peserta didik akan dengan cepat belajar bila mengikuti dalam
memahami materi yang terkait dengan yang diajarkan.
3. Bentuk geometri yang diajarkan bentuknya sesuai dengan kenyataan.
- Aktivitas belajar
(keaktifan) siswa di dalam
kelas meningkat.
- Diduga melalui alat peraga
papan berpaku
meningkatkan hasil belajar
siswa SDN Sendang
mencapai KKM 90%
30
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dirumuskan,
maka dalam penelitian ini akan diajukan rumusan hipotesis tindakan sebagai
berikut :
1. Melalui penggunaan alat peraga papan berpaku, diduga dapat meningkatkan
keaktifan siswa kelas V SDN Sendang
2. Melalui penggunaan alat peraga papan berpaku, diduga dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas V SDN Sendang