bab ii kajian pustaka 2.1 hakekat...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakekat Matematika
Teori Thorndike menurut Edward L. Thorndike : 1924, ( dalam Prof. Dr.
Udin S. Winata Putra, M.A. ) mengemukakan bahwa belajar dikatakan “ Learning in
essentially the formation or bonds between situations and responses … and that
habit rules in the realm of thought as truly as fully in the realm of action “.
Mengajar dipandang sebagai perencanaan dari urutan bahan pelajaran
yang disusun dengan cermat mengkomunikasikan bahan kepada peserta didik, dari
membawa mereka praktik menggunakan konsep atau prosedur baru. Konsep dan
prosedur baru itu akan semakin mantap jika makin banyak praktik ( Latihan )
dilakukan.
Pada prinsipnya teori Thorndike menekankan pada banyak memberi
praktik dan latihan ( drill and practice ) kepada peserta didik agar konsep dan
prosedur dapat mereka kuasai dengan baik.
Dalam proses belajar matematika, menurut Jerome Brunner : 1982, (
dalam Gatot Muhsetyo, dkk ) menyatakan pentingnya tekanan pada kemampuan
peserta didik dalam berfikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik
membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola ( pattern ) dan hubungan
atau keterkaitan ( relation ). Pembaruan dalam proses belajar ini, dari proses
drill dan practice ke proses bermakna, dan dilanjutkan proses berfikir intuitif dan
analitik, merupakan usaha luar biasa untuk selalu meningkatkan mutu pembelajaran
matematika.
Brunner ( 1966 ) juga mengembangkan belajar penemuan (discovery
learning). Menurut Brunner, belajar bermakna hanya melalui belajar penemuan.
Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa
harus aktif identifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukan sendiri bukan hanya
sekedar menerima penjelasan guru saja. Brunner yakin bahwa belajar penemuan
adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar problematis,
6
menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari
jawaban sendiri dan melakukan eksperimen.Bentuk lain dari belajar penemuan
adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut
sampai dapat menemukan sendiri hubungan antar konsep.
Menurut Bower yang dikutip oleh Jogiyanto (2006:12) pembelajaran dapat
didefinisikan suatu proses dimana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat
reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa karakteristik-
karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan dasar
kecenderungan-kecenderungan asli, kematangan atau perubahan-perubahan
sementara dari organisme. Pembelajaran juga merupakan suatu kegiatan ”seni”
untuk mendorong orang melakukan sesuatu.
Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir (Johnson dalam Mulyono,1999:252).
Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memiliki strategi, agar dapat
belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah
satu langkah untuk memiliki srategi itu ialah harus menguasai teknik – teknik
penyajian atau biasanya disebut metode mengajar.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran terdiri dari dua
komponen yaitu belajar dan mengajar yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan.
a. Pengertian Belajar
Menurut Purwanto (1990:85) belajar adalah:
1) Suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada
kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang buruk
2) Suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman
3) Untuk dapat disebut belajar maka perubahan itu harus relatif mantap, harus
merupakan akhir daripada satu periode waktu yang cukup panjang.
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang, perubahan sebagai hasil suatu proses belajar dapat
7
ditunjukkaan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, daya penerimanya dan lain – lain aspek yang ada pada
individu (Sudjana, 2000: 28)
Menurut Purwanto (1990: 102), kegiatan belajar dipengaruhi oleh
faktor – faktor sebagi berikut:
1) Faktor yang ada pada diri sendiri, organisme itu sendiri yang kita sebut
faktor individual, dan
2) Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang
termasuk ke dalam faktor individual antara lain: kematangan,
kecerdasan, motivasi dan faktor pribadi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar merupakan kegiatan atau aktivitas yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang dilakukan karena suatu usaha
sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku.
b. Pengertian Mengajar
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda, akan
tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat. Antara keduanya terdapat
interaksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu
sama lain. Dengan adanya mengajar maka proses belajar dapat berlangsung
dengan maksimal.
Usman dan Setiawati (1993: 6) berpendapat bahwa mengajar pada
prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Atau
dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha
mengkoordinasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan
bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri
siswa.
Sudjana (2000: 29) mengajar adalah proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar.
Dari pendapat – pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses
belajar mengajar matematika adalah suatu proses dimana siswa belajar
8
tentang materi matematika secara aktif, sedangkan guru mengajar dan
memfasilitasi siswa untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga
dalam proses belajar mengajar tersebut terdapat interaksi antara keduanya.
2.2 Pengertian Matematika di Sekolah Dasar
Matematika adalah merupakan alat hitung yang dipergunakan setiap
kehidupan manusia dalam berbagai hal. Oleh karena itu matematika merupakan hal
pokok bagi manusia yang tidak dapat dipisahkan. Matematika bagi siswa SD
berguna untuk kepentingan hidup dalam lingkungannya untuk mengembangkan
pola pikirannya , dan untuk mempelajari ilmu-ilmu matematik Menurut teori belajar
Dienes dalam Drs. Karso, M.Pd., dkk( 2002 : 1.18 ) mengemukakan bahwa
konsep-konsep matematika itu akan lebih berhasil dipelajari melalui tahapan awal
sampai akhir diantaranya :
- Tahap 1 . Bermain bebas ( free play).
- Tahap 2. Permainan ( games ).
- Tahap 3. Penelaahan kesamaan sifat ( searching for communities ).
- Tahap 4. Representasi ( reprentation ).
- Tahap 5. Simbolisasi ( symbolitation ).
- Tahap 6. Formalisasi ( formalitation ).
2.1.1 Tujuan Pembelajaran Matematika
Menurut Depdiknas ( 2004 : 75 ) tentang tujuan pembelajaran
matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis,
kreatif dan konsisten. Dengan upaya pembelajaran matematika di SD
sesuai tujuan Pendidikan Nasional yang harus dicapai dan diterapkan
pada siswa dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Ruang Lingkup Matematika
Ruang lingkup pembelajaran Matematika Adalah semua hal yang
berhubungan dengan kegiatan manusia sehari hari. Menurut Depdiknas (
2004 : 75) tentang Standar Kompetensi Matematika merupakan
9
seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus dicapai
oleh siswa meliputi :
1. Bilangan.
2. Pengukuran dan geometri.
3. Aljabar.
4. Statistika dan peluang .
5. Trigonometri.
6. Kalkulus.
2.3 Karakteristik Matematika
Agar dalam penyampaian materi matematika dapat mudah diterima dan
dipahami oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik matematika
sekolah. Menurut Soedjadi (2000:13) matematika memiliki karakteristik : (1)
memiliki obyek kajian abstrak, (2). Bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola piker
deduktif, 4). Memiliki symbol yang kosong dari arti, (5). Memperhatikan semesta
pembicaraan, dan (6). Konsisten dalam sistemnya. Sedang menurut Depdikbud
(1993:1) matematika memiliki ciri-ciri, yaitu (1). Memiliki obyek yang abstrak, (2).
Memiliki pola piker deduktif dan konsisten, dan (3) tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan hal tersebut di atas dalam pembelajaran matematika perlu
disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang konkrit
menuju abstrak. Namun demikian meskipun obyek pembelajaran matematika
adalah abstark, tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar yang
masih dalam tahap operasional konkrit, maka untuk memahami konsep dan
prinsip masih diperlukan pengalaman melalui obyek konkrit (Soedjadi, 1995:1).
Suatu konsep diangkat melalui manipulasi dan observasi terhadap obyek konkrit,
kemudian dilakukan proses abstraksi dan idealisasi. Jadi dalam proses
pembelajaran matematika di SD peranan media/alat peraga sangat penting untuk
pemahaman suatu konsep atau prinsip. Heinich., et al. (1996:21) mengemukakan
“adaptation of media and specially designed mean can contribute
enormously to effective instructional”.Hal tersebut mengandung maksud
bahwa media yang sesuai dan dirancang khusus akan dapat memberikan
10
dukungan yang sangat besar terhadap efektifitas pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran matematika juga dimulai dari yang sederhana ke
kompleks. Menurut Karso (1993:124) matematika mempelajari tentang pola
keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika
tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang
paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.
Skemp (1971:36) menyatakan bahwa dalam belajar matematika meskipun kita
telah membuat semua konsep itu menjadi baru dalam pikiran kita sendiri, kita
hanya bisa melakukan semua ini dengan menggunakan konsep yang kita capai
sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut dalam matematika terdapat topic atau
konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya.
Dengan demikian dalam mempelajari matematika, konsep sebelumnya harus
benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya. Hal ini
tentu saja membawa akibat kepada bagaimana terjadinya proses belajar mengajar
atau pembelajaran matematika. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika
tidak dapat dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap,
dimulai dengan pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai kejenjang
yang lebih kompleks. Seseorang tidak mungkin mempelajari konsep lebih tinggi
sebelum ia menguasai atau memahami konsep yang lebih rendah. Berdasarkan
hal tersebut mengakibatkan pembelajaran berkembang dari yang mudah ke yang
sukar, sehingga dalam memberikan contoh guru juga harus memperhatikan
tentang tingkat kesukaran dari materi yang disampaikan, dengan demikian dalam
pembelajaran matematika contoh-contoh yang diberikan harus bervariasi dan tidak
cukup hanya satu contoh. Disamping itu pembelajaran matematika hendaknya
bermakna, yaitu pembelajaran yang mengutamakan pengertian atau pemahaman
konsep dan penerapannya dalam kehidupan. Agar suatu kegiatan belajar
mengajar menjadi suatu pembelajaran yang bermakna maka kegiatan belajar
mengajar harus bertumpu pada cara belajar siswa aktif (CBSA). Menurut
Chickering dan Gamson (Bonwell dan Eison, 1991:1) dalam belajar aktif siswa
harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mendengarkan, untuk bisa
terlibat aktif para siswa itu harus terlibat dalam tugas yang perlu pemikiran tingkat
11
tinggi seperti tugas analisis, sintesis, dan evaluasi. Oleh karena itu dalam rangka
mewujudkan CBSA guru harus berusaha mencari metode mengajar yang dapat
menyebabkan siswa aktif belajar.Pembelajaran matematika hendaknya menganut
kebenaran konsistensi yang didasarkan kepada kebenaran-kebnaran terdahulu
yang telah diterima, atau setiap struktur dalam matematika tidak boleh terdapat
kontradiksi. Matematika sebagai ilmu yang deduktif aksiomatis, dimana dalil-dalil
atau prinsip-prinsip harus dibuktikan secara deduktif. Tetapi mengingat
kemampuan berpikir siswa SD, penerapan pola deduktif tidak dilakukan secara
ketat. es adalah tahap bermain bebas ( free play) dan tahap permainan ( Games )
2.4 Pengertian Metode Diskusi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, diskusi diartikan sebagai suatu pertemuan
ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Sebagai metode
penyuluhan berkelompok, diskusi biasanya membahas satu topik yang menjadi
perhatian umum di mana masing-masing anggota kelompok mempunyai
kesempatan yang sama untuk bertanya atau memberikan pendapat. Berdasarkan
hal tersebut diskusi dapat dikatakan sebagai metode partisipatif.
Jumlah anggota diskusi kelompok biasanya terdiri dari 5 (lima) sampai 20 (dua
puluh) orang. Jumlah ini memudahkan anggota untuk berinteraksi dan
memudahkan penyuluh untuk mengkoordinasi jalannya diskusi.
2.4.1 Jenis-jenis Pengembangan Metode Diskusi
Inti dari pelaksanaan diskusi adalah pertukaran ide atau pengalaman
yang digali dari para peserta diskusi. Dalam proses ini, peserta dituntut terlibat
langsung dan aktif, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
mengungkapkan perasaan dan pemikirannya tanpa ada rasa tertekan
(Deptan, 2001).
Agar lebih memberikan keleluasaan bagi peserta diskusi untuk
berpartisipasi aktif, perlu dicari variasi metode diskusi yang menarik. Berikut
12
ini adalah metode-metode yang dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan
suasana diskusi:
1. Kelompok Buzz
2. Diskusi Pleno
3. Curah Pendapat
4. Permainan
5. Bermain peran
a)Kelompok Buzz
Metode kelompok Buzz ini adalah metode diskusi dimana peserta
diskusi dibagi dalam kelompok-kelopmpok kecil terdiri dari 2-3 orang yang
membahas suatu topik tertentu secara cepat untuk memberi masukan dalam
diskusi pleno. Setiap kelompok kecil itu menyampaikan hasil diskusinya
kepada pleno. Misalnya dalam membahas topik mengenai pendirian lumbung
bersama, terkumpul suara-suara yang berbeda dari masing-masing kelompok,
baik yang mendukung maupun yang meragukan keberadaannya. Pendapat
kelompok-kelompok kecil tersebut ditampung dalan diskusi pleno.
b)Diskusi Pleno
Diskusi pleno di antara semua peserta dapat digunakan untuk menjelaskan
topik atau konsep tertentu sehingga pemahaman peserta diskusi diharapkan
akan sama. Dalam diskusi pleno ini dibahas mengenai hasil-hasil diskusi
kelompok kecil.
c)Curah pendapat
Curah pendapat dilakukan untuk mendapatkan sebanyak mungkin
masukan dalam waktu pendek sebagai dasar untuk diskusi selanjutnya, tanpa
13
memperhatikan kualitas materi yang disampaikan. Pada saat ini diharapkan
semua peserta menyampaikan aspirasinya.
d)Permainan
Permainan dipakai untuk menghidupkan suasana, mengaktifkan
peserta dan membuka diskusi tentang suatu topik tertentu yang direfleksikan
pada permainan tersebut. Contoh permainan misalnya membuat suatu
rancangan gedung yang disusun dari sedotan limun oleh sebuah kelompok.
Dari permainan tersebut bisa diperhatikan bagaimana kelompok tersebut
berembuk untuk membuat sebuah bangunan yang kokoh dan bagus
e)Bermain peran
Bermain peran dimanfaatkan untuk menggunakan kreativitas peserta
serta untuk memberikan kesempatan kepada peserta dalam mengemukakan
pengalamnnya. Contohnya, satu kelompok diskusi diminta memainkan peran
yang biasa dialami dalam kehidupan petani. Ada yang memainkan peran
sebagai petani yang bermasalah dengan ijon, ada yang berperan sebagai
anak petani yang hampir putus sekolah, ada yang berperan sebagai ijon dan
ada peran penyuluh sebagai pemberi motivasi. Kesemuanya itu mengarah
pada jalannya diskusi yang menyenangkan.
2. 5 Keuntungan dan Kekurangan Metode Diskusi
Sebagai metode partisipatif, penggunaan metode diskusi memiliki banyak
keuntungan. Berikut ini adalah kelebihan-kelebihan yang diperoleh dari metode
diskusi:Aspek yang didiskusikan oleh peserta bisa berkembang bahkan melebihi
aspek-aspek yang dikemukakan oleh penyuluh. Peserta adalah pengamat yang
lebih baik daripada penyuluh dalam penyelesaian praktis. Hal ini terjadi karena
peserta adalah orang yang merasakan langsung masalah-masalah yang mereka
hadapi.
14
Peserta dapat memberikan pertanyaan, menyampaikan gagasan atau
memperbaiki pernyataan yang pernah diungkapkannya terdahulu Diskusi
kelompok lebih banyak mendorong kegiatan peserta apabila divariasikan dengan
metode lain seperti bermain peran atau permainan kartu. Peserta diskusi
berkesempatan untuk menemukan aspek masalah yang tidak diketahuinya. Hal
ini akan memungkinkan peserta untuk mengadopsi pemecahan masalah yang
dibicarakan dalam kelompok.
· Peserta biasanya lebih tertarik karena dapat memberikan kontribusi pada
penentuan masalah yang akan didiskusikannya. .
· Norma kelompok dapat dilihat dan dipertimbangkan oleh penyuluh dan secara
perlahan dapat diubah jika memang diperlukan.
Disamping keuntungan yang beragam, diskusi juga memiliki kelemahan,
diantaranya:
a) Alih informasi akan memerlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan demonstrasi atau metode ceramah, karena jumlah sasaran yang terlibat dalam diskusi terbatas.
b) Terdapat peserta yang dominan berbicara atau bahkan kurang berbicara
sama sekali, sehingga ketangkasan penyuluh sangat diperlukan .
2.6 Metode Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah suatu metode yang dilaksanakan di sekolah agar para
siswa belajar bermusyawarah, berani mengemukakan pendapat, belajar menghargai
orang lain dan bisa mengembangkan cara berpikir maupun sikap ilmiah siswa.
Sehingga siswa berlatih di sekolah untuk menghadapi situasi lingkungan di masyarakat.
Di dalam pelaksanaan metode diskusi seorang siswa tidak hanya menonjolkan
kemampuannya sendiri melainkan dia harus memperhatikan kemampuan teman dalam
satu kelompoknya untuk memberikan kesempatan dalam berpikir, atau mencoba ikut
memecahkan permasalahan yang dihadapi secara kelompok. Pemanfaatan metode
diskusi dapat memupuk kerjasama dalam kelompok dan siswa yang kuat membantu
15
siswa yang lemah, yang lemah berani bertanya pada temannya serta paranan guru
memjadi lebih optimal dalam mengelola kelasnya.
Kelebihan Metode Diskusi menurut Udin S. Winataputra, (2004:4.27) adalah
sebagai berikut :
3.1 Siswa bertukar pikiran dan membina kemampuan berbicara.
3.2 Siswa dapat menghayati permasalahan.
3.3 Merangsang siswa untuk berpendapat.
3.4 Mengembangkan rasa tanggung jawab / solidaritas.
3.5 Siswa belajar memahami pikiran orang lain.
3.6 Memberikan kesempatan belajar.
2.7 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar (Mulyono: 37). Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar,
sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan
tingkah laku siswa (Hamalik: 159).
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni
faktor dari dalam diri siswa yaitu berupa kemampuan, dan faktor yang datang dari
luar diri siswa ( Sudjana : 39). Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa,
juga ada faktor lain, seperti motivasi, minat dan perhatian, keaktivan, sosial
ekonomi, faktor fisik dan psikis. Dengan demikian, untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa perlu dilakukan upaya meningkatkan motivasii
berprestasi dan aktivitas siswa.
Menurut Muhibbin Syah yang dikutip oleh Abu Muhammad (2008: 1-2)
prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Dalam literature, prestasi belajar
selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu siswa. Aktivitas belajar yang
dimaksud adalah aktivitas fisik maupun mental. Aktivitas siswa tidak cukup hanya
mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B.
16
Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang
antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, dan percobaan.
2) Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
memberikan pendapat, diskusi, mengadakan wawancara, dan interupsi.
3) Listening Activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, angket, menyalin.
5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6) Motor activities, misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi.
7) Mental activities, misalnya menanggap, mengingat, memecahkan soal,
menganalisa, dan mengambil keputusan.
8) Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, berani, tenang, dan gugup. ( Sardiman: 99).
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannyabahan pelajaran. Menurut
Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi
Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara
lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1.RanahKognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,analisis, sintesis penilaian.
2.Ranah Afektif,Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima
jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
17
3.Ranah Psikomotor,Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena
lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi
bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswasetelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran
atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai
apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah
laku yang lebih baik lagi. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan
bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang
telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama
atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta
dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang baik.
2.8 Kerangka Berpikir
Kondisi Pembelajaran secara konven Siswa dalam menguasai Awal sional tanpa menerapkan metode materi sangat rendah Secara jelas
Pembelajaran dengan me Siklus I Tindakan memanfaatkan metode diskusi Pembelajaran dengan pemecahan masalah dalam bimbingan guru secara dalam kelompok Klasikal
Kondisi Dengan memanfaatkan Siklus II Akhir metode diskusi pemecahan Pembelajaran dilakukan Masalah dalam kelompok dengan bimbingan guru Hasil belajar dapat meningkat secara kelompok
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
18
Pada awal pembelajaran tentang penjumlahan hasil yang diharapkan masih
rendah.Hal ini disebabkan karena guru hanya memanfaatkan memanfaatkan
metode diskusi saja. Karena Pada siklus ke 2 guru memanfaatkan metode diskusi
pemecahan masalah dalam kelompok ternyata memperoleh hasil akhir yang
sangat memuaskan.
2.9 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori di atas dan kerangka berfikir tersebut di atas maka
dapat disimpulkan bahwa hypotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bahwa metode diskusi pemecahan masalah dalam kelompok dapat
meningkatkan hasil belajar matematika tentang penjumlahan bagi siswa kelas 1
semester I SD Negeri 3 Wirosari kecamatan Wirosari Tahun Pelajaran 2011 / 2012.