bab ii ii.1. teori tentang komunikasi -...

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Teori tentang Komunikasi II.1.1. Pengertian dan Bentuk Komunikasi Dalam keseluruhan bidang organisasi dan manajemen, komunikasi merupakan salah satu konsep yang paling sering dibahas, meskipun di dalam kenyataannya jarang sekali dipahami secara tuntas. Kreitner dan Kinicki (2005), menyatakan bahwa Komunikasi merupakan pertukaran informasi antar pengirim dan penerima, dan kesimpulan (persepsi) makna antara individu-individu yang terlibat. Menurut Daft (2006) bahwa Komunikasi adalah proses dimana informasi ditukar dan dipahami oleh dua orang atau lebih, biasanya dengan maksud untuk memotivasi atau mempengaruhi perilaku. Sedangkan menurut Robbbins (2007), komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman makna. Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), pengertian komunikasi dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu: 1. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa Komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan tanggapan. Dengan melihat unsur kesungguhan dalam komunikasi, maka pengertian itu cenderung berpandangan bahwa semua komunikasi pada dasarnya adalah Universitas Sumatera Utara

Upload: ngokhanh

Post on 02-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori tentang Komunikasi

II.1.1. Pengertian dan Bentuk Komunikasi

Dalam keseluruhan bidang organisasi dan manajemen, komunikasi merupakan

salah satu konsep yang paling sering dibahas, meskipun di dalam kenyataannya

jarang sekali dipahami secara tuntas.

Kreitner dan Kinicki (2005), menyatakan bahwa �Komunikasi merupakan

pertukaran informasi antar pengirim dan penerima, dan kesimpulan (persepsi) makna

antara individu-individu yang terlibat�.

Menurut Daft (2006) bahwa �Komunikasi adalah proses dimana informasi

ditukar dan dipahami oleh dua orang atau lebih, biasanya dengan maksud untuk

memotivasi atau mempengaruhi perilaku�. Sedangkan menurut Robbbins (2007),

komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman makna.

Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), pengertian komunikasi dapat

dibedakan atas dua bagian, yaitu:

1. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa

�Komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara

sungguh-sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan tanggapan�.

Dengan melihat unsur kesungguhan dalam komunikasi, maka pengertian itu

cenderung berpandangan bahwa semua komunikasi pada dasarnya adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

persuasif. Lebih jauh lagi, komunikasi yang berorientasi pada sumber

menekankan pentingnya variabel-variabel tertentu dalam proses komunikasi,

seperti isi pesan, dan sifat persuasifnya. Dengan kata lain, komunikasi

menurut pandangan ini memfokuskan perhatian pada produksi pesan-pesan

yang efektif.

2. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa

�Komunikasi sebagai semua kegiatan di mana seseorang (penerima)

menanggapi stimulus atau rangsangan�. Tegasnya, proses komunikasi

menurut pandangan ini berkenaan dengan pemahaman dan arti, karena

tekanan diletakkan pada bagaimana penerima melihat dan menafsirkan suatu

pesan. Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang bersifat

intentional saja, dan karenanya memperluas lingkup dari situasi komunikasi.

Kekhasan bentuk komunikasi yang menempatkan manusia sebagai unsur

penting dalam organisasi haruslah diwarnai oleh sikap dan pola komunikasi yang

bijak. Sikap dalam hal ini lebih mengekspresikan bagaimana manusia diletakkan pada

posisi yang terhormat, dan dipandang berharga. Kondisi semacam ini apakah

mewarnai dalam sistem komunikasi antara pimpinan pimpinan dengan bawahan dan

antar sesamanya. Pengamatan dapat dilakukan sejauhmana pimpinan memperlakukan

bawahan dalam komunikasi baik formal maupun non formal.

Substansi lain yang perlu mendapatkan perhatian di samping sikap, adalah

pola komunikasi. Apa yang menjadi fokus dalam konteks komunikasi organisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

adalah meliputi bentuk komunikasi, jalur/saluran hubungan komunikasi, dan sumber

informasi, jenis berita yang dikomunikasikan.

Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009), bentuk komunikasi organisasi secara

umum dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Komunikasi Formal

Bentuk komunikasi formal adalah bentuk hubungan komunikasi yang

diciptakan secara terencana, melalui jalur-jalur formal dalam organisasi, yang

melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana telah ditunjukkan

melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi formal ini adalah berupa

komunikasi dalam tugas.

2. Komunikasi Non Formal

Bentuk komunikasi non formal adalah komunikasi yang ada di luar struktur,

biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya bersifat

insidental, menurut kebutuhan atau hubungan interpersonal yang baik, atau

atas dasar kesamaan kepentingan, hobi dan lain-lain.

Jalur/saluran komunikasi diperlihatkan oleh adanya jalur-jalur komunikasi

formal yang dirancang dalam organisasi. Saluran hubungan yang bersifat sentralistik

diwakili oleh bentuk komunikasi komando, yang menyalurkan komunikasi dari atas

ke bawah (down-ward communication). Biasanya bentuk saluran komunikasi

semacam itu diimbangi dengan saluran ke atas atau dikenal dengan up-ward

communication. Bentuk lain yang sering tampak dalam organisasi publik adalah

komunikasi diagonal yang memberikan ruang terjadinya komunikasi antar sesama.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

Bentuk terapan yang sering ditemui dalam organisasi publik pada umumnya

merupakan bentuk komunikasi yang sentralistik. Pada saluran hubungan yang

sentralistik biasanya didominasi oleh pimpinan sebagai sumber berita. Pimpinan

dalam hal ini akan bertindak sebagai orang pertama yang memberi informasi,

sedangkan anak buah tinggal menjadi pelaksana. Kondisi semacam ini menempatkan

pimpinan sebagai satu-satunya orang yang menguasai informasi.

Komunikasi yang tersentral jauh lebih miskin variasi atau corak informasi.

Hanya terdapat dua jenis komunikasi yang cukup menonjol dalam hal ini, yaitu

perintah dan pertanggungjawaban. Sedangkan pada komunikasi yang lebih terbuka,

sangat memungkinkan terbentuknya variasi informasi, baik yang berasal dari inisiatif

atasan maupun bawahan. Komunikasi yang berupa konsultasi, pembimbingan, saran

nasihat, kritik, dan lain-lain merupakan variasi yang dapat ditampung pada pola

komunikasi yang fleksibel.

II.1.2. Proses Komunikasi

Proses komunikasi berkaitan dengan bagaimana komunikasi itu berlangsung.

Untuk memahami proses komunikasi, sebagai acuan dikemukakan oleh Daft (2006).

Menurut Daft (2006), ada dua elemen umum dalam setiap situasi komunikasi,

yaitu pengirim dan penerima. Pengirim (sender) adalah orang yang ingin

menyampaikan ide atau konsep kepada orang lain, mencari informasi, atau

mengungkapkan pemikiran atau emosi. Penerima (receiver) adalah orang kepada

siapa pesan tersebut dikirimkan. Pengirim encode (encodes) ide dengan memilih

simbol-simbol yang digunakan untuk menyusun sebuah pesan.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

Pesan (message) adalah perumusan yang nyata dari ide yang dikirimkan untuk

penerima. Pesan tersebut dikirim lewat sebuah saluran (channel), yang merupakan

pembawa komunikasi. Saluran tersebut bisa berupa laporan formal, panggilan telepon

atau pesan e-mail, atau pertemuan dengan berhadapan secara langsung. Penerimanya

dekodekan (decodes) simbol-simbol untuk menginterpretasikan arti pesan tersebut.

Enkode dan dekode merupakan sumber berbagai kesalahan komunikasi karena

pengetahuan, sikap, dan latar belakang bertindak sebagai filter dan menciptakan

�gangguan� (noise) ketika menerjemahkan dari simbol-simbol menjadi arti.

Akhirnya, umpan-balik (feedback) muncul ketika penerima merespons komunikasi

pengiriman dengan pesan balasan. Tanpa umpan balik, komunikasi menjadi satu arah

(one-way). Dengan adanya umpan-balik, komunikasi menjadi dua arah (two-way).

Umpan balik merupakan bantuan yang sangat ampuh untuk mendapatkan efektivitas

komunikasi, karena umpan balik memungkinkan pengirim untuk menentukan apakah

penerima menginterpretasikan pesan dengan dengan benar.

Sumber: Daft (2006)

Gambar II.1. Model Proses Komunikasi

PENGIRIM

ENKODE

PESAN

PENERIMA

DEKODE

PESAN

(Pesan balasan didekode) Putaran umpan

balik

(Pesan balasan dienkode)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), untuk memahami proses komunikasi,

sebagai acuan dikemukakan model Shannon dan Weaver yang unsur-unsur pokoknya

adalah sebagai berikut:

1. Sumber Informasi

Ini adalah awal dari proses komunikasi. Sumber ini memuat informasi dan

memasukan berbagai bentuk keinginan dan tujuan yang ada di pihak

pengirim.

2. Transmisi

Transmisi mengubah (encodes) data ke dalam pesan dan mengirimkannya

kepada penerima. Bentuk utama dari proses pengubahan adalah bahasa yang

diartikan sebagai setiap pola tanda-tanda, lambang, atau sinyal. Bahasa inilah

yang dipindahkan melalui berbagai macam alat/media seperti: gelombang,

listrik, atau selembar kertas.

3. Kebisingan/Gangguan

Segala sesuatu yang mengganggu dan terjadi antara transmisi dan penerima.

Masalah arti kata, bahasa, atau distorsi pesan adalah contoh adanya gangguan,

dan hal ini sering kali tidak bisa dihindarkan di dalam proses komunikasi.

4. Penerima

Di sini komunikasi telah melewati tahap antara pengirim dan penerima,

di mana terjadi proses yang disebut decoding yaitu pemberian makna atau

penafsiran atas pesan yang dikirimkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

5. Tujuan Akhir

Ini adalah bagian terakhir dari proses komunikasi atau yang menjadi tanda

selesainya komunikasi atau yang menjadi tanda selesainya dan telah

dilaksanakannya proses komunikasi. Tujuan akhir ini bisa berupa pejabat,

penyelia, atau pihak lainnya yang diharapkan memberikan reaksi terhadap

pesan yang diterimanya.

II.1.3. Fungsi Komunikasi

Komunikasi di dalam organisasi penting sekali dan dapat dipakai untuk

melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut (Sofyandi dan Garniwa, 2007):

1. Fungsi Kontrol

Komunikasi dapat dipakai untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku

anggota organisasi dalam berbagai cara. Organisasi memiliki hirarki

wewenang dan pedoman yang diikuti oleh pegawai. Manakala para pegawai

diminta untuk melaporkan hasil kerja atau keluhannya, menjalankan tugas

sesuai dengan deskripsi, maka komunikasi sebagai pengontrol.

2. Fungsi Motivasi

Komunikasi dapat juga dipakai sebagai cara untuk menjelaskan bagaimana

pegawai seharusnya bekerja agar dapat meningkatkan kemampuan dan

kinerjanya. Dalam hal seperti ini, komunikasi berfungsi sebagai motivasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

3. Fungsi Informasi

Pengambilan keputusan dalam organisasi memerlukan informasi. Komunikasi

berfungsi menyediakan informasi yang berguna bagi individu atau kelompok

untuk membuat keputusan yang dikehendaki.

Ketiga fungsi di atas sama pentingnya bagi organisasi. Tak ada satu fungsi

pun yang bisa dikatakan lebih penting dari yang lainnya. Sebab, untuk dapat

menghasilkan kinerja yang efektif, kelompok atau organisasi perlu mengontrol

perilaku anggotanya, memotivasi, mewadahi ekspresi perasaan anggota, dan

membuat keputusan.

II.1.4. Komunikasi dalam Kelompok

Pegawai dalam satu kelompok kerja mesti secara bersama-sama melakukan

tugas dan untuk itu diperlukan komunikasi dalam struktur kelompok kerja, dan itu

mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja pegawai. Menurut Tampubolon (2008),

ada 3 (tiga) macam aspek komunikasi dalam kelompok kerja, yaitu jaringan kerja

(networks), keterbukaan dalam komunikasi (open communication), dan diskusi

(dialogue).

1. Jaringan Kerja

Berdasarkan pengalaman dari penelitian para ahli perilaku keorganisasian,

terdapat dua karakteristik jaringan kerja dalam suatu organisasi, yaitu jaringan

kerja terpusat (centralized network), dan kebebasan pegawai dalam jaringan

kerja (decentralizaed network).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

Jaringan kerja terpusat (centralized network) merupakan karakteristik

komunikasi, di mana setiap anggota kelompok kerja dalam mengatasi dan

memecahkan permasalahan diharuskan berkomunikasi melalui satu orang

untuk membuat keputusan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Pengertiannya, keputusan atas permasalahan dikendalikan oleh seseorang saja,

biasanya atasan langsung dalam kelompok kerja.

Kebebasan pegawai dalam jaringan kerja (decentralizaed network) adalah

di mana setiap pegawai atau anggota kelompok kerja diberikan kebebasan

berkomunikasi di antara sesama pegawai. Setiap pegawai dapat membuat

keputusan setelah melakukan proses komunikasi sesuai kebutuhan bersama

setelah semua pegawai yang lainnya setuju.

2. Komunikasi Terbuka

Komunikasi terbuka dilandasi oleh data base yang sama yang dipergunakan

seluruh pegawai atau anggota organisasi. Data base disusun berdasarkan

informasi dari seluruh pegawai dan dipergunakan untuk semua pegawai dalam

organisasi, baik secara lintas fungsional maupun berdasarkan semua tingkat

hierarki dalam organisasi. Misalnya, suatu organisasi bisnis memberi

kebebasan bagi semua level hierarki pegawai untuk mengetahui rugi laba

perusahaan, tujuannya agar semua pegawai memahami dan turut aktif untuk

mendukung pencapaian laba organisasi, dengan cara peningkatan disiplin

kerja, melakukan pengawasan melekat, serta berpikir efektif dan efisien dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

melaksanakan tugas sehingga pada akhirnya, target organisasi tersebut benar-

benar dapat dicapai.

3. Dialog

Dialog merupakan proses komunikasi yang kreatif, yang didasari budaya

dalam memecahkan permasalahan secara kolektif (collaboration), kelancaran

(fluidity), saling percaya (trust), dan intensif berkomunikasi untuk mencapai

tujuan bersama. Keadaan seperti demikian dapat dilakukan apabila didukung

kapasitas sumber daya manusia yang berkemampuan tinggi (high education

and experiences). Umumnya, organisasi bisnis dengan profesionalisme tinggi

selalu melakukan dialog agar ditemukan solusi secara kolektif pada setiap

permasalahan di dalam kelompok kerja dan organisasi secara keseluruhan.

II.1.5. Hambatan-hambatan terhadap Komunikasi yang Efektif

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), setiap fungsi manajemen dan aktivitas

pasti melibatkan beberapa bentuk komunikasi baik langsung maupun tidak langsung.

Apakah ketika melakukan perencanaan dan pengorganisasian atau pengarahan dan

kepemimpinan, para manajer mendapati diri mereka berkomunikasi dengan dan

melalui yang orang lain. Keputusan manajemen dan kebijakan organisasi tidak akan

efektif kecuali jika dipahami dengan penuh tanggung jawab oleh mereka yang akan

melaksanakannya. Para ahli manajemen juga mengatakan bahwa komunikasi yang

efektif adalah landasan dari perilaku organisasi yang beretika.

Menurut Ardana dkk (2008), hambatan-hambatan terhadap komunikasi yang

efektif dalam suatu organisasi antara lain adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

1. Penyaringan Informasi

Komunikator cenderung memanipulasi informasi supaya lebih dapat diterima

dengan baik oleh komunikan/penerima. Minat pribadi dan persepsi mengenai

apa yang menurut komunikator penting bagi penerima sangat mempengaruhi

penyaringan dan hasilnya. Semakin banyak jumlah tingkatan dalam struktur

organisasi yang harus dilalui oleh suatu informasi semakin besar

kemungkinan untuk penyaringan. Di sisi lain, hal ini wajar terjadi karena

dalam struktur organisasi, semakin ke bawah semakin spesialis di bidang

masing-masing.

2. Persepsi yang Selektif

Penerima dalam proses komunikasi menyeleksi apa yang mereka terima

berdasarkan kebutuhan, motivasi, latar belakang pengalaman dan karakteristik

pribadi lainnya. Penerima atau komunikan juga memproyeksikan minat dan

harapan mereka pada saat melakukan decoding (mengartikan simbol-simbol).

3. Emosional

Bagaimana perasaan komunikan/penerima pada saat ia menerima pesan akan

mempengaruhi interpretasinya mengenai pesan tersebut. Pesan yang sama

akan diinterpretasikan berbeda pada keadaan marah atau emosi netral. Emosi-

emosi yang ekstrim seperti gembira yang berlebihan atau sedih sangat

mungkin menghalangi komunikasi yang efektif.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

4. Bahasa

Kata-kata yang sama dapat berarti berbeda untuk orang yang tidak sama. Usia,

pendidikan dan latar belakang budaya merupakan tiga variabel yang biasanya

mempengaruhi bahasa yang digunakan dan arti yang diberikan kepada kata-

kata. Di dalam suatu organisasi, pegawai berasal dari latar belakang yang

tidak sama. Ditambah lagi pengelompokan dalam unit kerja tertentu

berdasarkan spesialisasi yang pada akhirnya menciptakan/mengembangkan

istilah-istilah teknis dan ungkapan-ungkapan yang khas, dan sering pegawai

tidak tahu istilah-istilah khusus yang digunakan. Komunikator cenderung

berpendapat bahwa kata-kata atau istilah yang mereka gunakan mempunyai

arti yang sama bagi komunikan/penerima.

5. Kurang Perhatian

Kesalahpahaman terjadi karena orang tidak membaca dengan benar suatu

pesan atau informasi, baik dalam bentuk pengumuman, artikel, atau tidak

mendengar percakapan orang dengan baik.

6. Faktor Hello Effect

Terjadi apabila si komunikator adalah orang yang disenangi atau dihormati,

maka audiens atau penerima langsung akan mempercayai apa yang dikatakan,

walaupun belum tentu benar atau sebaliknya.

7. Perilaku Defensif

Ketika seorang merasa terancam, ia cenderung akan bereaksi dengan cara

mengurangi kemampuannya untuk mencapai saling pengertian, yakni ia

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

menjadi defensif terlibat dalam perilaku seperti secara verbal menyerang

orang lain, memberikan jawaban kasar, berperilaku seperti penilai, dan

mempertanyakan motif orang lain. Ketika individu menafsirkan pesan yang

datang sebagai sesuatu yang mengancam, ia sering meresponnya dengan cara

yang menghambat keefektifan komunikasi.

8. Kebanjiran Informasi

Ketika informasi yang harus diterima melampaui kapasitas pemrosesan karena

membanjirnya informasi (e-mail, telepon, faks, notula rapat, bacaan) akan ada

kecenderungan untuk membuang, mengabaikan, melewatkan, dilupakan atau

menunda pemrosesannya sampai situasi kebanjiran informasi selesai.

II.1.6. Mengatasi/Mengurangi Hambatan dalam Komunikasi

Menurut Ardana dkk (2008), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

mengatasi atau mengurai hambatan dalam komunikasi, yaitu:

1. Mendengarkan dengan Aktif

Banyak orang menganggap enteng pekerjaan mendengarkan. Sering

mencampuradukkan dua hal yang berlainan, yakni �mendengar� dan

�mendengarkan�. Mendengar adalah menangkap vibrasi suara, sedangkan

mendengarkan adalah memberi arti kepada apa yang didengar. Oleh sebab itu,

mendengarkan membutuhkan atensi, interpretasi dan mengingat rangsangan

suara. Empat syarat mendengarkan dengan aktif:

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

a. Intensitas

Berkonsentrasi penuh pada apa yang disampaikan oleh pembicara dan

menyampingkan pikiran-pikiran lain. Menghubungkan informasi yang

diterima dengan topik pembicaraan.

b. Empati

Berusaha mengerti apa yang diinginkan oleh pembicara. Menyesuaikan

apa yang dilihat dan dirasakan dalam dunia pembicaraan sehingga bisa

meningkatkan persamaan antara interpretasi kita dan maksud pembicara.

c. Penerimaan

Pendengar yang aktif memiliki penerimaan yang obyektif atas apa yang

didengar dan dilihat. Ini bukan tugas mudah. Tantangan terhadap

pendengar yang aktif adalah menyerap apa yang dikatakan seseorang

tanpa menilai isinya sampai yang bersangkutan selesai berbicara.

d. Tanggung jawab untuk melengkapi informasi

Komunikasi alias pendengar harus berusaha untuk melengkapi informasi

yang diterima dan artinya, bila perlu mengajukan pertanyaan untuk

memperoleh pengertian yang sama dengan komunikator.

2. Memberikan Umpan Balik

Komunikator harus melihat reaksi dari komunikan dengan baik, misalnya

dengan ekspresi wajah tertentu bila si komunikan tidak mengajukan

pertanyaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

II.2. Teori tentang Tim Kerja

II.2.1. Pengertian dan Komponen-komponen Tim Kerja

Kinerja tim lebih unggul daripada kinerja individu bila tugas yang harus

dilakukan menuntut keterampilan, penilaian, dan pengalaman yang bervariasi. Ketika

organisasi-organisasi melakukan restrukturisasi agar bisa bersaing secara lebih efektif

dan efisien, organisasi menggunakan tim sebagai cara untuk memberdayakan bakat

pegawai secara lebih baik.

Robbins (2007) menyatakan bahwa �Tim kerja adalah kelompok di mana

individu menghasilkan tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan

individu tersebut�.

Secara garis besar komponen kerja tim yang memperoleh perhatian yang

paling besar adalah kerja sama, kepercayaan, dan kekompakan. Masing-masing

komponen terwujudnya melalui kerja tim. Komponen kerja sama dapat tercipta

melalui kerja tim, di mana upaya-upaya kelompok secara sistematis terintegrasi untuk

mencapai sebuah tujuan bersama. Semakin besar integrasinya, semakin besar tingkat

kerja sama.

Komponen lain seperti kepercayaan juga dapat tercipta melalui kerja tim,

di mana integrasi individu-individu dalam kelompok akan memberikan kontribusi

terciptanya kepercayaan. Dengan kata lain terbentuknya integritas antar individu akan

memberikan kepercayaan timbal balik antar sesama individu, di mana terjadinya

pemberian kepercayaan oleh individu yang satu kepada yang lain, nantinya individu

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

yang diberikan kepercayaan akan memberikan kepercayaan kembali kepada yang

memberikan. Semakin besar integritas yang tercipta maka semakin besar kepercayaan

timbal balik yang terjadi. Selanjutnya komponen kekompakan terciptanya melalui

kerja tim, di mana timbul kekompakan disebabkan oleh faktor kepuasan emosional

yang diperoleh dari partisipasi kelompok dan faktor pencapaian sasaran kelompok

dapat terwujud melalui tindakan bersama bukan terpisah-pisah.

Menurut Robert (2005) komponen kerja tim terdiri dari 3 (tiga) komponen,

yaitu:

1. Kerjasama

Kerja sama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan

keberhasilan kinerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya

dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang

tergabung dalam tim kerja. Tanpa kerjasama yang baik tidak akan

memunculkan ide-ide cemerlang. Keberhasilan suatu tim maupun individu

sangat berhubungan erat dengan kerjasama tim yang dibangun dengan

kesadaran pencapaian kinerja. Dalam kerjasama akan muncul berbagai

penyelesaian yang secara individu tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat

diandalkan dalam kerjasama pada tim kerja adalah munculnya berbagai

penyelesaian secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja

tim.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) kerja sama memiliki 3 (tiga)

keunggulan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

a. Kerjasama lebih unggul dibandingkan dengan kompetisi dalam

meningkatkan prestasi dan produktivitas.

b. Kerjasama lebih unggul dibandingkan upaya-upaya individualistis dalam

meningkatkan prestasi dan produktivitas.

c. Kerjasama tanpa kompetisi antar kelompok dapat meningkatkan kinerja

dan produktivitas lebih tinggi daripada kerjasama dengan kompetisi

antar kelompok.

2. Kepercayaan

Kepercayaan sangat kuat di dalam sebuah organisasi, orang-orang tidak akan

berbuat terbaik jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diperlakukan

secara adil, bahwa tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang

nyata. Satu-satunya cara yang diketahui untuk menciptakan kepercayaan

semacam itu adalah dengan menyusun nilai-nilai dan kemudian melakukan

apa yang telah dibicarakan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) ada

beberapa cara untuk membangun dan menjaga kepercayaan, yaitu:

a. Komunikasi, menjaga agar anggota tim dan para pegawai mendapatkan

informasi dengan menjelaskan kebijakan-kebijakan dan keputusan-

keputusan serta memberikan umpan-balik yang akurat. Berterus teranglah

tentang masalah dan keterbatasan seseorang. Katakan yang sebenarnya.

b. Dukungan, selalu bersedia dan mau didekati. Berikan bantuan, saran,

nasihat, dan dukungan untuk ide-ide anggota tim.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

c. Rasa Hormat, delegasi, dalam bentuk kewenangan pembuatan keputusan

yang sebenarnya, merupakan ekspresi terpenting dari penghormatan

manajerial. Secara aktif mendengarkan ide-ide orang lain adalah ekspresi

terpenting kedua (pemberian kewenangan tak mungkin tanpa

kepercayaan).

d. Keadilan, cepatlah dalam memberikan pujian dan pengakuan kepada

individu yang berhak mendapatkannya. Pastikan semua penilaian dan

evaluasi kinerja objektif dan tidak memihak (tidak berat sebelah).

e. Dapat diprediksi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jadilah

konsisten dan dapat diramalkan dalam masalah sehari-hari. Penuhi janji-

janji baik yang terucap maupun yang tersirat.

f. Kompetensi, singkatkan kredibilitas Anda dengan memperlihatkan

pemahaman bisnis yang baik, kemampuan teknis, dan profesionalisme.

Menurut Williams (2000) bahwa �Kepercayaan adalah keyakinan

timbal balik pada niat dan perilaku orang lain�. Ketika kita melihat orang lain

bertindak dengan cara-cara yang menyatakan bahwa mereka mempercayai

kita, kita menjadi lebih cenderung ingin bertimbal-balik dengan lebih

memercayai mereka. Sebaliknya, kita menjadi tidak mempercayai mereka

yang tindakan-tindakannya tampak melanggar kepercayaan kita atau tidak

mempercayai kita.

Kecenderungan untuk percaya, sebuah sifat kepribadian yang

melibatkan keinginan umum seseorang untuk mempercayai orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

Kecenderungan akan mempengaruhi seberapa banyak kepercayaan yang

dimiliki seseorang untuk orang yang dipercayai sebelum data pada orang

tersebut tersedia. Orang-orang dengan pengalaman berkembang yang berbeda

sangat berbeda dalam kecenderungan mereka untuk memberikan kepercayaan.

3. Kekompakan

Kekompakan (cohesiveness) adalah sebuah proses di mana rasa kebersamaan

muncul untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dan motif-motif individual.

Anggota-anggota dari kelompok yang kompak saling mendukung satu sama

lain. Mereka enggan untuk meninggalkan kelompok. Para anggota kelompok

terpadu melekat bersama untuk satu atau dua alasan berikut:

a. Karena mereka menikmati kebersamaan satu dengan yang lain, atau

b. Karena mereka membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan sasaran

bersama.

Dua alasan di atas kekompakan kelompok diidentifikasikan para psikologi

menjadi dua, yaitu:

a. Kekompakan Sosio-Emosional (Socio-Emotional Cohesiveness)

Adalah sebuah rasa kebersamaan yang berkembang ketika individu-

individu mendapatkan kepuasan emosional dari partisipasi kelompok.

b. Kekompakan Instrumental (Instrumental Cohesiveness)

Adalah sebuah rasa kebersamaan yang berkembang ketika para anggota

kelompok sama-sama bergantung satu dengan yang lain karena mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

percaya bahwa mereka tak dapat mencapai sasaran kelompok dengan

bertindak secara terpisah.

II.2.2. Tipe-tipe Tim Kerja

Menurut Robbins (2007), ada empat tipe tim kerja yang paling lazim dalam

suatu organisasi, yaitu:

1. Tim Pemecah Masalah

Lazimnya, tim ini beranggotakan atas lima sampai dua belas orang pegawai

dari satu departemen yang bertemu selama beberapa jam tiap minggu untuk

membahas perbaikan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Dalam tim

pemecah masalah, anggota berbagi gagasan atau menawarkan saran mengenai

cara memperbaiki proses dan metode kerja. Tetapi tim ini jarang diberi

wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap tindakan yang mereka

sarankan.

2. Tim Kerja Swa-Kelola

Tim pemecah masalah adalah kelompok pegawai (biasanya 10 sampai 15

orang) yang memiliki kinerja tinggi atau memiliki pekerjaan yang saling

bergantung serta memikul tanggung jawab mantan penyelia mereka.

Lazimnya tim ini mencakup perencanaan dan penjadwalan kerja,

pengendalian kolektif atas langkah kerja, pembuatan keputusan operasi, dan

pengambilan tindakan untuk mengatasi masalah.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

3. Tim Lintas-Fungsional

Tim lintas-fungsional merupakan sarana efektif yang memungkinkan setiap

pegawai dari berbagai bidang dalam organisasi (atau bahkan antar organisasi)

untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan

masalah, serta mengkoordinasikan proyek yang rumit. Diperlukan waktu

untuk membina kepercayaan dan kerja tim, terutama di antara orang-orang

dari latar belakang yang berbeda, dengan pengalaman dan perspektif yang

berbeda.

4. Tim Virtual

Tipe-tipe tim kerja sebelumnya mengerjakan pekerjaan mereka secara tatap

muka. Tim virtual menggunakan teknologi komputer untuk mengikat anggota-

anggota yang secara fisik terpencar untuk mencapai sasaran bersama. Tim

virtual memungkinkan orang untuk bergabung secara langsung, dengan

menggunakan hubungan komunikasi seperti wide-area network, konferensi

video, dan email. Tim virtual sering tidak maksimal karena kurangnya

hubungan persahabatan sosial dan kurangnya interaksi langsung di antara para

anggota.

II.2.3. Membentuk Tim Kerja yang Efektif

Menurut Sopiah (2008), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

pembentukan tim kerja, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

1. Seleksi

Seleksi merupakan tahap awal yang harus dilakukan agar suatu organisasi

dapat memiliki tim kerja yang berkinerja. Ketika mempekerjakan anggota tim,

di samping keterampilan teknis yang diperlukan untuk mengisi pekerjaan itu,

harus pula dipastikan bahwa calon dapat memenuhi peran sebagai anggota tim

dan juga memenuhi persyaratan teknis.

2. Pelatihan

Sebagian orang yang dibesarkan pada lingkungan yang mementingkan

prestasi individual dapat dilatih untuk menjadi pemain tim. Spesialis pelatihan

menjalankan latihan-latihan yang memungkinkan pegawai mengalami

kepuasan yang dapat diberikan oleh kerja tim.

3. Ganjaran

Promosi hendaknya diberikan kepada individu-individu atas betapa efektifnya

mereka sebagai anggota tim yang kolaboratif.

II.2.4. Karakteristik Tim Kerja yang Sukses

Menurut Sopiah (2008), ada berbagai karakter yang melekat pada tim kerja

yang sukses, antara lain adalah:

1. Mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama

Tim kerja yang efektif mempunyai suatu maksud bersama dan bermakna yang

memberikan pengarahan, momentum, dan komitmen untuk para anggotanya.

Anggota tim yang sukses meluangkan waktu dan upaya yang sangat banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

ke dalam pembahasan, pembentukan dan persetujuan mengenai suatu maksud

yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun individual.

2. Menegakkan tujuan yang spesifik

Tim kerja yang sukses menerjemahkan maksud bersama mereka sebagai

tujuan-tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dan bersifat spesifik.

Tujuan yang spesifik mempermudah anggota tim kerja dalam berkomunikasi.

3. Kepemimpinan dan struktur

Agar tim kerja dapat memiliki kinerja yang tinggi juga memerlukan

kepemimpinan dan struktur untuk memberikan fokus dan pengarahan.

Anggota tim kerja harus sependapat mengenai siapa melakukan apa dan

memastikan bahwa semua anggota menyumbang secara sama dalam berbagai

beban kerja.

4. Menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab

Individu-individu dapat bersembunyi dalam suatu kelompok. Mereka dapat

menyibukkan diri dalam �kemalasan sosial� dan bergabung bersama usaha

kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat dikenali. Tim

yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan membuat diri

mereka dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara individual maupun

pada tingkat tim.

5. Evaluasi kinerja dan sistem imbalan yang benar

Evaluasi dan sistem imbalan tradisional yang berorientasi individu harus

dimodifikasi untuk mencerminkan kinerja tim. Manajemen hendaknya

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

mempertimbangkan penilaian berdasarkan kelompok, berbagi hasil, insentif

kelompok kecil, dan modifikasi-modifikasi sistem lain yang memperkuat

upaya dari komitmen tim.

6. Mengembangkan kepercayaan timbal-balik yang tinggi

Tim kerja yang memiliki kinerja yang tinggi dicirikan oleh kepercayaan

(trust) timbal-balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para

anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota

yang lain.

II.3. Teori tentang Kinerja

II.3.1. Pengertian dan Penilaian Kinerja Pegawai

Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal, organisasi

membutuhkan pegawai yang memiliki kinerja yang maksimal.

Menurut Mangkunegara (2007) bahwa �Kinerja adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya�.

Selanjutnya Rivai (2006) menyatakan bahwa �Kinerja adalah hasil kerja yang

dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian

tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan

moral atau etika�.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya

kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan

tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk

pekerjaan itu.

Penilaian kinerja (performance appraisal) dalam rangka pengembangan

sumberdaya manusia adalah sangat penting artinya. Hal ini mengingat bahwa dalam

kehidupan organisasi setiap individu dalam organisasi ingin mendapatkan

penghargaan dan perlakuan yang adil dari pimpinan organisasi.

Megginson dalam Mangkunegara (2007), menyatakan bahwa �Performance

appraisal is the process an employer uses to determine whether an employee is

performing the job as intended�. (Penilaian kinerja adalah suatu proses yang

digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan

pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan).

Menurut Notoatmodjo (2003), dalam kehidupan suatu organisasi ada beberapa

asumsi tentang perilaku manusia sebagai sumber daya manusia, yang mendasari

pentingnya penilaian kinerja. Asumsi-asumsi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Setiap orang ingin memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan

kerjanya sampai tingkat yang maksimal.

2. Setiap orang ingin mendapatkan penghargaan apabila ia dinilai melaksanakan

tugas dengan baik.

3. Setiap orang ingin mengetahui secara pasti tangga karir yang dinaikinya

apabila dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

4. Setiap orang ingin mendapat perlakuan yang objektif dan penilaian dasar

prestasi kerjanya.

5. Setiap orang bersedia menerima tanggung jawab yang lebih besar.

6. Setiap orang pada umumnya tidak hanya melakukan kegiatan yang sifatnya

rutin tanpa informasi.

Menurut Dharma (2009), penilaian kinerja pegawai dapat dilakukan dari 4

(empat) sumber, yaitu:

1. Penilaian Atas Diri Sendiri

Penilaian atas diri sendiri adalah proses di mana para individu mengevaluasi

kinerja mereka sendiri, menggunakan pendekatan yang terstruktur, sebagai

dasar bagi pembicaraan dengan para pimpinan mereka dalam pertemuan-

pertemuan evaluasi. Struktur dari penilaian diri sendiri ini biasanya diberikan

sebuah formulir penilaian diri sendiri yang diisi oleh individu sebelum

pertemuan evaluasi.

2. Penilaian oleh Bawahan

Penilaian oleh bawahan menyediakan kemungkinan bagi bawahan untuk

menilai atau berkomentar tentang aspek tertentu dari kinerja pimpinannya.

Tujuannya adalah untuk membuat pimpinan lebih menyadari tentang

persoalan yang berkenaan dengan kinerja mereka dari sudut pandang bawahan

mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

3. Penilaian oleh Rekan Sejawat

Penilaian oleh rekan sejawat (peer assessment) adalah evaluasi yang dibuat

sesama anggota tim atau kolega yang berada pada jaringan kerja yang sama.

Praktik yang biasa terjadi adalah meminta individu untuk memberikan

penilaian kepada kolega atau jaringan kerja yang lainnya. Ini lebih cenderung

bersifat keperilakuan.

4. Penilaian Oleh Multi Assesment

Keuntungan dari mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam evaluasi

kinerja, terutama dari para pimpinan, telah menimbulkan perhatian yang lebih

besar kepada penilaian dengan berbagai sumber penilai yang dapat

menambahkan nilai kepada evaluasi pimpinan/bawahan yang tradisionil. Ini

dapat mencakup penggunaan ke atas dan oleh rekan sejawat di samping

penilaian oleh para pimpinan.

II.3.2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kinerja adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai.

2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan

kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal

mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana karirnya, kenaikan

pangkat dan kenaikan jabatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan

bawahan.

5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian,

khususnya kinerja pegawai dalam bekerja.

6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga

dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih

memperhatikan dan mengenal bawahan/pegawainya, sehingga dapat lebih

memotivasi pegawai.

7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan

pengembangan di bidang kepegawaian.

Menurut Notoatmodjo (2003), manfaat penilaian kinerja dalam suatu

organisasi antara lain sebagai berikut:

1. Peningkatan prestasi kerja

Dengan adanya penilaian kinerja, baik pimpinan maupun pegawai

memperoleh umpan balik, dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya.

2. Kesempatan kerja yang adil

Dengan adanya penilaian kerja yang akurat akan menjamin setiap pegawai

akan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai dengan

kemampuannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

3. Kebutuhan-kebutuhan pelatihan pengembangan

Melalui penilaian kinerja akan dideteksi pegawai-pegawai yang

kemampuannya rendah, dan kemudian memungkinkan adanya program

pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai tersebut

4. Penyesuaian kompensasi

Penilaian kinerja dapat membantu para pimpinan untuk mengambil keputusan

dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, gaji, bonus, dan

sebagainya.

5. Keputusan-keputusan promosi dan demosi

Hasil penilaian kinerja terhadap pegawai dapat digunakan untuk mengambil

keputusan mempromosikan pegawai yang berprestasi baik, dan demosi untuk

pegawai yang berprestasi jelek.

6. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai desain kerja. Artinya

hasil penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan-kesalahan

desain kerja.

7. Penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi

Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai proses rekruitmen dan seleksi

pegawai yang telah lalu. Kinerja yang sangat rendah bagi pegawai baru adalah

mencerminkan adanya penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan

seleksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

II.3.3. Metode-metode Penilaian kinerja

Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk melakukan

penilaian kinerja bagi pegawainya adalah sebagai berikut (Rachmawati, 2008):

1. Rating Scale

Penilaian kinerja metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik,

baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh

organisasi dan dilakukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini

membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan faktor kriteria yang

dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut.

2. Checklist

Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja

yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa

apakah pegawai sudah mengerjakannya. Standar-standar unjuk kerja,

misalnya pegawai hadir dan pulang tepat waktu, pegawai bersedia bilamana

diminta untuk lembur, pegawai patuh pada atasan, dan lain-lain. Penilai di sini

adalah atasan langsung atau penyelia.

3. Critical Incident Technique

Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku

khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun

perilaku yang tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ke

tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau

baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

4. Skala Penilaian Berjangkarkan Perilaku

Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviorally anchored rating scale)

adalah penilaian yang dilakukan dengan membuat spesifikasi unjuk kerja

dalam elemen-elemen tertentu, misalnya dosen di perguruan tinggi elemen-

elemen unjuk kerjanya adalah memberikan pengajaran, melakukan penelitian,

memberikan bimbingan pada mahasiswa, dan membuat soal. Selanjutnya,

masing-masing elemen diidentifikasi berdasarkan perilaku tertentu, baik

perilaku yang sangat diharapkan atau perilaku baik maupun perilaku yang

tidak diharapkan atau perilaku tidak baik.

5. Pengamatan dan Tes Unjuk Kerja

Pengamatan dan tes unjuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes

di lapangan. Misalnya, seorang pilot setiap enam bulan sekali menjalani tes

yang meliputi pengujian pengetahuan mengenai prosedur pelaksanaan

pekerjaan dalam menerbangkan pesawat, yang dilakukan secara langsung

dengan menerbangkan pesawat atau dalam simulator, dan tes kesehatan.

6. Metode Perbandingan Kelompok

Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan

sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti

pemeringkatan (ranking method), pengelompokan pada klasifikasi yang sudah

ditentukan (force distribution), pemberian poin atau angka (point allocation

method), dan metode perbandingan dengan pegawai lain (paired comparison).

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

7. Penilaian Diri Sendiri

Penilaian diri sendiri adalah penilaian pegawai unuk dirinya sendiri dengan

harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja

yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya,

organisasi atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang

diinginkan dari pegawai, tujuan organisasi, dan hambatan yang dihadapi

organisasi. Kemudian berdasarkan informasi tersebut, pegawai dapat

mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki.

8. Management By Objective (MBO)

Management by objective adalah metode penilaian kinerja pada masa yang

akan datang. Di sini kinerja seseorang dinilai melalui tujuan-tujuan yang

ditetapkannya serta pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan potensi

seseorang dalam pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya pada

masa yang akan datang melalui pencapaian tujuan tersebut.

9. Penilaian Secara Psikologis

Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para

ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan

pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi dan lain-lain

yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui serangkaian

tes psikologi seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes

kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tertulis.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

10. Assesment Centre

Assesment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan

melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai

untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang

lebih besar.

Proses pelaksanaannya dilakukan dengan wawancara mendalam, tes

psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka,

dan menyimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari

suatu masalah untuk mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan,

dan potensi seseorang.

II.4. Teori Konflik

II.4.1. Pengertian

Konflik biasanya timbul dalam suatu organisasi sebagai akibat adanya

berbagai masalah dalam hal komunikasi, hubungan pribadi atau karena masalah

struktur organisasi (Sedarmayanti, 2007):

1. Masalah Komunikasi

Penyebab konflik yang pertama ini diakibatkan karena salah pengertian yang

berkenaan dengan kalimat, bahasa yang kurang atau sulit dimengerti, atau

informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya hidup individu yang tidak

konsisten.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

2. Masalah Struktur Organisasi

Penyebab konflik yang kedua ini disebabkan karena adanya pertarungan

kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem

penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan dua atau lebih

kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3. Masalah Pribadi

Penyebab konflik yang ketiga ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tujuan

atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengen perilaku yang diperankan pada

jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai persepsi.

II.4.2. Konflik Struktural

Dalam organisasi klasik terdapat empat daerah struktural di mana konflik

sering timbul:

1. Konflik Hierarki

Konflik antara berbagai tingkatan organisasi, misalnya antara �manajemen

menengah� dengan �personalia penyelia�, �dewan direktur� mungkin konflik

dengan �manajemen puncak� atau �manajemen� dengan �karyawan� dan

sebagainya.

2. Konflik Fungsional

Konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi, misalnya antara

�departemen produksi� dengan �departemen pemasaran� dalam suatu

organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

3. Konflik Lini Staf

Konflik antar lini dan staf, misalnya adanya perbedaan pendapat antara

personalia lini dan personalia staf.

4. Konflik Formal-Informal

Konflik antar organisasi formal dan informal.

II.4.3. Metode Penanganan Konflik

Langkah awal yang perlu ditempuh dalam penanganan konflik:

1. Mengidentifikasi masalah.

2. Menentukan tujuan yang hendak dicapai.

3. Menentukan kriteria keberhasilan.

4. Menjabarkan alternatif-alternatif tindakan; beberapa alternatif pemecahan

masalah konflik perlu dirumuskan dalam rangka mencari pemecahan yang

terbaik diantara alternatif-alternatif tersebut.

5. Memilih alternatif terbaik.

6. Percobaan dan penyempurnaan.

7. Pelaksanaan.

Tiga bentuk manajemen konflik yakni: Stimulasi Konflik, Pengurangan

Konflik dan Penyelesaian Konflik.

1. Metode Stimulasi Konflik

Manajer dari kelompok yang demikian situasinya, perlu merangsang

timbulnya persaingan dan konflik yang dapat berefek �penggemblengan�.

Metode ini meliputi:

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

a. Pemasukan/penempatan orang luar ke dalam kelompok.

b. Penyusunan kembali organisasi.

c. Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk

mendorong persaingan.

d. Pemilihan manajer yang tepat.

e. Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.

2. Metode Pengurangan Konflik

Metode ini menekankan adanya antagonisme yang ditimbulkan oleh konflik

yang diatasi dengan cara �mendinginkan suasana�, namun menangani

masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik. Pendinginan suasana

dilakukan dengan dua cara:

a. Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang

lebih dapat diterima oleh kedua pihak yang konflik.

b. Mempersatukan kedua kelompok yang saling bertentangan untuk

menghadapi �ancaman� atau �musuh� yang sama.

3. Metode Penyelesaian Konflik

Metode ini berkaitan dengan kegiatan para manajer yang dapat secara

langsung mempengaruhi pihak-pihak yang saling bertentangan. Misalnya

melalui perubahan dalam struktur organisasi, mekanisme koordinasi dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

II.5. Teori Pengungkapan Perkara Pidana

II.5.1. Pengertian Menurut KUHAP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur bagaimana pelaksanaan proses penegakan

hukum yang meliputi lingkup instansi yang diberi tanggung jawab penegakan hukum

menegaskan bahwa proses penegakan hukum terdiri atas 4 tahap yakni penyidikan,

penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan hakim.

Proses penyidikan terutama yang berkaitan dengan tindak pidana umum yakni tindak

pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dilaksanakan sepenuhnya oleh Polri dalam hal ini fungsi Reserse Kriminal.

Pengertian penyidikan yang diterangkan di dalam KUHAP diatur dalam Pasal

(1) angka (2) yang menyatakan bahwa penyidikan adalah: �Serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya�. Dengan demikian

proses pengungkapan perkara yang disebutkan dalam undang-undang sebagai

penyidikan sangat tergantung kepada sejauhmana keberhasilan para petugas polri

yang bertugas sebagai penyidik serta dalam menemukan dan mengumpulkan alat-alat

bukti serta sejauhmana keberhasilan penyidik dalam menemukan dan menangkap

tersangka pelakunya.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

II.5.2. Waktu Pelaksanaan Penyidikan

Penyidikan merupakan suatu proses yang membutuhkan kejelian dan

ketelitian sehingga alat-alat bukti yang diperlukan guna membuat terang suatu

perkara dapat terkumpul yang pada gilirannya dapat menemukan dan menangkap

tersangka pelakunya. Oleh karena itu diperlukan suatu batasan waktu dalam

melakukan penyidikan sehingga kepastian hukum khususnya bagi masyarakat dapat

terjamin dengan baik.

Penyidik melaksanakan penyidikan sesuai batasan yang telah ditetapkan oleh

aturan yang mengatur yakni tertuang dalam Peraturan Kapolri (PERKAP) No. 12

Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara

di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. PERKAP ini merupakan revisi

dari aturan lama yakni Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Sep/1205/IX/2000 tanggal

11 September 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Proses Penyidikan Tindak Pidana.

Untuk waktu pelaksanaan penyidikan diatur dalam Pasal 31 yang berbunyi:

(1) Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat

kesulitan atas penyidikan:

a. sangat sulit;

b. sulit;

c. sedang; atau

d. mudah.

(2) Batas waktu penyelesain perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat

Perintah Penyidikan meliputi:

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II II.1. Teori tentang Komunikasi - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22168/3/Chapter II.pdf · Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang

a. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;

b. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;

c. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang;

d. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.

(3) Dalam hal menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh

pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah penyidikan.

(4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksudkan pada

ayat (3) selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkannya Surat

Perintah Penyidikan.

Pelaksanaan proses penyidikan oleh Polri yang diatur oleh KUHAP

diwujudkan dalam proses pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan yang dituangkan dalam Berkas Perkara. Penghitungan waktu penyidikan

dimulai sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan sesuai Pasal (2) di atas sampai

dilimpahkannya berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Universitas Sumatera Utara