bab ii ii.1. teori tentang komunikasi -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori tentang Komunikasi
II.1.1. Pengertian dan Bentuk Komunikasi
Dalam keseluruhan bidang organisasi dan manajemen, komunikasi merupakan
salah satu konsep yang paling sering dibahas, meskipun di dalam kenyataannya
jarang sekali dipahami secara tuntas.
Kreitner dan Kinicki (2005), menyatakan bahwa �Komunikasi merupakan
pertukaran informasi antar pengirim dan penerima, dan kesimpulan (persepsi) makna
antara individu-individu yang terlibat�.
Menurut Daft (2006) bahwa �Komunikasi adalah proses dimana informasi
ditukar dan dipahami oleh dua orang atau lebih, biasanya dengan maksud untuk
memotivasi atau mempengaruhi perilaku�. Sedangkan menurut Robbbins (2007),
komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman makna.
Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), pengertian komunikasi dapat
dibedakan atas dua bagian, yaitu:
1. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa
�Komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara
sungguh-sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan tanggapan�.
Dengan melihat unsur kesungguhan dalam komunikasi, maka pengertian itu
cenderung berpandangan bahwa semua komunikasi pada dasarnya adalah
Universitas Sumatera Utara
persuasif. Lebih jauh lagi, komunikasi yang berorientasi pada sumber
menekankan pentingnya variabel-variabel tertentu dalam proses komunikasi,
seperti isi pesan, dan sifat persuasifnya. Dengan kata lain, komunikasi
menurut pandangan ini memfokuskan perhatian pada produksi pesan-pesan
yang efektif.
2. Pengertian komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa
�Komunikasi sebagai semua kegiatan di mana seseorang (penerima)
menanggapi stimulus atau rangsangan�. Tegasnya, proses komunikasi
menurut pandangan ini berkenaan dengan pemahaman dan arti, karena
tekanan diletakkan pada bagaimana penerima melihat dan menafsirkan suatu
pesan. Pandangan ini tidak membatasi diri pada perilaku yang bersifat
intentional saja, dan karenanya memperluas lingkup dari situasi komunikasi.
Kekhasan bentuk komunikasi yang menempatkan manusia sebagai unsur
penting dalam organisasi haruslah diwarnai oleh sikap dan pola komunikasi yang
bijak. Sikap dalam hal ini lebih mengekspresikan bagaimana manusia diletakkan pada
posisi yang terhormat, dan dipandang berharga. Kondisi semacam ini apakah
mewarnai dalam sistem komunikasi antara pimpinan pimpinan dengan bawahan dan
antar sesamanya. Pengamatan dapat dilakukan sejauhmana pimpinan memperlakukan
bawahan dalam komunikasi baik formal maupun non formal.
Substansi lain yang perlu mendapatkan perhatian di samping sikap, adalah
pola komunikasi. Apa yang menjadi fokus dalam konteks komunikasi organisasi
Universitas Sumatera Utara
adalah meliputi bentuk komunikasi, jalur/saluran hubungan komunikasi, dan sumber
informasi, jenis berita yang dikomunikasikan.
Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009), bentuk komunikasi organisasi secara
umum dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Komunikasi Formal
Bentuk komunikasi formal adalah bentuk hubungan komunikasi yang
diciptakan secara terencana, melalui jalur-jalur formal dalam organisasi, yang
melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana telah ditunjukkan
melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi formal ini adalah berupa
komunikasi dalam tugas.
2. Komunikasi Non Formal
Bentuk komunikasi non formal adalah komunikasi yang ada di luar struktur,
biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya bersifat
insidental, menurut kebutuhan atau hubungan interpersonal yang baik, atau
atas dasar kesamaan kepentingan, hobi dan lain-lain.
Jalur/saluran komunikasi diperlihatkan oleh adanya jalur-jalur komunikasi
formal yang dirancang dalam organisasi. Saluran hubungan yang bersifat sentralistik
diwakili oleh bentuk komunikasi komando, yang menyalurkan komunikasi dari atas
ke bawah (down-ward communication). Biasanya bentuk saluran komunikasi
semacam itu diimbangi dengan saluran ke atas atau dikenal dengan up-ward
communication. Bentuk lain yang sering tampak dalam organisasi publik adalah
komunikasi diagonal yang memberikan ruang terjadinya komunikasi antar sesama.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk terapan yang sering ditemui dalam organisasi publik pada umumnya
merupakan bentuk komunikasi yang sentralistik. Pada saluran hubungan yang
sentralistik biasanya didominasi oleh pimpinan sebagai sumber berita. Pimpinan
dalam hal ini akan bertindak sebagai orang pertama yang memberi informasi,
sedangkan anak buah tinggal menjadi pelaksana. Kondisi semacam ini menempatkan
pimpinan sebagai satu-satunya orang yang menguasai informasi.
Komunikasi yang tersentral jauh lebih miskin variasi atau corak informasi.
Hanya terdapat dua jenis komunikasi yang cukup menonjol dalam hal ini, yaitu
perintah dan pertanggungjawaban. Sedangkan pada komunikasi yang lebih terbuka,
sangat memungkinkan terbentuknya variasi informasi, baik yang berasal dari inisiatif
atasan maupun bawahan. Komunikasi yang berupa konsultasi, pembimbingan, saran
nasihat, kritik, dan lain-lain merupakan variasi yang dapat ditampung pada pola
komunikasi yang fleksibel.
II.1.2. Proses Komunikasi
Proses komunikasi berkaitan dengan bagaimana komunikasi itu berlangsung.
Untuk memahami proses komunikasi, sebagai acuan dikemukakan oleh Daft (2006).
Menurut Daft (2006), ada dua elemen umum dalam setiap situasi komunikasi,
yaitu pengirim dan penerima. Pengirim (sender) adalah orang yang ingin
menyampaikan ide atau konsep kepada orang lain, mencari informasi, atau
mengungkapkan pemikiran atau emosi. Penerima (receiver) adalah orang kepada
siapa pesan tersebut dikirimkan. Pengirim encode (encodes) ide dengan memilih
simbol-simbol yang digunakan untuk menyusun sebuah pesan.
Universitas Sumatera Utara
Pesan (message) adalah perumusan yang nyata dari ide yang dikirimkan untuk
penerima. Pesan tersebut dikirim lewat sebuah saluran (channel), yang merupakan
pembawa komunikasi. Saluran tersebut bisa berupa laporan formal, panggilan telepon
atau pesan e-mail, atau pertemuan dengan berhadapan secara langsung. Penerimanya
dekodekan (decodes) simbol-simbol untuk menginterpretasikan arti pesan tersebut.
Enkode dan dekode merupakan sumber berbagai kesalahan komunikasi karena
pengetahuan, sikap, dan latar belakang bertindak sebagai filter dan menciptakan
�gangguan� (noise) ketika menerjemahkan dari simbol-simbol menjadi arti.
Akhirnya, umpan-balik (feedback) muncul ketika penerima merespons komunikasi
pengiriman dengan pesan balasan. Tanpa umpan balik, komunikasi menjadi satu arah
(one-way). Dengan adanya umpan-balik, komunikasi menjadi dua arah (two-way).
Umpan balik merupakan bantuan yang sangat ampuh untuk mendapatkan efektivitas
komunikasi, karena umpan balik memungkinkan pengirim untuk menentukan apakah
penerima menginterpretasikan pesan dengan dengan benar.
Sumber: Daft (2006)
Gambar II.1. Model Proses Komunikasi
PENGIRIM
ENKODE
PESAN
PENERIMA
DEKODE
PESAN
(Pesan balasan didekode) Putaran umpan
balik
(Pesan balasan dienkode)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), untuk memahami proses komunikasi,
sebagai acuan dikemukakan model Shannon dan Weaver yang unsur-unsur pokoknya
adalah sebagai berikut:
1. Sumber Informasi
Ini adalah awal dari proses komunikasi. Sumber ini memuat informasi dan
memasukan berbagai bentuk keinginan dan tujuan yang ada di pihak
pengirim.
2. Transmisi
Transmisi mengubah (encodes) data ke dalam pesan dan mengirimkannya
kepada penerima. Bentuk utama dari proses pengubahan adalah bahasa yang
diartikan sebagai setiap pola tanda-tanda, lambang, atau sinyal. Bahasa inilah
yang dipindahkan melalui berbagai macam alat/media seperti: gelombang,
listrik, atau selembar kertas.
3. Kebisingan/Gangguan
Segala sesuatu yang mengganggu dan terjadi antara transmisi dan penerima.
Masalah arti kata, bahasa, atau distorsi pesan adalah contoh adanya gangguan,
dan hal ini sering kali tidak bisa dihindarkan di dalam proses komunikasi.
4. Penerima
Di sini komunikasi telah melewati tahap antara pengirim dan penerima,
di mana terjadi proses yang disebut decoding yaitu pemberian makna atau
penafsiran atas pesan yang dikirimkan.
Universitas Sumatera Utara
5. Tujuan Akhir
Ini adalah bagian terakhir dari proses komunikasi atau yang menjadi tanda
selesainya komunikasi atau yang menjadi tanda selesainya dan telah
dilaksanakannya proses komunikasi. Tujuan akhir ini bisa berupa pejabat,
penyelia, atau pihak lainnya yang diharapkan memberikan reaksi terhadap
pesan yang diterimanya.
II.1.3. Fungsi Komunikasi
Komunikasi di dalam organisasi penting sekali dan dapat dipakai untuk
melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut (Sofyandi dan Garniwa, 2007):
1. Fungsi Kontrol
Komunikasi dapat dipakai untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku
anggota organisasi dalam berbagai cara. Organisasi memiliki hirarki
wewenang dan pedoman yang diikuti oleh pegawai. Manakala para pegawai
diminta untuk melaporkan hasil kerja atau keluhannya, menjalankan tugas
sesuai dengan deskripsi, maka komunikasi sebagai pengontrol.
2. Fungsi Motivasi
Komunikasi dapat juga dipakai sebagai cara untuk menjelaskan bagaimana
pegawai seharusnya bekerja agar dapat meningkatkan kemampuan dan
kinerjanya. Dalam hal seperti ini, komunikasi berfungsi sebagai motivasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Fungsi Informasi
Pengambilan keputusan dalam organisasi memerlukan informasi. Komunikasi
berfungsi menyediakan informasi yang berguna bagi individu atau kelompok
untuk membuat keputusan yang dikehendaki.
Ketiga fungsi di atas sama pentingnya bagi organisasi. Tak ada satu fungsi
pun yang bisa dikatakan lebih penting dari yang lainnya. Sebab, untuk dapat
menghasilkan kinerja yang efektif, kelompok atau organisasi perlu mengontrol
perilaku anggotanya, memotivasi, mewadahi ekspresi perasaan anggota, dan
membuat keputusan.
II.1.4. Komunikasi dalam Kelompok
Pegawai dalam satu kelompok kerja mesti secara bersama-sama melakukan
tugas dan untuk itu diperlukan komunikasi dalam struktur kelompok kerja, dan itu
mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja pegawai. Menurut Tampubolon (2008),
ada 3 (tiga) macam aspek komunikasi dalam kelompok kerja, yaitu jaringan kerja
(networks), keterbukaan dalam komunikasi (open communication), dan diskusi
(dialogue).
1. Jaringan Kerja
Berdasarkan pengalaman dari penelitian para ahli perilaku keorganisasian,
terdapat dua karakteristik jaringan kerja dalam suatu organisasi, yaitu jaringan
kerja terpusat (centralized network), dan kebebasan pegawai dalam jaringan
kerja (decentralizaed network).
Universitas Sumatera Utara
Jaringan kerja terpusat (centralized network) merupakan karakteristik
komunikasi, di mana setiap anggota kelompok kerja dalam mengatasi dan
memecahkan permasalahan diharuskan berkomunikasi melalui satu orang
untuk membuat keputusan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Pengertiannya, keputusan atas permasalahan dikendalikan oleh seseorang saja,
biasanya atasan langsung dalam kelompok kerja.
Kebebasan pegawai dalam jaringan kerja (decentralizaed network) adalah
di mana setiap pegawai atau anggota kelompok kerja diberikan kebebasan
berkomunikasi di antara sesama pegawai. Setiap pegawai dapat membuat
keputusan setelah melakukan proses komunikasi sesuai kebutuhan bersama
setelah semua pegawai yang lainnya setuju.
2. Komunikasi Terbuka
Komunikasi terbuka dilandasi oleh data base yang sama yang dipergunakan
seluruh pegawai atau anggota organisasi. Data base disusun berdasarkan
informasi dari seluruh pegawai dan dipergunakan untuk semua pegawai dalam
organisasi, baik secara lintas fungsional maupun berdasarkan semua tingkat
hierarki dalam organisasi. Misalnya, suatu organisasi bisnis memberi
kebebasan bagi semua level hierarki pegawai untuk mengetahui rugi laba
perusahaan, tujuannya agar semua pegawai memahami dan turut aktif untuk
mendukung pencapaian laba organisasi, dengan cara peningkatan disiplin
kerja, melakukan pengawasan melekat, serta berpikir efektif dan efisien dalam
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan tugas sehingga pada akhirnya, target organisasi tersebut benar-
benar dapat dicapai.
3. Dialog
Dialog merupakan proses komunikasi yang kreatif, yang didasari budaya
dalam memecahkan permasalahan secara kolektif (collaboration), kelancaran
(fluidity), saling percaya (trust), dan intensif berkomunikasi untuk mencapai
tujuan bersama. Keadaan seperti demikian dapat dilakukan apabila didukung
kapasitas sumber daya manusia yang berkemampuan tinggi (high education
and experiences). Umumnya, organisasi bisnis dengan profesionalisme tinggi
selalu melakukan dialog agar ditemukan solusi secara kolektif pada setiap
permasalahan di dalam kelompok kerja dan organisasi secara keseluruhan.
II.1.5. Hambatan-hambatan terhadap Komunikasi yang Efektif
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), setiap fungsi manajemen dan aktivitas
pasti melibatkan beberapa bentuk komunikasi baik langsung maupun tidak langsung.
Apakah ketika melakukan perencanaan dan pengorganisasian atau pengarahan dan
kepemimpinan, para manajer mendapati diri mereka berkomunikasi dengan dan
melalui yang orang lain. Keputusan manajemen dan kebijakan organisasi tidak akan
efektif kecuali jika dipahami dengan penuh tanggung jawab oleh mereka yang akan
melaksanakannya. Para ahli manajemen juga mengatakan bahwa komunikasi yang
efektif adalah landasan dari perilaku organisasi yang beretika.
Menurut Ardana dkk (2008), hambatan-hambatan terhadap komunikasi yang
efektif dalam suatu organisasi antara lain adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Penyaringan Informasi
Komunikator cenderung memanipulasi informasi supaya lebih dapat diterima
dengan baik oleh komunikan/penerima. Minat pribadi dan persepsi mengenai
apa yang menurut komunikator penting bagi penerima sangat mempengaruhi
penyaringan dan hasilnya. Semakin banyak jumlah tingkatan dalam struktur
organisasi yang harus dilalui oleh suatu informasi semakin besar
kemungkinan untuk penyaringan. Di sisi lain, hal ini wajar terjadi karena
dalam struktur organisasi, semakin ke bawah semakin spesialis di bidang
masing-masing.
2. Persepsi yang Selektif
Penerima dalam proses komunikasi menyeleksi apa yang mereka terima
berdasarkan kebutuhan, motivasi, latar belakang pengalaman dan karakteristik
pribadi lainnya. Penerima atau komunikan juga memproyeksikan minat dan
harapan mereka pada saat melakukan decoding (mengartikan simbol-simbol).
3. Emosional
Bagaimana perasaan komunikan/penerima pada saat ia menerima pesan akan
mempengaruhi interpretasinya mengenai pesan tersebut. Pesan yang sama
akan diinterpretasikan berbeda pada keadaan marah atau emosi netral. Emosi-
emosi yang ekstrim seperti gembira yang berlebihan atau sedih sangat
mungkin menghalangi komunikasi yang efektif.
Universitas Sumatera Utara
4. Bahasa
Kata-kata yang sama dapat berarti berbeda untuk orang yang tidak sama. Usia,
pendidikan dan latar belakang budaya merupakan tiga variabel yang biasanya
mempengaruhi bahasa yang digunakan dan arti yang diberikan kepada kata-
kata. Di dalam suatu organisasi, pegawai berasal dari latar belakang yang
tidak sama. Ditambah lagi pengelompokan dalam unit kerja tertentu
berdasarkan spesialisasi yang pada akhirnya menciptakan/mengembangkan
istilah-istilah teknis dan ungkapan-ungkapan yang khas, dan sering pegawai
tidak tahu istilah-istilah khusus yang digunakan. Komunikator cenderung
berpendapat bahwa kata-kata atau istilah yang mereka gunakan mempunyai
arti yang sama bagi komunikan/penerima.
5. Kurang Perhatian
Kesalahpahaman terjadi karena orang tidak membaca dengan benar suatu
pesan atau informasi, baik dalam bentuk pengumuman, artikel, atau tidak
mendengar percakapan orang dengan baik.
6. Faktor Hello Effect
Terjadi apabila si komunikator adalah orang yang disenangi atau dihormati,
maka audiens atau penerima langsung akan mempercayai apa yang dikatakan,
walaupun belum tentu benar atau sebaliknya.
7. Perilaku Defensif
Ketika seorang merasa terancam, ia cenderung akan bereaksi dengan cara
mengurangi kemampuannya untuk mencapai saling pengertian, yakni ia
Universitas Sumatera Utara
menjadi defensif terlibat dalam perilaku seperti secara verbal menyerang
orang lain, memberikan jawaban kasar, berperilaku seperti penilai, dan
mempertanyakan motif orang lain. Ketika individu menafsirkan pesan yang
datang sebagai sesuatu yang mengancam, ia sering meresponnya dengan cara
yang menghambat keefektifan komunikasi.
8. Kebanjiran Informasi
Ketika informasi yang harus diterima melampaui kapasitas pemrosesan karena
membanjirnya informasi (e-mail, telepon, faks, notula rapat, bacaan) akan ada
kecenderungan untuk membuang, mengabaikan, melewatkan, dilupakan atau
menunda pemrosesannya sampai situasi kebanjiran informasi selesai.
II.1.6. Mengatasi/Mengurangi Hambatan dalam Komunikasi
Menurut Ardana dkk (2008), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi atau mengurai hambatan dalam komunikasi, yaitu:
1. Mendengarkan dengan Aktif
Banyak orang menganggap enteng pekerjaan mendengarkan. Sering
mencampuradukkan dua hal yang berlainan, yakni �mendengar� dan
�mendengarkan�. Mendengar adalah menangkap vibrasi suara, sedangkan
mendengarkan adalah memberi arti kepada apa yang didengar. Oleh sebab itu,
mendengarkan membutuhkan atensi, interpretasi dan mengingat rangsangan
suara. Empat syarat mendengarkan dengan aktif:
Universitas Sumatera Utara
a. Intensitas
Berkonsentrasi penuh pada apa yang disampaikan oleh pembicara dan
menyampingkan pikiran-pikiran lain. Menghubungkan informasi yang
diterima dengan topik pembicaraan.
b. Empati
Berusaha mengerti apa yang diinginkan oleh pembicara. Menyesuaikan
apa yang dilihat dan dirasakan dalam dunia pembicaraan sehingga bisa
meningkatkan persamaan antara interpretasi kita dan maksud pembicara.
c. Penerimaan
Pendengar yang aktif memiliki penerimaan yang obyektif atas apa yang
didengar dan dilihat. Ini bukan tugas mudah. Tantangan terhadap
pendengar yang aktif adalah menyerap apa yang dikatakan seseorang
tanpa menilai isinya sampai yang bersangkutan selesai berbicara.
d. Tanggung jawab untuk melengkapi informasi
Komunikasi alias pendengar harus berusaha untuk melengkapi informasi
yang diterima dan artinya, bila perlu mengajukan pertanyaan untuk
memperoleh pengertian yang sama dengan komunikator.
2. Memberikan Umpan Balik
Komunikator harus melihat reaksi dari komunikan dengan baik, misalnya
dengan ekspresi wajah tertentu bila si komunikan tidak mengajukan
pertanyaan.
Universitas Sumatera Utara
II.2. Teori tentang Tim Kerja
II.2.1. Pengertian dan Komponen-komponen Tim Kerja
Kinerja tim lebih unggul daripada kinerja individu bila tugas yang harus
dilakukan menuntut keterampilan, penilaian, dan pengalaman yang bervariasi. Ketika
organisasi-organisasi melakukan restrukturisasi agar bisa bersaing secara lebih efektif
dan efisien, organisasi menggunakan tim sebagai cara untuk memberdayakan bakat
pegawai secara lebih baik.
Robbins (2007) menyatakan bahwa �Tim kerja adalah kelompok di mana
individu menghasilkan tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan
individu tersebut�.
Secara garis besar komponen kerja tim yang memperoleh perhatian yang
paling besar adalah kerja sama, kepercayaan, dan kekompakan. Masing-masing
komponen terwujudnya melalui kerja tim. Komponen kerja sama dapat tercipta
melalui kerja tim, di mana upaya-upaya kelompok secara sistematis terintegrasi untuk
mencapai sebuah tujuan bersama. Semakin besar integrasinya, semakin besar tingkat
kerja sama.
Komponen lain seperti kepercayaan juga dapat tercipta melalui kerja tim,
di mana integrasi individu-individu dalam kelompok akan memberikan kontribusi
terciptanya kepercayaan. Dengan kata lain terbentuknya integritas antar individu akan
memberikan kepercayaan timbal balik antar sesama individu, di mana terjadinya
pemberian kepercayaan oleh individu yang satu kepada yang lain, nantinya individu
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan kepercayaan akan memberikan kepercayaan kembali kepada yang
memberikan. Semakin besar integritas yang tercipta maka semakin besar kepercayaan
timbal balik yang terjadi. Selanjutnya komponen kekompakan terciptanya melalui
kerja tim, di mana timbul kekompakan disebabkan oleh faktor kepuasan emosional
yang diperoleh dari partisipasi kelompok dan faktor pencapaian sasaran kelompok
dapat terwujud melalui tindakan bersama bukan terpisah-pisah.
Menurut Robert (2005) komponen kerja tim terdiri dari 3 (tiga) komponen,
yaitu:
1. Kerjasama
Kerja sama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan
keberhasilan kinerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya
dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang
tergabung dalam tim kerja. Tanpa kerjasama yang baik tidak akan
memunculkan ide-ide cemerlang. Keberhasilan suatu tim maupun individu
sangat berhubungan erat dengan kerjasama tim yang dibangun dengan
kesadaran pencapaian kinerja. Dalam kerjasama akan muncul berbagai
penyelesaian yang secara individu tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat
diandalkan dalam kerjasama pada tim kerja adalah munculnya berbagai
penyelesaian secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja
tim.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) kerja sama memiliki 3 (tiga)
keunggulan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Kerjasama lebih unggul dibandingkan dengan kompetisi dalam
meningkatkan prestasi dan produktivitas.
b. Kerjasama lebih unggul dibandingkan upaya-upaya individualistis dalam
meningkatkan prestasi dan produktivitas.
c. Kerjasama tanpa kompetisi antar kelompok dapat meningkatkan kinerja
dan produktivitas lebih tinggi daripada kerjasama dengan kompetisi
antar kelompok.
2. Kepercayaan
Kepercayaan sangat kuat di dalam sebuah organisasi, orang-orang tidak akan
berbuat terbaik jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diperlakukan
secara adil, bahwa tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang
nyata. Satu-satunya cara yang diketahui untuk menciptakan kepercayaan
semacam itu adalah dengan menyusun nilai-nilai dan kemudian melakukan
apa yang telah dibicarakan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) ada
beberapa cara untuk membangun dan menjaga kepercayaan, yaitu:
a. Komunikasi, menjaga agar anggota tim dan para pegawai mendapatkan
informasi dengan menjelaskan kebijakan-kebijakan dan keputusan-
keputusan serta memberikan umpan-balik yang akurat. Berterus teranglah
tentang masalah dan keterbatasan seseorang. Katakan yang sebenarnya.
b. Dukungan, selalu bersedia dan mau didekati. Berikan bantuan, saran,
nasihat, dan dukungan untuk ide-ide anggota tim.
Universitas Sumatera Utara
c. Rasa Hormat, delegasi, dalam bentuk kewenangan pembuatan keputusan
yang sebenarnya, merupakan ekspresi terpenting dari penghormatan
manajerial. Secara aktif mendengarkan ide-ide orang lain adalah ekspresi
terpenting kedua (pemberian kewenangan tak mungkin tanpa
kepercayaan).
d. Keadilan, cepatlah dalam memberikan pujian dan pengakuan kepada
individu yang berhak mendapatkannya. Pastikan semua penilaian dan
evaluasi kinerja objektif dan tidak memihak (tidak berat sebelah).
e. Dapat diprediksi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jadilah
konsisten dan dapat diramalkan dalam masalah sehari-hari. Penuhi janji-
janji baik yang terucap maupun yang tersirat.
f. Kompetensi, singkatkan kredibilitas Anda dengan memperlihatkan
pemahaman bisnis yang baik, kemampuan teknis, dan profesionalisme.
Menurut Williams (2000) bahwa �Kepercayaan adalah keyakinan
timbal balik pada niat dan perilaku orang lain�. Ketika kita melihat orang lain
bertindak dengan cara-cara yang menyatakan bahwa mereka mempercayai
kita, kita menjadi lebih cenderung ingin bertimbal-balik dengan lebih
memercayai mereka. Sebaliknya, kita menjadi tidak mempercayai mereka
yang tindakan-tindakannya tampak melanggar kepercayaan kita atau tidak
mempercayai kita.
Kecenderungan untuk percaya, sebuah sifat kepribadian yang
melibatkan keinginan umum seseorang untuk mempercayai orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan akan mempengaruhi seberapa banyak kepercayaan yang
dimiliki seseorang untuk orang yang dipercayai sebelum data pada orang
tersebut tersedia. Orang-orang dengan pengalaman berkembang yang berbeda
sangat berbeda dalam kecenderungan mereka untuk memberikan kepercayaan.
3. Kekompakan
Kekompakan (cohesiveness) adalah sebuah proses di mana rasa kebersamaan
muncul untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dan motif-motif individual.
Anggota-anggota dari kelompok yang kompak saling mendukung satu sama
lain. Mereka enggan untuk meninggalkan kelompok. Para anggota kelompok
terpadu melekat bersama untuk satu atau dua alasan berikut:
a. Karena mereka menikmati kebersamaan satu dengan yang lain, atau
b. Karena mereka membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan sasaran
bersama.
Dua alasan di atas kekompakan kelompok diidentifikasikan para psikologi
menjadi dua, yaitu:
a. Kekompakan Sosio-Emosional (Socio-Emotional Cohesiveness)
Adalah sebuah rasa kebersamaan yang berkembang ketika individu-
individu mendapatkan kepuasan emosional dari partisipasi kelompok.
b. Kekompakan Instrumental (Instrumental Cohesiveness)
Adalah sebuah rasa kebersamaan yang berkembang ketika para anggota
kelompok sama-sama bergantung satu dengan yang lain karena mereka
Universitas Sumatera Utara
percaya bahwa mereka tak dapat mencapai sasaran kelompok dengan
bertindak secara terpisah.
II.2.2. Tipe-tipe Tim Kerja
Menurut Robbins (2007), ada empat tipe tim kerja yang paling lazim dalam
suatu organisasi, yaitu:
1. Tim Pemecah Masalah
Lazimnya, tim ini beranggotakan atas lima sampai dua belas orang pegawai
dari satu departemen yang bertemu selama beberapa jam tiap minggu untuk
membahas perbaikan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Dalam tim
pemecah masalah, anggota berbagi gagasan atau menawarkan saran mengenai
cara memperbaiki proses dan metode kerja. Tetapi tim ini jarang diberi
wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap tindakan yang mereka
sarankan.
2. Tim Kerja Swa-Kelola
Tim pemecah masalah adalah kelompok pegawai (biasanya 10 sampai 15
orang) yang memiliki kinerja tinggi atau memiliki pekerjaan yang saling
bergantung serta memikul tanggung jawab mantan penyelia mereka.
Lazimnya tim ini mencakup perencanaan dan penjadwalan kerja,
pengendalian kolektif atas langkah kerja, pembuatan keputusan operasi, dan
pengambilan tindakan untuk mengatasi masalah.
Universitas Sumatera Utara
3. Tim Lintas-Fungsional
Tim lintas-fungsional merupakan sarana efektif yang memungkinkan setiap
pegawai dari berbagai bidang dalam organisasi (atau bahkan antar organisasi)
untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan
masalah, serta mengkoordinasikan proyek yang rumit. Diperlukan waktu
untuk membina kepercayaan dan kerja tim, terutama di antara orang-orang
dari latar belakang yang berbeda, dengan pengalaman dan perspektif yang
berbeda.
4. Tim Virtual
Tipe-tipe tim kerja sebelumnya mengerjakan pekerjaan mereka secara tatap
muka. Tim virtual menggunakan teknologi komputer untuk mengikat anggota-
anggota yang secara fisik terpencar untuk mencapai sasaran bersama. Tim
virtual memungkinkan orang untuk bergabung secara langsung, dengan
menggunakan hubungan komunikasi seperti wide-area network, konferensi
video, dan email. Tim virtual sering tidak maksimal karena kurangnya
hubungan persahabatan sosial dan kurangnya interaksi langsung di antara para
anggota.
II.2.3. Membentuk Tim Kerja yang Efektif
Menurut Sopiah (2008), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembentukan tim kerja, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Seleksi
Seleksi merupakan tahap awal yang harus dilakukan agar suatu organisasi
dapat memiliki tim kerja yang berkinerja. Ketika mempekerjakan anggota tim,
di samping keterampilan teknis yang diperlukan untuk mengisi pekerjaan itu,
harus pula dipastikan bahwa calon dapat memenuhi peran sebagai anggota tim
dan juga memenuhi persyaratan teknis.
2. Pelatihan
Sebagian orang yang dibesarkan pada lingkungan yang mementingkan
prestasi individual dapat dilatih untuk menjadi pemain tim. Spesialis pelatihan
menjalankan latihan-latihan yang memungkinkan pegawai mengalami
kepuasan yang dapat diberikan oleh kerja tim.
3. Ganjaran
Promosi hendaknya diberikan kepada individu-individu atas betapa efektifnya
mereka sebagai anggota tim yang kolaboratif.
II.2.4. Karakteristik Tim Kerja yang Sukses
Menurut Sopiah (2008), ada berbagai karakter yang melekat pada tim kerja
yang sukses, antara lain adalah:
1. Mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama
Tim kerja yang efektif mempunyai suatu maksud bersama dan bermakna yang
memberikan pengarahan, momentum, dan komitmen untuk para anggotanya.
Anggota tim yang sukses meluangkan waktu dan upaya yang sangat banyak
Universitas Sumatera Utara
ke dalam pembahasan, pembentukan dan persetujuan mengenai suatu maksud
yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun individual.
2. Menegakkan tujuan yang spesifik
Tim kerja yang sukses menerjemahkan maksud bersama mereka sebagai
tujuan-tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dan bersifat spesifik.
Tujuan yang spesifik mempermudah anggota tim kerja dalam berkomunikasi.
3. Kepemimpinan dan struktur
Agar tim kerja dapat memiliki kinerja yang tinggi juga memerlukan
kepemimpinan dan struktur untuk memberikan fokus dan pengarahan.
Anggota tim kerja harus sependapat mengenai siapa melakukan apa dan
memastikan bahwa semua anggota menyumbang secara sama dalam berbagai
beban kerja.
4. Menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab
Individu-individu dapat bersembunyi dalam suatu kelompok. Mereka dapat
menyibukkan diri dalam �kemalasan sosial� dan bergabung bersama usaha
kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat dikenali. Tim
yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan membuat diri
mereka dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara individual maupun
pada tingkat tim.
5. Evaluasi kinerja dan sistem imbalan yang benar
Evaluasi dan sistem imbalan tradisional yang berorientasi individu harus
dimodifikasi untuk mencerminkan kinerja tim. Manajemen hendaknya
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan penilaian berdasarkan kelompok, berbagi hasil, insentif
kelompok kecil, dan modifikasi-modifikasi sistem lain yang memperkuat
upaya dari komitmen tim.
6. Mengembangkan kepercayaan timbal-balik yang tinggi
Tim kerja yang memiliki kinerja yang tinggi dicirikan oleh kepercayaan
(trust) timbal-balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para
anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota
yang lain.
II.3. Teori tentang Kinerja
II.3.1. Pengertian dan Penilaian Kinerja Pegawai
Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal, organisasi
membutuhkan pegawai yang memiliki kinerja yang maksimal.
Menurut Mangkunegara (2007) bahwa �Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya�.
Selanjutnya Rivai (2006) menyatakan bahwa �Kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian
tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan
moral atau etika�.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk
pekerjaan itu.
Penilaian kinerja (performance appraisal) dalam rangka pengembangan
sumberdaya manusia adalah sangat penting artinya. Hal ini mengingat bahwa dalam
kehidupan organisasi setiap individu dalam organisasi ingin mendapatkan
penghargaan dan perlakuan yang adil dari pimpinan organisasi.
Megginson dalam Mangkunegara (2007), menyatakan bahwa �Performance
appraisal is the process an employer uses to determine whether an employee is
performing the job as intended�. (Penilaian kinerja adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan
pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan).
Menurut Notoatmodjo (2003), dalam kehidupan suatu organisasi ada beberapa
asumsi tentang perilaku manusia sebagai sumber daya manusia, yang mendasari
pentingnya penilaian kinerja. Asumsi-asumsi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Setiap orang ingin memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan
kerjanya sampai tingkat yang maksimal.
2. Setiap orang ingin mendapatkan penghargaan apabila ia dinilai melaksanakan
tugas dengan baik.
3. Setiap orang ingin mengetahui secara pasti tangga karir yang dinaikinya
apabila dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
4. Setiap orang ingin mendapat perlakuan yang objektif dan penilaian dasar
prestasi kerjanya.
5. Setiap orang bersedia menerima tanggung jawab yang lebih besar.
6. Setiap orang pada umumnya tidak hanya melakukan kegiatan yang sifatnya
rutin tanpa informasi.
Menurut Dharma (2009), penilaian kinerja pegawai dapat dilakukan dari 4
(empat) sumber, yaitu:
1. Penilaian Atas Diri Sendiri
Penilaian atas diri sendiri adalah proses di mana para individu mengevaluasi
kinerja mereka sendiri, menggunakan pendekatan yang terstruktur, sebagai
dasar bagi pembicaraan dengan para pimpinan mereka dalam pertemuan-
pertemuan evaluasi. Struktur dari penilaian diri sendiri ini biasanya diberikan
sebuah formulir penilaian diri sendiri yang diisi oleh individu sebelum
pertemuan evaluasi.
2. Penilaian oleh Bawahan
Penilaian oleh bawahan menyediakan kemungkinan bagi bawahan untuk
menilai atau berkomentar tentang aspek tertentu dari kinerja pimpinannya.
Tujuannya adalah untuk membuat pimpinan lebih menyadari tentang
persoalan yang berkenaan dengan kinerja mereka dari sudut pandang bawahan
mereka.
Universitas Sumatera Utara
3. Penilaian oleh Rekan Sejawat
Penilaian oleh rekan sejawat (peer assessment) adalah evaluasi yang dibuat
sesama anggota tim atau kolega yang berada pada jaringan kerja yang sama.
Praktik yang biasa terjadi adalah meminta individu untuk memberikan
penilaian kepada kolega atau jaringan kerja yang lainnya. Ini lebih cenderung
bersifat keperilakuan.
4. Penilaian Oleh Multi Assesment
Keuntungan dari mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam evaluasi
kinerja, terutama dari para pimpinan, telah menimbulkan perhatian yang lebih
besar kepada penilaian dengan berbagai sumber penilai yang dapat
menambahkan nilai kepada evaluasi pimpinan/bawahan yang tradisionil. Ini
dapat mencakup penggunaan ke atas dan oleh rekan sejawat di samping
penilaian oleh para pimpinan.
II.3.2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kinerja adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai.
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan
kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal
mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana karirnya, kenaikan
pangkat dan kenaikan jabatan.
Universitas Sumatera Utara
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian,
khususnya kinerja pegawai dalam bekerja.
6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga
dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih
memperhatikan dan mengenal bawahan/pegawainya, sehingga dapat lebih
memotivasi pegawai.
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.
Menurut Notoatmodjo (2003), manfaat penilaian kinerja dalam suatu
organisasi antara lain sebagai berikut:
1. Peningkatan prestasi kerja
Dengan adanya penilaian kinerja, baik pimpinan maupun pegawai
memperoleh umpan balik, dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya.
2. Kesempatan kerja yang adil
Dengan adanya penilaian kerja yang akurat akan menjamin setiap pegawai
akan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai dengan
kemampuannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Kebutuhan-kebutuhan pelatihan pengembangan
Melalui penilaian kinerja akan dideteksi pegawai-pegawai yang
kemampuannya rendah, dan kemudian memungkinkan adanya program
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai tersebut
4. Penyesuaian kompensasi
Penilaian kinerja dapat membantu para pimpinan untuk mengambil keputusan
dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, gaji, bonus, dan
sebagainya.
5. Keputusan-keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja terhadap pegawai dapat digunakan untuk mengambil
keputusan mempromosikan pegawai yang berprestasi baik, dan demosi untuk
pegawai yang berprestasi jelek.
6. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai desain kerja. Artinya
hasil penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan-kesalahan
desain kerja.
7. Penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai proses rekruitmen dan seleksi
pegawai yang telah lalu. Kinerja yang sangat rendah bagi pegawai baru adalah
mencerminkan adanya penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan
seleksi.
Universitas Sumatera Utara
II.3.3. Metode-metode Penilaian kinerja
Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk melakukan
penilaian kinerja bagi pegawainya adalah sebagai berikut (Rachmawati, 2008):
1. Rating Scale
Penilaian kinerja metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik,
baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh
organisasi dan dilakukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini
membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan faktor kriteria yang
dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut.
2. Checklist
Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja
yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa
apakah pegawai sudah mengerjakannya. Standar-standar unjuk kerja,
misalnya pegawai hadir dan pulang tepat waktu, pegawai bersedia bilamana
diminta untuk lembur, pegawai patuh pada atasan, dan lain-lain. Penilai di sini
adalah atasan langsung atau penyelia.
3. Critical Incident Technique
Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku
khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun
perilaku yang tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ke
tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau
baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Skala Penilaian Berjangkarkan Perilaku
Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviorally anchored rating scale)
adalah penilaian yang dilakukan dengan membuat spesifikasi unjuk kerja
dalam elemen-elemen tertentu, misalnya dosen di perguruan tinggi elemen-
elemen unjuk kerjanya adalah memberikan pengajaran, melakukan penelitian,
memberikan bimbingan pada mahasiswa, dan membuat soal. Selanjutnya,
masing-masing elemen diidentifikasi berdasarkan perilaku tertentu, baik
perilaku yang sangat diharapkan atau perilaku baik maupun perilaku yang
tidak diharapkan atau perilaku tidak baik.
5. Pengamatan dan Tes Unjuk Kerja
Pengamatan dan tes unjuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes
di lapangan. Misalnya, seorang pilot setiap enam bulan sekali menjalani tes
yang meliputi pengujian pengetahuan mengenai prosedur pelaksanaan
pekerjaan dalam menerbangkan pesawat, yang dilakukan secara langsung
dengan menerbangkan pesawat atau dalam simulator, dan tes kesehatan.
6. Metode Perbandingan Kelompok
Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan
sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti
pemeringkatan (ranking method), pengelompokan pada klasifikasi yang sudah
ditentukan (force distribution), pemberian poin atau angka (point allocation
method), dan metode perbandingan dengan pegawai lain (paired comparison).
Universitas Sumatera Utara
7. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri sendiri adalah penilaian pegawai unuk dirinya sendiri dengan
harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja
yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya,
organisasi atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang
diinginkan dari pegawai, tujuan organisasi, dan hambatan yang dihadapi
organisasi. Kemudian berdasarkan informasi tersebut, pegawai dapat
mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki.
8. Management By Objective (MBO)
Management by objective adalah metode penilaian kinerja pada masa yang
akan datang. Di sini kinerja seseorang dinilai melalui tujuan-tujuan yang
ditetapkannya serta pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan potensi
seseorang dalam pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya pada
masa yang akan datang melalui pencapaian tujuan tersebut.
9. Penilaian Secara Psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para
ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi dan lain-lain
yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui serangkaian
tes psikologi seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes
kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tertulis.
Universitas Sumatera Utara
10. Assesment Centre
Assesment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan
melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai
untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang
lebih besar.
Proses pelaksanaannya dilakukan dengan wawancara mendalam, tes
psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka,
dan menyimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari
suatu masalah untuk mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan,
dan potensi seseorang.
II.4. Teori Konflik
II.4.1. Pengertian
Konflik biasanya timbul dalam suatu organisasi sebagai akibat adanya
berbagai masalah dalam hal komunikasi, hubungan pribadi atau karena masalah
struktur organisasi (Sedarmayanti, 2007):
1. Masalah Komunikasi
Penyebab konflik yang pertama ini diakibatkan karena salah pengertian yang
berkenaan dengan kalimat, bahasa yang kurang atau sulit dimengerti, atau
informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya hidup individu yang tidak
konsisten.
Universitas Sumatera Utara
2. Masalah Struktur Organisasi
Penyebab konflik yang kedua ini disebabkan karena adanya pertarungan
kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem
penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan dua atau lebih
kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Masalah Pribadi
Penyebab konflik yang ketiga ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tujuan
atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengen perilaku yang diperankan pada
jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai persepsi.
II.4.2. Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik terdapat empat daerah struktural di mana konflik
sering timbul:
1. Konflik Hierarki
Konflik antara berbagai tingkatan organisasi, misalnya antara �manajemen
menengah� dengan �personalia penyelia�, �dewan direktur� mungkin konflik
dengan �manajemen puncak� atau �manajemen� dengan �karyawan� dan
sebagainya.
2. Konflik Fungsional
Konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi, misalnya antara
�departemen produksi� dengan �departemen pemasaran� dalam suatu
organisasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Konflik Lini Staf
Konflik antar lini dan staf, misalnya adanya perbedaan pendapat antara
personalia lini dan personalia staf.
4. Konflik Formal-Informal
Konflik antar organisasi formal dan informal.
II.4.3. Metode Penanganan Konflik
Langkah awal yang perlu ditempuh dalam penanganan konflik:
1. Mengidentifikasi masalah.
2. Menentukan tujuan yang hendak dicapai.
3. Menentukan kriteria keberhasilan.
4. Menjabarkan alternatif-alternatif tindakan; beberapa alternatif pemecahan
masalah konflik perlu dirumuskan dalam rangka mencari pemecahan yang
terbaik diantara alternatif-alternatif tersebut.
5. Memilih alternatif terbaik.
6. Percobaan dan penyempurnaan.
7. Pelaksanaan.
Tiga bentuk manajemen konflik yakni: Stimulasi Konflik, Pengurangan
Konflik dan Penyelesaian Konflik.
1. Metode Stimulasi Konflik
Manajer dari kelompok yang demikian situasinya, perlu merangsang
timbulnya persaingan dan konflik yang dapat berefek �penggemblengan�.
Metode ini meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Pemasukan/penempatan orang luar ke dalam kelompok.
b. Penyusunan kembali organisasi.
c. Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk
mendorong persaingan.
d. Pemilihan manajer yang tepat.
e. Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
2. Metode Pengurangan Konflik
Metode ini menekankan adanya antagonisme yang ditimbulkan oleh konflik
yang diatasi dengan cara �mendinginkan suasana�, namun menangani
masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik. Pendinginan suasana
dilakukan dengan dua cara:
a. Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang
lebih dapat diterima oleh kedua pihak yang konflik.
b. Mempersatukan kedua kelompok yang saling bertentangan untuk
menghadapi �ancaman� atau �musuh� yang sama.
3. Metode Penyelesaian Konflik
Metode ini berkaitan dengan kegiatan para manajer yang dapat secara
langsung mempengaruhi pihak-pihak yang saling bertentangan. Misalnya
melalui perubahan dalam struktur organisasi, mekanisme koordinasi dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
II.5. Teori Pengungkapan Perkara Pidana
II.5.1. Pengertian Menurut KUHAP
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur bagaimana pelaksanaan proses penegakan
hukum yang meliputi lingkup instansi yang diberi tanggung jawab penegakan hukum
menegaskan bahwa proses penegakan hukum terdiri atas 4 tahap yakni penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan hakim.
Proses penyidikan terutama yang berkaitan dengan tindak pidana umum yakni tindak
pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dilaksanakan sepenuhnya oleh Polri dalam hal ini fungsi Reserse Kriminal.
Pengertian penyidikan yang diterangkan di dalam KUHAP diatur dalam Pasal
(1) angka (2) yang menyatakan bahwa penyidikan adalah: �Serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya�. Dengan demikian
proses pengungkapan perkara yang disebutkan dalam undang-undang sebagai
penyidikan sangat tergantung kepada sejauhmana keberhasilan para petugas polri
yang bertugas sebagai penyidik serta dalam menemukan dan mengumpulkan alat-alat
bukti serta sejauhmana keberhasilan penyidik dalam menemukan dan menangkap
tersangka pelakunya.
Universitas Sumatera Utara
II.5.2. Waktu Pelaksanaan Penyidikan
Penyidikan merupakan suatu proses yang membutuhkan kejelian dan
ketelitian sehingga alat-alat bukti yang diperlukan guna membuat terang suatu
perkara dapat terkumpul yang pada gilirannya dapat menemukan dan menangkap
tersangka pelakunya. Oleh karena itu diperlukan suatu batasan waktu dalam
melakukan penyidikan sehingga kepastian hukum khususnya bagi masyarakat dapat
terjamin dengan baik.
Penyidik melaksanakan penyidikan sesuai batasan yang telah ditetapkan oleh
aturan yang mengatur yakni tertuang dalam Peraturan Kapolri (PERKAP) No. 12
Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara
di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. PERKAP ini merupakan revisi
dari aturan lama yakni Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Sep/1205/IX/2000 tanggal
11 September 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Proses Penyidikan Tindak Pidana.
Untuk waktu pelaksanaan penyidikan diatur dalam Pasal 31 yang berbunyi:
(1) Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat
kesulitan atas penyidikan:
a. sangat sulit;
b. sulit;
c. sedang; atau
d. mudah.
(2) Batas waktu penyelesain perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat
Perintah Penyidikan meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
b. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
c. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang;
d. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.
(3) Dalam hal menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh
pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah penyidikan.
(4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (3) selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkannya Surat
Perintah Penyidikan.
Pelaksanaan proses penyidikan oleh Polri yang diatur oleh KUHAP
diwujudkan dalam proses pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan yang dituangkan dalam Berkas Perkara. Penghitungan waktu penyidikan
dimulai sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan sesuai Pasal (2) di atas sampai
dilimpahkannya berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Universitas Sumatera Utara