bab ii geologi regional cekungan sumatera … · gambar 2.6. tektonostratigrafi cekungan sumatera...
TRANSCRIPT
II-1
BAB II
GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA TENGAH
II.1. Pendahuluan
Indonesia merupakan hasil dari evolusi dan interaksi dari gerak Lempeng
Eurasia, Lempeng Samudera Pasifk, dan Lempeng Indo-Australia (Gambar 2.1.).
Daerah penelitian berada pada Cekungan Sumatera Tengah. Cekungan Sumatera
Tengah merupakan back arc basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan
selatan Paparan Sunda. Cekungan ini terbentuk akibat adanya subduksi Lempeng
Samudera Hindia yang menujam ke bawah Lempeng Benua Eurasia pada awal
Tersier.
Gambar 2.1. Lempeng-lempeng yang mempengaruhi tektonik di Indonesia (Hall,
1995).
Secara tektonik, Cekungan Sumatera Tengah di bagian barat dan barat daya
dibatasi oleh Bukit Barisan, pada bagian timur dibatasi oleh Semenanjung
II-2
Malaysia, bagian utara dibatasi oleh Busur Asahan, di sebelah tenggara oleh
Tinggian Tigapuluh dan pada Timurlaut dibatasi oleh Kraton Sunda, dan pada
bagian selatan tidak diketahui secara baik.
Gambar 2.2. Kerangka tektonik Pulau Sumatera (Heidrick dan Aulia, 1993).
II.2. Struktur dan Tektonik Regional
Cekungan Sumatera Tengah terbentuk karena adanya penujaman secara
miring (oblique subduction) antara Lempeng Samudera Hindia ke bawah
Lempeng Benua Asia. Mertosono dan Naoyan (1974), membagi pola struktur
utama di Cekungan Sumatera Tengah menjadi 2 bagian, yaitu: pola utara-selatan
untuk struktur yang berumur tua dan pola barat laut-tenggara untuk struktur yang
memiliki umur muda. Sedangkan menurut Eubank dan Makki (1981), terdapat
sesar-sesar yang berarah utara-selatan dengan umur Paleogen yang aktif kembali
selama fasa kompresi pada kala Plio-Pleistosen.
II-3
Penujaman miring (oblique subduction) pada Cekungan Sumatera Tengah
menyebabkan adanya gaya tarikan yang merupakan cekungan belakang busur.
Akibat dari penujaman miring ini, terbentuk suatu sistem sesar mendatar
menganan di bagian barat dan baratdaya Pulau Sumatera. Sistem sesar mendatar
menganan tersebut dicirikan dengan adanya kenampakan flower structure, en
echelon fault, dan fold yang terlihat pada rekaman seismik (Yarmanto dan Aulia,
1988).
Heidrick dan Aulia (1993) secara terperinci membagi lagi perkembangan
tektonik Cekungan Sumatera Tengah menjadi empat tahap deformasi yang dapat
dibedakan dengan jelas, yaitu F0, F1, F2, dan F3 (Gambar 2.3.).
Gambar 2.3. Perkembangan tektonik Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan
Aulia, 1993).
II-4
Periode Deformasi F0 (Pra-Tersier)
Pada Pra-Tersier terjadi periode deformasi pada batuan dasar yang
menyebabkan adanya sesar berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara, dan
timurlaut-baratdaya (Gambar 2.4.). Penyebab dari deformasi ini belum diketahui
dengan baik. Cekungan Sumatera Tengah memiliki batuan dasar yang cukup
dangkal sehingga sedimen yang menutupi batuan dasar tersebut mudah
dipengaruhi oleh tektonik batuan dasar sehingga banyak dijumpai struktur.
Gambar 2.4. Peta pola struktur utama batuan dasar Cekungan Sumatera Tengah
(Heidrick dan Aulia, 1993).
Periode Deformasi F1 (Eosen-Oligosen)
Pada kala Eosen-Oligosen (50-26 Ma) terjadi deformasi ekstensional
dengan arah ekstensi barat-timur. Tahap ini memiliki ciri struktur ekstensi berupa
rifting yang berkembang sepanjang rekahan batuan dasar yang membentuk graben
dan half-graben serta diikuti dengan reaktivasi struktur tua yang terbentuk
sebelumnya. Pada saat yang sama tejadi pengendapan Kelompok Pematang ke
dalam graben yang terbentuk.
II-5
Perioda Deformasi F2 (Miosen Awal-Miosen Tengah)
Pada kala Miosen Awal terjadi fasa amblesan dan berhentinya proses
pemekaran diikuti oleh pebentukan sesar mendatar menganan secara regional dan
pembentukan transtensional fracture zone (Gambar 2.5.). Struktur yang terbentuk
pada perioda F2 memiliki arah relatif baratlaut-tenggara dan berkembang sesar
mendatar menganan pada sesar-sesar tua yang berarah utara-selatan. Akibat sesar
mendatar tersebut, pada sesar tua yang berarah timurlaut-baratdaya mengalami
transtesional sehingga terbentuk normal fault, graben, dan half-graben, kemudian
sesar yang berarah baratlaut-tenggara mengalami transpressional. Tahap ini
terjadi bersamaan dengan pengendapan Kelompok Sihapas (26-13 Ma).
Periode Deformasi F3 (Miosen Tengah-Resen)
Deformasi yang terjadi berupa kompresi yang menghasilkan struktur
reverse dan thurst fault berarah baratbaratdaya-timurtimurlaut di sepanjang sesar
mendatar yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini bersamaan dengan
pembentukan sesar mendatar menganan di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang
terbentuk umumnya memiliki arah baratlaut-tenggara dan disertai dengan
pengendapan Formasi Petani dan Formasi Minas sampai saat ini.
Gerakan penujaman Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua
Eurasia pada kawasan Sumatera dianggap sebagai penghasil gerak pengangkatan
terakhir dari Pegunungan Barisan serta juga telah menyebabkan adanya sesar-
sesar mendatar menganan di sepanjang pegunungan ini. Gejala struktur yang
paling dominan di cekungan sedimen Tersier tersebut adalah lipatan-lipatan dan
sesar-sesar yang berarah baratlaut-tenggara yang berkaitan dengan gejala
kompresi.
II-6
Gambar 2.5. Kerangka struktur geologi fasa F2 dan fasa F3 di Cekungan
Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1996).
II.3. Stratigrafi Regional
Cekungan Sumatera Tengah memiliki sejarah geologi yang dipengaruhi
oleh sejarah tektoniknya. Maka dari itu pembahasan mengenai stratigrafi
Cekungan Sumatera Tengah akan diletakan dalam kerangka tektonostratigrafi
(Gambar 2.6.).
II-7
Gambar 2.6. Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia,
1993; dalam Sayentika, dkk., 2003).
Menurut Eubank dan Makki (1981) dalam Heidrick dan Aulia (1993),
stratigrafi regional pada Cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi empat unit
stratigrafi, yaitu:
1. Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar berumur pra-Tersier ini terbagi menjadi empat satuan
litologi (Eubank dan Makki, 1981 dalam Hedrick dan Aulia, 1993) (Gambar
2.7), yaitu:
a. Mallaca Terrane atau kelompok kuarsit yang terdiri dari kuarsit,
argilit, batugamping kristalin, dan pluton-pluton granit dan granodiorit
II-8
yang memiliki umur Jura. Kelompok ini dapat kita jumpai pada
coastal plain di bagian timurlaut.
b. Mutus assemblages, zona sutura yang memisahkan antara Mallaca
Terrane dengan Mergui Terrane. Kumpulan Mutus terletak di sebelah
baratdaya coastal plain dan terdiri dari baturijang radiolarian, meta-
argilit, serpih merah, lapisan tipis batugamping dan batuan beku
basalt.
c. Mergui Terrane, terletak di bagian barat dan baratdaya dari Kelompok
Mutus. Kelompok ini tersusun oleh greywacke, pebbly-mudstone dari
Formasi Bahorok, serta kuarsit. Kemudian juga argilit, filit,
batugamping, dan tuff dari Formasi Kluet, serta sandstone-shale dan
juga terdapat Batugamping Alas.
d. Kualu Terrane, terletak di bagian baratlaut Kelompok Mergui
berumur Perm-Karbon. Kelompok ini tersusun oleh filit, sabak, tuff,
dan batugamping.
Gambar 2.7. Peta distribusi batuan dasar Cekungan Sumatera Tengah (Pertamina
BPPKA, 1996).
II-9
2. Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan
dasar yang memiliki umur Eosen-Oligosen. Distribusi sedimen diperkirakan
berasal dari blok yang mengalami pengangkatan pada lingkungan fluviatil dan
blok lain turun menjadi danau. Sedimen pada kelompok ini umumnya
diendapkan pada lingkungan danau, sungai, dan delta. William dan Kelley
(1985) membagi Kelompok Pematang menjadi lima formasi, yaitu:
a. Formasi Lower Red Beds, terdiri atas batulumpur, batulanau, batupsir,
dan sedikit konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
rawa atau danau.
b. Formasi Brown Shale, terdiri atas serpih berlaminasi, kaya material
organik, berwarna coklat sampai hitam yang diendapkan pada
lingkungan lakustrin. Formasi ini diendapkan di atas Formasi Lower
Red Beds dan dibeberapa tempat menunjukkan adanya kesamaan
fasies secara lateral. Formasi ini merupakan batuan induk pada
Cekungan Sumatera Tengah. Di cekungan yang lebih dalam dijumpai
perselingan batupasir yang diperkirakan diendapkan oleh mekanisme
arus turbidit.
c. Formasi Coal Zone, pada beberapa tempat dijumpai hubungan menjari
dengan Formasi Brown Shale dan di tempat lain menumpang di
atasnya. Litologinya terdiri dari serpih, batubara dan sedikit batupasir.
d. Formasi Lake Fill, tersusun atas batupasir delta dan fluvial,
konglomerat, serta serpih endapan danau dangkal. Formasi ini
memiliki ketebalan hingga 2000 kaki dengan proses pengendapan
yang cukup cepat pada sistem fluvio-lacustrine-delta yang cukup
kompleks.
e. Formasi Fanglomerat, tersusun dari batupasir dan konglomerat
dengan sedikit batulumpur berwarna merah hingga hijau. Formasi ini
diendapkan sebagai sistem endapan alluvial fan disepanjang batas
gawir sesar. Secara lateral dan vertikal formasi ini mengalami transisi
menuju Formasi Lower Red Beds, Foramasi Brown Shale, Formasi
II-10
Coal Zone, dan Formasi Lake Fill. Formasi Coal Zone, Formasi Lake
Fill, dan Formasi Fanglomerat juga dapat disebut dengan Formasi
Upper Red Beds.
3. Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok
Pematang pada Oligosen Akhir-Miosen Awal. Kelompok ini terutama terdiri
dari batupasir dan serpih. Kelompok Sihapas ini meluas ke seluruh cekungan
dan tertutup oleh sedimen laut di bagian atas (Formasi Telisa) yang
menunjukkan puncak proses transgresi. Kelompok Sihapas terdiri atas lima
formasi, dari tua ke muda yaitu:
a. Formasi Menggala, merupakan formasi tertua di kelompok ini, dimana
bagian deposenter formasi ini memiliki ketebalan lebih 9000 kaki.
b. Formasi Bangko, berumur Miosen Awal (Zona N1-N2) dan berfungsi
sebagai batuan tudung (seal) bagi batupasir yang ada di bawahnya.
c. Formasi Bekasap, diendapkan selaras di atas Formasi Bangko dan
memiliki umur Miosen Awal (Zona N2-N3). Batupasir Bekasap
merupakan lapisan sedimen yang secara diakronous menutup Sumatera
Tengah dan akhirnya menutup semua tinggian yang terbentuk
sebelumnya.
d. Formasi Duri, berumur Miosen Awal (Zona N3) dan mempunyai tebal
lebih dari 300 kaki. Di beberapa tempat umur formasi ini sama dengan
umur Formasi Bekasap.
e. Formasi Telisa, berumur Miosen Awal-Tengah (Zona N4-N5) dan
merupakan suatu batuan penutup (seal) regional bagi Kelompok
Sihapas dengan ketebalan mencapai lebih dari 9000 kaki.
4. Kelompok Petani
Kelompok Petani di endapkan secara tidak selaras di atas Kelompok
Sihapas. Kelompok Petani terdiri dari Lower Petani yang merupakan endapan
laut dan Upper Petani yang merupakan endapan laut sampai delta. Formasi
ini diendapkan mulai dari lingkungan laut dangkal, pantai dan ke atas sampai
lingkungan delta yang menunjukkan penurunan muka air laut.
II-11
Formasi Petani tersusun atas batupasir, batulempung, dan batupasir
gloukonitan dan batugamping yang dijumpai pada bagian bawah dari seri
sedimen tersebut, sedangkan batubara banyak dijumpai pada bagian atas dan
terjadi pada saat pengaruh laut semakin berkurang. Batupasir mempunyai
komposisi dominan kuarsa, berbutir halus sampai kasar, pada umumnya tipis-
tipis, mengandung sedikit lempung dan secara umum mengkasar ke atas. Di
beberapa tempat batupasir membentuk lensa-lensa dengan penyebaran yang
terbatas yang menunjukkan pengendapan pada lingkungan offshore bar dan
delta front/delta lobe sand sejajar dengan pantai purba (paleobeach).
Secara keseluruhan Formasi Petani memiliki tebal 6000 kaki berumur
Miosen Akhir-Pliosen Awal. Penentuan umur pada bagian atas Formasi
Petani terkadang membingungkan karena tidak adanya fosil laut. Hidrokarbon
yang berada pada batupasir Formasi Petani dianggap tidak komersial karena
dibagian bawah Formasi ini terdapat batulempung Telisa yang tebal. Gas
biogenik terdapat dalam jumlah yang besar dan telah dijadikan target
eksplorasi terutama di Lapangan Seng dan Segat.
5. Formasi Minas
Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang terdapat secara tidak
selaras di atas Formasi Petani. Formasi ini tersusun atas pasir dan kerikil,
pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai sedang serta limonit berwarna
kuning yang diendapkan pada lingkungan fluvial sampai darat. Proses
pengendapan Formasi Minas masih berlangsung sampai saat ini dan
menghasilkan endapan aluvial berupa campuran kerikil, pasir, dan lempung.
II.4. Geologi Lapangan Duri
II.4.1. Struktur Geologi
Lapangan Duri terbentuk akibat adanya struktur antiklin asimetri yang
bearah baratlaut-tenggara (Johannesen dan Lyle, J. H., 1990). Antiklin ini
diperkirakan memiliki kaitan genesa dengan Sesar Sebanga yang merupakan
sesar geser naik dengan arah relatif baratlaut-tenggara (Gambar 2.8.).
Antiklin Lapangan Duri mempunyai panjang sekitar 18 km dan lebar 8 km.
II-12
Pengaruh dari Sesar Sebanga menghasilkan sesar-sesar ikutan dan
umumnnya menempati bagian barat dari Lapangan Duri. Pada bagian utara
berarah timurlaut-baratdaya, sedangkan pada bagian selatan relatif berarah
utara-selatan dan timurlaut-baratdaya.
Gambar 2.8. Struktur Lapangan Duri, dipengaruhi oleh Sesar Sebanga
(Heidrick dan Aulia, 1996).
II.4.2. Stratigrafi Lapangan Duri
Hampir seluruh formasi pada cekungan Sumatera Tengah dapat
dijumpai di Lapangan Duri. Stratigrafi tersebut terdiri dari Kelompok
Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi Telisa, Formasi Petani, dan Formasi
Minas. Kelompok Sihapas merupakan reservoir utama di Lapangan Duri.
Kelompok Sihapas sendiri terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko,
Formasi Bekasap, dan Formasi Duri. Daerah Penelitian hanya berada pada
Kelompok Sihapas, yaitu pada:
Lapangan Duri
II-13
Formasi Bangko, terdiri dari batulempung yang diendapkan pada
lingkungan laut terbuka mulai dari lingkungan paparan (shelf) sampai
delta plain dan batulempung karbonatan dengan perselingan batupasir
lanauan dan berubah secara lateral menjadi batugamping pada daerah
yang sedikit menerima suplai material klastik.
Formasi Bekasap, diendapkan selaras di atas Formasi Bangko. Formasi
ini tersusun atas batupasir glaukonitan halus sampai kasar serta masif dan
berselang-seling dengan serpih yang tipis, kadang dijumpai lapisan tipis
batubara dan batugamping. Formasi ini diendapkan di lingkungan delta
plain dan delta front atau laut dangkal selama Miosen Awal dengan
ketebalan mencapai 1300 kaki.
Formasi Duri, tersusun atas suatu seri batupasir yang terbentuk pada
lingkungan inner neritic deltaic di bagian utara dan tengah cekungan.
Seri tersebut dicirikan oleh batupasir berbutir halus sampai menengah
yang secara lateral menjadi batulempung laut dalam dari Formasi Telisa.
Dalam lingkungan PT Chevron Pasific Indonesia penamaan formasi
yang biasa dipakai adalah didasarkan pada reservoir batupasir. Penamaan
yang biasa dipakai didasarkan pada setiap reservoir batupasir yang ada di
Lapangan Duri yaitu Formasi Bangko disebut dengan Dalam, Formasi
Bekasap disebut dengan Pertama, Kedua, dan Baji/Jaga, dan Formasi Duri
disebut dengan Rindu 1-5 serta 240’ Sand dan 140’ Sand. Kedalaman rata-
rata setiap sumur mencapai kurang lebih 800 kaki (Gambar 2.9.).
II-14
Gambar 2.9. Stratigrafi Lapangan Duri (Johannesen, dan Lyle, J. H., 1990).