bab ii ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia …eprints.umm.ac.id/43530/3/bab...
TRANSCRIPT
-
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon yang artinya
kerja dan nomos yang berarti aturan dapat didefinisikan suatu cabang ilmu yang
sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan
dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat
hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang
diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana
1979). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pusat dari
ergonomi adalah manusia. Tujuan dari ergonomi ialah usaha untuk mencegah
cedera, meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kenyamanan dibutuhkan
penyesuaian antara lingkungan kerja, pekerjaan, dan manusia yang terlibat dengan
pekerjaan tersebut.
Purnomo, dkk. (2012) melakukan penelitian sistem kerja dengan
pendekatan ergonomi total pada pekerja industri gerabah di Kasongan. Hasil dari
penelitian dapat menurunkan keluhan MSDs pada pekerja sebesar 87,8%,
menurunkan kelelahan pekerja sebesar 77,5%, menurunkan resiko cidera di tempat
kerja sebesar 10,65%, meningkatkan produktivitas pekerja sebesar 59,49%, dan
meningkatkan pendapatan pekerja sebesar 23,81%, serta meningkatkan pendapatan
perusahaan sebesar 76,19%.
Ada beberapa cabang ilmu yang mendasari adanya ergonomi yaitu
psikologi, antropologi, fisiologi, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, dan
fisika. Masing-masing berfungsi sebagai pemberi informasi. Dalam hal ini para
ahli teknik, bertugas untuk meramu masing-masing informasi di atas, dan
menggunakannya sebagai pengetahuan untuk merancang fasilitas kerja sehingga
mencapai kegunaan yang optimal.
-
5
Ada beberapa prinsip dasar dalam ergonomi yaitu:
1. Meningkatkan faktor kenyamanan.
Yaitu dengan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, membuat agar
display dan contoh mudah dimengerti supaya para pekerja dalam melaksanakan
tugasnya dapat bekerja dengan nyaman.
Contohnya dalam penelitian tentang pengaruh suara sebesar 6,952% dan
pencahayaan sebesar -0,17% di ruang kerja komputer terhadap kenyaman pengguna
(Puspita, 2007).
2. Meningkatkan keselamatan kerja.
Yaitu dengan membuat standar operasional produksi (SOP) yang
mengutamakan keselamatan para pekerja dalam bekerja dengan memperhatikan
jarak ruang, menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan,
mengurangi beban berlebih, dan bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh
pekerja.
Contoh aplikasi ergonomi dalam meningkatkan keselamatan kerja salah
satunya adalah melakukan perancangan ulang layout ruang kerja, perancangan
gawangan menjadi meja, perancangan ulang kursi pekerja untuk pengrajin batik
tulis untuk mencegah factor resiko ergonomic seperti tangan mengalami pinch dan
power grip, siku tangan mengalami full extention, leher terputar, postur
membungkuk, dll. (Nungki Agusti, 2012).
3. Memperhatikan kesehatan kerja.
Yaitu dengan menciptakan suasana bekerja yang sehat dengan cara bekerja
dalam posisi atau postur normal, mengurangi gerakan berulang dan berlebihan,
melakukan gerakan, olahraga, dan peregangan saat bekerja.
Contoh aplikasi dalam penelitian yang dilakukan Muhammad Firdaus
pada pekerja sablon dengan menbuat alat bantu berupa penjemuran dengan rel yang
bias digeser sehingga mengurangi gerakan berulang dan berlebihan pada pekerja
(Firdaus, 2013).
-
6
2.2 Tujuan dan Pentingnya Ergonomi
Maksud dan tujuan dari disiplin ilmu ergonomi adalah mendapatkan suatu
pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi
manusia, teknologi dan produk-produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu
rancangan sistem manusia-mesin (teknologi) yang optimal. Human Engineering
atau sering juga disebut sebagai ergonomi didefinisikan sebagai perancangan
“man-machine interface”, sehingga pekerja dan mesin/produk lainnya bisa
berfungsi lebih efektif dan efisien sebagai sistem manusia-mesin yang terpadu.
(Wignjosoebroto, 2003).
Sasaran dari ilmu ergonomi ini adalah untuk meningkatkan prestasi kerja
yang tinggi dalam kondisi aman, sehat, aman dan tenteram. Aplikasi ilmu ergonomi
digunakan untuk perancangan produk, meningkatkan kesehatan dan keselamatan
kerja serta meningkatkan produktivitas kerja. Dengan mempelajari tentang
ergonomi maka kita dapat mengurangi resiko cidera, kecelakaan terhadap pekerja,
meminimalkan biaya kesehatan, nyaman saat bekerja dan meningkatkan
produktivitas dan kinerja serta memperoleh banyak keuntungan. Oleh karena itu,
menurut Sulistiadi (2003) penerapan prinsip ergonomi di tempat kerja diharapkan
dapat menghasilkan beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Mengerti tentang pengaruh dari suatu jenis pekerjaan pada diri pekerja dan
kinerja pekerja.
2. Memprediksi potensi pengaruh pekerjaan pada tubuh pekerja.
3. Mengevaluasi kesesuaian tempat kerja, peralatan kerja dengan pekerja saat
bekerja.
4. Meningkatkan produktivitas dan upaya untuk menciptakan kesesuaian antara
kemampuan pekerja dan persyaratan kerja.
5. Membangun pengetahuan dasar guna mendorong pekerja untuk meningkatkan
produktivitas.
6. Mencegah dan mengurangi resiko timbulnya penyakit akibat kerja.
7. Meningkatkan keselamatan kerja.
8. Meningkatkan keuntungan, pendapatan, kesehatan dan kesejahteraan untuk
individu dan institusi.
-
7
Peran ergonomi sangat besar dalam menciptakan lingkungan kerja yang
aman dan sehat. Pendekatan khusus yang ada pada disiplin ilmu ergonomi adalah
aplikasi yang statis dari segala informasi yang relevan yang berkaitan dengan
karakteristik dan perilaku manusia didalam perancangan peralatan, fasilitas, dan
lingkungan kerja yang dipakai. Menurut Wignjosoebroto (2003) analisis dan
penelitian ergonomi akan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Anatomi (struktur), fisiologi (pekerjaan), dan antropometri (ukuran) tubuh
manusia.
2. Psikologi dan fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf yang
berperan dalam tingkah laku manusia.
3. Kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalam waktu yang pendek
maupun panjang, ataupun membuat celaka manusia.
Dengan memperlihatkan hal-hal tersebut, maka penelitian dan
pengembangan ergonomi akan memerlukan dukungan dari berbagai disiplin ilmu
seperti psikologi, antropometri, faal/anatomi, dan teknologi (Wignjosoebroto,
2003).
Menurut Wisanggeni (2010) ilmu-ilmu ini akan memberikan modal dasar
untuk mengatasi masalah posisi kerja dan pergerakan manusia ditempat kerja. Hal
ini dimaksudkan untuk:
1. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam bekerja.
2. Memperbaiki performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan kerja,
keselamatan dan kesehatan kerja).
3. Memperbaiki penggunaan pemberdayagunaan sumber daya manusia melalui
peningkatan keterampilan yang digunakan.
4. Mengurangi waktu dan biaya pelatihan.
5. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia, serta meminimasi kerusakan peralatan
yang disebabkan oleh human error.
-
8
2.3 Postur Kerja
Untuk mencapai hasil yang optimal, perlu diperhatikan performansi
pekerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah postur dan sikap tubuh
pada saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk
diperhatikan karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan
pekerja. Bila postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis,
pekerja akan cepat lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun.
Pekerja menjadi lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun
yang pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas.
Dengan demikian, bahwa postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan
keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomi dipelajari untuk bagaimana
meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera
akibat postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban
kerja fisik dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu
postur kerja yang efektif dan efisien. Untuk mendapatkan postur kerja yang baik
diperlukan pengetahuan tentang ilmu ergonomi dengan tujuan dapat menganalisis
postur kerja yang salah lalu memberikan saran postur kerja yang baik agar tidak
menyebabkan keluhan terhadap para pekerja. Dengan postur kerja yang salah serta
dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan operator akan
mengalami beberapa gangguan-gangguan otot (Musculoskeletal Disorders) dan
gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan jalannya proses
produksi tidak optimal.
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari
suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan
ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan
baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut salah atau tidak ergonomis
maka operator tersebut akan mudah kelelahan dan terjadinya kelainan pada bentuk
tulang operator tersebut. Apabila operator mudah mengalami kelelahan maka hasil
pekerjaan yang dilakukan operator terebut juga akan mengalami penurunan dan
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
-
9
Contohnya dalam penelitian Septina (2010) tentang postur kerja MMH
pada area produksi di perusahaan pengolahan air minum PT. Tirta Investama di
Klaten, Jawa tengah, hasil dari penelitian ditemukan bahwa pekerja memiliki rata-
rata 7 pada tabel penilaian grand score dengan kategori action level 4 yang
menunjukkan perbaikan dibutuhkan sesegera mungkin atau mendesak. Serta
penggunaan tenaga yaitu beban yang diangkat oleh pekerja berkisar 20 kg dengan
pengangkatan yang berulang/statis yang menyebabkan nilai menjadi lebih tinggi saat
penjumlahan dalam Skor A dan Skor B. Jadi dalam penilaian grand score 100% sampel
penelitian diperlukan perbaikan segera yaitu baik metode, sikap dan postur tubuh saat
bekerja.
2.3.1 Kerja Otot Statis dan Dimanis
Kerja otot statis adalah kerja otot yang tidak bergerak atau dengan kata lain
otot hanya diam. Biasanya kerja otot statis akan lebih cepat mengalami kelelahan
dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Walaupun demikian kerja otot stasis tidak
bisa dihilangkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Sesuatu hal yang tidak
mungkin dalam melakukan pekerjaan semua bagian tubuh operator mengalami
kerja otot statis. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu diadakan penelitian
tentang perbandingan berapa lama waktu kerja otot statis dilakukan dibandingkan
dengan kerja otot dinamis. Sebagai contoh seorang satpam yang harus menjaga
pintu selama beberapa jam tanpa bisa duduk. Tentu otot kakinya akan merasa
kelelahan dengan kerja otot statis seperti itu. Untuk mengatasinya perlu dibuat
jadwal dimana satpam tersebut bisa berkeliling sehingga otot kakinya yang tadinya
statis bisa kembali rileks. Dan untuk kerja otot dinamis, perlu dilakukan juga
penelitian terhadap otot yang terus bergerak tanpa henti.
-
10
(Sumber: ILO Encyclopedia)
Gambar 2.1 Kerja Otot Dinamis
(Sumber: ILO Encyclopedia)
Gambar 2.2 Kerja Otot Statis
2.3.2 Efek Kerja Otot Statis dan Dinamis
Efek kerja otot statis adalah otot yang digunakan dalam keadaan diam
sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat lebih cepat dibandingkan dengan
kerja otot dinamis, sehingga pekerja akan lebih cepat mengalami kelelahan. Ketika
pekerja cepat merasa lelah meka pekerjaan atau produktivitasnya akan mengalami
penurunan. Sebagai contoh seorang tukang cat yang sedang melakukan pekerjaanya
pada saat berdiri, akan mengalami kelelahan pada kedua otot kakinya.
-
11
Efek kerja otot dinamis sebenarnya sangat baik karena tidak menyebabkan
kelelehan pada saat bekerja. Tidak seperti kerja otot statis yang menyebabkan
kelelahan pada pekerja saat bekerja, kerja otot dinamis sangat dianjurkan dalam
melakukan setiap gerakan dan postur kerja. Karena pada saat bekerja, otot pekerja
akan mengalami relaksasi, sehingga menyebabkan pekerja tidak cepat merasakan
kelelahan pada saat bekerja dan produktivitasnya tidak akan mengalami penurunan.
(Sumber : Widjasena, 2010)
Gambar 2.3 Efek kerja Otot Statis, Dinamis, dan Pada Saat Diam
2.3.3 Musculoskeletal Disorders
Musculoskeletal Disorders adalah risiko kerja mengenai gangguan otot
yang disebabkan oleh kesalahan postur kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja.
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama,
akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal.
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
-
12
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut.
(Sumber: Merulalia, 2010)
Gambar 2.4 Keluhan Otot yang Sering Terjadi Ketika Bekerja
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum.
Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot
berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Nyeri
punggung
Sakit leher
Low back
pain Tennis
Elbow De Qiervains
Tenosyrovitis Corpal
Tunnel
Syndrome Sakit paha
Sakit lutut Pergelangan
kaki
-
13
2.3.4 Faktor Penyebab Primer
Peter Vi (2001) dalam Normarinda (2013) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor primer yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal,
diantaranya yaitu:
1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion).
Pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya
menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktifitas mengangkat, mendorong,
menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi
karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya
keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktifitas berulang.
Yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan
mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa
memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu
membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh
dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot
skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan
tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
pekerja.
-
14
(Sumber : Susan Stock, 2005)
Gambar 2.5 Contoh Postur Kerja yang Tidak Alamiah
2.3.5 Faktor Penyebab Sekunder
Beberapa faktor sekunder yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan
otot skeletal antara lain:
1. Tekanan, terjadi langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada
saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan
menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi,
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
2. Getaran, dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan
asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot
3. Mikroklimat, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang
disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara
yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar
menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh
tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak
diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan
suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai
oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.
-
15
Tabel 2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Tubuh Manusia Ketika Bekerja Temperature Pengaruh Terhadap Manusia
Kurang lebih 49ºC Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental. Lebih kurang 30ºC aktivitas mental dan daya tanggap cenderung membuat kesalahan dalam pekerjaan. Timbul kelelahan fisik dan sebagainya
Kurang dari 30ºC Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan dan menimbulkan kelelahan fisik
Kurang lebih 24ºC Yaitu kondisi optimum (normal) bagi manusia Kurang dari 24ºC Kondisi ekstrim mulai muncul seperti otot
menggigil, kesemutan, radang dll. (Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 1989)
2.3.6 Faktor Penyebab Kombinasi
1. Umur
Keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun.
Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan
terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada
umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko
terjadinya keluhan otot meningkat.
2. Jenis kelamin
Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada
pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria.
Khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.
3. Kebiasaan merokok
Tingginya frekuensi merokok menyebabkan tingginya keluhan otot yang
dirasakan. Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot .
4. Kesegaran jasmani
Bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan
pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadinya keluhan otot. Tingkat
kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.
Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik.
-
16
5. Kekuatan fisik
Adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang
melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja.
Namun untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan pengerahan tenaga,
maka faktor kekuatan fisik kurang relevan terhadap resiko keluhan otot skeletal.
6. Ukuran tubuh (antropometri)
Keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan
oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban.
Tabel 2.2 Faktor Penyebab Low Back Pain pada Pekerja LBP NON LBP N (%) N (%) Umur 45 tahun 10 23,26% 6 10,5%
Total 43 100% 57 100% Kebiasaan Merokok
Bukan perokok 12
27,9%
24
42,1%
Perokok ringan
26
60,5%
29
50,9%
Perokok berat 5 11,6% 4 7,0% Total 43 100% 57 100%
Overweight Overweight Non
22
51,2%
15
26,3%
overweight 21 48,8% 42 73,7% Total 43 100% 57 100%
Sikap dan Posisi Kerja
> 45° 32 74,4% 22 38,6% ≤ 45° 11 25,6% 35 61,4%
Total 43 100% 57 100% (Sumber: Mario Widjaya, 2014)
2.4 Rappid Upper Limb Assesment (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan suatu metode
penelitian untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas.
Metode ini dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Nigel Corlett (1993) yang
menyediakan sebuah perhitungan tingkatan beban musculoskeletal didalam sebuah
pekerjaan yang memiliki Risiko pada bagian tubuh dari perut hingga leher atau
anggota badan bagian atas.
-
17
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan
penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi skor
yang telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk
mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk
menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskletal yang kemungkinan
menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.
Menurut Martiana dan Nuryaningtyas (2013) metode ini menggunakan
diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor dalam menetapkan evaluasi faktor
resiko. Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal yaitu:
1. Jumlah pergerakan.
2. Kerja otot statik.
3. Tenaga/kekuatan.
4. Penentuan postur kerja oleh peralatan.
5. Waktu kerja tanpa istirahat.
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan,
kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk: (Mc
Atamney dan Corlett, 1993).
1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan kerja
bersiko yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.
2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan
tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian
ergonomi yaitu epidomiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.
Pengembangan dari RULA terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1. Mengidentifikasi postur kerja
2. Sistem pemberian skor
3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko
yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang melebihi detail
berkaitan dengan analisis yang didapat.
Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk:
1. Mengukur Risiko musculoskeletal, biasanya sebagai bagian dari perbaikan yang
-
18
lebih luas dari ergonomi.
2. Membandingkan beban musculuskeletal antara rancangan stasiun kerja yang
sekarang dengan yang telah dimodifikasi.
3. Mengevaluasi keluaran misalnya produktivitas atau kesesuaian penggunaan
peralatan.
4. Melatih pekerja tentang beban musculuskeletal yang diakibatkan perbedaan
postur kerja.
Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi menjadi
2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
Tabel 2.3 Re-Design Postur Kerja Berdasarkan Analisa
Menggunakan Metode RULA No. Kegiatan Kondisi Awal Metode Perbaikan
1 Pengangkatan saat di konveyer.
Contoh: Gb. A, B, C, D, dan E
Ketinggian konveyer sekitar 55-90 cm dari lantai. Pekerja mengambil galon dari konveyer dengan memutarkan tubuh dengan sudut putaran 45 derajat dan galon ditopang dengan kedua tangan pada posisi galon horisontal/miring.
Ketinggian konveyer dikurangi/diatur ulang sesuai dengan antropometri semua pekerja dan perubahan posisi antara konveyer dengan pekerja diusahakan lebih dekat agar mudah dalam pengangkatan serta sudut lebih kecil.
2 Pengangkatan galon ke dasar dari palet.
Contoh: Gb. F, G, H, I, dan J
Galon dari konveyer diturunkan ke pallet, dengan punggung membungkuk dan ketinggian palet di bawah ketinggian lutut. Pemutaran beban pada tempat paling ujung. Dengan sikap condong ke samping tubuh.
Penambahan tinggi pada palet dengan tujuan untuk mengurangi posisi tubuh saat membungkuk. Mengurangi deretan galon agar badan tidak terlalu menekuk.
3 Pengangkatan galon pada tingkat ke dua.
Contoh: Gb. K, L, M, N, dan O.
Memindahkan galon dari konveyer pada ketinggian sama atau kurang lebih sehingga tidak perlu ada kegiatan membungkuk atau meraih.
Untuk mempermudah pekerja antara konveyer dengan palet agar lebih dekat.
4 Pengangkatan galon pada tingkat ke tiga.
Contoh: Gb. P, Q, R, S, dan T.
Mengangkat galon dari konveyer ke tingkat tiga dengan adanya paksaan pada lengan dan bahu untuk meraih ke atas. Pemutaran beban pada tempat paling ujung.
Mengurangi ketinggian pada beban atau jumlah tumpukan agar lengan tubuh atau bahu tidak terlalu memaksakan untuk menaikkan galon.
(Sumber : Septina, 2010)
-
19
2.4.1 Penilaian Postur Tubuh Grup A
Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah
(lower arm), pergelangan tangan (wrist), dan putaran pergelangan tangan (wrist
twist).
A. Lengan Atas (Upper Arm)
Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) adalah penilaian dilakukan
terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja.
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Gambar 2.6 Postur Lengan Atas (Upper Arm)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm) dapat
dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Skor Lengan Atas (Upper Arm) Gerakan Skor
Lengan atas membentuk sudut 20° 1
Lengan atas membentuk sudut 20° - 45° 2
Lengan atas membentuk sudut 45° - 90° 3
Lengan atas membentuk sudut lebih dari 90° 4 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Jika bahu terangkat dan lengan bawah mendapat tekanan maka skor
ditambah 1, dan bila posisi operator bersandar dan lengan ditopang maka skor
dikurangi 1.
B. Lengan Bawah (Lower Arm)
Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) adalah penilaian yang
dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat melakukan
aktivitas kerja.
-
20
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Gambar 2.7 Postur Tubuh Lengan Bawah (Lower Arm)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm) dapat
dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Skor Lengan Bawah (Lower Arm) Gerakan Skor
Lengan bawah membentuk sudut 0° - 90° 1
Lengan bawah membentuk sudut lebih dari 90° 2 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Jika lengan bawah bekerja menyilang di depan tubuh atau berada di
samping tubuh maka skor ditambah 1.
C. Pergelangan Tangan (wrist)
Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) adalah penilaian yang
dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat
melakukan aktivitas kerja.
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993) Gambar 2.8 Postur Tubuh Pergelangan Tangan (Wrist)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)
dapat dilihat pada tabel 2.6
-
21
Tabel 2.6 Skor Pergelangan Tangan (Wrist) Gerakan Skor
Jika telapak tangan berada dalam posisi netral 1
Jika telapak tangan tertekuk dengan sudut 0°- 15° 2
Jika telapak tangan tertekuk dengan sudut lebih dari 15° 3 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah maka skor
ditambahkan 1.
D. Putaran Pergelangan Tangan (wrist twist)
Tabel 2.7 Skor Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) Gerakan Skor
Bila telapak tangan yang tertekuk berputar pada posisi tengah 1 Bila telapak tangan tertekuk didekat atau diakhir dari putaran 2
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
2.4.2 Penilaian Postur Tubuh grup B
Postur tubuh grup B terdiri dari leher (neck), batang tubuh (trunk), dan
kaki (legs).
A. Leher (neck)
Penilaian terhadap leher (neck) adalah penilaian yang dilakukan terhadap
posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja.
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993) Gambar 2.9 Postur Tubuh bagian Leher (Neck)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian leher (neck) dapat dilihat pada
tabel 2.8.
-
22
Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) Gerakan Skor
Jika leher membentuk sudut 0°- 10° 1
Jika leher membentuk sudut 10° - 20° 2
Jika leher membentuk sudut lebih dari 20° 3
Jika leher melakukan dalam posisi ekstensi keatas 4 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Jika leher operator banyak menoleh kesamping kiri atau kanan dan
tertekuk kesamping kiri dan kanan maka skor ditambah 1.
B. Batang Tubuh (trunk)
Penilaian terhadap batang tubuh (trunk) merupakan penilaian terhadap
sudut yang dibentuk tulang belakang saat melakukan aktivitas kerja dengan sudut
yang telah ditentukan.
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993) Gambar 2.10 Postur Tubuh Batang Tubuh (Trunk)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian batang tubuh (trunk) dapat
dilihat pada tabel 2.9
Tabel 2.9 Skor pada Bagian Batang Tubuh (Trunk) Gerakan Skor
Jika duduk atau disangga dengan baik oleh batang tubuh yang membentuk sudut 90° atau lebih
1
jika punggung membentuk sudut 0° - 20° 2
jika punggung membentuk sudut 20° -60° 3
jika punggung membentuk sudut lebih 60° 4
(Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
-
23
C. Kaki (legs)
Penilaian terhadap kaki (legs) adalah penilaian yang dilakukan terhadap
posisi kaki pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator bekerja dengan
posisi normal atau bertumpu. Skor penilaian untuk postur tubuh bagian batang
tubuh (trunk) dapat dilihat pada tabel 2.10
Tabel 2.10 Skor pada Bagian Kaki (Legs) Gerakan Skor
Jika paha dan kaki mendukung dan seimbang 1 Jika paha dan kaki tidak mendukung dan tidak seimbang 2
Sumber: McAtamney & Corlett, 1993
Dibutuhkan nilai tunggal dari grup A dan grup B yang mewakili tingkatan
atau pembobotan postur dari sistem musculoskeletal yang terdapat dalam kombinasi
postur bagian tubuh.
Nilai dari postur tubuh lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower
arm), pergelangan tanga (wrist) dan perputaran pergelangan tangan (wrist twist)
dimasukkan kedalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor.
Tabel 2.11 Skor Postur Tubuh Grup A
TABEL A
Pergelangan Tangan
1 2 3 4
Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
Tangan Tangan Tangan Tangan
Lengan Lengan Menekuk Menekuk Menekuk Menekuk
Atas Bawah 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 2 3 3 3 4 4
1 2 2 2 3 3 3 4 4
2 2 2 2 2 3 3 3 4 4
3 2 3 3 3 3 4 4 5
1 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 3 3 4 4 4 5 5
1 3 4 4 4 4 4 5 5
4 2 3 4 4 4 4 4 5 5
-
24
3 3 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 7 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Cara penggunaannya adalah setelah menemukan semua skor untuk lengan
atas dan lainnya masukkan kedalam tabel sesuai dengan skor dari tabel sebelumnya
sampai menemukan nilai akhir dari Tabel A.
Contoh tabel postur tubuh grup A (Fadillah, 2015):
Tabel 2.12 Contoh Skor Postur Tubuh Grup A
TABEL A
Pergelangan Tangan
1 2 3 4
Putaran Putaran Putaran Putaran
Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
Lengan Lengan Tangan Tangan Tangan Tangan
Atas Bawah 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 2 3 3 3 4 4
1 2 2 2 3 3 3 4 4
2 2 2 2 2 3 3 3 4 4
3 2 3 3 3 3 4 4 5
1 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 3 3 4 4 4 5 5
1 3 4 4 4 4 4 5 5
4 2 3 4 4 4 4 4 5 5
-
25
3 3 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 7 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
(Sumber: Fadillah, 2015)
Nilai dari postur tubuh leher(neck), batang tubuh (trunk),dan kaki(legs)
dimasukkan kedalam tabel postur tubuh grup B untuk memperoleh skor.
Tabel 2.13 Skor Postur Tubuh Grup B Tabel Batang Tubuh
B 1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
Leher 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Cara penggunaannya adalah setelah menemukan semua skor untuk lengan
atas dan lainnya masukkan kedalam tabel sesuai dengan skor dari tabel sebelumnya
sampai menemukan nilai akhir dari Tabel B.
Contoh tabel postur tubuh grup B (Fadillah, 2015):
-
26
Tabel 2.14 Contoh Skor Postur Tubuh Grup B
Tabel Batang Tubuh
B 1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
Leher 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
(Sumber: Fadillah, 2015)
2.4.3 Pengembangan Sistem Skor untuk Penggolongan Bagian Tubuh Sebuah nilai tunggal dibutuhkan dari grup A dan Grup B yang mana
mewakili tingkatan atau pembobotan postur dari sistem musculoskeletal yang
terdapat dalam kombinasi postur bagian tubuh. Kemudian langkah selanjutnya
adalah menetapkan skor penggunaan otot (muscle use score) dan skor untuk gaya
atau pembebanan (force/load score), dengan ketentuan sebagai berikut :
Untuk muscle use score ketentuan adalah bila postur tubuh tetap dalam
jangka waktu yang lama (memegang dalam waktu lebih dari 1 menit) atau
melakukan pengulangan gerakan kira-kira 4 kali dalam waktu 1 menit maka skor
bertambah menjadi 1.Untuk force/load score dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.15 Penggunaan Otot
Gerakan Otot Skor Sebagian besar statis, misalnya memegang lebih dari 10 menit 1
Gerakan yang mengulang lebih dari 4 kali per menit 1 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
-
27
Tabel 2.16 Gaya atau Pembebanan Gerakan Skor
Bila beban kurang dari 2 kg 0
Bila beban antara 2kg – 10 kg 1
Bila beban antara 2kg – 10kg 2
Bila beban lebih dari 10 kg 3 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
Setelah hal di atas dilakukan maka langkah selanjutnya adalah membuat
tabel untuk postur tubuh baik dari grup A dan grup B yang nantinya bersama dengan
force/load score dan muscle use score digunakan untuk menemukan score akhir
dan daftar aksi perbaikan.
2.4.4 Pengembangan Skor Akhir
Setelah melakukan pencarian nilai untuk grup A dan grup B maka
dilakukan pencarian skor akhir untuk mengetahui apakah postur tubuh dari operator
tersebut mengandung tingkat bahaya atau tidak, dengan penggabungan dari muscle
use score dan force/load score. Dapat diformulasikan dengan rumus sebagai
berikut:
Score A + muscle use score dan force/load score grup A = Score C
Score B + muscle use score dan force/load score grup B = Score D
Tabel 2.17 Nilai Akhir (Grand Total Score)
Skor C*
Nilai Akhir (Grand Total Score)
Skor D = Skor dari Tabel B + Muscle Use Score + Force
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1 2 3 3 4 5 5 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6 6 6
4 3 3 3 4 5 6 6 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7 7 7
9 5 5 6 7 7 7 7 7 7 (Sumber: McAtamney & Corlett, 1993)
-
28
Contoh tabel grand total score (Fadillah, 2015) :
Tabel 2.18 Contoh Nilai Akhir (Grand Total Score)
Skor C*
Nilai Akhir (Grand Total Score)
Skor D = Skor dari Tabel B + Muscle Use Score + Force
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1 2 3 3 4 5 5 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6 6 6
4 3 3 3 4 5 6 6 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7 7 7
9 5 5 6 7 7 7 7 7 7
(Sumber: Fadillah, 2015)
Hasil skor dari tabel 2.17 tersebut diklasifikasikan kedalam beberapa
kategori level resiko pada tabel 2.19
Tabel 2.19 Kategori Tindakan RULA Kategori Tindakan Level Skor Tindakan
1-2 Minimum Aman
3-4 Kecil Diperlukan beberapa waktu kedepan
5-6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang juga Sumber: McAtamney & Corlett, 1993
Contoh tabel kategori tindakan RULA (Fadillah, 2015) :
-
29
Tabel 2.20 Contoh Rekapitulasi Hasil Perhitungan Postur Kerja
No Aktivitas Kerja Skor
Akhir Level
Resiko Tindakan
1 Melapisi mobil bagian kanan 7 Tinggi Tindakan sekarang juga
2 Melapisi mobil bagian kiri 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu kedepan
3 Melapisi mobil bagian belakang 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
4 Pengecatan body mobil 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
5 Clearing body mobil 7 Tinggi Tindakan sekarang juga
6 Pasca oven 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu kedepan