bab ii dasar teori 2.1 sistem rem 2.pdf · 4 bab ii dasar teori 2.1 sistem rem kendaraan tidak...
TRANSCRIPT
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sistem Rem
Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan
dengan pemindah daya dan cenderung masih tetap bergerak. Kelemahan ini harus
dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga
berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk
menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik kembali
menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya, rem bekerja
disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar.
Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan
antara dua objek (Daryanto 2003). Jadi dari prinsip kerjanya sistem rem mempunyai
fungsi untuk :
1. Mengurangi kecepatan kendaraan.
2. Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan dan,
3. Menjaga kendaraan agar tetap berhenti.
Gambar 2.1 Prinsip dari rem
Sumber : (Daryanto 2003)
5
2.1.1 Macam – Macam Bentuk Rem
Menurut Daryanto (2003) dari bentuknya sistem rem memiliki 2 macam yaitu :
1. Rem drum : adalah rem bekerja atas dasar gesekan antara sepatu rem dengan
drum yang ikut berputar dengan putaran roda kendaraan. Agar gesekan dapat
memperlambat kendaraan dengan baik maka, sepatu rem di buat dari bahan yang
mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Rem drum memiliki kelemahan jika
terendam air, tidak dapat berfungsi dengan baik karena koefisien gesek berkurang
secara significant. Oleh karena itu parts ini mulai ditinggalkan dalam dunia otomotif
dan kemudian menggantinya dengan rem cakram.
Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum
Sumber : (Daryanto 2003)
2. Rem cakram : adalah perangkat pengereman yang digunakan pada kendaraan
modern. Cara kerja rem ini ialah dengan cara menjepit cakram yang biasanya
dipasangkan pada roda kendaraan, untuk menjepit cakram digunakan caliper yang
digerakkan oleh piston untuk mendorong sepatu rem ( brake pads ) ke cakram.
6
Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc
Sumber : (Daryanto 2003)
2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya
Daryanto (2003) juga menerangkan cara kerja rem pada kedua tipe sama yaitu
secara umum : Saat pedal rem di injak maka tenaga akan diteruskan ke booster rem.
Booster rem bekerja melalui bantuan mesin, sehingga kerja rem lebih kuat tetapi
tenaga yang kita keluarkan tidak terlalu besar. Setelah melalui Booster, maka piston
Booster akan mendorong piston-piston dalam reservoir yang terdapat dalam master
cylinder rem. Setelah terdorong maka piston-piston dalam reservoir akan mendorong
minyak rem menuju rem setiap roda. Setelah minyak rem sampai dalam rem tiap
roda maka minyak akan mendorong piston yang akan diteruskan mendorong brake
shoe (kampas rem) hingga terjadi gesekan antara brake shoe dengan disc brake.
Komponen – Komponen Utama dari sistem Rem :
1. Tuas Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penghubung dari gerakan
operator ke sistem rem.
2. Boster Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penambah tekanan yang
diberikan operator/pengguna melalui tuas rem.
7
3. Master rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat pembagi tekanan yang
diberikan ke sistem rem.
4. Minyak rem, yang berfungsi untuk meyalurkan tekanan ke setiap rem.
5. Silinder master, yang berfungsi sebagai rumah piston pada sistem rem yang
nanti piston akan menekan kampas rem agar bergesakan dengan tromol/disc.
6. Kanvas rem, yang berfungsi sebagai media yang akan bergesekan dengan
tromol/disc.
2.2 Kanvas Rem
Menurut Daryanto (2005) macam – macam jenis kampas rem yang ada yaitu
ada 4 seperti di bawah ini :
1. Bahan semi metal
Umumnya terbuat dari campuran metal seperti baja, tembaga, atau besi yang
dilapisi pelumas berupa grafit. Kelebihan dari kampas ini adalah
kemampuannya dalam suhu tinggi dibanding cakram organik. Sisi negatifnya
kampas jenis ini cenderung cepat habis dan memproduksi banyak ampas sisa
pengereman yang berimbas pada rusaknya cakram.
2. Bahan organik
Terbuat dari beberapa campuran material yang direkatkan dengan resin untuk
membentuk kampas. Biasanya bermaterikan kaca karbon dan kevlar. Karakter
kampas ini adalah lembut dan tak mengeluarkan banyak suara, namun
kekurangannya kampas ini tidak tahan suhu panas yang terlalu tinggi.
3. Bahan keramik
Terbuat dari paduan silicon dan karbon yang memiliki ketahanan cukup baik.
Kampas jenis ini cocok digunakan pada kendaraan balap sirkuit dan tidak
cocok untuk kendaraan di medan yang berat.
4. Bahan sinter
Lebih popular digunakan pada kendaraan motor. Tidak seperti kampas semi
metal, kampas sinter tidak memerlukan pemanasan agar bekerja secara
optimal. Keuntungannya ketahanan yang kuat,dan kelemahannya memiliki
harga yang mahal.
8
2.3 Komposit
Komposit adalah kombinasi dari dua macam bahan yang mempunyai sifat
berbeda sehingga dapat membentuk material baru, salah satunya disebut dengan fase
penguat baik dalam bentuk serat, lembaran, atau partikel. kemudian terkombinasi
dengan bahan lain yang disebut fase matriks. Bahan penguat dan bahan matriks dapat
berupa logam, keramik, atau polimer. Komposit biasanya tersusun dari fase serat
atau partikel yang lebih kaku dan lebih kuat dari fase matriks sedangkan matriks
merupakan media transfer/distribusi beban terhadap penguat.
Matriks lebih ulet dibandingkan serat dan dengan demikian matriks merupakan
sumber ketangguhan komposit. Matriks juga berfungsi untuk melindungi serat dari
kerusakan lingkungan selama dan setelah proses komposit. Ketika dirancang dengan
baik, material baru akan memiliki sifat material yang diinginkan sesuai dengan
kebutuhan. Aplikasi penggunaan komposit tidak hanya untuk struktural, tetapi juga
untuk kelistrikan, termal, dan aplikasi lingkungan (Avtar Singh Saroya 2011).
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa komposit yang dipilih untuk
aplikasi tertentu:
Low density
Ketahanan mulur tinggi
Kakuatan tarik tinggi meskipun pada temperatur tinggi
Hight thougness
2.3.1 Jenis Material Penguat Komposit
Menurut Avtar Singh Saroya (2011) penguat komposit terdiri dari 2 jenis :
a. Komposit Partikel
Dalam pembuatan komposit partikel adapun jenis penguat yang biasa
digunakan dapat berupa partikel sintetis, partikel alam dll. Partikel untuk komposit
dapat berbentuk bulat, kubik, tetragonal, trombosit atau tidak teratur. Secara umum,
partikel sangat tidak efektif dalam meningkatkan resistensi fracture tetapi dapat
meningkatkan ketahanan gesek/kekakuan komposit sampai batas tertentu. Penguat
partikel banyak digunakan untuk memperbaiki sifat dari bahan matriks seperti
memodifikasi konduktivitas termal dan listrik, mengurangi gesekan, meningkatkan
ketahanan keausan/abrasi, meningkatkan kekerasan permukaan dan mengurangi
penyusutan.
9
b. Komposit Serat
Serat ditandai dengan dimensi panjang yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan dimensi luas penampangnya. Dimensi dari serat penguat menentukan sifat
dari komposit. Serat sangat efektif dalam meningkatkan ketahanan matriks, hal ini
dikarenakan penguat serat memiliki dimensi panjang yang dapat menghambat
timbulnya retakan awal penyebab kegagalan. Sehingga jenis dari serat penguat
merupakan faktor utama penyebab kegagalan komposit, terutama jika serat penguat
dikombinasikan dengan matriks yang sifatnya rapuh.
2.4 Hibrid Komposit
Hibrid komposit adalah penggabungan dua atau lebih fase serat penguat pada
matrik tunggal untuk mendapatkan karakteristik baru, atau sebaliknya adalah
terbentuk dari dua atau lebih matrik pengikat pada serat penguat tunggal (Ary
Subagia, Yonjing Kim et al. 2012). Metode hibridisasi merupakan metode baru
dalam proses pembuatan dan pengembangan karakteristik komposit FRP
konvensional. Komposit hibrid memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan
dengan komposit berpenguat serat. Hibrid komposit biasanya memiliki serat dengan
modulus elastisitas tinggi atau serat dengan modulus elastisitas rendah. Sifat mekanis
dari komposit hibrida adalah tergantung pada variasi fraksi berat dan susun urutan
lapisan (N.L.Hancox 1981).
2.5 Polimer
Polimer yang terdiri dari (poly = banyak , meros = bagian) adalah molekul
raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi yang dibangun dari unit-unit.
Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer,
sedangkan reaksi pembentukannya ialah polimerisasi. Polimer digolongkan menjadi
dua macam yaitu polimer alam dan polimer sintetik (Malcom P. Stevens and Iis
Sopyan 2001).
2.5.1 Pembagian Polimer berdasarkan Strukturnya
Menurut Maulana (2014) berdasarkan strukturnya polimer bisa dibagi 4 yaitu :
1. Polimer linier
Polimer linier tersusun atas unit yang berikatan satu sama lainnya membentuk
rantai polimer yang panjang. Bentuk polimer ini ujungnya bergabung bersama pada
ujung-ujungnya dalam rantai tunggal.
10
2. Polimer bercabang (branch)
Polimer Bercabang merupakan polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang
membentuk cabang pada rantai utama.
3. Polimer berikatan silang (cross-linked)
Polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu
sama lain pada rantai utamanya. Rantai linier bargabung satu sama lain pada
beberapa tempat dengan ikatan kovalen.
b. Polimer jaringan (network)
Polomer ini tersusun atas unit mer tri-functional yang mempunyai tiga ikatan
kovalen aktif membentuk jaringan 3 dimensi. Sehingga terjadi sambungan silang ke
berbagai arah sehingga terbentuk sambung silang tiga dimensi.
Gambar 2.4 Polimer berdasarkan susunan rantai (a) polimer linier ,(b) Polimer bercabang (c) Polimer
berikatan silang dan (d) Polimer jaringan
Sumber gambar: (Maulana 2014)
2.6 Basalt
Basalt adalah batuan beku yang ekstrusif, terbentuk dari solidifikasi magma
yang terjadi di permukaan bumi. Biasanya basalt berwarna abu-abu atau hitam,
karena pembekuannya cepat di permukaan bumi. Ciri-ciri utama batu basal terdiri
dari atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau ke abu-abuan dan
berlubang-lubang (Kunal Singha 2012). Batu basalt digunakan untuk berbagai tujuan
seperti halnya sebagai bahan bangunan. Basal yang telah dihancurkan digunakan
c. d.
a. b.
11
untuk dasar jalan, bahan campuran beton, pemberat kereta api, batu filter dalam
bidang pembuangan. Basalt juga dapat digunakan sebagai ubin lantai, bangunan
veneer, monumen dan objek batu lain.
a. b.
.
c.
Gambar 2.5 . Bahan Baku basalt, b. Serat basalt c. aplikasi serat basalt
(Sumber : motor.otomotifnet.com )
Material basalt adalah terdisi dari unsur unsur berat ; 52.8%SiO2, 17.5%Al2O3,
10.3Fe2O3, 4.63%MgO, 8.59CaO, 3.34%Na2O, 1.46%K2O, 1.38%TiO2, dan sisanya
adalah P2O5, MnO, dan Cr2O3 masing - masing 0.28%, 0.16%, dan 0.06% (Kunal
Singha 2012). Disamping itu serat basalt memiliki keunggulan yang lebih baik dari
pada serat glass dalam kekuatan mekanik seperti tegangan tarik dan lentur serta
modulus elastisitas. Serat basalt sangat tahan terhadap penyerapan air, termal
konduktifitas rendah yaitu 3.97 mcal/cm/sec/°C (R.D. Hyndman and Drury 2013),
density rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi dan tidak
beracun. Sifat fisik untuk serbuk basalt di tunjukkan seperti pada Tabel 2.1.
12
Tabel 2.1. Sifat fisik serbuk basalt
Physical Data (units) Value
Density (lbs.cu.ft.)
Tensile Strength (psi)
Sintering Temperature(°C)
Operating Temperature(°C)
Modulus of Elasticity (kg/mm3)
Creep
Mohs Hardness @20°C
Melting Point (deg. C)
Heat Resistance (deg.C)
Elongation At Break (%)
Refractive Index
Elastic Modulus
100 to 110
500k to 550k
1050
-265 to +700
9100-1100
None
5 to 9
1450
700-1,000
3.15
1.62
89
Sumber : (Basalt Rock 2014)
2.7 Serbuk Cangkang Kerang
Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada family
cardiidae yang merupakan satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan
sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat. Teknik budidayanya mudah
dikerjakan dan tidak memerlukan modal yang besar, sehingga panen kerang per
hektar per tahun bisa mencapai 200-300 ton kerang .
Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tulang di luar.
Kulit kerang mempunyai tiga bukaan inhalen, ekshalen dan pedal untuk mengalirkan
air serta untuk mengeluarkan kakinya. Kerang bergerak dengan membengkokkan dan
meluruskan kakinya. Karena kerang berbeda dari dwicangkerang lainnya,kerang
ialah hermafrodit (Siregar 2009).
Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit
kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakna sebagai campuran atau
tambahan pada pembuatan kampas rem.
13
Tabel 2.2 Komposisi Kimis Serbuk Kulit Kerang
No. Komponen Kadar ( % Berat )
1 CaO 66,70
2 SiO2 7,88
3 Fe2O3 0,03
4 MgO 22,28
5 Al2O3 1,25 Sumber : (Siregar 2009)
2.8 Aluminium (Al)
Aluminium (Al) merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat
ringan, tahan korosi, kuat, namun mudah dibentuk. Aluminium juga merupakan
konduktor panas dan listrik yang sangat baik dari logam lainnya. Logam ini
merupakan elemen yang sangat reaktif dan membentuk ikatan kuat dengan oksigen.
Serbuk aluminium (Al) yang disinter memiliki sifat yang berbeda dengan
kebanyakan jenis material yang lainnya (Zuliana Sari Rahmawati and T.Sofyan
2010).
2.9 Resin Epoksi (Epoxy)
Resin epoksi atau secara umum dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu
dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Resin thermoset adalah
polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang
dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Proses
pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat zat
kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar
didapatkan sifat optimum bahan.
Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat
tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali,
tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan
berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang
sangat getas.
Epoksi juga memiliki karakteristik yang baik seperti memiliki kemampuan
mengikat paduan metalik yang baik, hal ini disebabkan adanya gugus hidrolik yang
memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga
dimiliki oleh oksida metal, dimana epoksi menyebar ke seluruh permukaan metal.
14
Hal ini yang menunjang terjadi ikatan antara atom epoksi dengan atom yang berada
pada material (N.L.Hancox 1981).
2.10 Teknik Pembuatan Komposit
Terdapat beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat
komposit seperti Injection Moulding, Hand Lay Up (Romels C.A. Lumintang 2011),
Spray Lay-Up (P.C.Pandey 2004).
1. Injection Moulding
Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan tekanan injeksi pada bahan
plastik yang telah meleleh oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan kedalam
cetakan sehingga dapat dibentuk yang diinginkan. Kelebihannya adalah tingkat
produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses pengerjaan akhir, dapat mencetak
produk yang sama, produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi murah.
2. Hand Lay Up
Proses pembuatan komposit dengan metode Hand Lay Up merupakan
pembuatan komposit dengan metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh
ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berisi matrik dan filler. Setelah
memperoleh ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk meratakan dan
menghilangkan udara yang terjebak diatasnya.
3. Spray Lay-Up
Sedangkan dalam metode Spray lay-up, serat acak dalam spray gun dan
dimasukkan ke dalam semprotan katalis resin cair kemudian diarahkan pada
cetakan. semprotan cairan resin dan katalis akan membasahi serat penguat, yang
secara bersamaan membasahi serat acak dalam spray gun. Terkadang material di
roller untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada material lalu disimpan
dan dibiarkan untuk mengeras dalam kondisi atmosfer standar (P.C.Pandey 2004)
4. Sintering Casting
Dalam pembuatan komposit dengan metode sintering casting selalu berkaitan
dengan alat bantu dan alat cetak. Bentuk komposit dapat disesuakan dengan
kebutuhan yang diinginkan mengikuti bentuk cetakan. Metode ini sangat baik untuk
mendapatkan kepresisian dimensi, porositas rendah, dan sangat cocok untuk
mencetak film/membran. Operator casting membran biasanya mengggunakan alat
bantu seperti casting knife atau stainless stick (A. Figoli 2014) (Sonjui 2009).
15
Kecepatan konstan casting knife/stainless stick sepanjang proses sangat
mempengaruhi kualitas membran, namun secara akurat sulit menentukan kecepatan
dan menjaga kecepatan konstan tangan operator (UNESCO)
2.11 Sintering
Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan
cara dipanaskan 0.7-0.9 dari titik lelehnya. Proses ini dapat disertai pemanasan, akan
tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses
penekanan atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan
pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya
meningkat (Suryana 1996).
2.12 Analisis
Karakterisasi komposit tidak lepas dari proses analisis, scanning electronic
microscope, dan uji keausan/wear test sehingga nantinya didapat data-data dari setiap
variasi yang dilakukan.
2.12.1 Scanning Electronic Microscope (SEM)
Mikroskop elektron merupakan jenis mikroskop yang sering digunakan untuk
visualisasi struktur material berpori. SEM menggunakan sinar elektron untuk
memindai sampel dan menciptakan citra. Tujuan Uji SEM untuk mengetahui
fenomena yang terjadi pada material (objek) secara visualisasi kemudian sebagai
dasar kajian dalam melakukan analisa baik terhadap struktur permukaan/patahan
maupun fenomena lainya.
Gambar 2.6 SEM
(Sumber gambar : Das, 2014)
16
2.12.2 Uji Keausan (Wear Test)
Menurut Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. (2014) keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan
material yang progesif akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan
bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem
luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap
material yang mengalami gesekan dengan material lain. Material apapun dapat
mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam. Pengujian keausan
dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya
bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Ada beberapa mekanisme
keausan suatu material yaitu :
1. Keausan adhesive ( Adhesive wear )
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada
akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan
pada gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar 2. 7 Keausan Metode Adhesive
Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
17
2. Keausan Abrasif ( Abrasive Wear )
Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada
permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan
material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.8 Keausan Metode Abrasif
Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
3. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )
Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di
permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan
pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material
induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface
antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan
permukaan itu akan tercabut.
Gambar 2. 9 Keausan Metode Oksidasi
Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
4. Keausan Erosi ( Erosion wear )
Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan
yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang
dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut
18
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle
failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi
Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
2.12.2.1 Gaya Gesek
Gaya Gesekan yaitu gaya sentuh yang muncul jika permukaan dua zat padat
bersentuhan secara fisik, dimana arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan
bidang dan selalu berlawanan dengan arah gerak relatif antara ke dua benda tersebut.
Gambar 2.11 Gaya Gesek
……………………………………………………… (1)
Dimana :
F = Gaya gesek (N)
= Koefisien gesek
N = Gaya normal (N)
2.12.2.2 Laju Keausan
Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan / pengurangan material
(massa, volume, atau ketebalan) tiap satuan panjang luncur specimen dengan satuan
waktu. Menurut Dwi Tarina and Kaelani (2012) laju keausan dapat dicari dengan
rumus :
19
…………………………………………………………………. (2)
Dimana :
k’ = laju keausan (gr/s)
Wo = fraksi berat awal spesimen (gr)
W1 = fraksi berat akhir spesimen setelah pengausan (gr)
t = waktu atau lama pengausan (s)
W = fraksi berat goresan yang hilang (gr)
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan
Sumber: Dokumen Pribadi
Dimana :
1. Control panel
2. Motor dinamo
3. Dudukan spesimen
4. Media untuk menggesek spesimen
5 Dudukan beban
1
2 3
4
5