bab ii case okky pdl.docx

Upload: okky-rizka-sesarina

Post on 05-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IITinjauan Pustaka

2.1 DisfagiaKeluhan sulit menelean (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan yamg cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: 1) disfagia motorik; 2) disfagia mekanik; 3) disfagia oleh gangguan emosi.Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak a. Subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang disebut disfagia lusoria. Disfagia mekanik timbul jika terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus.Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.

2.2. Faringitis Akut A. Definisi Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise. Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections).

B. Etiologi Faringitis Kebanyakan faringitis akut disebabkan oleh agen virus. Virus yang menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus, Parainfluenza virus, Coronavirus, Coxsackie viruses A dan B, Cytomegalovirus, Adenovirus dan Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.Faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri termasuk Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium haemolyticum dan sebagainya. Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS) merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-30% pada anak-anak (5-15 tahun). Neisseria gonorrhoeae sebagai penyebab faringitis bakterial gram negative ditemukan pada pasien aktif secara seksual, terutama yang melakukankontak orogenital. Dalam sebuah penelitian pada orang dewasa yang terinfeksi gonorea, faringitis gonokokal ditemukan 20% pada pria homoseksual, 10% pada wanita dan 3% pada pria heteroseksual. Sekitar 50% individu yang terinfeksi adalah tanpa gejala, meskipun odinofagia, demam ringan dan eritema dapat terjadi. Selain itu, Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring dan menyumbang terjadinya faringitis fungal. Faringitis gonorea hanya terdapat pada pasien yang menlakukan kontak orogenital. Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam. C. Epidemiologi Faringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak. National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital Ambulatory Medical Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi saluran pernafasan atas, termasuk faringitis akut, dijumpa 200 kunjungan ke dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat.Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari infeksi Group A Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari 3 tahun.Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A streptokokus B hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah (droplet infection).

D. Penatalaksanaan i. Terapi pada penderita faringitis viral dapat diberikan aspirin atau asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada tenggorokan. Penderita dianjurkan untuk beristirahat di rumah dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Faringitis yang disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.ii. Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus hemolitikus. Dapat juga diberikan Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500mg selama 6-10 hari, jika pasien alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin 4x500 mg/hari. Kumur dengan air hangat atau antiseptik beberapa kali sehari.iii. Faringitis yang disebabkan Candida dapat diberikan Nystasin 100.00 400.000 2 kali/hari dan faringitis yang disebabkan Gonorea dapat diberikan Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriaxon 250mg secara injeksi intramuskular.

E. Komplikasi Komplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media, epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi streptokokus jika tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut, peritonsillar abses, peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock syndrome dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada1 dari 400 infeksi GABHS yang tidak diobati.

F. Prognosis Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus. Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-hati dengan komplikasi yang berpotensi terjadi.

2.3 HipertiroidA. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar TiroidKelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin yang terletak di daerah leher, terdiri dari 2 lobus dan dihubungkan oleh istmus yang menutupi cincin trakea (annulus trachealis). Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. thyroidea superior cabang dari a. carotis communis atau a. carotis externa, a. thyroidea inferior cabang dari a. subclavia, dan a. thyroidea ima cabang dari a. brachiocephalica.Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon tiroid yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4), dimana kelenjar tiroid ini awalnya mendapatkan sinyal dari Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari hipofisis, dimana hipofisis mendapatkan sinyal dari hipotalamus melalui Thyroid Releasing Hormon (TRH). Selanjutnya TSH ini disalurkan ke kelenjar tiroid melalui pembuluh darah, dan kelenjar tiroid ini akan merespon sinyal dari TSH yang diterima dengan mengambil yodium yang berasal dari makanan yang telah diserap oleh tubuh dan beredar di dalam darah. T3 dan T4 yang disekresi dari kelenjar tiroid ini akan beredar didalam darah yang terikat dengan protein Tiroksin Binding Globulin (TBG), dimana T3 ini lebih aktif daripada T4 di level sel, sedangkan T4 akan diaktifkan menjadi T3 melalui proses pengeluaran di hati dan ginjal. T3 dan T4 yang beredar di dalam darah tersebut akan memberikan efek terhadap tubuh antara lain : Meningkatkan Cardiac Output (CO) jantung, meningkatkan inotropik dan kronotropik jantung sehingga meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor -adrenergik serta meningkatkan kontraksi otot jantung, membantu pertumbuhan normal dan perkembangan tulang, mempercepat regenerasi tulang, membantu perkembangan sel saraf, meningkatkan metabolism dan konsumsi oksigen (O2) jaringan kecuali otak orang dewasa, testis, limpa, uterus, kelenjar limfe, hipofisis anterior, meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan gerak peristaltik usus ; lambung, meningkatkan penerimaan sel terhadap hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), meningkatkan eritropoeisis serta produksi eritropoetin, meningkatkan Turn-over pada neuromuscular sehingga terjadi hiperrefleksi dan miopati serta metabolisme hormon dan farmakologik.

B. Biosintesis Hormon TiroidHormon tiroid unik karena mengandung 59-65% elemen yodium. Hormon T3 dan T4 berasal dari yodinisasi cincin fenol residu tirosin yang ada di Tiroglobulin. Awalnya membentuk mono dan diiodotirosin, yang kemudian mengalami proses penggandengan (coupling) menjadi T3 dan T4.

C. Efek Fisiologik Hormon TiroidEfek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan asam amino.i. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal BebasT3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.ii. Efek Kardiovaskulara. Menguatnya kontraksi otot miokardb. Meningkatkan tonus diastolikc. Efek yonotropik positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia.iii. Efek PulmonarHormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan.iv. Efek HematopoetikPeningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.v. Efek GastrointestinalHormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbulkan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.vi. Efek SkeletalHormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.vii. Efek NeuromuskularWalaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyakprotein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidismeserta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.viii. Efek pada Lipid dan Metabolisme KarbohidratHipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hatidemikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.ix. Efek EndokrinHormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4.

D. Patofisiologi dan Patogenesis Hipertiroid Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan gangguan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dimana terjadi peningkatan produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid yang mengikuti injuri kelenjar tiroid. Hipertiroid ini paling banyak disebabkan oleh penyakit Graves, meskipun hipertiroid dapat disebabkan beberapa penyebab selain penyakit Graves 4,5,8. Akibat sekresi produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4) oleh sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini akan mengalami penambahan jumlah sel atau hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini sebagian besar kelenjar tiroidnya menjadi goiter atau pembesaran kelenjar tiroid. Berikut ini mekanisme terjadinya hipertiroid berdasarkan beberapa etiologinya.

1. Penyakit Graves Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena T limfosit (TS) yang mengenali antigen didalam kelenjar tiroid akibat hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit (TH) untuk menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan berinteraksi dengan reseptor tiroid di membran epitel folikel tiroid sehingga merangsang sel-sel folikel tiroid untuk memproduksi atau mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan T4), hal ini karena reseptor tiroid tersebut mengenali TSH-Ab sebagai TSH, yang sebenarnya bukan merupakan TSH yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior. Penyakit Graves ini selain mempengaruhi kelenjar tiroid juga mempengaruhi mata, karena sel T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata akibat hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik, yang mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang berakibat bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus. Selain itu penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada penyakit graves dikenal adanya trias graves yaitu hipertiroid, exophtalmus, dan goiter. Selain trias graves penyakit graves ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot proksimal, dispneau, nafsu makan meningkat, intoleransi panas, konsentrasi menurun, mudah lelah, labilitas, hiperdefekasi, berat badan menurun, takikardi, atrium fibrilasi.

2. Goiter Nodular ToksikPenyebab hipertiroid ini paling sering ditemukan pada usia lanjut sebagai komplikasi goiter nodular kronis. Pada penyakit ini ditemukan goiter yang multinodular dan berbeda dengan goiter difus pada penyakit graves. Goiter nodular toksik ini ditandai oleh mata melotot, pelebaran fissure palpebra, kedipan mata berkurang akibat simpatis yang berlebihan.

3. Adenoma hipofisis Adenoma hipofisis merupakan salah satu penyebab hipertiroid, karena adenoma jenis ini paling banyak terjadi yang menimbulkan sekresi hormon prolaktin yang berlebih. Sekresi prolaktin ini merangsang pengeluaran TRH dari hypothalamus karena TRH merupakan faktor yang poten mengeluarkan prolaktin, yang mendorong keluarnya prolaktin pada ambang jumlah yang sama untuk stimulasi pengeluaran TSH. Sehingga terjadi pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan dan akibatnya terjadi hipertiroid dimana disebabkan rangsangan yang berlebihan oleh TSH yang dikeluarkan lebih dari kadar normalnya. Adenoma hipofisis prolaktin ini ditandai galaktorea dan amenorrhea karena penghambatan prolaktin terhadap gonadotropin releasing hormon (GnRH) sehingga terjadi penurunan dari FSH dan LH akibatnya penurunan hormon testosterone pada pria dan estrogen-progesteron pada wanita.

4. Iatrogenik Iatogenik juga dapat menyebabkan hipertiroid atau tirotoksiktosis dan penyebab paling banyak pada penggunaan obat antiaritnia yaitu amiodaron. Amiodaron merupakan obat antiaritmia yang mengandung 37,3% yodium dan 12 amiodaron ini karena mengandung yodium sehingga menyerupai hormon tiroid, dan amiodaron dapat terikat pada reseptor sel tiroid maka dapat memicu sekresi hormon tiroid pada kelenjar tiroid sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hipertiroid.

5. Adenoma toksik Merupakan adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4 sehingga menyebabkan hipertiroid. Lesi mulanya nodul fungsional yang kecil timbul dengan sendirinya, kemudian secara perlahan bertambah ukurannya dalam memproduksi jumlah hormon tiroid. Secara berangsur-angsur menekan sekresi endogen TSH, hasilnya terjadi pengurangan fungsi kontralateral lobus kelenjar tiroid. Adenoma toksik ini mempunyai symptom berat badan turun, takikardi, intoleransi panas, TSH yang menurun, peningkatan T3 dan T4 serta nodul pada adenoma ini bertipe panas atau hot, dan yang paling menonjol yaitu hilangnya fungsi kontralateral lobus kelenjar tiroid terhadap lobus yang terjadi adenoma toksik.

6. Goiter Multinodular Toksik Goiter multinodular toksik biasanya terjadi pada usia lanjut dengan euthyroid multinodular goiter yang menetap. Ditandai dengan takikardia, gagal jantung, atau arritmia dan terkadang kehilangan berat badan, cemas, lemah, tremor, dan berkeringat. Pemeriksaaan fisik didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup besar dan kadang sampai pada substernal. Laboratorium menunjukkan penekanan TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4 serum. Hipertiroid pada pasien dengan goiter multinodular yang lama bisa dipicu dengan penggunaan obat-obatan yang mengandung iodine. Patofisiologi iodine memicu hipertiroid belum diketahui tetapi diduga mengakibatkan ketidakmampuan beberapa nodul tiroid untuk mengambil iodide yang ada dengan menghasilkan hormon yang berlebih. Tirotoksikosis Faktitia Merupakan gangguan psikoneurotik pada pasien yang secara diam-diam menghasilkan kadar T4 berlebih atau simpanan hormon tiroid, biasanya untuk tujuan mengontrol berat badan. Secara individual, biasanya wanita, yang dihubungkan dengan lingkungan pengobatan yang mudah mendapatkan obat-obatan tiroid. Ciri-ciri tirotoksikosis, termasuk kehilangan berat badan, cemas, palpitasi, takikardi, dan tremor, tapi goiter dan tanda mata tidak ada. Karakteristik, TSH rendah, serum FT4 dan T3 meningkat, serum tiroglobulin rendah, dan RAIU nol. Selain beberapa etiologi hipertiroid diatas, juga terdapat etiologi hipertiroid atau tirotoksikosis yang jarang yaitu struma ovarii, thyroid karsinoma, mola hidatidosa dan koriokarsinoma, sindroma sekresi TSH yang tidak tepat. E. Diagnosa Penyakit Hipertiroid Penyakit hipertiroid dapat memberikan manifestasi klinis bermacam-macam yang tergantung dari etiologi hipertiroid, yang mempengaruhi kerja jantung, tekanan darah, metabolisme tubuh, ekskresi melalui ginjal, sistem gastrointestinal, sistem hematopoetik serta otot dan lemak.Diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan menggunakan Indeks Wayne:

G. Diagnosis Banding

H. PenatalaksanaanA. Terapi Obat AntitiroidSecara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan kelenjar yang kecil dan penyakit ringan. Obat-obatan ini (propil tiourasil atau metimazol) diberikan sampai penyakitnya mengalami remisi spontan. Ini terjadi pada 20-40% pasien yang diobati untuk 6 bulan sampai 15 tahun. Walaupun ini merupakan satu-satunya terapi yang meninggalkan ketenjar tiroid yang uiuh, ini membutuhkan waktu pengawasan yang lama, dan insidens kambuh tinggi, mungkin 60-80% meskipun pada pasien-pasien pilihan. Angka kekambuhan dapat diturunkan dengan menggunakan regimen penghambat tiroid total yang akan dijelaskan di bawah. Terapi dengan obat-obatan antitiroid biasanya dimulai dengan dosis besar terbagi; bila pasien telah menjadi eutiroid secara klinis, terapi rumatan dapat dicapai dengan suatu dosis tunggal yang lebih kecil pada pagi hari. Suatu regimen umum terdiri dari propil tiourasil 100-150 mg tiap 6 jam mula-mulanya dan kemudian dalam waktu 4-8 minggu menurunkan dosis sampai 50-200 mg sekali atau dua kali sehari. Propiltiourasil mempunyai, satu kelebihan dibanding metimazol yakni bahwa propil tiourasil menghambat sebagian konversi T4 jadi T3, sehingga efektif dalam menurunkan hormon tiroid aktif dengan cepat. Sebaliknya, metimazol mempunyai lama kerja yang lebih panjang dan lebih berguna bila dinginkan terapi dengan dosis tunggal. Suatu program tipikal akan dimulai dengan dosis 40 mg metimazol tiap pagi selama 1-2 bulan; dosis ini kemudian diturunkan menjadi 5-20 tiap pagi untuk terapi rumatan. Uji laboratorium yang paling bernilai dalam memantau perjalanan terapi adalah FT4 serum dan TSH. Metode alternatif lainnya menggunakan konsep penghambatan total aktivitas tiroid. Pasien diobati dengan metimazol sampai eutiroid (sekitar 3-6 bulan), tapi selain dilanjutkan dengan penurunan dosis metimazol, pada saat ini tevotiroksin ditambahkan dengan dosis sekitar 0,1 mg/hari. Kemudian pasien terus mendapat kombinasi metimazol 10 mg/hari dan levotiroksin 0,1 mg/hari untuk 12-24 bulan. Pada akhir dari waktu ini, atau ketika ukuran kelenjar kembali normal, metimazol dihentikan dan levotiroksin dilanjutkan untuk beberapa tahun. Dengan terapi ini, penurunan titer antibodi antitiroid sangat hebat, dan remisi jangka panjang terjadi pada 60-80% pasien yang diobati.

B. Terapi BedahTiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien dengan kelenjar yang sangat besar atau gotier multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Sebagai tambahan, mulai 2 minggu sebelum hari operasi, pasien diberikan larutan jenuh kalium iodida, 5 tetes 2 kali sehari. Regimen ini secara empiris menunjukkan bahwa dapat mengurangi vaskularitas kelenjar dan mempermudah operasi. Terdapat ketidaksepakatan tentang berapa banyak jaringan tiroid harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak perlu kecuali bila pasien mempunyai oftalmopati progresif yang berat . Sebaliknya, bila terlalu banyak jaringan tiroid ditinggalkan, penyakitnya akan kambuh. Kebanyakan ahli bedah meninggalkan 2- 3 gram jaringan tiroid pada masing-masing sisi leher. Hipoparatiroidisme dan perlukaan nervus laringeus rekuren terjadi sebagai komplikasi pembedahan pada kira-kira 1% kasus.

C. Terapi lodin RadioaktifDi Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodida I131 adalah terapi terpilih untuk kebanyakan pasien di atas 21 tahun. Pada banyak pasien tanpa dasar penyakit jantung, iodin radioaktif dapat segera diberikan dengan dosis 80-120 Ci/gram taksiran berat tiroid dengan dasar pemeriksaan fisik dan scan rektilinear iodida 123I.Pada pasien dengan dasar penyakit jantung, tirotoksikosis berat atau kelenjar yang besar (di atas 100 gram) biasanya diinginkan agar dicapai keadaan eutiroid sebelum iodin radioaktif dimulai. Pasien-pasien ini diobati dengan obat-obat antitiroid (seperti di atas) sampai mereka eutiroid; terapi kemudian dihentikan selama 5-7 hari; kemudian ditentukan ambilan iodin radioaktif dan juga dilakukan scan; dan suatu dosis 100-150 Ci/gram berat tiroid, dihitung berdasarkan ambilan ini. Suatu dosis yang sedikit lebih besar diperlukan pada pasien-pasien yang sebelumnya diobati dengan obat-obat antitiroid. Setelah pemberian iodin radioaktif, kelenjar akan mengkerut dan pasien biasanya akan jadi eutiroid dalam waktu 6-12 minggu.Komplikasi utama terapi radioaktif adalah hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat. Hal ini tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah yang merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami kekambuhan hipertiroidisme. Indeks FT4 serum dan kadar TSH harus diikuti dan bila mereka menunjukkan terjadinya hipotiroidisme, terapi pengganti yang tepat dengan levotiroksin 0,05-0,2 mg/hari diberikan.

2.4 Krisis TiroidKrisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun jarang terjadi. Hampir semua kasus diawali oleh faktor pencetus. Tidak satu indikator biokimiawipun mampu meramalkan terjadi krisis tiroid, sehingga tindakan kita didasarkan pada kecurigaan atas tanda-tanda krisis tiroid membakat, dengan kelainan yang khas maupun yang tidak khas. Pada keadaan ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Karena mortalitas amat tinggi, kecurigaan krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Hingga kini patogenesisnya belum jelas: free-hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Faktor resiko krisis tiroid: Surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stres apapun, fisik serta psikologik, infeksi dan sebagainya).

Penatalaksanaan:Pengobatan pada krisis tiroid harus segera diberikan, jika mungkin dirawat dibangsal dengan kontrol baik.a. Umum: Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl dan cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, jika perlu obat sedasi dan kompres es.b. Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat: PTU dosis besar (loading dose 600-1000mg) diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500mg. Memblok keluarnya cikal bakal hormon dengan solusio lugol (10 tetes tiap 6-8 jam) atau SSKI (larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes tiap 6 jam). Jika ada berikan endoyodin (Nal) IV, jika solutio dan lugol tidak memadai. Menghambat konversi perifer dari T4 T3 dengan propanolol, ipodat, penghambat beta dan atau kortikosteroid.

c. Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau dexametason 2 mg tiap 6 jam).d. Asetaminofen sebagai antipiretike. Mengobati faktor pencetus (misalnya infeksi).

24