bab ii case cephalgia
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Cephalgia
II.1.1. Definisi
Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang (Oleson & Bonica, 1990).
II.1.2. Klasifikasi
Berdasarkan banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar
100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan
klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition” untuk nyeri
kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi antara lain migren,
nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala lain yang tidak berhubungan
dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala sekunder antara lain disebabkan oleh
trauma kepala, gangguan pembuluh darah, gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat,
infeksi, gangguan metabolik. Nyeri di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala
sekunder. Nyeri jenis ini biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus.
Kerusakan saraf kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder.1
2
TABLE 1
Acute Secondary Headache Disorders
Headache associated with head trauma
Acute post-traumatic headache
Headache associated with vascular
disorders
Subarachnoid hemorrhage
Acute ischemic
cerebrovascular disorder
Unruptured vascular
malformation
Arteritis (e.g., temporal
arteritis)
Carotid or vertebral artery pain
Venous thrombosis
Arterial hypertension
Headache associated with nonvascular
intracranial disorder
Benign intracranial
hypertension (pseudotumor
cerebri)
Intracranial infection
Low cerebrospinal fluid
pressure (e.g., headache
subsequent to lumbar puncture)
Headache associated with substance use or
withdrawal
Acute use or exposure
Chronic use or exposure
Headache associated with noncephalic infection
Viral infection
Bacterial infection
Headache associated with metabolic disorder
Hypoxia
Hypercapnia
Mixed hypoxia and hypercapnia
Hypoglycemia
Dialysis
Other metabolic abnormality
Headache or facial pain associated with disorder
of cranium, neck, eyes, ears, nose, sinuses, teeth,
mouth, or other facial or cranial structures
Cranial neuralgias, nerve trunk pain, and
deafferentation pain
Adapted with permission from Classification and diagnostic criteria for headache disorders, cranial neuralgias and facial pain.
Headache Classification Committee of the International Headache Society. Cephalalgia 1988;8(suppl 7):1-96.
3
II.1.2.1. Migrain
Definisi
Istilah migren berasal dari kata Yunani yang berarti “sakit kepala sesisi”. Suatu
kondisi kronis yang dikarakterisik oleh sakit kepala episodik dengan intensitas sedang –
berat yang berakhir dalam waktu 4 – 72 jam (International Headache Society).
Migrain merupakan nyeri kepala primer yang paling sering ditemukan. Nyeri
kepala biasanya terasa berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan frekuensi, lama
serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan bertambah dengan aktivitas.4,5,6 Dapat
disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi
serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau
bulan.2
Epidemiologi
Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu
keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migren. ± 30-40
% penduduk USA pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, dimana
nyeri tegang otot dan migraine menduduki peringkat nomor satu.2
Migrain lebih sering mengenai usia dewasa muda, dengan puncak prevalensi baik
pria maupun wanita adalah umur 25 – 55 th. 90% mengalami nyeri kepala sebelum usia 40
tahun. Di US, migrain terjadi pada 18% wanita, 6% pria, 4 % anak-anak. Faktor hormonal
mungkin berperan dalam menjelaskan mengapa wanita lebih banyak menderita migraine.
Anak laki-laki menderita migrain pada onset yang lebih awal dibandingkan anak
perempuan. Penderita migrain sebagian besar memiliki riwayat keluarga migrain, dan
sebagian besar juga sering mengalami sakit kepala tegang otot3
4
Klasifikasi
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):
1. Migrain tanpa aura (common migraine)
- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15
tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.
- Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:
Lokasi unilateral
Kualitas berdenyut
- Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
- Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
- Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
Mual dan atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
- Minimal terdapat satu dari berikut:
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI
atau CT Scan kepala)
2. Migrain dengan aura (classic migraine)
- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan
fase postdromal.
- Aura dengan minimal 2 serangan sebagai berikut:
5
Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo,
tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield
kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan
kesadaran)
- Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala
Nyeri kepala
Sama dengan migrain tanpa aura
3. Migraine with prolonged aura
- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60
menit dan kurang dari 7 hari.
4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
- Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura
sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual
pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis
bilateralda penurunan derajat kesadaran.
5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic
migraine)
- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala
6. Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with
migraine
7. Benign paroxysmal vertigo of childhood
- Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul
secara sporadis dalam waktu singkat.
- Pemeriksaan neurologis normal.
6
- Pemeriksaan EEG normal
8. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Telah memenuhi kriteria migraine dengan aura.
- Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya, akan
tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada
pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah yang sesuai
- Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat
atau setelah serangan nyeri kepala.
Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga
sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi sistem
trigeminal-vaskular, sehingga migraine termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migraine yaitu:
1. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan
hormonal.
2. Stress dan kecemasan.
3. Terlambat makan
4. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
5. Cahaya kilat atau berkelip.
6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
7. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
8. Banyak tidur atau kurang tidur
7
9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
10. Faktor herediter
11. Faktor kepribadian
Gambaran klinik
Gambaran klinik penyakit ini dapat dibagi atas 4 fase :
Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum terjadi serangan. Gejala berupa perubahan mood, perubahan
perasaan / sensasi (bau atau rasa), atau lelah dan ketegangan otot serta sulit/malas
berbicara.
Fase II : Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat
seperti melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan
hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma), dan
wajah yang pucat. Gejala ini terkait dengan terjadinya vasokonstriksi arteri intrakranial.1
Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,
dysphasia. Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine
tidak disertai aura.
Fase III : Headache
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah
satu sisi kepala tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah, sensitif
8
terhadap cahaya (photofobia) atau suara (phonofobia). Gejala-gejala tersebut dianggap
sebagai manifestasi tahap vasodilatasi arteri ekstrakranial.1 Nyeri kepala sering memburuk
saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir
antara 4 – 72 jam.
Fase IV : Postdromal
Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada
fase ini pasien akan merasakan lelah, tidak konsentrasi, tidak bisa makan, nyeri pada
ototnya kadang kadang euphoria.
Table 1. Phases of the Migraine
Phase Time Course Symptoms
Prodrome Hours to days prior to
headache
Anxiety, irritability, euphoria, or
drowsiness
Sensitive to sound, light, or smell
Aura Precedes headache
Develops over 5-20
minutes
Can last up to 60 minutes
Visual aura most common
Zigzag lines and scintillating images
Paresthesias and visual field defects
Headache 4-72 hours
> 72 hours = status
migrainosus
Unilateral pain often in temple
Nausea, vomiting, sensitive to light, smell,
and
sound
Worsens with physical activity
9
Postdrome Follows severe attack Exhaustion and scalp tenderness
Phases of the Migraine
Migraine headaches more commonly occur in the early morning
hours of the day
10
Patofisiologi migren
Disfungsi autonomik pembuluh darah di kulit kepala mengakibatkan timbulnya
nyeri kepala yang dikenal sebagai migraine.
Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di
pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang.4
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading
depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya
aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia
menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah
gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan.
Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita
11
melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per
menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat.
Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen
(1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita
migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan
aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan
yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan
bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat
dari depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren
klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di
otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.
2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung.
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP).
Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh
serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan
rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala
dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine
12
(Periactin®) dan pizotifen (Sandomigran®, Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk
mencegah migren.
3. lnti-inti syaraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai
hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan
pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher
yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar
otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih
rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi
pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak,
misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.
Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan
faktor Intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik
emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu,
misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol,
sosis yang ada bahan pengawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu
panas, terik matahari, lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara
yang tak menyenangkan. Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada
wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.
Dikatakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3
dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering
mempengaruhi serangan migren.
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin
pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan
pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC
ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin
menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura7.
Pencetus (trigger) migren berasal dari:
13
1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress.
2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang
menyilaukan, suara bising, makanan.
3. Bau-bau yang tajam
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan"
internal (perubahan hormonal).
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator,
atau angiografi.
Prinsip penanganan
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko,
terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas
dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan),
walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi
abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan
serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi
preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi
dan beratnya nyeri kepala.2,8
1. Mengurangi faktor risiko/pencetus
- Stres dan kecemasan
- Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.
- Hipoglikemia (terlambat makan)
- Kelelahan
- Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal. Kadar estrogen yang
berfluktuasi dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat
pengganti estrogen
14
- Diet. Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita
migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa
minuman beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju
(Colby, Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan,
Boursault, Romano), coklat, dan aspartame.
2. Terapi farmaka migrain
Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia
yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia
spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat
dikatakan bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada
migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai
berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih
bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan
nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui
neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan
muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan
parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.
Analgesik nonspesifik
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol),
aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian
analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada
migrain antara lain adalah:
- Diklofenak.
- Ketorolak
15
- Ketoprofen.
- Indometasin.
- Ibuprofen.
- Naproksen.
- Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat.
Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan
kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing
obat yang lebih rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat.
Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat enzim
siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.2 Pasien diminta
meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat baik
secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba
OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari
pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat
diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,
dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif
reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di
samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2-
nonadrenergik dan dopamin.2
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang
sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya
16
analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai
antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya
lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di
Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada
sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat
apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi
ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain
sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali,
penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati
pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping
yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal.
Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak
melebihi 10 mg/minggu.2
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia
sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien
yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa
kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24
jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol,
migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri
dada non kardial, disforia.
Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau
tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek
(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor
pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia
sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena
faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain
menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan
17
tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai
tiga bulan.
Indikasi:
- Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
- Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
- Penyakit sangat mengganggu kualitas/gaya hidup penderita.
- Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap
terapi abortif.
- Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.
Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),
antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol). Terapi
profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.
Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga
obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural
melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih
efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi,
verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling
minimal dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis
obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama
minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat
selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun
berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.
Nama obat Dosis Nama obat Dosis
Propranolol 40-240 mg/hari Valproat 500-1500 mg/ hari
Nadolol 20-160 mg/ hari Topiramat 50-200 mg/ hari
18
Metoprolol 50-100 mg/ hari Gabapentin 900-3600 mg/ hari
Timolol 20-60 mg/ hari Verapamil 80-640 mg/hari
Atenolol 50-100 mg/ hari Nimodipin 30-60 mg qid
Amitriptilin 10-200 mg/ hari Flunarizin 5-10 mg/hari
Fluoksetin 10-80 mg/ hari Nortriptilin 10-150 mg/ hari
Tabel 2. Terapi farmaka pencegahan migrain
Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan
diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien
(reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang
dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi
pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi
nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi
biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau
pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara
bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi
alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain
menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.
II.1.2.2. Cluster Headache (Nyeri Kepala Kelompok)
Cluster headache merupakan salah satu nyeri kepala kronik yang sering
mengganggu kehidupan seseorang dan pasien terbangun karena nyeri kepala. Ini sering
menyebabkan perubahan emosional seseorang.
Epidemiologi
19
Nyeri kepala ini lebih jarang dibandingkan dengan migren dan sakit kepala tegang
otot. Frekuensi nyeri kepala cluster 0,5% dari populasi laki-laki dan 0,1% dari populasi
wanita. Nyeri kepala cluster lebih banyak ditemukan pada pria. Dapat terjadi pada segala
usia, namun paling sering terjadi pada usia akhir 20an. Prevalensi lebih tinggi pd pria dan
pada ras kulit hitam. Tidak ada riwayat keluarga
Gambaran klinis
Khas ditandai dengan nyeri yang sangat berat yang berlangsung 30-45 menit
berlokasi dibelakang atau disekitar salah satu mata dan dapat menyebar ke sekitar
temporal, rahang, hidung, dagu dan gigi. Nyeri sering disertai dengan lakrimasi pada sisi
yang sama dengan nyeri kepala, konjuntival injection, nasal kongesti dan hidung berair.
Ptosis, perubahan pupil, berkeringat yang unilateral atau bilateral dan fasial flushing.
Berbeda dengan migren disini tidak ditemukan adanya aura, tidak ada gejala gangguan
visual atau sensoris, mual muntah jarang. Tidak bersifat herediter. Pemicu utamanya
adalah alkohol dan merokok
Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 – 3 serangan perhari,
sering berakhir antara 3 – 16 minggu. Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun.
Patofisiologi
Fokus patofisiologi sakit kepala kluster terletak di arteri karotis intrakavernosus
yang merangsang pleksus perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan
2 nervus trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia
sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik). Diperkirakan focus iritatif di dan sekitarpleksus
membawa impuls-impuls ke batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di daerah 20
periorbital, retroorbital dan dahi. Hubungan polisinaptik dalam batang otak merangsang
neuron-neuron dalam kolumna intermediolateral sumsum tulang belakang (simpatetik) dan
nucleus salivatorius superior (parasimpatetik). Serat-serat preganglioner dari nucleus-
nukleus ini membawa impuls-impuls untuk merangsang SCG (simpatetik) dan
mengakibatkan sekresi keringat di dahi, serta rangsangan pada SPG (parasimpatetik) untuk
sekresi air mata (lakrimasi) dan air hidung (rinorrhea).
Penanganan
Sasaran terapi cluster headache adalah untuk menghilangkan nyeri (terapi abortif),
mencegah serangan (profilaksis). Strategi terapi : menggunakan obat NSAID,
vasokonstriktor cerebral. Obat-obat yang digunakan dalam terapi abortif:
Oksigen
Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
Sumatriptan
Obat-obat yang digunakan untuk terapi profilaksis:
Verapamil
Litium
Ergotamin
Metisergid
Kortikosteroid
Topiramat
II.1.2.3. Tension-Type Headache
Definisi
21
Nyeri kepala tegang didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang
berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa
rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktifitas fisik
dan gejala penyerta nya tidak menonjol.
Tension-type headache disebut pula muscle contraction headache merupakan nyeri
tegang otot yang timbul karena kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk
(m.Splenius kapitis, m.Temporalis, m.Maseter, m.Sternokleidomastoideus, m.Trapezius,
m.Servikalis posterior, dan m.Levator skapule). Sakit kepala tipe ini banyak terdapat pada
wanita masa menopause dan premenstrual.
Epidemiologi
Sakit kepala tipe tegang merupakan sakit kepala yang paling umum terjadi,
prevalensinya sekitar 69% pd pria dan 88% wanita. 40% mempunyai riwayat keluarga
yang menderita nyeri kepala tipe tegang. Kira-kira 15% nya sudah mulai menderita
sebelum usia 10 tahun. Dapat dimulai pada segala usia, onset terutama pada usia remaja
dan dewasa muda. Umumnya sakit kepala berkurang dengan meningkatnya usia. 25%
pasien juga mengidap migrain
Klasifikasi
Tension type headache dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Episodik : Dengan serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam
1 tahun).
2. Kronik : Dengan serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan
(180 hari dalam 1 tahun).
Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:
a. Short-duration. Serangan terjadi kurang dari 4 jam.
b. Long-duration. Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.
22
Lokasi
Tension-type headache dapat terjadi secara:
a. Bilateral.
b. Predominasi oksipital-nukhal.
c. Temporal.
d. Frontal.
e. Kadang menyebar difus di puncak kepala.
Gambaran klinis
Nyeri kepala tipe tegang biasanya bilateral terasa nyeri tumpul yang menetap
dengan intensitas bervariasi sepanjang hari. Pasien sering mengambarkan kepalanya terasa
seperti tertekan, berat atau terikat disekeliling kepala. Sekitar 10% tension headache
disertai dengan migren sehingga memberikan gejala klinis yang kompleks.
Pada kasus yang sedang nyeri kepala timbul biasanya menyertai suatu keadaan
stress atau hal yang tidak menyenangkan. Pada keadaan yang kronik nyeri timbul mulai
pagi hari dan berlangsung sepanjang hari. Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan
kronik yang bermulai setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri
kepala bilateral terutama pada dahi, pelipis, belakang kepala atau leher, tanpa sensasi
denyutan dan tidak disertai rasa mual, muntah, fotofobia atau gangguan penglihatan dan
fonofobia. Nyeri biasa dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat.
Wanita lebih sering terkena dibanding pria. Bila berlangsung lama pada palpasi dapat
ditemukan daerah-daerah yang membenjol keras berbatas tegas dan nyeri tekan. Nyeri
dapat menjalar sampai bahu.
23
Pada yang episodik pasien jarang berobat ke dokter karena sebagian besar sembuh
dengan obat-obat analgetik bebas yang beredar dipasaran. Pada yang kronis biasanya
merupakan manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan
depresi. Oleh sebab itu, perlu dievaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan, kebiasaan,
sifat kepribadian tipe perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan
cara pasien mengatasinya.
Gejala lain yang dapat ditemukan seperti gangguan tidur (sering terbangun atau
bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan
haid. Keluhan emosi antara lain perasaan bersalah, putus asa, tidak berharga, takut sakit
atau mati, dan sebagainya. Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk, minat menurun, ambisi
menurun atau hilang, daya ingat buruk dan mau bunuh diri.
Pasien sering menghubungkan nyeri kepalanya secara tidak proposional dengan
kejadian yang pernah dialaminya seperti kecelakaan, trauma, kematian orang yang dicintai
bekas suntikan, tindakan operasi, kehilangan pekerjaan, atau perceraian.
24
TABLE 12
Diagnostic Criteria for Tension-Type, Chronic Tension-Type, and Chronic Headache
Tension-type headache
At least 10 previous headache episodes fulfilling criteria B through D; number of
days with such headaches: less than 180 per year or 15 per month
Headaches lasting from 30 minutes to 7 days
At least two of the following pain characteristics:
1. Pressing or tightening (nonpulsating) quality
2. Mild to moderate intensity (nonprohibitive)
3. Bilateral location
4. No aggravation from walking stairs or similar routine activities
5. No nausea or vomiting
6. Photophobia and phonophobia absent, or only one is present
Chronic tension-type headache
Same as tension-type headache, except number of days with such headaches: at least 15
days per month, for at least six months
Chronic daily headache
Features of tension-type headache
Occurs at least 6 days per week
Adapted with permission from Classification and diagnostic criteria for headache
disorders, cranial neuralgias and facial pain. Headache Classification Committee of the
International Headache Society. Cephalalgia 1988;8(suppl 7):1-96, with information from
reference 12.
25
Patogenesis
Pada tension headache hanya sebagian saja yang terungkap. Nyeri kepala yang
timbul adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik
emosional atau kelelahan. Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks vasodilatasi
pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi menetap otot-otot skelet kulit kepala (scalp),
wajah, leher dan bahu secara terus menerus.
Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus tension type headache adalah sebagai berikut: Stres
Kecemasan
Depresi
Konflik emosional
Kelelahan
Penanganan
Tindakan umum
a. Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien merupakan
langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Penjelasan
dokter yang meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga
kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau
penyakit intrakranial lainnya.
b. Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan. Sebagian pasien
menerima bahwa kepalanya berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut
program pengobatan sedangkan pasien lain berusaha menyangkalnya. Oleh sebab
itu, pengobatan harus di tujukan kepada penyakit yang mendasari dengan obat anti
cemas atau anti depresi serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping
pengobatan nyeri kepalanya. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri
maka pasien harus dirujuk ke ahli jiwa.
26
Terapi farmakologik
a. Analgetikum, misalnya:
Asam asetilsalisilat 500mg tablet dengan dosis 1500mg/hari.
Metampiron 500mg tablet dengan dosis 1500mg/hari.
Glafenin 200mg tablet dengan dosis 600- 1200mg/hari.
Asam mefenamat 250-500mg tablet dengan dosis 750-1500mg/hari.
b. Penenang/ansiolitik, misalnya:
Klordiazepoksid 5mg tablet dengan dosis 15-30mg/hari.
Klobazam 10mg tablet dengan dosis 20- 30mg/hari.
Lorazepam 1-2mg tablet dengan dosis 3- 6mg/hari.
c. Antidepresan, misalnya:
Maprotiline 25/50/75mg tablet dengan dosis 25-75mg/hari.
Amineptine100mg tablet dengan dosis 200mg/hari.
d. Relaksasi, hipnosis, biofeedback, dan tehnik relaksasi lain dapat membantu
mengurangi berat-ringan dan frekuensi serangan.
e. Psikoterapi bermanfaat pada kasus dengan ansietas atau depresi yang berat.
f. Fisioterapi, terdiri dari diatermi, masase, kompres hangat, TENS (Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation).
g. Tindakan lain seperti injeksi trigger point dengan 0,25 – 0,50 ml lidokain 1%
dicampur deksametason/triamsolon dalam volume yang sama dapat membantu
mempercepat penyembuhan nyeri kepala tegang pada kasus-kasus tertentu.
27
II.1.3. Diagnosa Sakit Kepala
1. Anamnesa
a. Usia timbulnya, syndrome yang benign seperti migraine, tension-type
headache dan cluster headache biasanya mulai sebelum usia
pertengahan.aneurisma, tumor otak lebih banyak pada usia sekitar 35 tahun.
b. Lamanya & frekwensi nyeri kepala. Lamanya keluhan nyeri kepala pada
pasien dapat mengarahkan kepada kelainan neurologi yang progressive atau
suatu keganasan. Nyeri kepala hebat yang akut disertai dengan kehilangan
kesadaran atau tanda-tanda gangguan neurological fokal mengarah kepada
subaraknoid hemoragia atau meningitis. Nyeri kepala yang kronis misalnya
pada migraine atau tension type headache.
c. Sisi mana yang sakit. Tension type headache sering difuse dan bilateral.
Migraine dapat bilateral tapi lebih sering unilateral. Cluster headache selalu
unilateral
d. Kwalitas nyeri kepala. Kualitas nyeri kepal sangat subyektif tergantung pada
keadaan psikologi pasien.
e. Saat timbulnya nyeri kepala. Cluster headache sering nyeri timbul pada saat
pasien tidur sehingga sering membangunkan pasien. Tumor otak dalam
ventrikel juga dapat menyebabkan nyeri kepala pada saat tidur.
f. Fenomena lain yang menyertainya seperti photofobia,phonofobia, gangguan
penglihatan, dizziness, kelemahan otot, febris.
g. Hal hal lain yang memperburuk nyeri kepala misalnya batuk.
2. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum pasien & mentalnya.
28
b. Tanda tanda rangsangan meningeal
c. Adakah kelainan saraf cranial
d. Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan koordinasinya
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah ,LED
b. Lumbal punksi
c. Elektroensefalografi
d. CT Scan kepala, MRI.
TABLE 3
Indications for Neuroimaging in Patients with Headache Symptoms
Focal neurologic finding on physical examination
Headache starting after exertion or Valsalva's maneuver
Acute onset of severe headache
Headache awakens patient at night
Change in well-established headache pattern
New-onset headache in patient >35 years of age
New-onset headache in patient who has HIV infection or previously diagnosed cancer
HIV = human immunodeficiency virus.
Information from references 14 and 15.
Kapan nyeri kepala perlu dirujuk :
29
1. Bila ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, iritasi meningeal, penyakit
sistemik lain yang menyertainya.
2. Bila telah minum obat dengan adekuat namun nyeri kepalanya tetap tidak ada
perubahan.
3. Nyeri kepala yang kronik pada pasien pasien dengan penyalah-gunaan obat,
gangguan psikologik,.
4. timbulnya nyeri kepala akibat komplikasi dari pemakaian obat-obatanseperti pada
penderita asma atau penyakit jantung.
5. Nyeri kepala timbul secara tiba-tiba, setelah suatu aktivitas latihan, batuk
6. Timbulnya nyeri kepala disertai dengan perubahan kesadaran, adanya gejala-gejala
neurologi fokal, febris.
30