bab ii ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-bab...

21
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut 2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuran makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan bagi tubuh rumput laut yang mirip tumbuhan tetapi tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Bentuk talus rumput laut bermacam-macam antara lain, bulat seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya (Aslan, 1998). Rumput laut di alam umumnya hidup melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping, atau cangkang moluska pada daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut diantaranya adalah faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat, dan gerakan air. Rumput laut tumbuh berkelompok dengan jenis rumput laut lainnya (Aslan, 1998). 2.1.2 Jenis Rumput Laut Jenis-jenis rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu rumput laut atau alga yang tergolong dalam divisi Thallophyta.Thallophyta adalah jenis tumbuhan bertalus yang terdiri dari 4 kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga merah (Rhodophyceae), alga coklat (Phaeophyceae), dan alga hijau biru

Upload: donhi

Post on 19-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut

2.1.1 Deskripsi Rumput Laut

Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuran

makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan

bagi tubuh rumput laut yang mirip tumbuhan tetapi tidak memiliki akar, batang,

dan daun sejati. Bentuk talus rumput laut bermacam-macam antara lain, bulat

seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

(Aslan, 1998).

Rumput laut di alam umumnya hidup melekat pada substrat di dasar

perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping, atau

cangkang moluska pada daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang

selalu terendam air (subtidal). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput

laut diantaranya adalah faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat, dan gerakan

air. Rumput laut tumbuh berkelompok dengan jenis rumput laut lainnya (Aslan,

1998).

2.1.2 Jenis Rumput Laut

Jenis-jenis rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu rumput laut

atau alga yang tergolong dalam divisi Thallophyta.Thallophyta adalah jenis

tumbuhan bertalus yang terdiri dari 4 kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga

merah (Rhodophyceae), alga coklat (Phaeophyceae), dan alga hijau biru

Page 2: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

7

(Myxophyceae). Pembagian ini didasarkan atas pigmen yang dikandungnya

(Kordi dan Ghurfan, 2011).

a. Alga Merah

Alga merah (Rhodophyceae) merupakan kelas dengan spesies yang

memiliki nilai ekonomis dan paling banyak dimanfaatkan. Tumbuhan jenis ini

dapat hidup di dalam dasar laut dengan menancapkan dirinya pada substrat

lumpur, pasir, karang hidup, karang mati, cangkang moluska, batu vulkanik

ataupun kayu. Habitat atau tempat hidup umum tumbuhan jenis ini adalah

terumbu karang. Tumbuhan jenis ini hidup pada kedalaman mulai dari garis

pasang surut terendah sampai sekitar 40 meter. Di Indonesia alga merah terdiri

dari 17 marga dan 34 jenis serta 31 jenis diantaranya telah banyak

dimanfaatkan. Jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas alga merah

sebagai penghasil carrageenan (karaginofit) adalah Kappaphycus dan

Hypnea, sedangkan yang mengandung agar-agar (agarofit) adalah Gracilaria

dan Gelidium (Kordi dan Ghurfan, 2011).

b. Alga Hijau

Alga hijau (Chlorophyceae) dapat ditemukan pada kedalaman hingga 10

meter atau lebih di daerah yang memiliki penyinaran yang cukup. Rumput laut

jenis ini tumbuh melekat pada substrat seperti batu, batu karang mati,

cangkang moluska, dan ada juga yang tumbuh di atas pasir. Di Indonesia

rumput laut jenis ini terdapat sekitar 12 marga. Terdapat sekitar 14 jenis telah

dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi dan obat (Kordi dan Ghurfan, 2011).

Page 3: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

8

c. Alga Coklat

Pada perairan Indonesia terdapat sekitar 8 marga kelas alga coklat

(Phaeophyceae). Tumbuhan jenis ini merupakan kelompok alga laut

penghasil algin (alginofit). Jenis rumput laut coklat sebagai penghasil algin

adalah Sargassum sp. dan Turbinaria sp. Alga coklat memiliki ukuran besar

dan membentuk padang alga di laut lepas (Kordi dan Ghurfan, 2011).

2.2 Kappaphycus alvarezii Doty.

Klasifikasi Kappaphycus alvarezii Doty. menurut Aslan (1998) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieraceae

Genus : Kappaphycus

Spesies : Kappaphycus alvarezii Doty. (Eucheuma cottonii Doty.)

Gambar 2.1 Alga Kappaphycus alvarezii Doty. (Rompas dkk., 2015)

Kappaphycus alvarezii Doty. merupakan salah satu jenis alga merah

(Rhodophyceae) penghasil kappa carrageenan. Kappaphycus alvarezii Doty.

Page 4: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

9

memiliki ciri-ciri fisik seperti talus silindris, permukaan licin, dan cartilogineus.

Penampakan talus alga jenis ini bervariasi, mulai dari bentuk sederhana sampai

kompleks. Duri-duri pada talus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak

bersusun melingkari talus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang

utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal) (Anggadiredja dkk.,

2006).

Tabel 2.1 Komposisi Nilai Nutrisi Kappaphycus alvarezii Doty.

Komponen Jumlah

Kadar air (%) 13,90

Protein (%) 2,69

Lemak (%) 0,37

Serat kasar (%) 0,95

Abu (%) 17,09

Mineral: Ca (ppm) 22,39

Fe (ppm) 0,0121

Cu (ppm) 2,763

Pb (ppm) 0,04

Vitamin B1 (Thiamin) (mg/100 g) 0,14

Vitamin B2 (Riboflavin) (mg/100 g) 2,7

Vitamin C (mg/100 g) 12

Carrageenan (%) 61,52

Sumber: Istini et al. (1986)

Warna merah dari Kappaphycus alvarezii Doty. timbul karena adanya

kandungan pigmen phycoerythrin dan pigmen phycocyanin. Phycoerythrin adalah

pigmen yang berwarna merah cerah dan memancarkan warna oranye, sedangkan

phycocyanin berwarna biru dan memancarkan warna merah tua (Atmadja, 2007).

Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning,

abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi karena faktor lingkungan.

Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara

proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan, 1998). Warna

Page 5: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

10

talus juga dipengaruhi oleh kedalaman air (hampir hitam pada laut dalam, merah

cerah pada kedalaman sedang, dan menjadi kehijauan pada air yang sangat

dangkal karena lebih sedikit phycoerythrin yang menutupi warna hijau klorofil

(Campbell dkk., 2003).

Umumnya Kappaphycus alvarezii Doty. tumbuh dengan baik di daerah

pantai terumbu karena tempat ini mempunyai persyaratan untuk pertumbuhan,

yaitu faktor kedalaman, suhu, cahaya, substrat dan gerakan air. Habitat khasnya

adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian

yang kecil dan substrat batu karang mati (Atmadja, 1996). Kappaphycus alvarezii

Doty. memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu,

rumput laut jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada lapisan fotik, yaitu pada

kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. Pertumbuhan

cabang-cabang rumput laut ini membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khas

mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Anggadiredja dkk., 2006).

Rumput laut Kappaphycus alvarezii Doty. dalam dunia perdagangan

nasional maupun internasional lebih dikenal dengan nama Eucheuma cottonii.

Eucheuma cottonii secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii Doty. karena

carrageenan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa carrageenan. Kadar

carrageenan dalam spesies ini berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan

lokasi tumbuhnya. Jenis rumput laut ini berasal dari perairan Sabah (Malaysia)

dan Kepulauan Sulu (Filipina) (Syamsuar, 2006).

Kappaphycus alvarezii Doty. merupakan jenis rumput laut yang banyak

ditemui di Kecamatan Nusa Penida. Pantai di sebelah utara Kecamatan Nusa

Page 6: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

11

Penida merupakan pantai landai sehingga pantai tersebut cocok digunakan untuk

budidaya rumput laut. Secara geografis, Kecamatan Nusa Penida memiliki

keunggulan komparatif, dengan luas lokasi penanaman rumput laut sebesar 290

hektar dan jumlah petani rumput laut sebesar 1.782. Dari luas area tersebut,

pengembangan budidaya rumput laut mencapai 45% dari luas areal pantai.

Produksi rumput laut perbulan adalah 130 sampai 225 per ton (Badan Pusat

Statistik Kabupaten Klungkung, 2012).

2.3 Carrageenan

2.3.1 Definisi Carrageenan

Carrageenan merupakan senyawa hidrokoloid tersusun atas polisakarida

rantai panjang. Polisakarida tersebut tersusun dari sejumlah unit galaktosa dengan

ikatan α-(1,3)-D-galaktosa dan β-(1,4)-3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian

pada polimer heksosanya (Glicksman, 1983).

Carrageenan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks

intraseluler dan merupakan bagian penyusun terbesar dari berat kering rumput laut

(Hellebust dan Cragie, 1978). Carrageenan berupa serbuk kasar berserat hingga

halus, berwarna kuning coklat hingga putih, tidak berasa dan tidak berbau. Berat

molekul carrageenan adalah 400-600 kDa (Velde dan Ruiter, 2005).

2.3.2 Jenis Carrageenan

Doty (1987) membedakan carrageenan berdasarkan kadar sulfatnya

menjadi dua fraksi, yaitu kappa carrageenan yang mengandung sulfat kurang dari

28% dan iota carrageenan jika lebih dari 30%. Winarno dkk. (1996) selanjutnya

Page 7: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

12

membagi carrageenan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu

kappa, iota dan lambda carrageenan.

Tabel 2.2 Perbedaan Kappa, Iota dan Lambda Carrageenan.

Tipe

Carrageenan Struktur Kandungan

Kappa

carrageenan

(Gail Fisher, 2009)

Mengandung 25-30%

ester sulfat dan 28-35%

3,6-anhidrogalaktosa

(Barbeyron et al., 2000).

Iota

carrageenan

(Gail Fisher, 2009)

Mengandung 28-38%

ester sulfat dan 25-30%

3,6-anhidrogalaktosa

(Barbeyron et al., 2000).

Lambda

carrageenan

(Gail Fisher, 2009)

Mengandung 32-39%

ester sulfat dan tidak

mengandung 3,6-

anhidrogalaktosa

(Barbeyron et al., 2000).

a. Kappa Carrageenan

Kappa carrageenan merupakan jenis yang paling banyak terdapat di alam,

membentuk gel yang kuat dan rigid, thermoreversible, meskipun sangat

rentan mengalami sineresis. Kappa carrageenan terdapat pada Kappaphycus

alvarezii Doty., dan Eucheuma striatum (Aslan, 1998; Setiawati, 2007).

Kappa carrageenan terdiri dari unit D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhidro-

D-galaktosa. Carrageenan juga sering mengandung D-galaktosa-6-sulfat

ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat

dapat menurunkan daya gelasi dari carrageenan, tetapi dengan pemberian

Page 8: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

13

alkali mampu menyebabkan transeliminasi gugus 6-sulfat, sehingga

menghasilkan bentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat

keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah

(Winarno, 1996).

b. Iota Carrageenan

Iota carrageenan merupakan jenis yang paling sedikit jumlahnya di alam,

membentuk gel lembut, fleksibel, lunak, dengan sineresis yang terbatas. Iota

carrageenan terdapat pada Eucheuma spinosum, Eucheuma isiforme, dan

Eucheuma uncinatum (Aslan, 1998; Setiawati, 2007).

c. Lambda Carrageenan

Lambda carrageenan merupakan jenis carrageenan kedua terbanyak di

alam, tidak dapat mebentuk gel, namun berbentuk cairan kental. Lambda

carrageenan terdapat pada Chondrus crispus (Setiawati, 2007; Winarno

dkk., 1996).

2.3.3 Sifat Carrageenan

a. Kelarutan

Karakteristik daya larut carrageenan dipengaruhi oleh bentuk garam

dari gugus ester sulfatnya. Jenis natrium umumnya lebih mudah larut,

sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa

carrageenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin

dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan

dalam bentuk garam natrium lebih mudah larut (Syamsuar, 2006). Gugus

hidroksil dan sulfat pada carrageenan bersifat hidrofilik sedangkan gugus

Page 9: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

14

3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Kappa carrageenan bersifat

kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-

galaktosa (Towle, 1973).

b. Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas

suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh konsentrasi carrageenan, temperatur,

jenis carrageenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain (Towle,

1973). Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin kecil kadar sulfat,

maka viskositasnya juga semakin kecil, tetapi kekuatan gelnya semakin

meningkat. Viskositas larutan carrageenan akan menurun seiring dengan

peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian

dilanjutkan dengan degradasi carrageenan (Towle, 1973).

c. Stabilitas pH

Carrageenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9

dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Hidrolisis dipercepat oleh

panas pada pH rendah. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis

dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan hilangnya viskositas dan

menurunkan pembentukan gel. Hal ini disebabkan oleh ion H+ yang

membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul carrageenan

(Towle, 1973). Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan carrageenan dapat

mempertahankan kondisi proses produksi carrageenan (Glicksman, 1983).

Page 10: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

15

d. Pembentukan gel

Carrageenan mempunyai sifat pembentuk gel. Kemampuan

membentuk gel adalah sifat terpenting dari kappa carrageenan.

Kemampuan pembentukan gel pada kappa carrageenan terjadi pada saat

larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena kappa carrageenan

memiliki gugus sulfat yang paling sedikit sehingga mudah membentuk gel

(Doty, 1987).

Kappa carrageenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel

dalam air dan bersifat thermoreversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan

membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu

yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer

carrageenan dalam larutan menjadi random oil (acak). Bila suhu

diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix dan

apabila penurunan suhu terus dilanjutkan, polimer-polimer ini akan saling

terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks

akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap pembentukan gel

yang kuat (Syamsuar, 2006).

2.4 Isolasi Carrageenan

Carrageenan merupakan ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput

laut (alga merah) dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada

temperatur tinggi (Glicksman, 1983). Isolasi carrageenan dari rumput laut

Kappaphycus alvarezii Doty. membutuhkan beberapa tahapan, yaitu proses

Page 11: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

16

perendaman, ekstraksi, pemisahan carrageenan dengan pelarutnya, kemudian

pengeringan carrageenan (Winarno dkk., 1996).

Pada ekstraksi rumput laut, selain terjadi peristiwa pelarutan carrageenan

juga terjadi peristiwa reaksi. Beberapa peneliti menyatakan bahwa perlakuan

alkali pada ekstraksi carrageenan dapat meningkatkan sifat gel. Peningkatan sifat

gel ini disebabkan adanya reaksi pembentukan anhidrogalaktosa yang merupakan

gugus pembentuk gel. Reaksi pembentukan gugus anhidrogalaktosa juga dapat

diindikasi berdasarkan adanya pengurangan kadar sulfat dalam carrageenan yang

dihasilkan. Secara alami, gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa dibentuk secara

enzimatis dari prekursornya yaitu sulfohydrolase. Reaksi ini dikenal sebagai

reaksi siklisasi atau desulfatasi (Ciancia dkk., 1997; Campo dkk., 2009).

Reaksi yang terjadi pada saat ekstraksi dengan alkali yaitu transformasi

gugus sulfat yang terikat dalam gugus galaktosa oleh ion Na+ dengan membentuk

garam Na2SO4 di larutan serta dehidrasi membentuk polimer anhidrogalaktosa,

dimana ion H+ dari larutan alkali bereaksi dengan ikatan bergugus H membentuk

kappa carrageenan dan air (Distantina dkk., 2009)

Distantina dkk. (2012) melakukan ekstraksi Kappaphycus alvarezii Doty.

menggunakan pelarut alkali dan air. Berdasarkan penelitian, ekstraksi

menggunakan pelarut air menghasilkan rendemen lebih tinggi dibandingkan

pelarut alkali. Namun, meskipun pelarut air suling menghasilkan rendemen

tertinggi (46,43%), tetapi pada konsentrasi larutan carrageenan 1,5% (b/v) tidak

mampu membentuk gel pada suhu kamar.

Page 12: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

17

Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu

membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk

mengkatalisis hilangnya gugus 6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk

3,6-anhidrogalaktosa sehingga meningkatkan kekuatan gel. Hal ini didukung oleh

hasil penelitian Sheng Yao et al. (1986) ekstraksi yang dilakukan dengan NaOH

2% menghasilkan gel 3–5 kali lebih kuat jika dibanding dengan air. Disamping itu

alkali berfungsi untuk mencegah terjadinya hidrolisis carrageenan (Guiseley et

al., 1980).

Romenda dkk. (2013) melakukan penelitian mengenai perbedaan jenis dan

konsentrasi larutan alkali terhadap kekuatan gel dan viskositas carrageenan dari

Kappaphycus alvarezii Doty. Jenis alkali yang digunakan yaitu KOH dan NaOH

dengan konsentrasi 4%, 6%, dan 8%. Berdasarkan penelitian, viskositas yang

memberikan pengaruh tertinggi adalah NaOH 8% dan jenis pelarut yang

menghasilkan kekuatan gel tertinggi adalah KOH 6%.

Pemisahan carrageenan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara

penyaringan dan pengendapan setelah proses ekstraksi. Pengendapan carrageenan

dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu freeze thaw, alcohol precipitation, dan

KCl precipitation. Pada metode freeze thaw, larutan carrageenan dibuat menjadi

gel dengan penambahan garam, kemudian gel dibekukan. Selama proses thawing

(pencairan), kandungan air dihilangkan dan dihasilkan carrageenan dan garam

(Rowe et al., 2009).

Pada metode alcohol precipitation, sejumlah larutan carrageenan direndam

dengan menggunakan alkohol, sehingga carrageenan akan terpresipitasi keluar

Page 13: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

18

larutan (Rowe et al., 2009). Alkohol yang dapat digunakan yaitu metanol, etanol

dan isopropil alkohol. Umumnya isopropil alkohol digunakan sebagai bahan

pengendap karena hasilnya lebih murni dan pekat/kental. Namun isopropil alkohol

memiliki harga yang lebih mahal dibanding metanol dan etanol.

KCl dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk mengendapkan

carrageenan. Menurut Dea (1979) apabila garam KCl dilarutkan dalam air akan

terionisasi menjadi K+ dan Cl-. Penurunan kelarutan carrageenan dengan

penambahan garam disebabkan oleh kation K+ yang berfungsi untuk

meningkatkan kekuatan ionik dalam rantai polimer carrageenan sehingga terjadi

penurunan tolakan elektrostatik diantara rantai polimer. Pada konsentrasi garam

yang rendah kapiler elektrik dapat menjadi kecil, sedangkan pada konsentrasi

yang lebih tinggi menyebabkan koloid tersebut akan melepaskan air sehingga

terjadi pengendapan.

Penggunaan larutan KCl atau alkohol untuk proses presipitasi dapat

dilakukan pada kappa carrageenan, sedangkan pada iota carrageenan hanya

menggunakan alkohol. Larutan KCl hanya dapat digunakan pada kappa

carrageenan. Hal ini disebabkan karena kappa carrageenan sensitif terhadap ion

kalium dan membentuk gel yang kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan

iota carrageenan akan membentuk gel kuat dan stabil bila terdapat ion Ca2+

(Glicksman, 1983).

Menurut Murdinah et al. (1994) pemisahan carrageenan menggunakan

KCl berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan kadar abu, sedangkan kadar

air, kadar sulfat dan viskositas cenderung menurun. Penggunaan KCl sebagai

Page 14: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

19

bahan presipitasi carrageenan telah dilakukan oleh Ningsih (2014) dengan variasi

konsentrasi KCl yaitu 1%, 5%, dan 10%. Konsentrasi KCl yang menghasilkan

mutu carrageenan yang baik yaitu KCl 5%. Hal ini dapat dilihat dari nilai

rendemen (52%), kekuatan gel (293,42 g/cm2), dan viskositas (38,89 cP) yang

dihasilkan. Penggunaan KCl pada larutan alkali KOH cenderung menurunkan

nilai rendemen carrageenan, tetapi pada larutan alkali NaOH cenderung

meningkatkan nilai rendemen carrageenan.

2.5 Karakteristik Carrageenan

Karakteristik fisika carrageenan meliputi rendemen, viskositas, melting

temperature dan gelling temperature, serta kekuatan gel. Karakteristik kimia

carrageenan meliputi kadar sulfat, dan kadar abu.

2.5.1 Rendemen Carrageenan

Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif

tidaknya proses isolasi carrageenan. Perhitungan rendemen dilakukan untuk

mengetahui persentase carrageenan yang dihasilkan dari rumput laut kering yang

digunakan berdasarkan umur panen, konsentrasi pelarut alkali dan waktu ekstraksi

(Syamsuar, 2006). Rendemen carrageenan sebagai hasil ekstraksi dihitung

berdasarkan rasio antara berat carrageenan yang dihasilkan dengan berat rumput

laut kering yang digunakan (FMC Corp., 1977). Standar minimum rendemen

carrageenan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989) dalam

Syamsuar (2006) adalah sebesar 25%.

Page 15: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

20

Konsentrasi pelarut alkali sangat mempengaruhi rendemen carrageenan

yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin tinggi konsentrasi alkali,

menyebabkan pH larutan semakin tinggi sehingga kemampuan alkali dalam

mengekstrak semakin besar. Perlakuan pelarut alkali membantu ekstraksi

polisakarida menjadi sempurna dan mempercepat terbentuknya 3,6

anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi berlangsung (Yasita dan Rachmawati,

2009). Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi

konsentrasi NaOH yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi carrageenan

rumput laut maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan.

Menurut Basmal (2009), rendemen carrageenan lebih banyak dipengaruhi

oleh perlakuan suhu dan waktu ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi akan

meningkatkan rendemen carrageenan. Hal ini disebabkan karena semakin lama

rumput laut kontak dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka

semakin banyak carrageenan yang terekstraksi dari dinding sel dan menyebabkan

rendemen carrageenan semakin tinggi (Yasita dan Rachmawati, 2009).

2.5.2 Viskositas

Menurut penelitian Moraino (1977), viskositas carrageenan terutama

disebabkan oleh sifat carrageenan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan antara

muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat

mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer

tersebut diselimuti molekul air yang terimobilisasi, sehingga larutan menjadi

kental (viskositas larutan tinggi). Semakin tinggi kadar sulfat maka viskositasnya

akan semakin tinggi.

Page 16: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

21

Suryaningrum et al. (1991), melaporkan bahwa peningkatan kekuatan gel

menyebabkan nilai viskositas carrageenan semakin kecil. Parwata dan Oviantara

(2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air dalam

bahan baku rumput laut, maka semakin rendah viskositas carrageenan yang

dihasilkan. Pada kadar air yang tinggi akan menghasilkan carrageenan dengan

tingkat rendemen besar, karena masih mengandung banyak pengotor atau

komponen-komponen lain dari rumput laut tersebut yang berdampak pada berat

carrageenan yang dihasilkan. Viskositas yang memenuhi standar FAO adalah

minimal 5 cP (FAO, 2007).

2.5.3 Melting temperature dan Gelling temperature

Melting temperature adalah suhu gel carrageenan mencair dalam

konsentrasi tertentu, sedangkan gelling temperature adalah kebalikan dari melting

temperature, yaitu suhu dimana larutan carrageenan dalam konsentrasi tertentu

mulai membentuk gel. Semakin tinggi gelling temperature, semakin tinggi pula

melting temperature (Syamsuar, 2006). Friedlander dan Zalokovitch (1984)

menyatakan bahwa gelling temperature dan melting temperature berbanding lurus

dengan kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan berbanding terbalik dengan kadar

sulfatnya. Reen (1986) menyatakan bahwa adanya sulfat cenderung menyebabkan

polimer terdapat dalam bentuk sol, sehingga gelling temperature sulit terbentuk.

Menurut Syamsuar (2006), gelling temperature kappa carrageenan (tanpa

penambahan ion) berada pada kisaran suhu 33,06-34,10oC, sedangkan melting

temperature kappa carrageenan berkisar antara 10-15oC di atas gelling

temperature.

Page 17: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

22

2.5.4 Kekuatan Gel

Kekuatan gel merupakan karakteristik fisik carrageenan yang utama, karena

menunjukkan kemampuan carrageenan dalam pembentukan gel. Kemampuan

inilah yang menyebabkan carrageenan sangat luas penggunaannya, baik dalam

bidang pangan maupun nonpangan (Utomo, 2011). Menurut Fardiaz (1989),

pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang

rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan.

Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan

membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Peningkatan kekuatan gel berbanding lurus dengan 3,6-anhidrogalaktosa

dan berbanding terbalik dengan kadar sulfatnya. Semakin kecil kadar sulfat maka

semakin kecil pula viskositasnya, tetapi kekuatan gel semakin meningkat (Yasita

dan Rachmawati, 2009).

2.5.5 Kadar Sulfat

Kadar sulfat adalah parameter yang digunakan untuk berbagai polisakarida

yang terdapat dalam alga merah (Winarno dkk., 1996). Menurut Guiseley et al.,

(1980), kadar sulfat yang tinggi menyebabkan lebih banyak gaya tolak-menolak

antara gugus sulfat yang bermuatan negatif sehingga rantai polimer kaku dan

tertarik kencang. Basmal et al. (2002) menyatakan bahwa kadar sulfat dalam

kappa carrageenan sangat berperan dalam pembentukan 3,6 anhidrogalaktosa.

Kadar sulfat yang rendah akan meningkatkan kandungan 3,6 anhidrogalaktosa dan

sebagai akibatnya kekuatan gel kappa carrageenan akan meningkat.

Page 18: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

23

Distantina dkk. (2012) menyatakan bahwa konsentrasi alkali yang semakin

besar akan menyebabkan kadar sulfat dalam carrageenan semakin sedikit. Kadar

sulfat yang semakin sedikit menunjukkan kadar 3,6-anhidrogalaktosa semakin

banyak, sehingga fraksi gugus pembentuk gel dalam carrageenan semakin banyak

dengan konsentrasi alkali tinggi.

2.5.6 Kadar Abu

Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral pada rumput laut

yang tidak terbakar pada saat pengabuan (Bidwel, 1974). Besarnya kadar abu

dalam suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam

bahan pangan tersebut. Kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam

yang tidak larut dalam air terutama Ca yang menempel pada bahan (rumput laut)

(Sudarmadji, 1984). Standar kadar abu carrageenan yang ditetapkan oleh FAO

yaitu sekitar 15-40% (FAO, 2007).

2.6 Standar Mutu Carrageenan

Spesifikasi carrageenan menurut Pharmaceutical Excipients (Rowe dkk.,

2009) dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Spesifikasi Carrageenan menurut Pharmaceutical Excipients

Parameter USP

Viskositas larutan (75oC) Min. 5

Kadar air (%) ≤ 12,5

Total abu (%) ≤ 35

Bahan asam (%) ≤ 2

Arsenik (ppm) ≤ 3

Logam berat (%) ≤ 0,004

Timah (%) ≤ 0,001

Batas cemaran mikroba (cfu/g) ≤ 200

Sumber: Rowe dkk. (2009)

Page 19: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

24

Di Indonesia sampai saat ini belum ada standar mutu carrageenan. Standar

mutu carrageenan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture

Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC), dan European Economic

Community (EEC). Standar mutu carrageenan dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standar Mutu Carrageenan Komersial dan FAO

Parameter Carrageenan

komersial

Carrageenan

standar FAO

Viskositas larutan 1,5% (cP) - Min. 5

Melting temperature (oC) 50,21±1,05 -

Gelling temperature (oC) 34,10±1,86 -

Kekuatan gel (g/cm2) 685,5024±13,43 -

Kadar air (%) 14,24±0,25 Maks. 12

Kadar sulfat (%) - 15-40

Kadar abu (%) 18,60±0,22 15-40

Sumber: A/S Kobenhvas Pektifabrik (1978) dalam Yasita dan Rachmawati (2010)

Penggunaan bahan baku dalam industri farmasi umumnya memenuhi

standar kefarmasian atau dikenal dengan kelompok spesifikasi Pharmaceutical

grade. Pharmaceutical grade adalah bahan yang mempunyai kemurnian tinggi

dan kualitas farmasi (BPOM, 2013). Produk carrageenan komersial yang

diproduksi oleh Henan Aowei International Trading terklaim sebagai produk

pharmaceutical grade. Standar mutu berdasarkan produk carrageenan komersial

terklaim pharmaceutical grade dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Standar Mutu Produk Carragenan Pharmaceutical Grade Parameter Carrageenan komersial

Viskositas larutan 1,5% (cP) Min. 5

Melting temperature (oC) -

Gelling temperature (oC) -

Kekuatan gel (1,5%b/b, 0,2% KCl, 25oC, g/cm2) Min. 1400

Kadar air (%) Maks. 12

Kadar sulfat (%) 15-40

Kadar abu (%) -

Sumber: http://chinaaowei.en.alibaba.com (2016)

Page 20: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

25

Jika dibandingkan antara standar mutu yang ditetapkan oleh FAO dengan

standar mutu dari produk carragenan komersial terklaim pharmaceutical grade,

tidak terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga dalam hal ini FAO dapat

dijadikan acuan sebagai standar mutu carrageenan yang dihasilkan dari isolasi

rumput laut Kappaphycus alvarezii Doty.

2.7 Desain Percobaan Faktorial

Salah satu metode untuk melakukan analisis data adalah dengan desain

percobaan faktorial. Salah satu program yang menggunakan rancangan penelitian

desain percobaan faktorial adalah Design Expert Version 7.0.0. Desain percobaan

faktorial dapat memberikan formula optimum dengan melihat nilai desirability

mendekati 1 pada program Design Expert Version 7.0.0. Fungsi desirability

merupakan suatu transformasi dari variabel respon ke skala 0 sampai 1, dengan

desirability 0 yang menyatakan nilai respon yang tidak diinginkan atau nilai

responnya berada di luar batas spesifikasi. Sedangkan desirability 1 menyatakan

nilai respon yang ideal (Fariz dan Wardhani, 2013).

Desain faktorial mengandung beberapa pengertian yaitu faktor, level, efek,

dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voight,

1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Efek adalah perubahan

respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi

merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level

rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang

diamati harus dikuantitatifkan (Bolton, 1997).

Page 21: BAB II ) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuranerepo.unud.ac.id/18446/3/1208505041-3-BAB 2.pdf · seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya

26

Jumlah percobaan dalam desain faktorial adalah 2n, dimana 2 menunjukkan

level dan n menunjukkan jumlah faktor. Langkah untuk percobaan faktorial terdiri

dari kombinasi semua level dari faktor. Desain percobaan faktorial yang

melibatkan dua level dan tiga faktor diperlukan delapan formulasi (23=8, dengan 2

menunjukkan level dan 3 menunjukkan jumlah faktor) (Bolton, 1997).

Keuntungan metode ini adalah informasi yang diberikan cukup valid, dapat

mengidentifikasi ada tidaknya interaksi antara faktor yang diteliti, serta dapat

menghemat waktu (Koraksianiti et al., 2000). Penggunaan desain percobaan

faktorial juga dapat menghemat biaya dibandingkan melakukan penelitian tunggal

untuk mendapat tingkat ketelitian yang sama, dapat menentukan efek utama dari

dua faktor dengan hanya satu penelitian tunggal, memiliki efesiensi maksimum

dalam memperkirakan efek utama jika tidak ada interaksi, hasil kesimpulan dari

penelitian dapat digunakan dalam berbagai kondisi (Bolton & Bon, 2004; Kothari,

2004).