bab ii
DESCRIPTION
rthrthrthtTRANSCRIPT
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
BAB II
DASAR TEORI
II.1. Foto Udara
Foto udara adalah foto yang dipotret dari udara dengan menggunakan
kamera udara yang dipasang di pesawat terbang dari ketinggian tertentu.
Ciri-ciri foto udara antara lain :
a. Skala pada foto udara sama untuk satu
lembar foto
b. Sistem proyeksi perspektif
c. Semua aspek terlihat
d. Tidak ada legenda atau simbol
Berdasarkan arah sumbu optis kamera udara, foto udara dapat dibedakan menjadi
2, yaitu :
1. Foto udara tegak
Foto udara tegak adalah yang dihasilkan dari hasil pemotretan foto udara
tegak. Yaitu pelaksanaan pemotretan dengan sumbu optis kamera benar-
benar tegak atau hampir tegak.
2. Foto udara miring
Foto udara miring adalah foto udara yang dihasilkan dari hasil pemotretan
foto udara miring. Pemotretan foto udara miring dilaksanakan dengan
sumbu optis kamera udara yang membentuk sudut dengan garis vertikal.
Kelompok IXII-1
Lensa Kamera
Vertikal Agak condong Sangat condong
Sumbu kamera
Tegak Miring rendah Sangat miring
bila sumbu optis // garis gaya berat bumibila sumbu optis tidak // garis gaya beratbumi dan membentuk sudut
Horizon / garis kelihatan
?
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Gambar II.1. Jenis Pemotretan Udara (Subiyanto, S., 2006)
Foto Udara Berdasarkan Jenis Emulsinya :
a. Black and White Monochrome (BW), paling banyak
digunakan untuk aplikasi pemetaan, dan merupakan jenis film yang paling
murah.
b. Black and White Infrared (BWIR), dapat meminimalisasi
pengaruh adanya cuaca berkabut saat pemotretan.
c. Natural Color, untuk interpretasi pengenalan feature atau
unsur dengan ciri warna natural.
d. Color Infrared (CIR), banyak digunakan untuk manajemen
sumber daya alam tertentu untuk pengenalan feature yang mempunyai
kandungan air.
Foto Udara berdasarkan Jenis Kamera yang digunakan (Berdasarkan Ukuran
Bingkai Negatifnya) dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Foto udara format normal.
Foto udara dengan ukuran 23 cm x 23 cm dan diambil dengan kamera
metrik. Foto udara ini paling umum digunakan dalam fotogrammetri.
b. Foto udara format kecil (small format aerial
photograph).
Foto udara dengan ukuran 6 cm x 6 cm atau 24 mm x 35 mm.
II.2. Distorsi Foto Udara
Di dalam foto udara memiliki sistem proyeksi terpusat, sehingga
dimungkinkan adanya suatu distortion dan displacement. Distorsi adalah
pergeseran di dalam posisi dari citra foto dimana bergantung pada karakteristik
perspektif foto tersebut yang mengakibatkan foto udara menjadi tidak vertikal
dengan sempurna sehingga mempengaruhi kualitas foto udara tersebut (Prasetyo.
Y, 2007).
Di samping distorsi yang disebabkan oleh kemiringan kamera dan variasi
tinggi terbang, distorsi pada foto disebabkan pula oleh permukaan tanah yang
tidak datar. Penyimpangan ini dikenal pula dengan istilah pergeseran relief atau
Kelompok IXII-2
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
relief displacement. Distorsi akibat pergeseran ini mempunyai arah radial sedang
besarnya tergantung dari beda tinggi titik terhadap bidang permukaan rata – rata
tanah. Umumnya foto udara yang diperoleh dari pemotretan udara dihinggapi oleh
beberapa kesalahan, sehingga foto udara tersebut tidak vertikal dengan sempurna.
Distorsi foto udara dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Kesalahan pada titik awal atau kesalahan titik utama seperti
kegagalan sumbu fiducial untuk berpotongan pada titik utama. Untuk
mengurangi kesalahan ini maka dilakukan koreksi dengan reduksi
koordinat ke aslinya pada titik utama.
2. Kesalahan akibat penyusutan atau pengembangan bahan fotografis
baik film maupun kertas foto seperti pelipatan film dan cetakan. Untuk
mengurangi distorsi akibat penyusutan/pengembangan bahan fotografi ini
biasanya dilakukan dengan menyimpan film pada ruangan dengan suhu
dan kelembaban yang konstan dan menggunakan cetakan yang baik.
3. Kesalahan akibat adanya distorsi lensa kamera udara.
4. Kesalahan akibat pangaruh refraksi atmosfer yang disebabkan oleh
kerapatan udara yang tidak sama.
5. Kesalahan akibat pengaruh kelengkungan bumi.
II.3. Konsep Orthophoto Digital
Sejak tahun 1990 era fotogrametri digital telah dimulai hingga sampai saat
ini telah ada puluhan software fotogrameti yang beredar antara lain PCI
Geomatica, DMS, DVP, PHOTOMOD dan lain-lain. Software-software ini dapat
mengatasi masalah-masalah yang timbul karena kesalan yang melekat pada foto.
Pada software-software ini juga dilengkapi dengan proses orthofoto.
Kelompok IXII-3
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Gambar II.2 Konsep Orthofoto (Bobby. S, 2004)
Orthofoto merupakan proses rektifikasi diferensial dengan menggunakan
alat stereoorthofoto. Input yang digunakan adalah model (foto stereo), oleh sebab
itu proses pembuatan dilakukan model demi model.
Tujuan proses orthofoto adalah:
1. Menghilangkan kemiringan kamera.
2. Menyamakan skala.
3. Menghilangkan pergeseran relief.
Proses orthofoto dibuat untuk melengkapi atau menggantikan peta-peta
garis yang konvensial. Proses orthofoto dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan cara konvensional dan cara digital.
Perbedaan antara orthofoto manual dan digital adalah pada proses digital
kita tidak bias melihat proses restitusi secara langsung seperti pada proses manual.
Othofoto digital diperoleh melalui digital yaitu dengan menggunakan software,
dimana melakukan koreksi ketinggian Digital Elevation Model (DEM).
Pembuatan DEM pada software berasal dari data-data yaitu titik kontrol, garis
kontur serta kombinasi antara garis kontur dengan ketinggian bangunan.
Kelebihan orthofoto digital antara lain:
1. Proses pembuatan lebih cepat dan bersih.
2. Tidak perlu repot dengan menggunakan proses fotografis yang
memerlukan ruang gelap dan bahan kimia.
3. Cara pembuatannya dilakukan oleh komputer.
Kelompok IXII-4
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Adapun prosedur pembuatan orthofoto digital adalah sebagai berikut:
Penyiapan foto yang akandirektifikasi / orthofoto
Pemilihan software yangakan digunakan
Penyiapan titik kontrol tanah
Penyiapan jenis DEM
Rektifikasi / Orthofoto
Foto yang telah tegak /terkoreksi
Pemilihan metodapenyusunan mosaik
Penyusunan Mosaik
Produk Orthofoto
Kelompok IXII-5
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Gambar II.3 Diagram Prosedur Pembuatan Orthofoto Digital
(Subiyanto. S, 2007)
ORTHOFOTO DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
SOFTCOPY PHOTOGRAMMETRY SYSTEM
Foto UdaraHardcopyMono
Scanning Foto Udaraanalog to digital
conversion
FU, softcopys.k scannergrey levelraster
Transformasis.k scanner to s.k foto
FU, softcopys.k fotox , ygrey level
Space resection,collinearity
(x =… , y =….)
ParameterOr.Dalam
Hitung koord foto(x,y) , interpolasi
Orthofoto,softcopy,
x,y, grey level
PencetakanPhotowriter
Orthofoto,Hardcopy
ParameterOrientasiDalam
Koord.Tanah- titik kontrol- profil
BackwardProjection
f
TKT
f
Profil
Numerical ImageCorrelation
stereo
PasanganKoord.foto
kiri & kanan
Intersection,coplanarity
stereo
fForward
Projection
DEM acakx,y,z,grey level
Profiling & interpolasigrey level
DEM profilx,y,z, grey level,OrthofotoSoftcopy
Gambar II.4 Diagram Pengolahan Orthofoto Secara Digital
(Subiyanto. S, 2007)
II.3.1. Foto Udara Digital
Foto udara adalah citra fotografi hasil perekaman dari sebagian permukaan
bumi yang diliput dari pesawat terbang pada ketinggian tertentu menggunakan
kamera tertentu (Subiyanto, S., 2006).
Pada dasarnya foto udara digital merupakan data raster yang diperoleh dari
hasil penyiaman (scanning) foto udara. Ciri-ciri foto udara digital, antara lain :
a. Skala pada foto udara sama untuk satu
lembar foto
Kelompok IXII-6
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
b. Sistem proyeksi perspektif
c. Semua aspek terlihat
d. Tidak ada legenda atau simbol
Foto udara dapat dibedakan berdasarkan beberapa aspek, antara lain:
a. Berdasarkan sudut pengambilan
1. Foto udara vertikal.
Foto udara vertikal adalah foto udara yang dibuat dari pesawat terbang
dengan arah sumbu optik kamera tegak lurus atau sangat mendekati tegak
lurus.
2. Foto udara oblique.
Foto udara oblique atau miring adalah foto udara yang dibuat dengan sumbu
kamera menyudut terhadap garis tegak.
3. Foto udara high oblique.
Foto udara high oblique atau sangat condong/ miring adalah foto udara yang
dibuat dengan sudut inklinasi kamera yang cukup besar terhadap garis
tegak.
b. Berdasarkan jenis emulsi
1. Black and White Monochrome (BW), paling banyak digunakan untuk
aplikasi pemetaan, diantara jenis film yang paling murah.
2. Black and White Infrared (BWR), dapat meminimalisasi pengaruh
adanya cuaca berkabut pada saat pemotretan.
3. Natural Color, untuk interpretasi pengenalan unsur dengan ciri
warna natural.
4. Color Infrared (CIR), banyak digunakan untuk manajemen sumber
daya alam terutama untuk pengenalan feature yang mempunyai kandungan
air.
c. Berdasarkan jenis kamera yang digunakan
Maksudnya disini adalah berdasarkan ukuan bingkai negatifnya, dibedakan
menjadi:
1. Foto udara format normal.
Kelompok IXII-7
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Ukuran foto ini adalah 23 cm x 23 cm. Jenis foto ini diambil dengan kamera
metrik.
2. Foto udara format kecil.
Ukuran foto ini adalah 6 cm x 6 cm atau 24 mm x 35 mm.
Tanda-tanda pada tepi foto udara adalah sebagai berikut:
21 cm
21 cm
Gambar II.5 Tanda-Tanda Tepi Foto Udara (Anonim, 2006)
Keterangan dan penjelasan :
A. Nivo.
Nivo ini digunakan untuk menunjukkan adanya kemiringan pada waktu
pemotretan udara. Pada umumnya pemotretan dianggap vertikal jika sudut
kemiringan antara 3° - 4°.
B. Jam Pemotretan.
Umunya pemotretan dilakukan pada pagi atau sore hari, agar dapat dilihat
adanya bayangan dari obyek yang tinggi. Bayangan ini berguna untuk
orientasi arah timur-barat yang penting untuk pengecekan di lapangan.
C. Altimeter.
Altimeter digunakan untuk mengetahui ketinggian pemotretan udara
terhadap referensi tertentu.
D. Fokus Kamera Udara.
Fokus kamera udara digunakan untuk menunjukan besarnya fokus kamera
yang digunakan untuk pemotretan udara.
E. Nomor Foto.
Kelompok IXII-8
F
A
B
C
D
E
TU
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Nomor foto diatur sesuai dengan keinginan.
F. Fiducial Mark.
Tanda fiducial mark untuk keperluan orientasi foto di instrumen
fotogrammetri.
Skala foto merupakan perbandingan antara panjang fokus kamera udara
dengan tinggi terbang pesawat terhadap bidang rata-rata tanah.
Gambar II.6 Skala Foto Udara Vertikal (Wolf. PR, 1993)
Keterangan :
f = Fokus kamera udara.
H’ = Tinggi terbang terhadap permukaan tanah yang dipotret.
H = Tinggi terbang terhadap MSL (Mean Sea Level).
h = Tinggi rata-rata daerah yang dipotret.
E = Stasiun exposure.
A = Obyek yang dipotret di tanah.
a = Obyek pada citra foto udara.
o = Titik tengah foto udara.
II.3.2. Interior Orientation
Berikut merupakan beberapa definisi orientasi dalam, yaitu :
a. Orientasi dalam adalah menempatkan
gambar fotografi relatif terhadap pusat perspektif sehingga persis seperti
posisi negatif pada waktu pemotretan (Villanueva, 1984).
Kelompok IXII-9
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
b. Orientasi dalam pada hakekatnya adalah
rekonstruksi berkas sinar dari foto udara seperti pada saat foto itu diambil
oleh kamera (Santoso. B, 2001).
Di dalam orientasi dalam mempunyai tujuan untuk mengeliminasi kesalahan
sistematik dalam rangka rekonstruksi ulang sekumpulan berkas sinar pada foto
udara ke dalam sistem koordinat foto dengan memperhitungkan koreksi terhadap
faktor distorsi lensa, distorsi film, refraksi atmosfer dan kesalahan pengukuran
alat, atau bisa juga dijelaskan lebih singkat yaitu bertujuan untuk merekonstruksi
dimensi citra agar sesuai dengan dimensi citra yang benar pada saat pemotretan
udara dilakukan.
Tahapan orientasi dalam meliputi persiapan yang diperlukan untuk
menciptakan kembali geometri sinar terproyeksi guna membentuk geomatri secara
tepat foto aslinya.
Pada instrumen restitusi analog, orientasi dalam meliputi:
a. Penempatan diapositif pada penyangga foto dengan letak
yang sama seperti saat pemotretan dengan menggunakan fiducial mark
yang ada.
b. Penyetelan panjang focus proyektor sama dengan panjang
fokus kamera udara yang dipergunakan.
c. Penyertaan parameter-parameter kompensasi distorsi pada
sistem pengamatan koordinat foto.
Sedangkan cara kerja untuk orientasi dalam akan diuraikan sendiri-sendiri,
yaitu meliputi:
a. Penyiapan Diapositif
Diapositif adalah transparansi yang dibuat pada bahan dasar kaca yang secara
optik datar atau bahan dasar film yang bening. Pembuatan dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu:
1. Kontak Langsung
Apabila dicetak secara kontak, jarak utamanya akan persis sama besar
dengan panjang fokus kamera yang digunakan untuk pemotretan. Oleh
karena itu, diapositif yang dicetak kontak hanya dapat digunakan pada
Kelompok IXII-10
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
plotter yang julat akomodasinya dalam jarak utama meliputi panjang fokus
kamera yang digunakan untuk pemotretan.
2. Cetak Proyeksi
Apabila pembuatan diapositif dilakukan dengan cetak proyeksi, jarak
utama diapositif dapat dibuat berbeda dari panjang fokus kamera yang
digunakan untuk pemotretan. Cetak proyeksi perlu bila diapositif untuk
plotting stereo dibuat dari foto yang panjang fokusnya terletak di luar
jangkauan akomodasinya jarak utama penggambar letak.
Berdasarkan segitiga sebangun pada gambar a, maka didapat rumus:
…………………………… ………………………(II.2)
Sedangkan berdasarkan segitiga sebangun pada gambar b, maka didapat
rumus:
………………………………………………………(II.3)
Berikut merupakan gambar hubungan yang diperlukan dalam pembuatan
diapositif dengan cetak proyeksi:
Gambar II.7 (a) Fotografi, (b) Cetak proyeksi,
(c) Proyeksi Stereoplotter (Wolf. PR, 1993).
Kelompok IXII-11
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
…………………………………………………...…(II.4)
Dengan substitusi (a) ke (b), dan selanjutnya substitusi ke (c) akan
diperoleh:
……………………………………………..(II.5)
Karena geometri yang benar harus tetap dipertahankan dari foto proyeksi
stereoplotter, segitiga ALB dan A’OB’ pada gambar a dan gambar c juga
sebangun, sehingga:
…………………………………………………….(II.6)
Dengan substitusi (e) ke (d) maka diperoleh persamaan yang menyatakan
kondisi yang harus dipertahankan pada pembuatan diapositif dengan jalan
cetak proyeksi, yaitu:
………………………………………………………(II.7)
p = jarak utama diapositif
f = panjang fokus kamera yang digunakan untuk pemotretan.
B = jarak pada pencetak proyeksi dan timbulnya titik nodal lensa
pencetak ke bidang diapositif.
A = jarak dari bidang negatif ke jatuhnya titik nodal lensa pencetak.
Untuk memperoleh diapositif yang fokusnya tajam, harus dipenuhi satu
kondisi lagi dan ini berarti jarak A dan B pada pencetak dengan proyeksi
harus ditentukan sedemikian sehingga formula lensa memenuhi lensa
pencetak, sehingga:
…………………………………………………..(II.8)
Pencetak dengan proyeksi yang khusus dirancang untuk membuat
diapositif yang diperbesar atau diperkecil, dengan sebuah kisaran yang
luas dalam perubahan jarak A dan B.
Kelompok IXII-12
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Gambar II.8 Pencetak reduksi Wild U-4 untuk membuat diapositif
(Wolf. PR, 1993).
Bila diapositif dicetak secara kontak antara emulsi dengan emulsi, maka
diapositif harus diorientasikan pada stereoplotter dengan emulsi di sebelah
atas untuk menciptakan kembali model yang geometrinya benar. Hal ini
merupakan kekurangan bila dibandingkan dengan terhadap plotter dengan
proyeksi optik secara langsung, karena berkas sinar yang membawa
gambar mengalami distorsi pada saat melalui dasar kaca atau film. Kondisi
ini dapat dihindari bila pembuatan diapositif dilakukan dengan pencetakan
secara proyeksi melalui dasar film negatif. Diapositif yang dibuat dengan
cara ini terorientasikan secara benar pada proyektor, dengan emulsi di
bawah, sehingga meniadakan distorsi oleh pembiasan sinar yang melalui
kaca atau film.
Berikut merupakan gambar pencetakan diapositif dengan proyeksi melalui
dasar film (perhatikan bahwa geometri model yang benar diperoleh dengan
emulsi diapositif yang mengarah ke bawah pada proyektor).
Gambar II.9 (a) Foto Asli, (b) Pencetakan Diapositif dengan Proyeksi,
(c) Proyeksi Stereoplotter (Wolf. PR, 1993).
Kelompok IXII-13
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Ada beberapa keunggulan dalam penggunaan diapositif film, yaitu :
1. Harganya lebih murah
2. Tidak khawatir pecah
3. Untuk penyimpanan cukup dengan ruang kecil
Sedangkan kelemahan penggunaan diapositif film pada kebanyakan plotter
dengan proyeksi optik secara langsung adalah bahwa agar kaku, film itu
harus dipasang proyektor dalam susunan cepitan antara sua potong kaca
secara optik datar. Ini menyebabkan distorsi dalam perjalanan sinar yang
memerlukan kompensasi. Pengerutan dan pemuaian juga cukup berarti
pada diapositif film. Sedangkan pada kaca, pengerutan dan pemuaian
secara praktis tidak terjadi.
b. Kompensasi untuk Distorsi Gambar
Kompensasi untuk distorsi radial lensa kamera yang digunakan untuk
pemotretan dapat dilakukan dengan dengan menggunakan satu di antara tiga
cara berikut, yaitu :
1. Peniadaan distorsi dengan “pelat koreksi” dalam
pencetakan diapositif dengan proyeksi, diikuti dengan penggunaan lensa
proyeksi yang bebas distorsi. Pada metode ini pencetak dengan proyeksi
ditempatkan pelat koreksi yang tebalnya berbeda-beda, yaitu pada jalur
sinar antara negatif dan positif.
2. Dengan mengubah-ubah jarak utama proyektor dengan
menggunakan kuda-kuda, sehingga terbentuk kembali geometri yang
benar. Pada metode ini untuk kompensasi distorsi lensa, digunakan kuda-
kuda yang secara mekanik meninggikan atau merendahkan lensa proyektor
(diapositif) sehingga sinar terproyeksi membentuk sudut sama besar
dengan sumbu optik proyeklsi seperti yang terbaneuk dengan sumbu optik
kamera pada saat memasuki kamera.
3. Penggunaan lensa proyektor yang sifat distorsinya
menghapus distorsi kamera.
Kelompok IXII-14
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
c. Pemusatan Diapositif dalam Proyektor
Diapositif pada proyektor harus dipusatkan sehingga titik utamanya terletak
pada sumbu optik lensa proyektor. Masalah ini diatasi dengan meluruskan
letak tanda fidusial diapositif dengan empat tanda kolimasi terkalibrasi yang
perpotongannya menunjukkan letak sumbu optik proyektor. Diapositif
dijajarkan sebelum diletakkan pada proyektor sehingga daerah umunya
bertampalan. Lalu dipisahkan, diputar pada sumbu Z sekitar 180°
ditempatkan pada pelat proyektor dan dipusatkan. Pada proyeksinya, foto
berputar 180°, yang menyebabkan daerah lazim (common areas) pada
gambaran terproyeksi bertampalan.
d. Penyetelan Jarak Utama yang Tepat dalam Proyektor
Tahap terakhir orientasi bagian dalam berupa penyetelan jarak utama
diapositif pada proyeksi. Tidak perlu bagi plotter seperti Multiplex dan
Balplex yang jarak utamanya terpasang tetap dan yang diapositifnya dibuat
sesuai jarak utama ini. Bagi plotter lainnya jarak utama dapat diubah-ubah
dengan penyesuaian sekrup berjenjang atau ring berjenjang untuk
meninggikan dan merendahkan bidang gambar diapositif. Proyektor ini
dirancang untuk mengakomodasi jarak utama nominal tertentu dan kisaran
nilainya kecil.
II.3.3. Eksterior Orientation
Orientasi Eksternal adalah orientasi parameter – parameter dari berbagai
berkas sinar (Prasetyo.Y, 2007). Orientasi ini bertujuan untuk menentukan
orientasi parameter yang berkaitan dengan sistem koordinat foto dan ruang obyek
dimana membutuhkan sebaran titik-titik kontrol secara proporsional pada derah
pengamatan. Pelaksanaannya mirip dengan prinsip metode “pemotongan ke
muka”.
Dalam penentuan unsur orientasi luar ada dua metode yang digunakan
yaitu metode grafik dan metode numerik. Kedua metode tersebut pada umumnya
memerlukan gambar fotografik dan titik kontrol yang telah diketahui koordinat X,
Y, Z nya.
1. Metode Grafik (Titik Skala Anderson)
Kelompok IXII-15
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Metode ini pada dasarnya merupakan metode untuk menentukan
kesendengan, putaran, dan tinggi terbang bagi foto sendeng. Metode ini
hanya menggunakan model matematika sederhana. Karena ketelitian yang
dicapai dengan metode ini terbatas maka metode ini tidak dapat digunakan
untuk foto sendeng parah.
2. Metode Numerik (Church)
Metode ini dikemukakan oleh almarhum Profesor Earl Church dari
Universitas Syracuse dan merupakan metode yang mengembangkan
beberapa teknik untuk menghitung orientasi luar bagi foto sendeng dengan
menggunakan ”reseksi keruangan” dan ”orientasi keruangan”.
II.3.3.1. Aerial Triangulasi (Triangulasi Fotogrametri)
Triangulasi udara merupakan istilah yang paling sering digunakan di
dalam proses penentuan koordinat medan X, Y dan Z dari masing-masing titik
berdasarkan pengukuran melalui foto udara. Triangulasi foto udara telah
digunakan secara luas untuk berbagai tujuan. Salah satu di antara pemakaian yang
utama adalah dalam memperbanyak atau menambah rapatnya titik kontrol medan
di seluruh jalur terbang atau blok foto untuk digunakan dalam pekerjaan-
pekerjaan fotogrammetri selanjutnya.
Berikut merupakan beberapa keuntungan dari triangulasi foto udara,
antara lain :
a. Bersifat ekonomis dibandingkan dengan pengukuran di medan.
b. Sebagian besar pekerjaan dilakukan di dalam laboraturium, sehingga
memperkecil penundaan waktu dan kesulitan yang disebabkan oleh
keadaan cuaca yang tidak menguntungkan.
c. Tidak diperlukan urusan perijinan yang banyak untuk daerah penelitian.
d. Pekerjaan ukur tanah di daerah-daerah yang sulit seperti rawa-rawa dan
lereng-lereng yang sangat terjal, formasi batuan peka bencana dan
sebagainya dapat diperkecil.
e. Ketelitian titik kontrol hasil pengukuran di medan yang diperlukan
sebagai jembatan dibenarkan selama proses triangulasi foto udara.
Kelompok IXII-16
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Cara-cara melaksanakan triangulasi foto udara dapat digolongkan ke
dalam salah satu dari tiga kategori, yaitu :
A. Triangulasi Udara Analog
1. Triangulasi foto udara dengan instrument proyektor multi.
Cara ini adalah cara yang paling mudah untuk memperagakan triangulasi
foto udara fotogrametrik yaitu dengan menggunakan suatu stereoplotter
berproyektor multi, meskipun sekarang jarang dilakukan. Dengan metode
ini, pada titik kontrol yang tersusun memanjang, model-model stereo yang
berdekatan dalam satu jalur secara berurutan saling diorientasikan antara
satu dengan yang lainnya untuk membentuk suatu model memanjang (strip
model) yang berkesinambungan. Koordinat semua titik penerus (pass pont)
dan titik kontrol dibaca dari model memanjang dan selanjutnya seluruh
titik diatur tepat sesuai dengan sejumlah titik kontrol hasil pengukuran di
medan untuk mencapai koordinatnya yang terakhir.
2. Titik penerus tepi untuk triangulasi foto udara secara analog.
Titik penerus tepi bagi triangulasi foto udara secara analog biasanya dipilih
pada sembarang tempat dalam foto udara. Titik-titik tersebut dapat berupa
gambaran obyek alamiah, yang tampak jelas dalam liputan foto yang
dipakai. Tetapi apabila titik semacam itu dapat ditentukan secara buatan
dengan menggunakan alat khusus untuk membuat tanda. Alat pembuat
tanda tersebut menghasilkan lubang kecil di dalam emulsi yang menjadi
titik penerus.
3. Triangulasi foto udara dengan instrument universal.
Triangulasi foto udara untuk jalur yang berkesinambungan dengan
menggunakan teknik multiproyektor yang diuraikan dengan memerlukan
suatu instrumen yang cukup besar yang dilengkapi dengan banyak
proyektor. Cara kerja seperti ini dapat diselesaikan dengan menggunakan
stereoplotter yang hanya memiliki dua buah proyektor saja, apabila alat
tersebut ini berupa suatu instrument universal yang mempunyai
kemampuan basis-dalam dan basis-luar.
Kelompok IXII-17
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
B. Triangulasi Foto Udara Semianalitik
Triangulasi ini sering diartikan sebagai triangulasi model bebas, yaitu cara
kerja yang sebagian secara analog dan sebagian lagi secara analitik, yang muncul
bersama dengan perkembangan komputer. Hal ini meliputi orientasi relatif secara
manual dalam stereoplotter terhadap masing-masing model stereo pada suatu jalur
atau blok foto udara. Model yang saling berdekatan lalu digabungkan secara
analitik untuk membentuk satu jalur atau blok model, dan selanjutnya
dilaksanakan orientasi absolut secara numerik untuk menyesuaikan jalur atau blok
tersebut kepada kontrol medan.
Di dalam triangulasi semianalitik ini, setiap foto stereo dalam suatu jalur
diorientasikan secara relatif di dalam plotter, dimana sistem koordinat masing-
masing model dalam keadaan bebas antara satu dengan yang lain. Sebaliknya,
koordinat-koordinat model semua titik kontrol dan titik-titik penerus tepi untuk
masing-masing model harus dibaca dan dicatat.
C. Triangulasi Udara Analitik
Pendekatan paling sempurna bagi triangulasi analitik terdiri dari langkah
dasar yang sama dengan triangulasi udara dengan metode analog dan meliputi :
1. Orientasi relatif bagi setiap model.
2. Menghubungkan model yang berdampingan untuk
membentuk satu jalur yang berkesinambungan.
3. Penyesuaian jalur tersebut kepada titik kontrol hasil
pengukuran lapangan.
Triangulasi analitik cenderung lebih teliti jika dibandingkan dengan cara
analog atau cara semianalitik, terutama disebabkan karena teknik analitik secara
lebih efektif dapat memperkecil kesalahan-kesalahan sistematik seperti misalnya
karena pengkerutan film, distorsi karena pembiasan atmosfer, distorsi lensa, dan
sebagainya.
Beberapa macam teknik triangulasi analitik yang berbeda-beda telah
mengalami kemajuan. Akan tetapi pada dasarnya semua metode terdiri dari
penulisan persamaan kondisi yang menyatakan unsur-unsur yang tidak diketahui
tentang orientasi luar masing-masing foto udara dalam hal tetapan kamera,
Kelompok IXII-18
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
koordinat foto yang terukur, dan koordinat medan. Persamaan-persamaan tersebut
dikerjakan untuk menentukan parameter orientasi yang tidak diketahui, dan baik
secara serentak maupun berganti-ganti diperhitungkan besarnya koordinat titik
penerus tepi. Cara kerja analitik telah dikembangkan yang secara serentak dapat
memaksa kedudukan kebersamaan garis atau kebersamaan bidang ke dalam unit-
unit yang terdiri atas pasangan foto udara stereo, triplet stereo, blok-blok kecil,
dan bahkan blok-blok besar foto udara.
Pada Triangulasi Udara terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahapan Persiapan (preparation)
2. Tahapan Pelaksanaan (execution)
3. Tahapan Perataan (adjustment)
Ketiga tahapan di atas adalah dengan asumsi bahwa pekerjaan–pekerjaan
dalam perencanaan, pemotretan, pengukuran ground control dan penyediaan
program dan lain sebagianya sudah dikerjakan sebelumnya.
1. Tahapan Persiapan (preparation)
Merupakan prosedur triangulasi udara dengan spesifikasi persiapan, antara
lain :
a. Persiapan indeks peta, yang berisi antara lain:
1) Jalur-jalur terbang.
2) Titik-titik yang diperlukan dalam pelaksanaan maupun hitungan
(seluruh titik kontrol tanah, titik kontrol minor dan titik kontrol
pengikat).
b. Pemilihan, identifikasi dan penandaan titik amat pada
foto udara dan diapositif.
c. Kalibrasi instrumen dan persiapan format perekaman.
2. Tahapan Pelaksanaan (execution)
Pelaksanaannya meliputi :
a. Prosedur dan pengukuran instrumen.
b. Cek identifikasi dan eliminasi blunder.
c. Studi transformasi untuk mendapatkan data masukan
sesaat bagi perataan akhir.
Kelompok IXII-19
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
3. Tahapan Perataan (adjustment)
Adapun tujuan dari perhitungan dan perataan ini adalah menghitung
koordinat titik-titik kontrol minor berdasarkan titik kontrol yang diketahui
koordinat tanahnya dengan menggunakan perataan yang sesuai. Perataan-
perataan yang dapat dilakukan yaitu :
a. Adjustment with strips
b. Adjustment with independent model
c. Adjustment with bundles
II.3.3.2. Bundle Adjusment
Dalam metode perataan ini berasal dari potongan atau blok fotografi
dengan sekurang-kurangnya 60% overlap dan 20% sidelap. Definisi dari prinsip
penyesuaian kuadrat terkecil adalah bundel-bundel sinar ditempatkan dan diputar
sedemikian rupa sehingga bundel-bundel tumpang tindih satu sama lain sebaik-
baiknya pada titik-titik yang bertalian dan menerobos titik-titik kontrol sedekat
mungkin.
Gambar II.10 Prinsip-prinsip penyesuaian bundel blok
(Subiyanto. S, 2007).
Berikut merupakan hubungan matematika anara koordinat-koordinat
image dan koordinat-koordinat dasarnya :
1. Hubungan matematika antara koordinat-koordinat image dan
dasar.
Kelompok IXII-20
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Gambar II.11 Pusat proyeksi O, titik image P, dan titik obyek mendatar pada garis yang
sama (Kondisi kolinieritas) (Subiyanto, S. 2007).
Berikut merupakan rumusan dari hubungan antara koordinat image dan
dasar :
………(II.9)
…...….(II.10)
Hasil bagi diferensial diperoleh sebagai berikut :
…(II.11)
2. Persamaan-persamaan normal dan observasi
Hasil bagi differensial digunakan untuk menulis persamaan observasi
pangkat satu dari penyesuaian kuadrat terkecil dengan observasi tidak
langsung. Berikut merupakan persamaan observasi dan persamaan normal
dalam notasi matrik :
v = A x – 1 (persamaan observasi)
AT A x = AT 1 = N x = n (persamaan normal)
3. Penyelesaian persamaan normal
Sistem persamaan normal yang direduksi :
……………………………..(II.12)
Pada persamaan penyesuaian kuadrat terkecil memberikan koreksi
terhadap koordinat yang diperkirakan dari titik-titik baru. Jika perkiraan
sangat buruk, nilai-nilai koreksi harus diperlakukan sebagai perkiraan baru
Kelompok IXII-21
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
untuk perhitungan penyesuaian baru. Langkah ini diulangi sampai tidak
ada perubahan signifikan lebih lanjut pada penyesuaian blok yang tidak
diketahui.
Keakuratan dapat diperkirakan untuk penyesuaian blok bundel dengan
60% overlap dan 20% sidelap dan untuk titik-titik yang ditandai sebagai :
Planimetri : 6xy = 3 im pada fotografi.
Tinggi : 6z = 0.03 %o dari jarak kamera (NA – WA)
= 0.04 %o dari jarak kamera (SWA).
II.3.3.3. Image Matching
Mode teks merupakan salah satu media penyampai informasi yang
banyak digunakan. Akan tetapi mode grafik dapat menyampaikan informasi
dengan lebih baik meski dalam bentuk gambar/ citra maupun tulisan. Terlebih lagi
dengan adanya warna sebagai salah satu unsur penting dari grafik, tentunya
informasi yang disampaikan dapat menjadi lebih detail dan lengkap. Dengan
metode global image matching memiliki keuntungan yaitu tidak perlu banyak
campur tangan manusia dalam proses pewarnaannya.
Aplikasi dibuat dengan memerlukan 2 input yakni citra yang akan
diwarnai dan citra sumber. Kecocokan" suasana " antara citra sumber dan citra
tujuan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang baik. Pewarnaan ini
dilakukan berdasarkan perbandingan tingkat kecerahan citra grayscale dan citra
warna. Teknik ini memberi hasil yang cukup memuaskan dalam penerapannya
pada citra yang bervariasi dengan ukuran, tekstur dan tingkat kecerahan yang
berbeda. Sedangkan untuk ketepatan citra yang dihasilkan aplikasi ini adalah
cukup baik, terutama untuk citra warna yang memiliki sedikit warna spektrum.
Proses penentuan titik (objek) pada sepasang foto yang bertampalan
(image matching) dengan bantuan komputer sebagai usaha untuk
mengotomasikan proses restitusi fotogrametri digital sudah menjadi suatu
kebutuhan nyata. Proses image matching diharapkan dapat mengurangi peran dan
beban operator sehingga salah satu sumber kesalahan yang terjadi akibat
kelelahan operator dapat dikurangi.
Kelompok IXII-22
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Keberhasilan atau ketepatan lokasi objek dalam image matching dengan
metode korelasi area-based sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
skala foto, sudut pemotretan, dan ukuran window korelasi. Tingkat keberhasilan
image matching dinyatakan dengan besaran nilai korelasi antara matriks yang
membentuk kedua citra tersebut. Semakin kecil skala foto atau semakin besar
tinggi terbang akan meningkatkan ketepatan lokasi objek sampai dengan
kemiripan 90 %. Besar window dalam proses korelasi ternyata tidak begitu
berpengaruh dalam meningkatkan keberhasilan proses korelasi.
II.3.3.4. Residual Error
Residual Errors adalah perbedaan diantara koordinat yang dimasukkan
untuk titik kontrol tanah atau tie point dan titik – titik tersebut termasuk dalam
perhitungan model matematika. Redusial errors dapat dilihat dalam citra pada
GCP Collection Windows dalam kolom redusial atau dapat dilihat juga dalam
redusial report pada akhir project. Residual Errors akan membantu dalam
penekanan jika solusi yang didapat tidak cukup baik untuk project.
Residual errors tidak hanya merefleksikan kesalahan dalam titik kontrol
tanah dan tie point, tetapi juga digunakan untuk mempertimbangkan kualitas dari
model matematika. Dengan kata lain residual errors tidak hanya memperlihatkan
kesalahan yang butuh dikoreksi melainkan dapat juga mengindikasikan titik yang
buruk. Tetapi secara umum dapat digunakan untuk mengindikasikan secara baik
perhitungan model matematika agar sesuai dengan sistem kontrol tanah.
Cara lain untuk verifikasi kualitas dari model dengan mengumpulkan
titik kontrol tanah sebagai check point. Check point tidak dapat digunakan untuk
perhitungan model matematika, tetapi perhitungan OrthoEngine dengan
perbedaan diantara posisi dengan posisi yang dimaksudkan oleh model dan
termasuk kesalahan pada residual errors report. Walaupun begitu check point
menyediakan akurasi bebas dari model matematika.
Dalam banyak project, seharusnya untuk residual errors untuk satu pixel
atau kurang dari itu. Hal ini dipertimbangkan bagaimana resolusi dari citra,
akurasi dari sumber kontrol tanah dan hal ini dapat menyebabkan efek residual
errors.
Kelompok IXII-23
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
II.3.4. Digital Elevation Model (DEM)
DEM adalah format yang paling sederhana dalam penyajian topografi
berupa file digital yang paling umum.
Gambar II.12 Digital Elevation Model (Anonim, 2005)
Data dalam DEM berupa data raster dimana peta akan terbagi menjadi
beberapa area dimana tiap area atau pixel mengandung data ketinggian (elevasi).
DEM sudah sering digunakan dalam Sistem Informasi Geografi (SIG) dan sebagai
basis yang digunakan dalam peta timbul.
DEM dipadukan dengan data lapangan dapat memberikan kemudahan,
efisien dan akurat dalam pembuatan peta-peta tematik baik sebagai parameter
pembatas maupun parameter penimbang dalam analisis arahan penataan lahan
usaha. Demikian pula dalam proses analisis tiga dimensi (3D) sehingga visualisasi
hasil kajian lebih nyata.
Penggunaan DEM secara umum antara lain meliputi :
a. Menyadap permukaan bumi
b. Membuat peta timbul
c. Menggambarkan gerakan massa (longsoran salju atau batuan)
d. Visualisasi peta 3D
e. Menggambarkan model phisik
f. Koreksi dari pemotretan udara
g. Koreksi tentang gaya berat
h. Meneliti geomorfologi dan geografi fisik.
Kelompok IXII-24
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Produksi DEM dilakukan dengan dua (2) cara yaitu :
a. Secara langsung
b. Secara tidak langsung
Secara tidak langsung yaitu melalui remote sensing, keuntungan
remote sensing adalah kemampuannya dalam menyediakan data atau
informasi untuk menjawab pertanyaan khusus berkenaan dengan
keruangan (spasial).
Sebagian besar penyajian data spasial selalu merujuk kepada kapasitas
GIS/Remote Sensing untuk menganalisis data (data analysis).
DEM digunakan dalam hydrological modelling yaitu sebagai input dan
secara otomatis mendeliniasi sebuah aliran sungai (DAS) dan kemudian
mengkuantifikasi sifat-sifat dari sistem tersebut, seperti arah aliran, akumulasi
aliran, panjang/lebar aliran, erosi, daerah tangkapan air (catchment area).
Gambar II.13 Peta relief shaded dari DEM dan pola aliran sungai (Anonim, 2005)
Ada empat metode dalam pengumpulan data DEM, antara lain:
1. Metode garis vektor atau grafik garis digital yang berupa data
hidrografis dan hypsographic.
2. Gestalt Fotomapper II
3. Metode manual atau dari fotogramertik stereo model
4. Sisipan elevasi dari stereomodel sekeliling digitized
Kelompok IXII-25
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
Selain mengatur ketelitian elevasi juga mengatur ketelitian jarak yang
dialokasikan dalam komputer. Ketelitian jarak ini untuk meneliti corak
hypsographic suatu tingkatan yang berupa detail ke dalam penafsiran informasi
manual kemudian dicetak pada peta dengan skala < 1:100.000.
Karakteristik Data DEM yaitu berupa elevasi vertikal yang ditampilkan
dengan sistem desimal dan unit meter yang utuh. Selain itu ada karakteristik
tambahan yang meliputi :
1. 7-5 minutes, data ini mempengaruhi sistem UTM yang disesuaikan dengan
NAD 27 dan NAD 23. data ini disimpan sebagai profil dengan jarak
sekitar 10-30 km antar masing-masing profil. Ukuran file ini sebesar 9,9
MB untuk suatu resolusi 10 meter dan 1,1 MB untuk 30 meter resolusi
horizontal sebesar 30. Data produk ini tidak baik terlalu baik untuk elevasi
karena variabel sistem UTM tidak bisa mengkoordinasi dengan benar.
2. 7-5 minutes ALASKA DEM, data ini disesuaikan secara horizontal
mengenai ilmu bumi berupa lintang dan bujur yang mengkoordinir
sistematik angka horizontal NAD 27 dan NAD 23. Pengaturan jarak antara
elevasi sepanjang profil adalah 1° garis lintang oleh 2° garis bujur.
3. 30 minutes DEM, data ini terdiri dari 4°15’ minutes unit penentuan yang
disesuaikan secara horizontal dari NAD 27 maupun NAD 83. pengaturan
jarak elevasi sepanjang profil dan antar profil 2 arc second.
4. 15 minutes ALASKA DEM, data ini disesuaikan secara horizontal ke
NAD 27 atau NAD 83. pengukuran jarak titik sepanjang profil adalah 2
arc second garis lintang oleh 3 arc second garis bujur. Masing-masing
profil mempunyai 451 elevasi.
5. 1 DEGREE DEM, data ini disesuaikan secara geografis dengan angka
horizontal dalam WGS sistem 1972 ada beberapa unit yang menguraikan
WGS 72. pengaturan jarak elevasi sepanjang garis masing-masing adalah 3
arc second dengan 201 elevasi tiap profil.
Data DEM dari ALASKA mempunyai pengecualian dimana pengukuran
jarak dan jumlah elevasi tergantung garis lintang antara 50° dan 70° lintang utara.
Kelebihan DEM tergantung pada resolusi dan sumber data tersebut. Ketelitian
Kelompok IXII-26
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
data DEM diperoleh dengan membandingkan elevasi linier di dalam DEM dengan
menyesuaikan penempatan dalam peta serta menghitung simpangan baku yang
statistik (MRSE). MRSE ini digunakan untuk menguraikan ketelitian dan itu
karena 7,5 minutes yang diperoleh DEM dari sumber fotogrametri 90%-nya
mempunyai ketelitian vertikal 7 meter MRSE dan 10% yang mencakup 8-10
meter. Arsip data DEM dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Jenis A berisi informasi yang melukiskan karakteristik DEM, secara
umum termasuk nama, batas, menghitung ukuran, elevasi maksimum dan
minimum.
2. Jenis B berisi profil data elevasi serta untuk merekam masing-masing
profil.
3. Jenis C merekam ketelitian data statistik.
II.3.5. Geocode
Geocode (Geospatial Entity Object Code) merupakan format representasi
pengukuran koordinat geospasial yang digunakan untuk menyediakan suatu
representasi penyajian standart dari suatu lokasi titik geospasial yang tepat, di
bawah ataupun di atas permukaan bumi pada suatu waktu yang telah ditetapkan.
Representasi format Geocode merupakan kombinasi dari atribut
geospasial di bawah ini :
1. Geocode Format Registry Number
2. Garis lintang
3. Garis bujur
4. Tanggal
5. Waktu setempat
6. Waktu global dalam format Universal Coordinated Time
(UTC)
7. Sistem Referensi Koordinat (Coordinate Reference System
Type Registry Number - IS0 19115, Geodetic Reference Ellipsoid,
Registry Number, Geodetic Reference Datum Registry Number,
Coordinate Format Registration Number - ISO 19145),
8. Sensor akurasi koordinat untuk garis lintang dan garis bujur.
Kelompok IXII-27
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
9. Internet Protocol Version 4 (IPv4) address or Internet Protocol, Version
6 (IPv6) address in Compressed, Uncompressed or Fully Uncompressed
decimal format.
10. Atribut geospasial yang lain.
Atribut pokok yang termasuk dalam format representasi Geocode yaitu
Format Registry, garis lintang dan garis bujur. Dan semua atribut
tambahan yang lain. Suatu Geocode adalah semua representasi nomor
natural format spesifikasi.
Geocoding adalah proses dimana kita akan menambahkan titik lokasi
terdefinisi dengan alamat jalan, atau keterangan alamat lain ke dalam suatu peta.
Komputer menyamakan pin kedalam peta jalan di peta. Alamat yang paling
mungkin digunakan dari data geografi. Dengan data alamat geocoding dapat
membangun beberapa aplikasi, misalnya mulai dari tinggal mahasiswa sampai
hubungannya dengan sekolahan, untuk pemetaan langganan untuk menolong
memutuskan dimana lokasi kantor cabang, untuk analisa pola kejahatan
perkotaan, dan lain-lain.
II.4. Teori Statistik
Statistik adalah salah satu cabang ilmu yang memberikan suatu metoda
untuk mengelola (mengumpulkan, mengolah, menganalisis) dan merangkum data,
sekaligus menggunakan informasi dalam data tersebut untuk menghasilkan
berbagai kesimpulan atas fenomena yang diamati.
Dari kondisi yang penuh ketidakpastian pada real world seringkali harus
diambil suatu keputusan. Metode statistik membantu mengambil keputusan yang
cerdas ilmiah, dikenal sebagai “menebak secara terpelajar” (educated guesses).
Sedangkan keputusan tanpa metoda statistik atau ilmiah biasanya dikenal sebagai
tebakan biasa (pure guesses) dan hasilnya kurang dapat diandalkan.
Statistik juga memiliki aspek teoritis (matematis) dan aspek praktis.
Statistik teoritis berkaitan dengan pembentukan, penurunan, dan pembuktian
teori-teori, rumus-rumus, dan hukum-hukum statistik. Sedangkan statistik terapan
melibatkan aplikasi teori-teori, rumus-rumus, dan hukum-hukum tersebut untuk
Kelompok IXII-28
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
menyelesaikan masalah di real world. Analisis statistik dimulai dari deskripsi
fakta, analisis dan membuat kesimpulan, sehingga dapat dibuat keputusan sebagai
dasar dalam membuat tindakan-tindakan lebih lanjut.
Dalam banyak hal, kita sering harus menggali informasi atau menarik
kesimpulan dari sebuah populasi (population) yang melibatkan seluruh individu
atau obyek jenis tertentu. Istilah populasi numeris (numerical population) muncul
bila anggota populasi tersebut merupakan himpunan bagian dari kelompok-
kelompok data.
II.4.1. Mean
Rata-rata hitung yang merupakan rata-rata sampel dihitung dengan cara
jumlah semua data sampel dibagi banyaknya data sampel (n). Dapat dirumuskan
sebagai berikut :
= Jumlah data....................................................................................(II-14)
N
Keterangan :
N = banyaknya data
II.4.2. Simpangan Baku
Simpangan Baku merupakan rata-rata variansi dari semua data terhadap
nilai tengah (rata-rata), yang nilainya adalah akar dari variansi. Dapat dirumuskan
sebagai berikut :
...............................................................................(II-15)
Keterangan :
n = banyaknya data sampel
= rata-rata
Xi = masing-masing data
II.4.3. Variansi
Kecenderungan pusat data berupa rata-rata hitung tidak selalu memberikan
cukup informasi, karena adanya variabilitas dari data yang diambil. Untuk dapat
mengukur tingkat perbedaan ukuran data antara satu dengan lainnya, perlu
Kelompok IXII-29
Laporan Praktikum Fotogrammetri II (PCI Geomatica)
diketahui adanya dispersi atau variasi data, yang nilainya dapat dinyatakan dalam
simpangan baku sebagai akar dari variansi. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
.................................................................................(II-16)
Keterangan :
n = banyaknya data sampel
Xi = masing-masing data
= rata-rata
Kelompok IXII-30