bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ASKEP CA SERVIKS
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
B. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual
semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih
terlalu muda
2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin
faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan
kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
4
6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene
penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR
akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
C. Patofisiologi
Pembengkakan
Neoplasma non-neoplasma (tumor)
Maligna Benigna Kista Radang Hipertrofi(kanker)
Karsinoma Sarkoma(Ca cerviks)
Menyebar
Kontinuitatum Limfogen Hematogen Implantas transluminalIatrogenik
Sel ca keluar organ Sal limfe kapiler darah Dinding sal suatu systemTindakan medik
(sal cerna, kemih, nafas)
Infiltrasi ke organ metastasis kel. V. porta, v. kava, Masase, palpasi kasar,sekitar Limf. Regional v. pulmonalis tindakan operasi
Masuk ke lumen
Perlekatan kel.Limfe. Metastasis Hati, paru, pleura, Organ lain, rongga tubuh peritoneum, omentum,
5
ovarium, tulang, kulit, otak, sumsum tulang, kel. Limfe.Gambaran Penyebaran Ca cerviks:
Pertumbuhan neoplasma
Sel – sel maligna
Stadium in situ dan stadium Ia:- Dijumpai kebetulan
karena tidak ada gejala
yang khas
- Leukorea yang
menahun
- Kontak berdarah.
Stadium medium Ib – II:- Leukorea menahun.
- Kontak berdarah
bertambah.
- Spotting atau disertai
patrun menstruasi
bertambah.
Stadium lanjut III – IV:- Leukorea berbau
khas.
- Perdarahan terus –
menerus.
- Disertai gejala akibat
metastase.
- Badan menjadi
kurus.
KelemahanKetakutan/ansietas Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Defisit knowledge Resikop erubahan pola seksual
Perdarahan profuseMetastase jauh dengan komplikasi kliniknya
UremiaKakeksia
D. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:
6
Predisposisi:- Kawin usia
muda
- Multiparitas
- Multipartner
- Infeksi
1. Usia.
2. Jumlah perkawinan
3. Hygiene dan sirkumsisi
4. Status sosial ekonomi
5. Pola seksual
6. Terpajan virus terutama virus HIV
7. Merokok
E. Klasifikasi
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
I a Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor
sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh
limfe atau pembuluh darah.
I b Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan
histologi ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina
dan parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding
panggul
III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang parametrium tidak
dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat
antara tumor dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa
rektum dan atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul
ketempat yang jauh
IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar
7
dari pangul kecil, metastasi jauh belum terjadi
IV b Telah terjadi metastasi jauh.
F. Tanda dan Gejala
1. Perdarahan : Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang
perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal
perdarahan terjadi lambat.
2. Keputihan yang berbau dan tidak gatal : Biasanya menyerupai air, kadang-kadang
timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan
keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.
3. Cepat lelah
4. Kehilangan berat badan
5. Anemia
G. Manifestasi Klinis
Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen
yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau
busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan,
dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba
lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai
vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang
diperoleh dari biopsi.
H. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul
gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan
radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
8
I. Pemeriksaan Penunjang
Ø Sitologi, dengan cara tes pap
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker
serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ)
dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50%
sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil
positif palsu sebesar 3-15%.
Kolposkopi
Servikografi
Pemeriksaan visual langsung
Gineskopi
Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
J. Penatalaksaan Medis
Tingkat Penatalaksaan
0
I a
I b dan II a
II b , III dan IV
IV a dan IV b
Biopsi kerucut
Histerektomi trasnsvaginal
Biopsi kerucut
Histerektomi trasnsvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
evaluasi kelenjar limfe paraorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radiologi pasca pembedahan)
Histerektomi transvaginal
Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi
KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN
A. Pengkaijan
1. Identitas klien.
2. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
3. Riwayat penyakit sekarang9
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau
tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya
keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit
dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
4. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal
yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit
infeksi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini
atau penyakit menular lain.
6. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan
agaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
• Perdarahan
• keputihan
2. palpasi
• nyeri abdomen
• nyeri punggung bawah
C. Pemeriksaan Dignostik
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
10
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan
dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk
melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang
kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada
serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
D. Terapi
1. Irradiasi
• Dapat dipakai untuk semua stadium
• Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
• Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Dosis
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
• Kerentanan kandungan kencing
• Diarrhea
• Perdarahan rectal
• Fistula vesico atau rectovaginalis
4. Operasi
• Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II
• Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi
• Irradiasi dan pembedahan
11
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya
vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami
kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah
penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 %
dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-
10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
4. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan
pemberian kemoterapi.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi
genokologis dan prognosis yang tak menentu.
7. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker
terhadap peran pasien dalam keluarga.
8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan
terbatasnya informasi.
F. Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .
Tujuan: Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi perdarahan.
Intervensi :
Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
Berikan cairan secara cepat.
Pantau dan atur kecepatan infus.
Kolaborasi dalam pemberian infus
12
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
Tujuan: Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet
yang ditentukan.
Pantau masukan makanan oleh klien.
Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai dengan
diet.
Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
Tujuan: Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.
Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan
Anjurkan pasien beristirahat sesuai kebutuhan.
Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotika.
4. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan: Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
Intervensi :
Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap (Hb
dan Trombosit)
Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan.
Observasi tanda-tanda perdarahan.
Observasi tanda-tanda vital.
Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC ( Trombosit Concentrated)
13
5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan
pemberian kemoterapi.
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.
Intervensi:
Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak
mungkin dengan diimbangi aktifitas.
Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan
yang dialami.
Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi
genokologis dan prognosis yang tak menentu.
Tujuan: Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat
dapat diatasi.
Intervensi:
Gunakan pendekatan yang tenang dan cipakan suasana lingkungan yang
kondusif.
Evaluasi kempuan pasien dalam mengambil keputusan
Dorong harapan yang realistis.
Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
Berikan dorongan spiritual.
7. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker
terhadap peran pasien dalam keluarga.
Tujuan : Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap
perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.
Intervensi :
Bantu pasien untuk mengedintifikasi peran yang bisa dilakukan didalam
keluarga dan komunitasnya.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang spesifik yang
dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya.
14
Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran
anggota yang sakit.
8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan dengan
terbatasnya informasi.
Tujuan : Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari
pemberian terapi.
Intervensi:
Baringkan pasien diatas tempat tidur.
Kaji kepatenan kateter abdomen.
Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama pengobatan
Jelaskan pada pasien efek yang mungkin dapat terjadi.
G. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :
1. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi perdarahan.
2. Kebutuhan Nutrisi dan Kalori pasein tercukupi kebutuhan tubuh
3. Tidak ada tanda-tanda infeksi
4. Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
5. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.
6. Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat dapat
diatasi.
7. Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap perannya dan
mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.
8. Pasein dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari pemberian terapi
15
2.2 ASKEP CA OVARIUM
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung
telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker
ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening
dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini
merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang
menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan
epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C. Faktor Risiko
1. Diet tinggi lemak
2. Merokok
3. Alkohol
16
4. Penggunaan bedak talk perineal
5. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
6. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
7. Nulipara
8. Infertilitas
9. Menstruasi dini
10. Tidak pernah melahirkan
D. Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
1. Haid tidak teratur
2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat
3. Menoragia
4. Nyeri tekan pada payudara
5. Menopause dini
6. Rasa tidak nyaman pada abdomen
7. Dispepsia
8. Tekanan pada pelvis
9. Sering berkemih
10. Flatulenes
11. Rasa begah setelah makan makanan kecil
12. Lingkar abdomen yang terus meningkat
E. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation
InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi
sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel
ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
17
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau
kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan
bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau
kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan
bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di
peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis
kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif
tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya
pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant
dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm,
dan kelenjar getah bening negativ.
3. . Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis
jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga
metastasis ke permukaan liver.
F. Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada
seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
Kista cepat membesar
Kista pada usia remaja atau pascamenopaus.
18
Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
Kista dengan bagian padat
Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta – HCG dan
alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium,
akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
G. Penatalaksanaan
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya
kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel
yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi
diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu sekali dengan melakukan
pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang,
fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan
sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
Operasi (stadium awal)
Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut
H. Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
1. Data diri klien
Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
1. Riwayat kesehatan masa lalu
2. Riwayat kesehatan keluarga
3. Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
4. Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
5. Pemeriksaan fisik
19
6. Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan
peran
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi
tubuh, perubahan kadar hormone
4. Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru karena desakan
diafragma, bendungan cairan pleura
3.Tujuan dan Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Defenisi : Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul dari kerusakan jaringan secara secara aktual dan potensial atau menunjukkan
adanya kerusakan. Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai
berat yang diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik :
Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
Tingkah laku berhati hati
Muka topeng
Gangguan tidur
Fokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,kerusakan proses berfikir,penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi(jalan jalan, menemui orang,aktifitas berulang )
Respon otonom(diaphoresis, perubahan tekanan darah ,perubahan napas
nadi,dilatasi pupil)
Perubahan otonom dalm dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif(gelisah merintih,menangis,waspada iritabel,napas panjang
mengeluh
Perubahan dalam nafsu makan
Fakta dari observasi
20
Faktor yang Berhubungan :
Agen injuri (biologis, kimia, fisik, psikologis)
NOC:
Pain level
Pain control
Comfort level
Intervensi :
Manajemen nyeri
Pemberian Analgesik
Pemberian obat penenang
NIC
MANAJEMEN NYERI
Defenisi: pengurangan rasa nyeri serta peningkatan kenyamanan yang bisa diterima
oleh pasien
Aktivitas:
Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang tidak bisa
mengkomunikasikannya secara efektif
Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic
Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan
tanggung jawab sehari-hari)
Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang
mengakibatkan cacat
Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai efektifitas
pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
21
Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan nyeri
serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat
penyembuhan
Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan pada
pasien dan rencana keperawatan
Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur
Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien
(suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor yang mempercepat atau
meningkatkan nyeri (spt:ketakutan, fatique, sifat membosankan, ketiadaan
pengetahuan)
Mempertimbangkan kesediaan pasien dalam berpartisipasi, kemampuannya dalam
berpartisipasi, pilihan yang digunakan, dukungan lain dalam metoda, dan
kontraindikasi dalam pemilihan strategi mengurangi nyeri
Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis, nonfarmakologis, dan
hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda mengurangi nyeri
Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri
Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS,
hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure, apikasi
hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, selama
puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih
terukur.
Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri secara non-farmakologi.
Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)
Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan (puncak nyeri)
Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi evaluasi
resiko pemberian obat penenang
Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi sebelum prosedur
nyeri hebat
22
Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam catatan
medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain
Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri secara
berkelanjutan
Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien
Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri
Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap nyeri
Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika ada komplain
dari pasien mengenai metoda yang diberikan
Informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain/anggota keluarga tentang
penggunaan terapi non-farmakologi yang akan digunakan oleh pasien
Gunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dalam manajemen nyeri
Mempertimbangkan pasien, keluarga, dan hal lain yang mendukung dalam proses
manajemen nyeri
Menyediakan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
terhadap respon nyeri
Menyertakan keluarga dalam mengembangkan metoda mengatasi nyeri
Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan dalam interval yang
ditetapkan.
PEMBERIAN ANALGESIC
Defenisi: menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi nyeri
Akatifitas:
Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati
pasien
Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan
analgesic
Cek riwayat alergi obat
Mengevaluasi kemampuan pasien dalam pemilihan obat penghilang sakit, rute, dan
dosis, serta melibatkan pasien dalam pemilihan tersebut
Tentukan jenis analgesic yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID)
berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
Tentukan analgesic yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
23
Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai lokasi penyuntikan, jika
mungkin
Hindari pemberian narkotik dan obat terlarang lainnya, menurut agen protokol
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama
atau jika ada catatan luar biasa.
Memberikan perawatan yang dibutuhkan dan aktifitas lain yang memberikan efek
relaksasi sebagai respon dari analgesi
Cek pemberian analgesic selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeri
tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
Set harapan positif mengenai efektivitas obat analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien
Mengurus adjuvant analgesic dan/atau pengobatan ketika memerlukan tindakan
tanpa rasa sakit
Mempertimbangkan penggunaan infus secara terus menerus, baik sendiri atau
bersama dengan pil opioids, untuk memelihara tingkatan serum
Lakukan tindakan pengamanan pada pasien dengan obat analgesic narkotik
Instruksikan untuk menggunakan pengobatan PRN sebelum nyeri bertambah
Menginformasikan individu yang mendapatkan analgesic narkotika,bahwa pasien
akan merasa mengantuk hingga 2 sampai 3 hari kemudian kembali normal
Mengkaji pengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai analgesic, terutama
sekali opioids(karena resiko kecanduan tinggi)
Mengevaluasi efektivitas analgesic pada interval tertentu, terutama setelah dosis
awal, pengamatan juga diakukan melihat adanya tanda dan gejala buruk atau tidak
menguntungkan ( berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi)
Dokumentasikan respon pasien tentang analgesic, catat efek yang merugikan
Mengevaluasi dan mendokumentasikan tingkat pemberian obat penenang pada
pasien yang menerima opioids
Tindakan pesawat untuk mengurangi efek merugikan dari analgesic (contoh :
konstipasi dan iritasi lambung)
Kolaborasikan dengan dokter jika terjadi perubahan obat, dosis, rute pemberian,
atau interval, serta membuat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip
equianalgesic
24
Mengajari tentang penggunaan analgesic, strategi ke menurunkan efek samping,
dan harapan untuk keterlibatan dalam membuat keputusan dalam manajemen nyeri
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam
penampilan fungsi dan peran
Tujuan : Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan
keputusan
Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran
tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang
lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau
fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
– Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara
mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh
prosedur pembedahan
Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual
saat kelelahan
25
Diagnosa 4:Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru karena
desakan diafragma, bendungan cairan pleura
Defenisi: inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat
NOC
1. Status Respirasi : Ventilasi
Defenisi : Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru
Indikator
Rata-rata Pernafasan dalam rentang yang diharapkan
Irama pernafasan dalam rentang yang diharapkan
Kedalaman pernafasan
Ekspansi dada yang simetris
Mudah bernafas
Pengeluaran sputum keluar dari jalan nafas
Keadekuatan vocal
Ekpulsi udara
Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Tidak ada bunyi nafas
Tidak ada retraksi dada
Tidak ada nafas pendek
Auskultasi bunyi pernafasan dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada dipnea
2. Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas
Definisi: Saluran trakheobronkial tetap terbuka
Indikasi
Demam tidak ada
Ansietas tidak ada
Sesak tidak ada
Frekuensi napas IER*
Irama napas IER
Keluaran sputum dari jalan napas
26
Tidak ada suara napas tambahan
3. Status tanda tanda vital
Defenisi : temperatur, nadi, dan tekanan darah berada dalam rentang normal
Indikator
Suhu
Frekuensi
Frekuensi
Frekuensi napas
TD sistolik
TD diastolik
NIC
1. Manajemen jalan nafas
Defenisi: memfasilitasi kepatenan jalan nafas
Aktivitas:
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust (dagu diangkat atau
rahang ditinggikan) sesuai dengan kebutuhan
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan nafas actual
Masukkan jalan nafas melalui mulut atau nasofaring ,sesuai dengan kebutuhan
Lakukan fisioterapi dada sesuai dengan kebutuhan
Bersihkan secret dengan menganjurkan batuk atau dengan menggunakan
penghisapan
Dukung untuk bernafas pelan, dalam, berbalik, dan batuk
Instruksikan bagaimana batuk efektif
Berikan bronkodilator sesuai dengan kebutuhan
Berikan pengobatan aerosol sesuai dengan kebutuhan
Atur posisi untuk mengurangi dipsnea
Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
2. pemantauan tanda-tanda vital
Defenisi: pengumpulan dan analisis data dari system kardiovaskuler, system
pernapasan, suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah terjadinya komplikasi.
27
Aktifitas:
Monitor tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan status pernapasan
Catat arah dan luas ketidaktetapan tekanan darah.
Monitor tekanan darah ketika pasien berbaring,duduk, dan berdiri
Auskultasi tekanan darah dikedua lengan dan bandingkan.
Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum, selama, dan sesudah
melakukan kegiatan.
Monitor adanya laporan tanda dan gejala dari hipotermi dan hipertermi.
Monitor jumlah dan kualitas denyut nadi.
Ambil denyut nadi apical dan radial secara bersamaan dan catat perbedaannya.
Monitor luas dan sempit tekanan darah.
Monitor irama dan kecepatan jantung.
Monitor pola pernafasan yang abnormal.
Monitor adanya sianosis.
28
2.3 MYOMA UTERI
A. Definisi
Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang
disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat
asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri ( 2 % )dan pada korpus uteri ( 97 % ), belum
pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.
B. Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil
penelitian Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi mioma uteri
tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya
dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 )
Lokalisasi Mioma Uteri
Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam
dinding uterus.
Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh kearah kavum uteri dan menonjol
dalam kavum itu.
Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada
permukaan uterus.
C. Komplikasi
Pertumbuhan leimiosarkoma.
29
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar,
sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
Torsi (putaran tangkai )
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses
ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis
jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat
melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan
gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Darah Lengkap
Haemoglobin : turun Albumin : turun
Lekosit : turun/meningkat
Eritrosit : turun
USG
Terlihat massa pada daerah uterus.
Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai..
Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa
30
menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara
rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.
Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang perlu diangkat adalah dengan
pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan
histerektomi total abdominal.
Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal
Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )
TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,serviks,
kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada
malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis .
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu
tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat
uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic diseas,
leymiomas dan chronic endometriosis.
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan
(Depkes RI, 1991 ).
2. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-
data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan
Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-
BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35
tahun keatas.
Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri
terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
31
3. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena
terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah
biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut
adalah :
Lokasi nyeri :
Intensitas nyeri , Waktu dan durasi, Kwalitas nyeri.
4. Riwayat Reproduksi
Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah
ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
Hamil dan Persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat
pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ini
dihasilkan dalam jumlah yang besar.
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.
5. Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien
dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi
merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai
lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai
hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita
merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan.
Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan
psikologi klien.
6. Status Respiratori
32
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar
tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat
terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada
saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien
yang memakai anaestesi general.
7. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab
oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran
dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat
kesadaran merupakan gejala syok.
8. Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang
hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat
operasi, muntah akibat anestesi.
9. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,
tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan
kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
10. Diagnose Keperawatan
Gangguan Rasa nyaman (nyeri ) berhubungan dengankerusakan jaringan otot
dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah
neyeringai.
Gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma
mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan
hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
33
Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat
pada hubungan seksual .
Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya
berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi
yang kurang benar.
11. Rencana Tindakan
Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf. :
Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk
membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah
diperbolehkan.
Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
Observasi efek analgetik (narkotik )
Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.
Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi
(retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan,
oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.
Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine
Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya ketidaknyamanan dan
rasa nyeri.
Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur
posisi, mengalirkan air keran.
Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan
baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali
dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
34
Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat
untuk melancarkan urine.
Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu
pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.
Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri
berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak,
perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan
klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
Libatkan klien dalam perawatannya
Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan
menyenangkan.
Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan
pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka
dan mandi.
Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan
keluhan-keluhannya.
Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan
tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas,
menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan
denganterbatasnya imformasi.
Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi kontraindikasi yang
sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi
yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
35
Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil
dan menstruasi
Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan sirklus
penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu
seterusnya sampai umur menopause.
Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan
mengurangi resiko osteoporosis
Jelaskan resiko penggunaan therapy
Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da
troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah, pusing
dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada payudara.
F. Patofisiologi
36
HerediterPola HidupHormonal
Myoma SubserosumMyoma SubmukosumMyoma Intramural
Myoma Uteri
Informasi mengenai penyakit suhu tubuh
MassaPerdarahan pervagina
Tanda /Gejala
Anemia
HB Gangguan keseimbangan
cairan
Tindakan operasi
Cemas
Proses Infeksi/nekrosis
37
Pola Eliminasi Alvi
Syok Hipovolemik
Pola Eliminasi Urin
Konstipasi
Vesika Urinaria Rectum
Penekanan organ sekitar
Retensio Urin
38