bab ii

31
3 BAB II ISI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kehilangan Gigi (Edentulous) Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli. Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses penuaan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi, periodontitis, atau kecelakaan. Hilangnya beberapa gigi disebut edentulous sebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulous total (Gunadi dkk., 2012). Edentulous total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi. Edentulous sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. Pada pasien edentulous sebagian, hilangnya gigi dilanjutkan dengan penurunan tulang alveolar, gigi tetangga dan pengaruh tingkat kesulitan jaringan pendukung dalam menerima restorasi prostetik yang adekuat. Kualitas dari jaringan pendukung memperbaiki kondisi keseluruhan dan

Upload: reza-irian-rama

Post on 05-Dec-2014

910 views

Category:

Documents


110 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

3

BAB IIISI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kehilangan Gigi (Edentulous)

Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli.

Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses

penuaan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi,

periodontitis, atau kecelakaan. Hilangnya beberapa gigi disebut

edentulous sebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulous total

(Gunadi dkk., 2012).

Edentulous total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari

rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan

pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi.

Edentulous sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi

tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. Pada pasien edentulous

sebagian, hilangnya gigi dilanjutkan dengan penurunan tulang alveolar,

gigi tetangga dan pengaruh tingkat kesulitan jaringan pendukung dalam

menerima restorasi prostetik yang adekuat. Kualitas dari jaringan

pendukung memperbaiki kondisi keseluruhan dan dipertimbangkan

pada tingkat diagnostik dari sistem klasifikasi (Gunadi dkk., 2012).

2.1.2 Gigi Tiruan (Protesa)

Pengertian Gigi Tiruan adalah gigi tiruan yang menggantikan

satu atau lebih gigi yang hilang yang dilekatkan pada gigi asli, biasanya

digunakan dengan pontik yang didisain untuk memenuhi fungsi dan

juga estetika dari gigi yang hilang tersebut (Rosenstiel dkk., 1995).

Menurut Simon dan Yanase (2003) gigi tiruan tetap adalah gigi tiruan

sebagian yang dilekatkan secara mekanis pada gigi asli, akar gigi dan

atau implan gigi sebagai penyangga utama gigi tiruan.

Gigi tiruan tetap yang baik adalah yang dapat mengembalikan

fungsi kunyah, fungsi estetik, fungsi bicara, mengembalikan kesehatan

Page 2: BAB II

4

jaringan penyangga gigi dan kesehatan syaraf serta otot pengunyahan.

Salah satu komponen gigi tiruan yang perlu mendapat perhatian untuk

tercapainya tujuan pembuatan tersebut adalah pontik yaitu bagian gigi

tiruan yang menggantikan gigi yang hilang. Dylina (1999) mengatakan

bahwa sisa makanan yang menumpuk pada permukaan lingual serta

pengeluaran kelebihan udara dan ludah dari permukaan lingual hingga

labial mengakibatkan gangguan bicara pada kebanyakan bentuk pontik.

2.2 Pembahasan

SKENARIO PBL 1

HK, 23 tahun, seharian ini tampak bersungut-sungut pasalnya sudah

hampir 1 tahun ini ia selalu dipanggil Pak ketika ditempat umum. Padahal

HK belum juga lulus dari kuliahnya apalagi menikah dan punya anak. Semua

ini berawal dari kecelakaan lalu lintas yang menimpanya 1,5 tahun yang lalu.

Meskipun HK tidak mengalami cedera kepala atau cidera lain yang serius,

akan tetapi kecelakaan itu mrngakibatkan HK harus merelakan 5 gigi

depannya dicabut.

2.2.1 Klarifikasi Istilah (Step 1)

Semua isitilah dimengerti pada skenario sehingga tidak

terdapapat isitilah yang harus diklarifikasi.

2.2.2 Rumusan Permasalahan (Step 2)

1. Etiologi kehilangan gigi?

2. Jenis-jenis atau klasifikasi kehilangan gigi?

3. Akibat yang ditimbulkan karena kehilangan gigi?

4. Jenis-jenis dan perawatan yang dilakukan pada kasus

2.2.3 Curahan Pendapat (Step 3)

1. Etiologi kehilangan gigi?

a. Faktor penyakit

1) Karies

2) Penyakit periodontal

3) Penyakit sistemik

Page 3: BAB II

5

b. Trauma atau cidera

c. Tidak memiliki benih gigi

d. Oral higiens buruk

2. Jenis-jenis atau klasifikasi kehilangan gigi

Menurut Gunadi dkk., (2012), Kennedy dan Applegate-

Kennedy membagi beberapa klasifikasi kehilangan gigi, berikut

penjelasannya:

a. Klasifikasi Kenedy

1) Tidak ada gigi bagian posterior yang masih ada (bilateral).

2) Tidak ada gigi bagian posterior yang masih ada (unilateral).

3) Tidak bergigi dan diantara gigi yang masih ada bagian

posterior atau anterior .

4) Tidak bergigi pada bagian anterior dan melewati midline.

b. Klasifikasi Applegate-Kenedy

1) Tidak ada gigi dan berada di bagian gigi paling posterior yang

masih ada (bilateral).

2) Tidak ada gigi dan berada di bagian gigi paling posterior yang

masih ada (unilateral).

3) Tidak ada gigi dan berada diantara gigi yang masih ada bagian

posterior.

4) Berada pada gigi anterior melewati midline.

5) Berada pada gigi anterior paradental dan gigi tetangga tidak

mnjadi sebagai penyangga.

6) Berada pada gigi anterior paradental caninus menjadi

penyangga.

c. Klasifikasi Soelarko

1) Gigi posteriornya tidak ada.

2) Diantara gigi geligi.

3) Modifikasi dari gigi posterior dan gigi lainnya.

3. Akibat yang ditimbulkan karena kehilangan gigi

a. Estetik

Page 4: BAB II

6

b. Fungsi pengunyahan dan bicara

c. TMD dan muscle spasm

d. Premature kontak

e. Erupsi berlebih

f. Rotasi

g. Karies

h. Atrofi otot

4. Jenis-jenis dan perawatan yang dilakukan pada kasus

a. Fix dan removeble

1) Cekat (GTC)

2) Lepasan (GTSL)

b. Berdasarkan jenis bahan gigi tiruan

1) Logam dan non logam

2) Thermoplastis atau valplas

3) Acrylic

c. Berdasarkan saat pemasangannya

1) Immediate atau saat setelah pencabutan.

2) Konvensional atau tidak langsung setelah pencabutan, biasanya

beberapa hari setelah pencabutan.

d. Berdasarkan sayap bukal

1) Open face atau tanpa sayap bukal yang meyerupai gusi.

2) Closed face atau dengan sayap bukal yang menyerupai gusi.

2.2.4 Analisis Masalah (Step 4)

1. Etiologi kehilangan gigi.

a. Fraktur

b. Penyakit sistemik

c. Resesi gingiva

d. Penyakit periodontal

e. Tidak ada benih gigi

f. Usia

Page 5: BAB II

7

2. Jenis-jenis atau klasifikasi kehilangan gigi

a. Klasfikasi Kenedy

1) Kelas I

Daerah tak bergigi terletsk dibagian posterior dari gigi

yang masih ada dan berada pada ke dua sisi rahang (bilateral).

2) Kelas II

Daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi

yang masih ada dan berada hanya pada salah satu sisi saja

(unilateral).

3) Kelas III

Daerah yang tak bergigi terletak di antera gigi-gigi

yang masih ada di bagian posterior maupun anteriornya

unilateral.

4) Kelas IV

Daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dan

gigi yang masih dan melewati garis median (Gunadi, 2012).

b. Klasifikasi Applegate Kenedy1) Kelas I

Daerah edentulous sama dengan kelas I Kennedy,

terletak di bagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan

berada pada kedua sisi rahang (bilateral). Keadaan ini sering

dijumpai pada rahang bawah. Secara klinis dijumpai :

a) Derajat resorpsi residual ridge bervariasi.

b) Tenggang waktu pasien tidak bergigi akan mempengaruhi

stabilitas gigitiruan yang akan dipasang.

c) Jarak antar lengkung rahang bagian posterior biasanya

sudah mengecil.

d) Gigi asli yang masih ada atau tinggal sudah migrasi dalam

berbagai posisi.

e) Gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.

f) Jumlah gigi yang masih tertinggal di bagian anterior

umumnya 6-10 gigi.

Page 6: BAB II

8

g) Ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi

temporomandibula.

2) Kelas II

Daerah edentulous sama seperti kelas Kennedy, terletak

dibagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan hanya

berada pada salah satu sisi rahang (unilateral). Secara klinis

dijumpai keadaan:

a) Resorpsi tulang alveolar terlihat lebih banyak.

b) Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.

c) Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada

gigi antagonis ini.

d) Pada kasus ekstrim, karena tertundanya pembuatan protesa

untuk jangka waktu lama, kadang-kadang perlu pencabutan

satu atau lebih ggi antagonis.

e) Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan

sendi temporomandibula.

3) Kelas IIIDaerah edentulous sama seperti kelas III Kennedy,

terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior

maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang

(unilateral). Daerah edentulous paradental dengan kedua gigi

tetangganya tidak lagi mampu memberi dukungan kepada

protesa secara keseluruhan. Secara klinis, dijumpai keadaan :

a) Daerah tak bergigi sudah panjang.

b) Bentuk atau panjang akar gigi kurang memadai.

c) Tulang pendukung mengalami resorpsi servikal, dan atau

disertai goyangnya gigi secara berlebihan.

d) Beban oklusal berlebihan.

4) Kelas IV

Daerah edentulous sama dengan kelas IV Kennedy,

terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan

melewati garis median. Pada umumnya untuk kelas ini dibuat

gigitiruan sebagian lepasan, bila:

Page 7: BAB II

9

a) Tulang alveolar sudah banyak hilang.

b) Gigi harus disusun dengan overjet besar, sehingga

dibutuhkan banyak gigi pendukung.

c) Dibutuhkan distribusi merata melalui banyak gigi

penyangga, pada pasien dengan daya kunyah besar.

d) Diperlukan dukungan dengan retensi tambahan dari gigi

penyangga.

e) Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap

untuk memenuhi faktor esetetik.

5) Kelas V

Daerah edentulous berada pada salah satu sisi rahang,

gigi anterior lemah dan tidak dapat digunakan sebagai gigi

penyangga atau tidak mampu menahan daya kunyah. Kasus

seperti ini banyak dijumpai pada rahang atas, karena gigi

kaninus yang dicabut malposisi atau terjadi kecelakaan.

6) Kelas VIDaerah edentulous terletak pada daerah unilateral

dengan kedua gigi tetangga dapat digunakan sebagai gigi

penyangga kelas VI edentulous sebagian menggunakan sistem

klasifikasi Applegate-Kennedy biasanya dijumpai keadaan

klinis:

a) Daerah edentulous yang pendek.

b) Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memungkinkan

sebagai pendukung penuh.

c) Sisa Prossesus alveolaris memadai.

d) Daya kunyah pasien tidak besar.

3. Akibat yang ditimbulkan karena kehilangan gigi

a. Migrasi dan Rotasai

Hilangnya kesinambungan pada gigi dapat menyebabkan

pergeseran,miring atau berputarnya gigi. Gigi tidak lagi

menempati posisi yang normal, pada saat pengunyahan maka

akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang

Page 8: BAB II

10

miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktifitas

karies meningkat. 

b. Erupsi berlebihan

Bila gigi sudah tidak mempunyai gigi antagonisnya lagi,

maka akan terjadi erupsi berlebihan. Erupsi berlebih dapat terjadi

tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur

periodontal akan mengalami kemunduran, sehingga gigi mulai

ekstruksi.

c. Penurunan Efisiensi Kunyah

Mereka yang sudah kehilangan gigi cukup banyak, apalagi gigi

belakang akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun.

d. Gangguan pada sendi temporomandibular (TMJ)

Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih

atau over clessure, hubungan rahang yang eksentrik

akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada TMJ.

e. Beban berlebih pada jaringan pendukung

Bila penderita yang sudah kehilangan sebagian gigi

aslinya, maka gigi yang masih adaakan menerima tekanan

mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih

(overloading). Hal ini akan mengakibatkan kerusakan membrane

periodontal dan lama kelamaan gigi yang tidak akan menjadi

goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

f. Kelaianan Bicara

Kehilangan gigi depan atas dan bawah sering kali

menyebabkan kelainan bicara. Karena giginya (khususnya gigi

depan) termasuk bagian organ fonetik (penghasil suara).

g. Memburuknya penampilan

Gigi yang hilang mengurangi daya tarik wajh seseorang.

h. Terganggunya kebersihan mulut

Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan

kontak dengan gigi tetangganya, demikian pula gigi yang

kehilangan lawan giginya. Adanya ruang interproksimal ini,

Page 9: BAB II

11

mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi sisa makanan dan

dengan sendirinya kebersihan mulut terganggu dan mudah terjadi

plak. Tahap ini frekuensi terjadinya karies dapat meningkat

(Gunadi dkk., 2012).

4. Jenis-jenis dan perawatan yang dilakukan pada kasus

a. Jenis-jenis gigi tiruan

Gigi palsu pada dunia kedokteran gigi dikenal sebagai gigi

tiruan, dibedakan menjadi dua yaitu Gigi Tiruan Lepasan (GTL)

dan Gigi Tiruan Cekat). Gigi tiruan lepasan adalah gigi tiruan

yang dilepas dan dipasang oleh pengguna dan terbagi menjadi

gigi tiruan sebagian lepasan dan gigi tiruan lengkap, sedangkan

gigi tiruan cekat adalah gigi tiruan yang tidak dilepas atau

dipasang sendiri oleh pengguna. Berikut adalah pembagian jenis

gigi tiruan:

1) Gigi tiruan sebagian atau lepasan

a) Berdasarkan bahan

i. Akrilik

ii. Logam

iii. Vulcanite

iv. Thermoplasic atau valplast

b) Berdasarkan saat pemasangannya

i. Immediate atau saat setelah pencabutan

ii. Konvensional atau tidak langsung setelah pencabutan,

biasanya beberapa hari setelah pencabutan

c) Berdasarkan sayap bukal

i. Open face, dibuat tanpa gusi tiruan di bagian bukal atau

labial (anterior).

ii. Closed face, dibuat dengan gusi tiruan di bagian bukal

atau labial (posterior).

d) Menurut jaringan pendukungnya

i. Tooth supported atau dukungan berupa gigi asli.

Page 10: BAB II

12

ii. Mucosa supported atau dukungan berupa mukosa ujung

bebas.

iii. Mucosa and tooth supported atau dukungan berupa mukosa

dan gigi asli.

2) Gigi tiruan cekat

a) Fixed-fixed bridge

Bridge yang conectornya bersifat rigit atau kaku.

Jenis ini digunakan pada gigi anterior atau posterior.

b) Fixed movable bridge

Bridge yang satu conectornya bersifat rigit dan yang

satu bersifat elastic atau lentur. Jenis ini digunakan pada

gigi yang terkena tekanan mastikasi besar.

c) Spring bridge

Bridge yang mempunyai pontic jauh dari retainer

dan dihubungkan dengan palatal bar. Indikasi jenis ini

digunakan pada kasus gigi anterior terdapat diastema.

d) Cantilever bridge

Satu ujung bridge melekat seara rigit pada retainer

sedangkan ujung yang lain bebas. Indikasi pada pasien yang

menghendaki sedikit jaringan gigi asli dikurangi tetapi tetap

tidak lepas dari kriteria retensi dan stabilitasi.

e) Compound bridge

Kombinasi dari kedua tipe bridge.

f) Complex bridge

Jembatan bilateral meliputi dua sisi rahang yang

menggantikan sejumlah gigi dengan kegiatan fungsi yang

berbeda (Gunadi dkk., 2012).

b. Perawatan yang dilakukan pada kasus

Menurut klasifikasi Applegate-Kennedy dalam Gunadi

2012, kasus mengacu pada klasifikasi kelas IV karena gigi yang

terkena adalah lima gigi bagian anterior. Jenis perawatan yang

dilakukan pada kasus ini dengan menggunakan gigi tiruan

Page 11: BAB II

13

sebagian lepasan dan gigi tiruan cekat dimana gigi anterior rahang

atas menggunakan cekat dan gigi anterior rahang bawah

menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan.

2.2.5 Sasaran Belajar (Step 5)

1. Klasifikasi kehilangan gigi jenis lain

2. Perawatan pasien kehilangan gigi

a. Macam-macam perawatan kehilangan gigi

b. Indikasi dan kontra indikasi perawata gigi

c. Tahapan perawatan pasien

2.2.6 Belajar Mandiri (Step 6)

Belajar mandiri telah dilakukan dua hari sebelum PBL tutorial 2

dimulai.

2.2.7 Hasil Belajar (Step 7)

1. Klasifikasi kehilagan gigi jenis lain

a. Sistem Klasifikasi Edentulous Penuh

1) Kelas I

Kelas ini mencirikan tahap edentulous yang paling

sesuai dirawat dengan Gigi tiruan penuh yang dibuat dengan

teknik gigi tiruan konvensional. Adapun kriteria diagnostik

dari kelas ini adalah :

a) Tinggi sisa tulang ≥21 m yang diukur pada tinggi vertikal

rahang bawah terendah pada radiografik panoramik.

b) Morfologi dari sisa lingir resisten terhadap pergerakan

horizontal dan vertikal basis gigitiruan RA tipe A.

c) Lokasi perlekatan otot kondusif untuk retensi dan stabilitas

gigi tiruan RB tipe A atau tipe B.

d) Hubungan rahang kelas I.

2) Kelas II

Secara khusus ditandai dengan adanya degradasi fisis

anatomi jaringan pendukung gigi tiruan yang berkelanjutan.

Page 12: BAB II

14

Kelas ini juga ditandai dengan adanya kemunculan dini

interaksi penyakit-penyakit sistemik serta ditandai dengan

adanya penatalaksanaan pasien spesifik dan pertimbangan-

pertimbangan gaya hidup. Kriteria diagnostik dari kelas ini

adalah :

a) Tinggi sisa tulang 16-20 mm yang diukur pada tinggi

vertikal rahang bawah terendah pada radiografi panoramik.

b) Morfologi sisa lingir resisten terhadap pergerakan

horizontal dan vertikal basis gigitiruan; rahang atas tipe A

atau tipe B.

c) Lokasi perlekatan otot sedikit mempengaruhi retensi dan

stabilitas gigitiruan; rahang bawah tipe A atau tipe B.

d) Hubungan rahang klas I.

e) Adanya sedikit perubahan kondisi, pertimbangan

psikososial dan penyakit sistemik ringan yang

bermanifestasi pada rongga mulut.

3) Kelas III

Kelas ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan revisi

dari struktur pendukung gigi tiruan untuk memungkinkan

diperolehnya fungsi gigi tiruan yang adekuat. Kriteria

diagnostik dari kelas ini yaitu :

a) Tinggi sisa tulang 11-15 mm yang diukur pada tinggi

vertikal rahang bawah terendah pada radiografik panoramik.

b) Morfologi sisa lingir sedikit berpengaruh dalam menahan

pergerakan horizontal dan vertikal basis gigi tiruan; rahang

atas tipe C.

c) Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh terhadap retensi

dan stabilitas gigitiruan; rahang bawah tipe C.

d) Hubungan rahang kelas I, II atau III.

4) Kelas IV

Kelas ini mewakili kondisi edentulous yang paling

buruk. Pembedahan rekonstruksi harus selalu diindikasikan

Page 13: BAB II

15

tetapi tidak selamanya dapat dilakukan karena tidak

menguntungkannya kesehatan pasien, minat, riwayat dental,

dan pertimbangan finansial. Jika pembedahan revisi bukan

salah satu pilihan, maka teknik gigitiruan khusus harus

dilakukan untuk mendapatkan hasil yang adekuat.

a) Tinggi vertikal ≤10 mm yang diukur pada tinggi vertikal

rahang bawah terendah pada radiografi panoramik.

b) Hubungan rahang klas I, II atau III.

c) Sisa lingir sama sekali tidak dapat menahan pergerakan

horizontal maupun vertikal, rahang atas tipe D.

d) Lokasi perlekatan otot dapat diperkirakan berpengaruh

terhadap retensi dan stabilitas gigitiruan, rahang bawah tipe

D atau tipe E.

e) Kondisi utama yang membutuhkan pembedahan

praprostodontik :

i. Koreksi kelainan-kelainan dentofasial secara bedah

dibutuhkan

ii. Augmentasi jaringan keras dibutuhkan.

iii. Revisi jaringan lunak mayor dibutuhkan yaitu perluasan

vestibulum dengan atau tanpa pencangkokan jaringan

lunak.

iv. Riwayat parasthesia atau disesthesia.

v. Ketidakcukupan ruang antar rahang yang membutuhkan

pembedahan koreksi.

vi. Defek maksilofasial yang bersifat kongenital atau

didapatkan.

vii. Manifestasi penyakit sistemik yang parah pada rongga

mulut.

b. Sistem Klasifikasi Edentulous Sebagian

1) Kelas I

Kelas ini ditandai dengan keadaan yang ideal atau

sedikit buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous

Page 14: BAB II

16

(yang dibatasi lengkung rahang tunggal), kondisi gigi

penyangga, karakteristik oklusi dan kondisi residual ridge.

Keempat kriteria diagnostik tersebut dapat dilihat sebagai

berikut :

a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous yang ideal dan

sedikit buruk :

b) Daerah edentulous terletak pada 1 lengkung rahang.

c) Daerah edentulous sedikit buruk sebagai dukungan

fisiologis gigi penyangga.

d) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang

atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi

anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi

insisivus yang hilang, atau beberapa gigi posterior yang

tidak melebihi satu premolar dan satu molar.

e) Kondisi gigi penyangga yang ideal atau sedikit buruk, yang

tidak membutuhkan terapi prostetik.

f) Oklusi yang ideal atau sedikit buruk yang tidak

membutuhkan terapi prostetik.

g) Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous

total klas I.

2) Kelas II

Kelas ini ditandai dengan keadaan yang cukup buruk

dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua

lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan

terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi yang membutuhkan

terapi lokal tambahan dan kondisi residual ridge.

a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous cukup buruk :

b) Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung

rahang.

c) Daerah edentulous cukup buruk sebagai dukungan fisiologis

gigi penyangga.

Page 15: BAB II

17

d) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang

atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi

anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi

insisivus yang hilang atau beberapa gigi posterior (rahang

atas atau rahang bawah) yang tidak melebihi dua premolar

atau satu premolar dan satu molar atau beberapa gigi

kaninus yang hilang (rahang atas atau rahang bawah).

e) Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous

total klas II.

3) Kelas III

Kelas ini ditandai dengan keadaan yang buruk dari

lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua lengkung

rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan lebih

banyak terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi

membutuhkan penyesuaian kembali tanpa mengubah dimensi

vertikal dan kondisi residual ridge.

a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :

i. Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung

rahang.

ii. Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi

penyangga.

iii. Daerah edentulous mencakup beberapa gigi posterior

rahang atas atau rahang bawah lebih banyak daripada tiga

atau dua gigi molar, tiga gigi atau lebih pada daerah

edentulous anterior dan posterior.

b) Kondisi gigi penyangga buruk :

i. Gigi penyangga pada tiga sisi tidak cukup untuk menahan

struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona

atau ekstrakorona.

ii. Gigi penyangga pada tiga sisi membutuhkan lebih banyak

terapi lokal tambahan (misalnya prosedur periodontal,

endodontik atau ortodontik).

Page 16: BAB II

18

iii. Gigi penyangga mempunyai prognosis sedang.

4) Kelas IV

Kelas ini ditandai dengan keadaan yang sangat buruk

dari lokasi dan perluasan daerah edentulous dengan prognosis

terpimpin, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi

lokal tambahan yang besar, karakteristik oklusi membutuhkan

penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimansi vertikal

dan kondisi residual ridge.

a) Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :

i. Daerah edentulous yang luas dan bisa terdapat pada kedua

lengkung rahang.

ii. Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi

penyangga untuk menegakkan diagnosis terpimpin.

iii. Daerah edentulous mencakup kerusakan maksilofasial

kongenital atau yang didapat.

b) Kondisi gigi penyangga buruk :

i. Gigi penyangga pada empat sisi tidak cukup untuk

menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi

intrakorona atau ekstrakorona.

ii. Gigi penyangga pada empat sisi membutuhkan terapi lokal

tambahan yang lebih besar.

c) Oklusi buruk, diperlukan rencana penyesuaian ulang oklusi

dengan mengubah dimensi vertikal.

d) Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous

total klas IV (Google.com).

c. Klasifikasi Miller berdasarkan letak cangkolan

1) Kelas I Ada dua cangkolan yang lurus berhadapan dan tegak

lurus median line.

2) Kelas II Ada dua cangkolan yang letaknya diagonal.

3) Kelas III Ada tiga cangkolan yang membentuk segitiga di

tengah prothesa bila dihubungan dengan garis.

Page 17: BAB II

19

4) Kelas IV Ada empat cangkolan yang membentuk segi empat di

tengah prothesa bila dihubungan dengan garis (Phoenix, 2002).

d. Klasifikasi Cummer berdasarkan letak cangkolan

1) Kelas I Diagonal, yang menggunakan 2 buah cangkolan

berhadapan diagonal.

2) Kelas II Diametric, yang menggunakan 2 cangkolan yang

berhadapan tegak lurus.

3) Kelas III Unilateral, cangkolan terletak pada satu sisi rahang.

4) Kelas IV Multilateral, cangkolan dapat berupa segitiga maupun

segiempat.

e. Klasifikasi menurut Osborne J & Lammie G.A berupa klasifikasi

geligi tiruan berdasarkan distribusi beban

1) Geligi tiruan tooth borne, semua pendukung untuk geligi tiruan

berasal dari gigi geligi.

2) Geligi tiruan mucosa borne, geligi tiruan ini seluruhnya

didukung oleh mukosa dan lingir alveolar dibawahnya.

3) Geligi tiruan tooth and mucosa borne, beberapa bagian geligi

tiruan didukung oleh gigi sebagian yang lainnya didukung oleh

mukosa (Watt & McGregor, 1992).

2. Perawatan pasien kehilangan gigi

a. Macam-macam perawatan kehilangan gigi

Perawatan pada pasien kehilangan gigi dalam penentuan

desain perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum dilakukan

pembuatan alat. Hasil dari bentuk gigi tiruan tersebut sangat

mempengaruhi segi estetik pasien. Berikut adalah urutan

perawatan pasien kehilangan gigi.

1) Macam-macam perawatan kehilangan gigi

a) Jenis-jenis gigi tiruan

Gigi palsu pada dunia kedokteran gigi dikenal

sebagai gigi tiruan, dibedakan menjadi dua yaitu Gigi

Tiruan Lepasan (GTL) dan Gigi Tiruan Cekat (GTC). Gigi

tiruan lepasan adalah gigi tiruan yang dilepas dan dipasang

Page 18: BAB II

20

oleh pengguna dan terbagi menjadi gigi tiruan sebagian

lepasan dan gigi tiruan lengkap, sedangkan gigi tiruan cekat

adalah gigi tiruan yang tidak dilepas atau dipasang sendiri

oleh pengguna. Berikut adalah pembagian jenis gigi tiruan:

1) Gigi tiruan sebagian atau lepasan

i. Berdasarkan bahan

- Akrilik

- Logam

- Vulcanite

- Thermoplasic atau valplast

ii. Berdasarkan saat pemasangannya

- Immediate atau saat setelah pencabutan.

- Konvensional atau tidak langsung setelah

pencabutan, biasanya beberapa hari setelah

pencabutan.

iii. Berdasarkan sayap bukal

- Open face, dibuat tanpa gusi tiruan di bagian bukal

atau labial (anterior).

- Closed face, dibuat dengan gusi tiruan di bagian

bukal atau labial (posterior).

iv. Menurut jaringan pendukungnya

- Tooth supported atau dukungan berupa gigi asli.

- Mucosa supported atau dukungan berupa mukosa

ujung bebas.

- Mucosa and tooth supported atau dukungan berupa

mukosa dan gigi asli.

2) Gigi tiruan cekat

i. Fixed-fixed bridge

Bridge yang conectornya bersifat rigit atau kaku.

Jenis ini digunakan pada gigi anterior atau posterior.

ii. Fixed movable bridge

Page 19: BAB II

21

Bridge yang satu conectornya bersifat rigit dan

yang satu bersifat elastic atau lentur. Jenis ini digunakan

pada gigi yang terkena tekanan mastikasi besar.

iii. Spring bridge

Bridge yang mempunyai pontic jauh dari retainer

dan dihubungkan dengan palatal bar. Indikasi jenis ini

digunakan pada kasus gigi anterior terdapat diastema.

iv. Cantilever bridge

Satu ujung bridge melekat seara rigit pada

retainer sedangkan ujung yang lain bebas. Indikasi pada

pasien yang menghendaki sedikit jaringan gigi asli

dikurangi tetapi tetap tidak lepas dari kriteria retensi dan

stabilitasi.

v. Compound bridge

Kombinasi dari kedua tipe bridge.

vi. Complex bridge

Jembatan bilateral meliputi dua sisi rahang yang

menggantikan sejumlah gigi dengan kegiatan fungsi

yang berbeda (Gunadi dkk., 2012).

b. Indikasi dan kontra indikasi perawatan pasien kehilanga gigi

1) Indikasi

a) Bila tidak memenuhi syarat untuk suatu gigi tiruan cekat.

b) Usia pasien yang masih muda, ruang pulpa masih besar,

panjang mahkota klinis masih kurang.

c) Pasien usia lanjut dengan kesehatan umum yang buruk,

karena perawatannya memerlukan waktu yang lama.

d) Panjang daerah edentulous tida memenuhi syarat Hukum

Ante.

e) Kehilangan tuang yang banyak pada daerah edentulous.

f) Tidak ada abutment gigi posterior pada ruang edentulous

(free end saddle).

g) Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat.

Page 20: BAB II

22

h) Bila dibutuhkan stabilisasi dari lengkung yang

berseberangan.

i) Bila membutuhkan estetik yang lebih baik.

j) Bila dibutuhkan gigi segera setelah dicabut.

2) Kontra indikasi

a) Pasien dengan kelainan sistemik.

b) Finansial kurang.

c) Alergi bahan gigi tiruan.

d) Pasien dengan OH buruk.

e) Kelainan jaringan periodontal (Gunadi dkk., 2012).

c. Tahapan perawatan pasien

1) Pemeriksaan pendahuluan

a) Pemeriksaan subyektif

b) Pemeriksaan obyektif (intraoral dan ekstraoral)

2) Pencetakan dengan teknik mukostatik.

3) Pemilihan warna dan bentuk gigi.

4) Tahan persiapan

a) Survei model.

b) Pembuatan desain gigi tiruan.

5) Kirim ke lab atau pengerjaan dipraktekan pribadi.

6) Tahap pemasangan dengan mempertimbangkan hambatan pada

permukaan gigi.

a) Try in

b) Cek oklusi

c) Retensi

d) Stabilisasi

7) Control pasien

8) Tahap pemeliharaan

a) Gigi tiruan harus dikeluarkan dari mulut pada malam hari

(akan tidur), gunanya mencegah fraktur dan keseimbangan

OH.

b) Pembersihan gigi tiruan secara rutin (Gunadi dkk., 2012).